Anda di halaman 1dari 37

Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 23

BAB 2
KARAKTERISTIK LINGKUNGAN BISNIS GLOBAL
 
 
PENDAHULUAN
Bab ini menggambarkan karakteristik lingkungan bisnis yang dimasuki oleh
perusahaan-perusahaan masa kini dan masa depan. Oleh karena sekarang ini kita
hidup di empat jaman sekaligus—jaman globalisasi ekonomi, jaman teknologi
informasi, jaman strategic quality management, dan jaman Revolusi
Manajemen—kita perlu memahami karakteristik setiap jaman tersebut dan
dampaknya terhadap prinsip-prinsip manajemen. Keempat jaman tersebut
sekarang sedang berlangsung bersamaan dan karakteristik setiap jaman tersebut
belum mapan, sehingga masih ada kemungkinan besar karakteristik yang dapat
diidentifikasi sekarang ini akan berubah sangat berbeda dengan yang diuraikan
dalam bab ini. Mungkin sekali karakteristik keempat jaman tersebut tidak akan
pernah mapan, sehingga menuntut kita untuk senantiasa melakukan
trendwatching—mengamati trend perubahan yang akan terjadi di masa depan,
sebagai akibat dari perubahan pesat pemanfaatan teknologi informasi dalam bisnis
khususnya, dan dalam kehidupan umat manusia pada umumnya.
Gambaran lingkungan bisnis masa depan yang diuraikan dalam bab ini
disajikan untuk kepentingan penggeseran paradigma manajemen ke paradigma
yang pas dengan lingkungan tersebut. Paradigma yang telah di up date inilah yang
akan menjadi landasan untuk mendesain SPPM, agar sistem yang didesain nanti
pas dengan tuntutan lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan.
 
JAMAN GLOBALISASI EKONOMI
Kita sekarang telah memasuki Abad XXI, suatu abad yang diawali dengan
globalisasi ekonomi yang melanda semua negara di dunia. Dalam sejarah umat
manusia, belum pernah pergantian abad, yang sekaligus merupakan pergantian
millennium (masa seribu tahun), ditandai dengan globalisasi ekonomi yang
sedemikian pesat dan pervasif. Globalisasi ekonomi dimungkinkan dengan
semakin luasnya penerapan teknologi informasi (komputer, telekomunikasi, dan
peralatan kantor elektronik) dalam semua arena kehidupan dan kemajuan yang
pesat dalam bidang transportasi.
Globalisasi ekonomi yang melanda Indonesia secara cepat membuka
cakrawala baru bagi manajemen perusahaan Indonesia, yang semula hanya tertuju
ke lingkungan domestik, menjadi terbuka ke lingkungan global. Tiba-tiba
manajemen perusahaan Indonesia dipaksa untuk mengikuti “olimpiade” dalam
menghasilkan produk/jasa, dengan mengikuti aturan-aturan tingkat dunia.
Keadaan ini memaksa manajemen perusahaan Indonesia untuk mengubah secara
radikal prinsip-prinsip manajemen yang selama ini digunakan untuk menghasilkan
bagi masyarakat.
Globalisasi ekonomi telah menciptakan lingkungan bisnis yang menyebabkan
perlunya peninjauan kembali prinsip-prinsip manajemen yang digunakan oleh
perusahaan untuk mampu bertahan dan bertumbuh dalam persaingan tingkat
dunia. Untuk dapat bertahan hidup dan bertumbuh dalam lingkungan bisnis yang
telah berubah ini, manajemen perusahaan perlu mengubah paradigma manajemen
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

mereka agar sikap dan tindakan mereka dalam menjalankan bisnis menjadi
efektif.

PROSES GLOBALISASI EKONOMI


Secara garis besar, globalisasi ekonomi ditandai dengan empat proses berikut ini:
mobilitas, keserentakan, pencarian jalan bebas hambatan, dan kemajemukan.i
Kombinasi keempat proses tersebut mengakibatkan meningkatnya aktivitas lintas
batas antarnegara dan pemanfaatan teknologi informasi yang memungkinkan
komunikasi informasi ke seluruh dunia hampir secara sekejap.
 
