Anda di halaman 1dari 12

1.

Standard Penetration Test (SPT) adalah suatu percobaan dinamis yang berasal dari
Amerika Serikat. Percobaan dinamis (dynamic penetrometer) yaitu suatu pengujian yang
ujungnya (dapat berupa konus) dimasukan ke dalam tanah dengan menjatuhkan beban
dengan tinggi jatuh tertentu , dan jumlah pukulan yang diperlukan untuk mendorong
ujung tersebut menembus jarak tertentu dikir pula (misalnya dalam jumlah pukulan per
satuan meter). SPT ini merupakan suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan
dengan pengeboran untuk mengetahui kekuatan tanah maupun pengambilan contoh
terganggu. Alat dan cara kerja percobaan ini diperlihatkan dalam gambar 2. Dalam
percobaan SPT ini terdapat beberapa istilah diantaranya:
 Jumlah pukulan
Adalah banyaknya pukulan palu setinggi 76 cm pada setiap penetrasi 15 cm
 Konus
Adalah ujung alat penetrasi yang berbentuk kerucut (terbuka dan tertutup) untuk
menahan perlawanan tanah.
 Palu/pemberat
Adalah besi atau baja masif berbentuk silinder dan di tengahnya berlubang lebih
besar sedikit daripada diameter pipa bor.
 Split Barrel Sampler
Adalah alat berupa tabung yang dibelah dua dan ke dua ujungnya dipegang
dengan mur dan dipasang pada ujung pipa bor pada waktu pelaksanaan
pengujian SPT (lihat Gambar 1).

Uji SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah yang
bernama “split barrel sampler”, disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan
split barrel sedalam 300 mm vertikal. Jumlah pukulan ini disebut dengan nilai N (N
number or N value). Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg,
yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian
dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing
tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan N 1 nilai N1 tidak diperhitungkan karena
tanah masih kotor/bekas pengeboran, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan
tahap ke-dua N2 dan ke-tiga N3 dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau
perlawanan SPT atau NSPT = N2 + N3 (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m). Kemudian nilai N
tersebut dapat dikorelasikan dengan sifat-sifat tanah yang sudah dilakukan penelitian.
Berikut ini tabel-tabel yang menjelaskan hubungan-hubungan nilai N:

 Tabel Hubungan Tingkat Kepadatan Relatif (Dc), sudut geser dalam (θ), Nilai
Konus (qc) dengan NSPT

Dr θ (˚) N
Tingkat qc
Kepadatan (Kg/cm2)
sangat lepas < 0.2 < 30 < 20.4 <4
lepas 0.2 - 0.4 30 - 35 20.4 - 45.9 4 - 10
45.9 -
agak padat 0.4 - 0.6 35 - 40 132.6 10 - 30
132.6 -
padat 0.6 - 0.8 40 - 45 224.4 30 - 50
sangat padat > 0.8 > 45 > 224.4 > 50

 Tabel hubungan nulai qu dengan nilai N

Kondisi qu (Kg/cm2) N
sangat lunak < 0.25 <2
lunak 0.25 - 0.5 2-4
agak lunak 0.5 - 1 4-8
agak keras 1-2 8 - 15
keras 2-4 15 - 30
sangat keras 4 - 8.5 > 30

Gambar 3. Skema urutan uji SPT

Setelah percobaan selesai, split barrel dikeluarkan dari lubang bor dan dibuka untuk
mengambil contoh tanah yang tertahan di dalamnya. Contoh tanah ini dapat digunakan
sebagai sampel tanah untuk percobaan Atterberg limit dan ukuran butir, tetapi kurang
sesuai untuk percobaan lain, karena diameter terlalu kecil dan tidak dianggap benar-
benar asli. Nilai N yang diperoleh dengan Standard Penetration Test dapat dihubungkan
secara empiris dengan beberapa sifat lain dari tanah yang sedang diuji. Hasil SPT ini pada
umumnya hanya digunakan sebagai perkiraan kasar atau bukan sebagai nilai-nilai yang
teliti.

