Oleh:
LATAR BELAKANG
Perbukitan karst di sekitaran Pantai Seruni, Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Gunung Kidul,
Yogyakarta, menjadi terkikis karena disebabkan pembangunan resort South Mountain Paradise oleh PT.
Gunung Samudra Tirtomas (GST). Permintaan warga dari luar daerah Yogyakarta bahkan warga dunia
terhadap wisata di sekitar Pantai Gunung Kidul inilah yang membuat pengembang dengan sigap
mencanangkan pembangunan villa pertama yang berada di pinggir pantai tersebut. Bangunan kamar dan
fasilitas jalan menggunakan semen sudah terbangun, bersebelahan dengan tiang portal. Kemudian dari
kamar-kamar ini juga dapat langsung menikmati keindahan laut. Beberapa bulan sebelum pembangunan
ini mulai berlangsung, sempat dipajang disepanjang area tersebut yang berisi sebuah pengumuman studi
Amdal rencana pembangunan resort, hotel dan villa oleh GST dengan lahan 30.000 meter persegi dan
Akan tetapi hal ini mendapat penentangan oleh warga setempat , dilansir oleh mongabay.co.id
hal ini di wakili oleh pihak yang menamai dirinya Koalisi Masyarakat Peduli Pegunungan Sewu
(KMPPS) yang mengatakan bahwa yang terjadi di lapangan adalah pembangunan sudah mulai
berlangsung namun terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta AMDAL belum dikantongi oleh pihak
pengembang. Melalui fenomena ini, masyarakat menganggap bahwa Pemerintah Gunung Kidul tidak
serius dalam menjaga karst yang menjadi bagian Kawasan Bentang Alam KARST (KBAK) Gunung
Sewu dan Geopark Gunung Sewu. Warga berdalih pembiaran perusakan bukit karst berpotensi menutup
akses warga dan terjadi privatisasi ruang publik di KBAK Gunung Sewu oleh pihak Gunung Tirto Mas.
Halik Sandera, Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta mengatakan, KBAK Gunung Sewu
memiliki komponen geologi unik yang berfungsi mengatur tata air dan mengandung nilai ilmiah.
UNESCO dan pemerintah Indonesia pun menetapkan karst Sewu sebagai kawasan lindung geologi, wajib
dilestarikan demi keseimbangan alam dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam rencana
pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Kidul 2016-20121, karst Gunung Sewu agar dikelola
sesuai daya dukung lingkungan dalam mengoptimalkan pemanfaatan potensi kawasan yang berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan. Strategi (pengelolaan) harus mempertahankan ekosistem dan melestarikan
keunikan bentukan eksokarst dan endokarst serta. Juga memaduserasikan pengelolaan kawasan lindung
geologi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan pariwisata warisan dunia.
Jika dikaji dari sisi Ekonomi dan Bisnis, tidak dapat dipungkiri bahwa Gunung Kidul beserta
alamnya termasuk salah satu tempat di Indonesia yang keindahan alamnya telah diakui oleh masyarakat
dunia, terbukti dari banyaknya wisatawan yang berkunjung ke kawasan ini baik itu wisatawan lokal
maupun mancanegara. Kekuatan media sosial yang kian tidak terbendung informasinya semakin
menambah kuat potensi wisata yang bisa dikembangkan dari kawasan ini. Namun, yang perlu
diperhatikan adalah pihak swasta yang harus di awasi ketika ingin berinvestasi di kawasan yang sangat
potensial wisatanya ini. Dengan kata lain, pemerintah perlu membuat regulasi serta penerapan di lapangan
Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta dikenal sebagai wilayah karst (kapur). Luas kawasan
karst ini sekitar 807 km persegi, atau 53% dari luas Kabupaten Gunung Kidul yang 1.483 Km persegi.