Mobilitas
Jika di masa lalu, hanya modal yang mengalir secara lancar di hampir semua
pelosok dunia, globalisasi ekonomi sekarang telah memperluas proses mobilitas
ke angkatan kerja (workforce) dan ide. Pada waktu teaching hospitals di Boston
U.S.A. mengalami kekurangan tenaga perawat, secara cepat rumah sakit di sana
memenuhi kebutuhan mereka dari ketersediaan tenaga perawat di Irlandia dan
Filipina. Pada waktu rumah sakit di Switzerland dan Skotlandia mengalami
kekurangan tenaga dokter, mereka melakukan rekrutmen tenaga dokter dari
Boston U.S.A. Begitu juga pada waktu Indonesia mengalami kekurangan property
managers karena berkembangnya bisnis property di sekitar pertengahan dekade
90-an, banyak perusahaan property mendatangkan property manager dari
Malaysia. Di tahun 2006, digitalisasi transaksi sudah sedemikian luas, sehingga
transaksi bisnis dilaksanakan pada kecepatan cahaya. Transaksi saham digital
memungkinkan arus investasi dalam volume besar dilaksanakan hanya dalam
hitungan detik dan mencakup seluruh penjuru bumi.
Di samping modal dan angkatan kerja, ide sangat mudah menembus batas-
batas antarnegara melalui media global, computer, dan telekomunikasi. Melalui
teknologi cetak jarak jauh, berita koran dapat dinikmati oleh pembacanya di
seluruh pelosok negara dan bahkan di muka bumi ini pada saat bersamaan.
Transfer informasi berkecepatan tinggi (high-speed information transfer)
memungkinkan transfer informasi melalui komputer dan telekomunikasi tanpa
hambatan oleh kekuasaan pemerintah negara mana pun. Internet dan fax
menjadikan aliran ide antarindividu menembus batas-batas antarnegara melalui
cellular phone.
 
Keserentakan
Perkembangan pesat telekomunikasi dan transportasi memungkinkan setiap
perubahan di negara maju hampir secara serentak dapat diikuti oleh negara-negara
lain. Di masa lalu TV hitam-putih memerlukan waktu 12 tahun untuk memasuki
pasar di Eropa dan Jepang sejak dipasarkan pertama kali di U.S.A. TV warna
hanya memerlukan waktu sekitar lima sampai enam tahun untuk memasuki pasar
di Jepang, dan sedikit lebih lama untuk memasuki Eropa, setelah TV warna
ditemukan di U.S.A. Untuk video cassette recorder (VCR), Jepang dan Eropa
menikmati teknologi tersebut tiga atau empat tahun lebih dahulu dibandingkan
dengan U.S.A. CD dapat dinikmati oleh semua orang di semua negara hanya
dalam jangka waktu satu tahun sejak ditemukan. Facsimile hanya memerlukan

24
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

satu bulan untuk masuk ke pasar Indonesia sejak diperkenalkan di U.S.A. Proses
keserentakan menjadi semakin tinggi dalam jaman globalisasi ekonomi ini.
 
Pencarian Jalan Bebas Hambatan
Dalam jaman globalisasi ekonomi, proses pencarian jalan bebas hambatan
mewarnai usaha bisnis. Setiap hambatan, baik yang disebabkan oleh monopoli
atau peraturan pemerintah, dipecahkan oleh bisnis melalui pencarian jalan bebas
hambatan. Monopoli pengiriman surat dan barang oleh pos di semua negara
dipecah oleh bisnis pengiriman barang dan surat seperti Federal Express dan
DHL. Monopoli siaran TV oleh pemerintah dipecah dengan munculnya siaran TV
swasta dan cable TV. Teknologi EFT (Electronic Fund Transfer) memungkinkan
transfer dana antarperusahaan menembus batas-batas negara dapat berlangsung
tanpa dapat dideteksi oleh bank sentral. Malaysia mempercepat akselerasi
pendidikan rakyatnya dengan mengubah undang-undang pendidikannya untuk
memungkinkan masuknya pendidikan tinggi luar negeri beroperasi di negara
tersebut. Indonesia perlu segera merevisi undang-undang pendidikannya untuk
memungkinkan negara-negara maju (seperti Australia) mendirikan pendidikan
tinggi di Indonesia. Proses pencarian jalan bebas hambatan menjadi semakin
meluas dalam jaman globalisasi ekonomi.
 
Kemajemukan (Pluralisme)
Jaman globalisasi ekonomi ditandai dengan meningkatnya proses kemajemukan,
yang menjadikan pusat tidak dapat lagi mampu mengendalikan semua urusan.
Jaman ini menjadikan lingkungan bisnis sangat turbulen. Lingkungan bisnis ini
menjadikan pemusatan pengambilan keputusan di kantor pusat menjadi tidak
efektif lagi. Dengan semakin turbulennya lingkungan bisnis, perusahaan-
perusahaan memerlukan kecepatan respon terhadap setiap perubahan yang terjadi.
Situasi demikian hanya dapat dihadapi jika organisasi perusahaan didesentralisasi
sedemikian rupa, sehingga wewenang pengambilan keputusan berada di pimpinan
yang dekat dengan lingkungan bisnis yang dihadapinya. Bahkan desentralisasi
wewenang pengambilan keputusan ke manajemen bawah saja tidak cukup untuk
menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks dan turbulen; perusahaan banyak
yang menempuh pemberdayaan karyawan—menjadikan karyawan perusahaan
memiliki wewenang untuk akses ke pusat informasi dan menggunakannya untuk
pengambilan keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa
otorisasi eksplisit dari manajer atasannya. Setiap usaha untuk memusatkan
pengambilan keputusan di satu tangan (misalnya kantor pusat) akan
membahayakan kelangsungan hidup organisasi secara keseluruhan, karena
ketidakmampuan organisasi untuk merespons dengan cepat perubahan yang
terjadi di lingkungan luar.