Gambar 1. Alat pengambilan contoh tabung belah.


Gambar 2. Penetrasi dengan SPT
2. Sondir

Berdasarkan Sosrodarsono, S.1981, metode percobaan di lapangan yang umum


dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan di lapangan adalah percobaan penetrasi atau
penetration test yang menggunakan alat penetrometer. Cara penggunaan alat tersebut
ialah dengan jalan menekan atau memutar stang – stang yang mempunyai ujung
khusus ke dalam tanah, kita dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang
berbeda dan mendapatkan indikasi tentang kekuatannya. Penyelidikan semacam ini
disebut percobaan penetrasi dan alat yang dipakai disebut penetrometer statis
( sondir ). Penetrometer statis di Indonesia yang dipakai secara luas hanyalah alat
sondir ( Dutch Penetrometer ), juga disebut Dutch deep sounding apparatus, yaitu suatu
alat statis yang berasal dari negeri Belanda.

Gambar 2.1. Alat penetrasi konus / sondir

2.1 Tipe Peralatan Sondir


Peralatan sondir yang digunakan adalah mata sondir, yaitu alat khusus
yang dapat melakukan penetrasi ke dalam tanah, konus biasa atau tunggal dank
onus ganda atau bikonus. Untuk bikonus yang biasa digunakan adalah Dutch Cone
Penetrometer jenis ini dengan kapasitas maksimu = 250 kg/cm 2. Besarnya cone
yang digunakan dapat berubah – ubah tergantung kebutuhannya atau jenis tanah
tersebut.
2.1.1 Konus biasa (mantel konus, standart type )
Pada tipe standar yang diukur hanya perlawanan ujung ( nilai konus )
yang dilakukan dengan hanya menekan stang bagian dalamnya saja.
Seluruh bagian tabung luar dalam keadaan statis ( diam ). Gaya yang
dibutuhkan untuk menekan kerucut ke bawah dibaca alat pengukur ( gauge ).
Setelah pengukuran dilakukan, konus, stang – stang dan casing luarnya
saja. Jadi secara otomatis akan mengembalikan konus tersebut pada posisi
yang siap untuk pengukuran berikutnya.
2.1.2. Bikonus ( friction sleeve atau adhesion jacket type )
Pada tipe bikonus yang diukur adalah baik nilai bikonus maupun
hambatan pelekat. Caranya dengan menekan stang dalam yang menekan
konus ke bawah dan dalam keadaan ini hanya nilai konus yang diukur. Bila
konus telah ditekan ke bawah sedalam 4 cm maka dengan sendirinya akan
mengkait friction sleeve dan ikut membawanya ke bawah bersama – sama
sedalam 4 cm juga, jadi di sini baik nilai konus maupun hambatan pelekat
dapat diukur bersama – sama. Kemudian hanya dengan menekan casing
luarnya saja, konus, friction sleeve dan stang – stang keseluruhannya akan
tertekan ke bawah sampai titik kedalaman dimana akan dilakukan
pembacaan berikutnya. Pada posisi ini secara otomatis kedudukan konus
dan friction sleeve seperti : kedudukan semula dan siap untuk percobaan
berikutnya. Pembacaan dilakukan setiap 20 cm.

Gambar 2.2 Uji sondir di lapangan


2.2 Kelebihan dan Kelemahan Sondir
Keuntungan dalam mempergunakan alat sondir ini adalah :
a. Cukup ekonomis
b. Apabila contoh tanah pada boring tidak bisa diambil ( tanah lunak / pasir )
c. Dapat digunakan menentukan daya dukung tanah dengan baik
d. Adanya korelasi empiris semakin handal
e. Dapat membantu menentukan posisi atau kedalaman pada pemboran.
f. Dalam prakteknya uji sondir sangat dianjurkan didampingi dengan uji lainnya
baik uji lapangan maupun uji laboratorium, sehingga hasil uji sondir bisa
diverifikasi atau dibandingkan dengan uji lainnya.