Kekayaan akan karst tersebut menjadi daya tarik dari para investor untuk melakukan penambangan
batuan gamping di kawasan ini. Ada beberapa perusahaan pertambangan maupun usaha penambangan
warga yang melakukan aktivitas eksploitasi karst di Gunung Kidul. Berdasarkan data dari Dinas Energi
Sumber Daya Mineral (EDSM) Provinsi DI Yogyakarta ada 7 perusahaan yang melakukan penambangan
batu gamping dengan jumlah total luas ekploitasi 40 ribu meter persegi. Sedangkan jumlah usaha
pertambangan warga ada 14 usaha yang terverifikasi izin eksploitasinya dengan jumlah eksploitasi
berkisar 7 ribu meter pesergi. Kawasan juga karst memiliki fungsi yaitu sebagai penyimpan air yang
memenuhi air baku bagi ratusan ribu masyarakat yang hidup di dalamnya, kawasan ini juga berfungsi
sebagai penjaga keseimbangan ekosistem regional. Namun demikian, kawasan karst merupakan kawasan
yang sangat rentan terhadap perubahan. Penyebab utamanya tidak lain adalah aktivitas manusia yang
mengakibatkan kelestarian fungsi ekologi karst. Hilangnya fungsi ekologi karst merupakan bencana bagi
Di sisi lain warga dihadapkan pada kondisi sosial yang cukup berat untuk memilih antara
melakukan penambangan untuk kebutuhan hidup sehari-hari atau terus menambang akan tetapi
berdampak pada kerusakan wilayah karst di Gunung Kidul. Sebagai warga yang tinggal di sekitar
kawasan tersebut, mereka paham bahwasanya kawasan karst merupakan kawasan yang dilindungi oleh
perundang-undangan. Jika ada usaha lain yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maka
tentunya mereka ingin berhenti dari aktivitas tersebut. Dari sebuah fenomena tersebut, penulis membuat
sebuah gagasan yaitu pemanfaatan potensi lain yang aktivitas tidak membahayakan keberlangsungan
Warga menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu akan berdampak pada kepada mereka
sendiri. Rusaknya wilayah karst, yang kemudian diikuti dampak selanjutnya yaitu sumber air akan
menjadi semakin sulit. Namun, sebuah problematika besar juga muncul, warga harus mencari nafkah
untuk memberi makan kepada keluarganya. Ini berarti warga setempat perlu memikirkan cara lain untuk
memanfaatkan keindahan alam pegunungan karst tersebut tanpa mengeksploitasi nya dengan
memanfaatkan kecenderungan perilaku masyarakat millenials (sebutan untuk anak-anak yang lahir mulai
tahun 80an dengan perkembangan perilaku yang sangat pekat seiring perkembangan teknologi) yang
tinggal di perkotaan dan butuh opsi lain untuk pergi berlibur. Dengan kemudahan akses media sosial
tanpa batas, warga bisa mengajukan kepada pemerintah untuk mempersiapkan sedemikian sumber daya
manusia yang mampu memberikan sosialisasi bagaimana pengelolaan informasi agar keindahan
pegunungan karst dapat terekspos ke media sosial. Opsi ini menjadi sesuatu yang patut dipertimbangkan
mengingat semakin kritisnya kondisi kawasan tersebut jika dibiarkan terus menerus di eksploitasi oleh
perusahaan besar maupun orang-orang yang melakukan penambangan secara individu. Dengan melihat
fenomena lain yaitu meluapnya massa di suatu tempat wisata baru jika destinasi wisata tersebut belum
banyak diketahui banyak orang, maka ini menjadi sesuatu yang solutif, setidaknya penambangan yang
telah terjadi saat ini dapat di kurangi secara signifikan kemudian warga sekitar bersama-sama beralih
PEMBAHASAN
Penambangan di kawasan karst (batu gamping) di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta ini terus
terjadi hingga saat ini dan memberikan dampak yang cukup besar terhadap kelestarian kawasan tersebut.
Misalnya terhadap kondisi air bawah tanah dan ekosistem disekitarnya. Padahal kawasan karst memiliki
potensi dan manfaat yang penting bagi ekosistem dan manusia. Potensi itu antara lain sebagai daerah
tangkapan dan penampung air bawah tanah, habitat berbagai satwa khas dan unik, serta sebagai lokasi
Kepada Mongabay Indonesia Ir. Pramudji Ruswandono, M.Si, Kepada Bidang Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) Gunung kidul menuturkan bahwa selama ini kawasan karst Gunung Kidul
yang termasuk dalam Kawasan Karst Gunungsewu telah mememenuhi kebutuhan air baku bagi 120.000
jiwa. Jumlah itu baru dicukupi dari dua sistem sungai bawah permukaan saja, yaitu Sistem Goa Seropan
dan Sistem Goa Bribin. Selain itu, karst justru merupakan lokasi akuifer air yang baik, berpengaruh
langsung bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Konsep epikarst merupakan lapisan batu
gamping yang ada di dekat permukaan karst memiliki kemampuan menyimpan air dalam kurun waktu
yang lama. Pramudji juga menambahkan bahwa kekayaan air bawah tanah pasti akan terancam, jika
penambangan yang terus dilakukan. Untuk itu, upaya pencegahan penambagan sudah dilakukan, agar
Beberapa penelitian terkait pegunungan karst ini misal oleh Alexander Klimchouk (2003) dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa zona di dekat permukaan karst merupakan zona utama pengisi
sistem (hidrologi) karst melalui proses infiltrasi diffuse dan aliran celah (fissure flow). Dari tipe aliran air
pada celah vertikal, Chernyshev (1983), memperkirakan bahwa zona epikarst terletak pada kedalaman 30
– 50 meter di bawah permukaan karst dengan ketebalan bervariasi, biasanya 10-15 meter dari permukaan.