GAMBARAN PERUBAHAN LINGKUNGAN BISNIS DI


JAMAN GLOBALISASI EKONOMI
Dengan globalisasi ekonomi yang melanda semua negara di dunia, perusahaan-
perusahaan memasuki lingkungan bisnis yang sangat berbeda dengan lingkungan
bisnis sebelumnya. Pasar tidak lagi hanya dimasuki oleh pesaing-pesaing
domestik, namun telah didatangi oleh pesaing-pesaing mancanegara yang

25
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

membawa produk dan jasa yang sarat dengan kandungan pengetahuan tingkat
dunia. Manajemen perusahaan Indonesia perlu menggunakan paradigma baru
untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan mereka dalam
lingkungan bisnis global ini.
Globalisasi ekonomi berdampak terhadap 3 C: customer, competition, and
change.ii Perusahaan-perusahaan dipaksa memasuki suatu daerah yang di
dalamnya 3 C tersebut mengalami perubahan yang sangat berbeda dengan
keadaannya di masa yang lalu.
 
Customer Memegang Kendali Bisnis
Akibat globalisasi ekonomi, terjadi pergeseran kekuasaan dalam pasar. Keadaan
yang sebelumnya produser yang menentukan produk dan jasa apa yang harus
disediakan di pasar, berubah menjadi customer menentukan produk dan jasa yang
mereka butuhkan, yang harus dipenuhi oleh produser. Anggapan yang dulu
digunakan oleh para produser bahwa pasar merupakan mass market sebenarnya
suatu anggapan yang salah. Mass market tidak pernah ada, sehingga falsafah mass
production yang dipakai sebagai dasar untuk memenuhi kebutuhan customer
sebenarnya suatu keyakinan dasar yang keliru.
Customer meminta produk dan jasa yang didesain untuk memenuhi
kebutuhan unik dan tertentu mereka. Customer secara individual menuntut agar ia
diperlakukan secara individual. Customer menjadi sangat pemilih (choosy).
Dengan perubahan karakteristik customer ini, falsafah yang digunakan oleh
produser dalam menghasilkan produk dan jasa berubah dari mass production
menjadi mass customization. Falsafah mass customization dipakai untuk
memenuhi kebutuhan customer berdasarkan anggapan bahwa pasar pada dasarnya
berupa segmented market. Setiap market segment terdapat sekelompok customer
yang menuntut untuk diperlakukan secara khusus oleh produser sesuai dengan
kebutuhan khusus mereka.
Teknologi informasi menyediakan shared database yang mudah diakses,
yang memungkinkan para produser produk dan jasa serta pengecer untuk
memiliki dan menggunakan informasi mengenai customer mereka, tidak hanya
informasi dasar tentang customer mereka, namun juga informasi mengenai
preferensi dan berbagai tuntutan mereka, sehingga keadaan ini meletakkan dasar
baru dalam persaingan. Customer relationship menjadi pelipatganda value yang
dihasilkan bagi customer.
 
Kompetisi Semakin Tajam
Globalisasi ekonomi tidak hanya menambah jumlah pesaing di pasar, namun juga
menyebabkan bervariasinya persaingan yang terdapat di pasar. Produk dan jasa
dalam persaingan global bersaing berdasarkan kandungan pengetahuan yang
terdapat di dalamnya. Persaingan global diwarnai oleh keadaan yang di dalamnya
perusahaan yang memiliki kinerja yang baik mendesak keluar perusahaan yang
buruk. Persaingan global tidak lagi menganut “live and let live,” namun berubah
menjadi “live and let die.” Perusahaan-perusahaan baru muncul, yang tidak mau
mengikuti aturan bisnis yang sudah ada, namun membawa dan membuat aturan
bisnis baru, yang memaksa perusahaan-perusahaan yang sudah ada sebelumnya
harus memilih: terus hidup dengan mengikuti aturan bisnis baru atau mati karena
tidak mampu mengikuti aturan bisnis baru tersebut. Teknologi informasi telah

26
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

mengubah secara dramatis karakteristik persaingan yang tidak pernah


diperkirakan sebelumnya oleh banyak perusahaan. Teknologi informasi
memperluas hal yang mungkin dilaksanakan oleh perusahaan dalam menjalankan
bisnis mereka, sehingga meningkatkan tuntutan customer terhadap perusahaan-
perusahaan yang memenuhi kebutuhan mereka.
 