Menurut Sosrodarsono, 1981, sondir atau Cone Penetration Test memiliki kelebihan
dan kekurangan, antara lain :
a. Dapat dengan cepat menentukan lapisan keras dan diperkirakan perbedaan
lapisan serta cukup baik untuk digunakan pada lapisan yang berbutir halus.
b. Dengan rumus empiris hasilnya dapat digunakan untuk menhitung daya dukung
tiang.
c. Jika terdapat batuan lepas bisa memberikan indikasi lapisan keras yang salah
dan tidak dapat mengetahui jenis tanah secara langsung.
d. Jika alat tidak lurus dank onus tidak bekerja dengan baik maka hasil yang
diperoleh bisa meragukan.

2.3 Tujuan Uji Penetrasi Sondir


Tes sondir dimaksudkan untuk mengetahu perlawanan penetrasi konus /
qc dan hambatan lekat / clef friction ( F ). Perlawanan penetrasi konus adalah
perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan
luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap mantel bikonus
dalam gaya per satuan luas.
Jenis metode sondir dapat dilakukan dengan suatu perhitungan dalam
penentuan suatu nilai Local Friction ( LF ), Friction Ratio ( FR ) dan Total Friction
( TF ) seperti pada rumus ( Sosrodarsono, S, 1981 ) :
1. Cleef friction / hambatan lekat ( HL )

HL =

qt = qc + f

Keterangan :
qc : perlawanan penetrasi konus / conus resistance ( kg/cm2 )
f : gaya friksi tanah terhadap selubung konus ( kg/cm 2 )
qt : jumlah perlawanan ( kg/cm 2 )
faktor alat : luas konus standart ( 10 cm )
tahap pembacaan : 20 cm

Local Friction =

Friction Ratio =

Grafik yang dibuat antara lain : perlawanan penetrasi konus ( qc ) pada


setiap kedalaman dan jumlah hambatan pelekat / total friction ( TF ) pada setiap
kedalaman.
Total Friction ( kumulatif ) = HL + LF sebelumnya

BAB IV
PENGOLAHAN DATA
Gambar 2.3 Contoh grafik sondir
Hasil grafik yang dihasilkan pada cone penetration test dapat berupa
grafik yang berbentuk zig – zag pada kedalaman tertentu dan ada grafik yang lebih
lembut pada kedalaman tertentu, hal ini menggambarkan jenis tanah yang ada
pada kedalaman tersebut. Jika terlihat grafik yang berbentuk zig – zag maka jenis
tanah terebut lebih condong ke jenis tanah pasir, tetapi jika grafik lebih membentuk
garis yang lebih lembut hal ini menunjukkan pada kedalaman tersebut jenis tanah
lebih cenderung ke jenis tanah lempung, hal ini disebabkan karena partikel pada
pasir lebih besar daripada lempung.

2.4 Hubungan Empiris Kekuatan Tanah Berdasarkan Uju Penetrasi Sondir


Harga perlawanan konus hasil uji penetrasi sondir pada lapisan tanah / batuan dapat
dihubungkan secara empiris dengan kekuatannya. Pada tanah berbutir halus ( lempung – lanau ),
dapat ditentukan tingkat kekerasan relatifnya. Sedangkan pada tanah berbutir kasar ( pasir – gravel )
dapat ditentukan tingkat kepadatan relatifnya.
Konsistensi Conus Resistance ( qc ) Friction Ratio ( FR )

Kg/cm2 %

Sangat lunak / very 3.5


soft
<5

Lunak / soft 5 – 10 3.5

Teguh / firm 10 -35 4.0

Kaku / Stiff 30 – 60 4.0

Sangat kaku / very stiff 60 – 120 6.0

Keras / hard >120 6.0


Tabel 2.1 Konsistensi tanah lempung berdasarkan hasil sondir
( Terzaghi dan Peck, 1984 )
Konsistensi Conus Resistance ( qc ) Friction Ratio ( FR )