Penambangan di kawasan karst Gunungkidul selain merubah perilaku sungai bawah tanah, juga
menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan empat instalasi pemanfaatan sungai bawah tanah untuk
pemenuhan air baku masyarakat yang telah dibangun pemerintah. Instalasi pengelolaan air tersebut
berada di Goa Seropan, Goa Bribin I dan Bribin II serta instalasi yang di bangun di muara sistem Bribin
di Pantai Baron. Salah satu instalasi tersebut merupakan hasil proyek prestisius kerjasama Pemerintah RI
dengan Pemerintah Jerman, yaitu Hidropower Plant di Bribin II. Instalasi ini merupakan pilot project di
dunia yang diharapkan mampu menjawab problem krisis air di Gunungkidul dengan operasional cost nol
rupiah.
Untuk kaitannya dengan potensi wisatanya, Gunung Kidul menyimpan potensi gua yang sangat
besar. Ratusan gua yang tersimpan didalamnya mempunyai keindahan dan keunikan yang cukup besar.
Sistem gua yang unik dan kompleks juga ditemukan di sini. Potensi sumber daya hayati di kawasan karst
Gunung Sewu sampai saat ini belum banyak terungkap. Hal ini disebabkan minimnya kegiatan penelitian
hayati di kawasan ini. Kekayaan fauna gua di perairan bawah tanah belum banyak dilakukan penelitian.
Selain itu, Kawasan Karst Gunung Kidul merupakan kawasan karst tropik yang ditandai dengan adanya
bukit-bukit karst berbentuk kerucut (conical limestone), kubah (doline) lembah-lembah (polije) serta
adanya gua-gua dengan sungai bawah tanah yang mengalir dibawahnya dihiasi dengan stalagtit dan
stalagmitnya. Maka dari itu, sebagai seorang individu dengan basis pengetahuan ekonomi dan bisnis yang
dimiliki penulis, penulis menjadikan ini sebagai sebuah potensi bisnis yang menggiurkan dengan catatan
dapat dikelola dengan baik dan adil demi kesejahteraan bersama warga di sekitar pegunungan karst di
Dari beberapa pemaparan di atas, penulis menekankan kembali beberapa kesimpulan yang telah
1. Eksploitasi Pegunungan Karst di Gunung Kidul tidak bisa terus menerus dilakukan, apalagi hanya
untuk kepentingan beberapa pihak tertentu seperti misal yang dilakukan oleh PT. Gunung
Samudra Tirtomas dengan membangun tempat wisata tanpa memperhatikan dampak terhadap
2. Eksploitasi akan berdampak pada kerusakan alam di sekitar kawasan Pegunungan karst tersebut.
permasalahan ini
3. Perlu dibuat suatu pembaharuan mata pencaharian untuk warga sekitar kawasan tersebut agar
tidak melakukan eksploitasi lagi namun warga tetap dapat mencari nafkah.
4. Fenomena media sosial di masyarakat millenials dan perilaku masyarakat perkotaan yang
semakin hari semakin tinggi permintaannya terhadap tempat wisata baru yang eksotis dapat
5. Dengan pengelolaan manajemen yang baik, pegunungan karst di kawasan Gunung Kidul ini dapat
menjadi salah satu destinasi wisata yang terkenal pada skala nasional bahkan internasional,
dampak positifnya akan menghasilkan pendapatan yang besar yang nantinya dapat dijadikan
solusi penyelesaian masalah eksploitasi kawasan tersebut (masyarakat sekitar beralih pekerjaan
http://www.mongabay.co.id/2017/08/16/ketika-pembangunan-hotel-ancam-karst-pegunungan-
http://www.mongabay.co.id/2012/09/12/dilema-tambang-karst-gunung-kidul-kebutuhan-perut-
http://www.mongabay.co.id/2012/09/19/menghentikan-tambang-karst-gunung-kidul-selamatkan-
http://www.mongabay.co.id/2014/03/26/karst-pegunungan-sewu-adalah-sumber-air-harus-