Perubahan Menjadi Berubah
Globalisasi ekonomi menyebabkan karakteristik perubahan sangat berbeda
dengan sebelumnya. Jika di masa lalu orang hanya mengenal bahwa yang konstan
di dunia ini hanya perubahan, dalam jaman globalisasi ekonomi ini, perubahan
pun telah mengalami perubahan menjadi konstan, pesat, radikal, serentak, dan
pervasif. Perubahan bukan lagi sebagai anomali, namun telah menjadi suatu
norma. Globalisasi ekonomi telah mengubah sifat perubahan yang terjadi dalam
bisnis. Perubahan konstan berarti perubahan tanpa henti; perubahan yang satu
belum selesai telah disusul dengan perubahan lainnya. Perubahan pesat berarti
perubahan yang sangat cepat terjadinya. Perubahan radikal berarti perubahan
mendasar sejak dari akarnya. Perubahan serentak berarti perubahan yang terjadi
secara bersamaan yang mencakup daerah yang sangat luas. Perubahan pervasif
adalah perubahan yang merembes ke semua aspek kehidupan. Perubahan konstan,
pesat, radikal, serentak, dan pervasif menuntut perusahaan-perusahaan untuk
melengkapi dirinya dengan effective change-sensing radar dan untuk fleksibel
dalam memberikan respons terhadap setiap perubahan yang mereka hadapi.
Organisasi harus didesain sebagaimana makhluk hutan (jungle creature)—
senantiasa mengamati perubahan lingkungannya dan merespons dengan cepat
setiap perubahan lingkungan yang terjadi.
 
PERUBAHAN LOGIKA PRODUSER KE LOGIKA CUSTOMER
Dalam jaman yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis, produser
harus mengubah jalan pikiran mereka ke logika customer di dalam menyediakan
produk dan jasa bagi customer. Namun, mengubah jalan pikiran bukan merupakan
hal yang mudah dilakukan, karena orang memiliki kecenderungan untuk
functional fixation—menafsirkan sesuatu yang baru dengan konsep lama yang
telah dimiliki sebelumnya. Salah satu cara untuk mengubah jalan pikiran produser
agar cocok dengan jaman yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis
ini adalah dengan memahami perbedaan antara logika produser dan logika
customer. Berikut ini disajikan perbedaan logika produser dan logika customer
menurut Rosabeth Moss Kanter dalam bukunya yang berjudul World Class:
Thriving Locally in The Global Economy.iii
1. Produser berpikir bahwa mereka membuat produk. Customer berpikir bahwa
mereka membeli jasa.
2. Produser menginginkan untuk memaksimumkan kembalian (return) atas
sumber daya yang mereka miliki. Customer mempedulikan tentang apakah
sumber daya digunakan oleh produser untuk memberikan manfaat bagi
customer, bukan bagi pemiliknya.
3. Produser khawatir tentang kekeliruan yang terlihat. Customer meninggalkan
produser karena kekeliruan yang tidak terlihat.
4. Produser berpikir bahwa teknologi mereka menciptakan produk. Customer
berpikir bahwa kebutuhan merekalah yang menciptakan produk.

27
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

5. Produser mengorganisasi kegiatan untuk kenyamanan intern mereka.


Customer menginginkan kenyamanan mereka yang diutamakan.
 
Logika produser: mereka membuat produk. Logika customer: mereka
membeli jasa. Dipandang dari sisi customer, produk yang dihasilkan oleh
produser tidak lebih dari sekadar suatu alat berwujud untuk mendapatkan jasa
yang dapat dihasilkan oleh produk tersebut. Suatu produk baru dapat
menghasilkan value bagi customer setelah melalui use process (yang secara
keseluruhan melalui tahap-tahap lengkap: find, acquire, transport, store, use,
dispose of, stop). Di setiap tahap penggunaan produk tersebut, customer menuntut
value (manfaat yang diperoleh customer lebih besar daripada pengorbanan yang
dilakukan untuk memperoleh manfaat tersebut).
 