Kg/cm2 %

Sangat Lepas ( very <20 2.0


loose )

Lepas / Loose 20 – 40 2.0

Setengah Lepas / 40 – 120 2.0


medium

Padat / dense 120 – 200 4.0

Sangat padat / very >200 4.0


dense
Tabel 2.2 Kepadatan lapisan tanah berdasarkan hasil sondir
( Terzaghi dan Peck, 1948 )

3. Uji kuat geser baling

KUAT GESER BALING-BALING (VANE SHEAR TEST)


Vane Shear Test (VST) merupakan uji insitu yang digunakan untuk menentukan nilai kuat
geser tak terdrainase (Su) dari suatu tanah. Kapasitas VST dapat mengukur kuat geser tanah
hingga 200 kPa pada tanah lunak jenuh air. Namun, beberapa peneliti meremendasikan agar VST
dibatasi pada tanah yang memiliki nilai kuat geser tak teralir (Su) tidak lebih dari 50 kPa dan
untuk tanah yang memiliki permeabilitas yang rendah. VST juga dapat digunakan pada tanah
lanau, gembur dan material tanah lainnya yang dapat diprediksi kekuatan geser tak
terdrainasenya. Metode penggunaan VST ini tidak cocok diaplikasikan pada tanah pasir, kerikil,
dan jenis tanah lainnya yang memiliki permeabilitas tinggi.

Tes ini pertama kali dilakukan pada tahun 1919 di Swedia yang kemudian dikembangkan
oleh John Ols- son. VST terdiri dari empat baling-baling (blade) yang awalnya berbentuk persegi
panjang dengan sudutnya 90˚, baling-baling tersebut kemudian akan didorong masuk ke dalam
tanah kemudian diikuti dengan pen- gukuran torsi yang dibutuhkan pada prosedur uji ketika
baling-baling menggeser tanah. Torsi yang didapat dapat mengukur seberapa besar perlawanan
tanah yang muncul akibat pergeseran yang diterima pada baling- baling.

2.5 Konfigurasi alat

Vane shear test (VST) terdiri atas measuring unit, pro- tection pipe, rod, ball bearing,
protection shoe, dan vane. Adapun beberapa variasi baling-baling yang di- gunakan pada
pengujian ini (Gambar 3), yaitu tap- pered vane dan rectangular vane. Untuk tipe tapered vane,
pada bagian sisi tepi baling-baling memiliki uku- ran sudut 90˚. Tinggi baling-baling sebaiknya
beruku- ran 2D di mana D adalah diameter dari baling-baling.

Dalam penentuan nilai kuat geser tak terdrainase yang didapat dari pengukuran torsi,
terdapat beberapa asumsi sebagai berikut.

1. Tanah diasumsikan berada dalam keadaan tak terdrainase, tidak ada tahapan konsolidasi
pada sampel tanah saat melakukan uji geser baling- baling. Hal ini terkait di dalam
hubungan dengan mudflow di mana selama masa transportasi, stress level relatif kecil
dan massa tanah bergerak dengan sangat cepat.
2. Tidak ada gangguan selama penginstalan baling- baling.
3. Zona remolded disekeliling baling-baling sangat kecil.
4. Tidak ada kesalahan saat melakukan uji yang dapat berdampak pada nilai torsi yang
berpengaruh pada perhitungan kuat geser tanah.
5. Kondisi isotropic pada massa tanah.
Gambar 3. Vane Shear Test (ASTM D2573).

Pada perhitungan kuat geser tak terdrainase pada uji geser baling-baling, besarnya nilai kuat
geser tak ter- drainase dipengaruhi oleh torsi maksimum dan luas permukaan pada jenis baling-
baling tipe tertentu.

Anda mungkin juga menyukai