Logika produser: memaksimalisasi kembalian (return) atas sumber daya
yang mereka miliki. Logika customer: seluruh sumber daya perusahaan
digunakan untuk menghasilkan manfaat bagi customer. Dengan menggunakan
ukuran keuangan, produser dapat dikatakan sukses jika mereka dapat
meningkatkan nilai investasi mereka dalam alat-alat, fasilitas, orang, atau produk
yang telah mereka miliki. Produser menginginkan untuk dapat menjual lebih
banyak melampaui kapasitas untuk membuat yang telah mereka miliki. Namun,
customer tidak perlu peduli dengan kepemilikan sumber daya tertentu; mereka
menginginkan berbagai sumber daya terbaik ditarik bersama dari berbagai sumber
untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka. Jika produk yang dihasilkan oleh
perusahaan A dapat beroperasi dengan baik jika dikombinasikan dengan produk
hasil perusahaan B, mengapa customer dipaksa untuk hanya menggunakan produk
buatan perusahaan A? Jika perusahaan A ingin mempertahankan customer
produknya, manajemen perusahaan A harus berhenti memaksa customer hanya
menggunakan produknya dan menempuh strategi lain dengan membentuk
kemitraan dengan perusahaan B, untuk menawarkan joint system untuk
memecahkan masalah yang dihadapi oleh customer. Pergeseran logika produser
ini menjadikan perusahaan lebih fleksibel: kepemilikan atas fasilitas tetap menjadi
berkurang dan kemitraan dengan perusahaan lain menjadi meningkat untuk
memenuhi kebutuhan tertentu customer. Jejaring organisasi (organization
network) menjadi pilihan produser dalam menghasilkan produk dan jasa bagi
customer.
 
Logika produser: khawatir tentang kekeliruan yang terlihat. Logika
customer: mereka meninggalkan produser karena kekeliruan yang tidak
terlihat. Produser menginginkan proses yang bebas dari kekeliruan. Customer
menginginkan masalah mereka dapat diselesaikan dan mimpi mereka terpenuhi.
Di masa lalu, produser hanya memfokuskan untuk menghasilkan zero defect
dalam pengelolaan kualitas, sehingga dapat menghindarkan diri dari biaya-biaya
yang timbul sebagai akibat terjadinya kekeliruan yang dapat terlihat. Di masa kini,
produser lebih mengkhawatirkan terjadinya kekeliruan yang tidak terlihat—
kegagalan untuk mengambil risiko, kegagalan untuk melakukan inovasi dalam
menciptakan nilai baru bagi customer. Pada dasarnya, semua bisnis sekarang ini
merupakan “fashion” business. Produser harus melakukan inovasi secara
berkelanjutan dan dalam waktu yang relatif pendek. Untuk benar-benar menjadi

28
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

produser yang berorientasi kepada customer, manajer harus peduli terhadap apa
yang tidak mereka lihat. Di mana terdapat keinginan customer yang belum ada
yang memenuhinya, di situlah kesempatan inovasi terbuka. Perusahaan perlu
melaksanakan inovasi untuk memenuhi kebutuhan customer tersebut, atau pihak
lain yang akan memenuhinya. Di masa kini, bisnis dikelilingi oleh (1) kesempatan
yang terselubung—harapan dan impian customer— dan (2) musuh yang tidak
terlihat—perusahaan baru di luar negeri atau di luar industri yang memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam memenuhi harapan dan impian customer
tersebut.
 
Logika produser: teknologi mereka menciptakan produk. Logika customer:
kebutuhan mereka yang menciptakan produk. Produser yakin bahwa mereka
berorientasi ke pasar jika mereka menanyakan kepada customer tentang pendapat
customer terhadap produk yang telah ada. Customer berpikir lain; customer
menganggap perusahaan berorientasi ke pasar jika customer menentukan prioritas
untuk mendesain produk atau jasa. Oleh karena itu, sekarang banyak perusahaan
yang telah melakukan customer-centered innovation, dengan mengundang
customer dalam forum pengembangan produk.
 
Logika produser: kegiatan diorganisasi untuk kenyamanan intern mereka.
Logika customer: kenyamanan mereka yang perlu diutamakan. Menurut
logika produser, pertimbangan manajerial merupakan yang utama:
mengorganisasi fungsi, membuat deskripsi pekerjaan (job description), atau
membuat sistem pengendalian. Namun, apa yang menurut produser menjadikan
perusahaan lebih dapat dikelola seringkali menghambat layanan kepada customer.
Sebagai contoh, dari sudut produser, keseragaman dan standarisasi merupakan hal
yang sangat memudahkan pengelolaan. Namun, customer menginginkan
keberagaman dan kesesuaian dengan keinginan mereka. Oleh karena itu, di masa
sekarang, produser yang berorientasi kepada customer mengutamakan
kenyamanan customer dalam mendesain sistem informasi manajemen untuk
melayani transaksi perusahaan dengan customer.
 
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN DALAM JAMAN
GLOBALISASI EKONOMI
Prinsip-prinsip manajemen dalam jaman globalisasi ekonomi telah mengalami
perubahan sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1. Pusat tidak lagi berkuasa penuh. Kompetisi dapat datang dari mana pun,
begitu pula dengan peluang. Organisasi tidak lagi mengandalkan keputusan
terpusat di tangan manajemen puncak, namun memberdayakan karyawan
untuk memungkinkan mereka mengambil keputusan atas pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab mereka. Organisasi bersaing di pasar global melalui
jejaring organisasi (organization network) yang dibangun antarorganisasi
perusahaan dari negara yang sama dan dari berbagai negara.
2. Semua perusahaan, baik besar maupun kecil, akan menjadi perusahaan global
dalam operasi bisnis mereka. Pasar domestik tidak hanya dilayani oleh
perusahaan-perusahaan dalam negeri, namun dipenuhi kebutuhannya oleh
perusahaan-perusahaan luar negeri. Sebagai akibatnya, produk dan jasa yang
disediakan bagi customer, di mana pun mereka berada, adalah berstandar

29
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

global. Produk dan jasa global hanya dapat dihasilkan secara konsisten oleh
organisasi yang semua aspeknya berstandar global.
3. Perusahaan akan memfokuskan semua struktur dan proses sistem manajemen
mereka ke customer.
4. Oleh karena lingkungan bisnis global sangat turbulen (sebagai akibat dari
kompetisi yang semakin tajam dan perubahan yang telah berubah) posisi
kompetitif perusahaan hanya dapat dicapai melalui improvement
berkelanjutan terhadap sistem dan proses yang digunakan oleh perusahaan
untuk menghasilkan value bagi customer. Pencarian jalan bebas hambatan (by
passing) mewarnai operasi perusahaan di jaman globalisasi ekonomi ini.
 
JAMAN TEKNOLOGI INFORMASI
Kita sekarang hidup dalam jaman teknologi informasi. Teknologi informasi terdiri
dari tiga komponen: komputer, telekomunikasi, dan ekuipmen kantor elektronik.
Jaman teknologi informasi ditandai oleh lima trend: (1) trend pergeseran dari
hard automation technology ke teknologi informasi (seringkali disebut pula
dengan smart technology), (2) trend pergeseran ke knowledge-based works, (3)
trend pergeseran ke responsibility-based organization, (4) perdagangan berjalan
melalui jalan raya elektronik, (5) kekayaan lebih banyak dihasilkan dari human
assets daripada financial assets, dan (6) kekayaan intelektual menjadi kekayaan
perusahaan yang paling berharga.
 
Trend Pergeseran dari Hard Automation Technology
ke Teknologi Informasi
Di masa lalu, masyarakat memenuhi kebutuhan produk dan jasa mereka dengan
menggunakan teknologi hard automation. Sejak pertengahan Abad XX, terjadi
perubahan teknologi yang dimanfaatkan oleh masyarakat di dalam memenuhi
kebutuhan produk dan jasa. Masyarakat sekarang berada di dalam jaman
teknologi informasi, yang di dalamnya smart technology dimanfaatkan secara luas
dan intensif di hampir semua aspek kehidupan. Kedua jenis teknologi tersebut
memiliki karakteristik yang sangat berbeda satu dengan lainnya.
Di dalam hard automation, apa yang harus dikerjakan (what to do) dan
bagaimana mengerjakannya (how to do) telah disetel di dalam mesin. Sebagai
akibatnya, pekerja tidak memiliki kebebasan dalam memilih apa yang harus
dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Hard automation hanya memerlukan
pekerja yang terampil dan terdapat keterpisahan antara pekerja dan alat
produksinya.
Smart technology tidak menentukan apa yang harus dikerjakan oleh pekerja,
apalagi menentukan bagaimana mengerjakannya. Komputer tidak akan dapat
dijalankan jika tidak ada perangkat lunaknya. Untuk dapat menjalankan perangkat
lunak, diperlukan keterampilan tertentu. Namun komputer dengan perangkat
lunaknya juga tidak dapat menghasilkan apa pun, jika pemakainya tidak memiliki
pengetahuan yang dapat diolah dengan menggunakan perangkat lunak tersebut.
Sebagai contoh, untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas, diperlukan
komputer dan perangkat lunak word processor. Namun komputer dan word
processor tidak dapat menghasilkan karya apa pun, jika pemakainya tidak
memiliki ide atau pengetahuan yang akan ditulis. Komputer dan word processor

30
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

tidak menentukan apa yang harus dikerjakan oleh pemakai, begitu pula kedua
perangkat tersebut tidak menentukan bagaimana pemakai menghasilkan tulisan.
Untuk menghasilkan tulisan secara produktif, di samping pemakai harus
menguasai writing skill, ia juga dituntut memiliki pengetahuan (knowledge)
memadai sebagai materi yang akan dikomunikasikan melalui tulisan. Dengan
demikian, smart technology hanya akan produktif jika dimanfaatkan oleh smart
people. Smart people adalah orang yang di samping memiliki keterampilan tinggi,
juga memiliki pengetahuan tinggi yang diperoleh dari pendidikan formal, serta
kapasitas untuk belajar dan untuk memperoleh pengetahuan tambahan.iv
Dengan kata lain, smart technology tidak akan menghasilkan apa pun di
tangan orang yang tidak menguasai knowledge. Itulah sebabnya, di dalam
organisasi yang secara ekstensif memanfaatkan smart technology, intellectual
asset (berupa knowledge workers atau smart people) menjadi dominan di dalam
menghasilkan produk dan jasa untuk kepentingan customers. Di dalam diri
knowledge worker tersimpan knowledge yang menjadi alat produksi, sehingga
antara pekerja dengan alat produksinya tidak terpisahkan.
Di dalam jaman teknologi informasi ini, knowledge workers memasukkan
knowledge mereka ke dalam produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan,
sehingga produk dan jasa berisi kandungan pengetahuan memadai untuk dapat
bersaing di pasar global. Dan oleh karena smart technology tidak menentukan apa
yang harus dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya, maka teknologi ini
menyediakan kebebasan dan kemudahan bagi pemakainya untuk mewujudkan
kreativitas mereka. Ide-ide baru sangat mudah diwujudkan ke dalam desain,
sehingga memudahkan inovasi produk baru, sistem baru, proses baru. Sebagai
akibatnya, perubahan menjadi konstan, pesat, radikal, serentak, dan mudah
menyebar secara cepat ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, Peter F. Drucker
menulis mengenai perlunya setiap organisasi untuk didesain sedemikian rupa
sehingga mampu secara responsif berubah sebagai berikut: “every organization of
today has to build into its very structure the management of change.”v
Knowledge workers adalah pekerja yang memanfaatkan pengetahuannya
untuk menciptakan produk dan jasa dengan menggunakan teknologi informasi.
Mereka adalah pekerja yang menjadikan knowledge sebagai alat produksi untuk
menghasilkan produk dan jasa.
Pemberdayaan karyawan dapat menjadikan knowledge workers secara kreatif
menerapkan knowledge yang dikuasainya dalam menciptakan produk dan jasa
yang menghasilkan value bagi customer. Di samping itu, pemberdayaan karyawan
adalah pas dengan karakteristik pekerja yang tidak dapat diawasi pekerjaannya
melalui supervisi sebagaimana yang diterapkan kepada pekerja dalam hard
automation era.

Trend Pergeseran ke Knowledge-Based Works


Smart technology hanya akan produktif di tangan pekerja yang memiliki
pengetahuan memadai. Dengan smart technology, kreativitas karyawan dalam
menghasilkan value bagi customer akan terpacu dan meningkat, sehingga produk
dan jasa yang dihasilkan oleh karyawan akan sarat dengan kandungan
pengetahuan. Dengan kandungan pengetahuan memadai, produk dan jasa akan
mampu bersaing di pasar global.

31
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

Dengan semakin ekstensifnya pemanfaatan smart technology dalam bisnis,


semakin banyak knowledge workers yang dibutuhkan untuk menjalankan smart
technology dalam menghasilkan produk dan jasa bagi customer. Produk dan jasa
yang dihasilkan oleh perusahaan sangat ditentukan oleh kandungan pengetahuan
yang dapat diwujudkan oleh personel melalui smart technology tersebut. Dengan
semakin ekstensifnya pemanfaatan smart technology dalam operasi perusahaan,
trend pekerjaan berubah menuju ke knowledge-based work—pekerjaan yang
memerlukan pengetahuan memadai untuk dapat menghasilkan produk dan jasa.
Knowledge-based work memerlukan suasana kerja yang merangsang inovasi,
toleran terhadap eksperimen hal yang baru, dan kesediaan manajemen untuk
menerima kegagalan eksperimen.
 
Trend Pergeseran ke Responsibility-Based Organizationvi
Kemampuan untuk menyediakan shared database oleh smart technology
menuntut restrukturisasi organisasi—dari komando dan pengendalian (command
and control) ke information-based organization. Di dalam organisasi yang
pengumpulan informasinya dipusatkan di bawah penguasaan manajemen puncak,
keputusan hanya dapat dilakukan oleh manajemen puncak. Keputusan tersebut
kemudian diperintahkan (melalui komando) kepada karyawan melalui manajer
menengah dan manajer bawah sebagai penyalur perintah. Di samping sebagai
penyalur perintah, manajer menengah dan manajer bawah berfungsi pula sebagai
pengendali pelaksanaan perintah yang berasal dari manajemen puncak. Di dalam
organisasi yang mengandalkan pada komando dan pengendalian (command and
control) seluruh tanggung jawab tentang jalannya organisasi terletak di pundak
manajemen puncak, karena merekalah yang mengambil keputusan atas dasar
informasi yang dikumpulkan. Oleh karena itu, kekuasaan (power) berada di
tangan orang yang menduduki posisi, sehingga kekuasaan semacam ini disebut
dengan position-based power.
Di dalam information-based organization, informasi yang dikumpulkan dan
disimpan dalam database dapat diakses oleh siapa saja yang diberi wewenang
untuk itu, sehingga memungkinkan siapa saja melakukan informed judgment
dalam pengambilan keputusan. Di dalam information-based organization, setiap
karyawan bertanggung jawab atas jalannya perusahaan. Mereka dapat
memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan,
melalui pengambilan keputusan berdasarkan informasi yang dapat mereka akses
dari shared database. Oleh karena itu, information-based organization seringkali
disebut dengan responsibility-based organization—suatu organisasi yang setiap
anggotanya bertanggung jawab dalam menjadikan organisasinya sebagai wealth-
creating institution. Dalam kondisi ini, kekuasaan (power) berada di tangan orang
yang menguasai informasi, sehingga kekuasaan semacam ini disebut dengan
information-based power.
Shared database yang disediakan oleh teknologi informasi memungkinkan
information sharing di antara anggota organisasi, antara perusahaan dengan
pemasoknya, antara perusahaan dengan customers, dan antara perusahaan dengan
mitra bisnisnya. Teknologi informasi juga menawarkan fasilitas electronic data
interchange (EDI) untuk memungkinkan perusahaan melaksanakan transaksi
bisnis dengan para mitra bisnisnya, sedemikian erat, cepat, dan cermat, tanpa
campur tangan manusia. Shared database berdampak terhadap perubahan

32
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

organisasi dari berbentuk piramid tinggi (tall) ke berbentuk jam Mesir kuno yang
lebih datar (flat), dari orientasi vertikal (kepentingan boss) ke horisontal
(kepentingan customer). Shared database yang dikombinasikan dengan EDI
memungkinkan perusahaan membentuk jejaring organisasi (organization
network), yang menjadikan perusahaan dalam jejaring tersebut secara bersama-
sama mampu memuasi kebutuhan customers mereka, melalui core competency
mereka masing-masing.
 
Perdagangan Berjalan Melalui Jalan Raya Elektronik
Pemanfaatan secara ekstensif teknologi informasi dalam bisnis mengubah secara
mendasar cara perusahaan melaksanakan bisnis. Transaksi bisnis menjadi tidak
lagi dilaksanakan melalui kertas, namun dilaksanakan sepanjang jalan raya
elektronik, dengan memanfaatkan shared data base, electronic fund transfer,
electronic data interchange, electronic commerce (E-commerce). Sistem otorisasi
berjenjang yang sangat berat mewarnai pelaksanaan transaksi bisnis di masa lalu,
digantikan dengan pemberdayaan karyawan (employee empowerment) dalam
memanfaatkan informasi yang disimpan dalam shared database.
Teknologi informasi memungkinkan pembangunan kemitraan usaha di antara
organisasi perusahaan (antara perusahaan dengan para pemasoknya dan para mitra
bisnisnya, serta dengan customers). Kesempatan ini timbul sebagai akibat
digunakannya core beliefs baru dalam memandang pemasok dan customer berikut
ini:
a. Bahwa bisnis merupakan matarantai yang menghubungkan pemasok dengan
customer. Keberadaan dan kelangsungan hidup suatu perusahaan sangat
ditentukan seberapa fungsional perusahaan sebagai matarantai yang meng-
hubungkan pemasok dengan customer.
b. Bahwa pemasok dan customer merupakan mitra dalam bisnis. Kualitas
hubungan kemitraan jangka panjang tersebut menentukan keberadaan dan
kelangsungan hidup perusahaan.
Berdasarkan core beliefs tersebut, sistem informasi akuntansi perusahaan
dibangun untuk menjalankan transaksi bisnis antara perusahaan dengan pemasok
dan customer-nya. Customer dan pemasok diberi kesempatan untuk akses ke
database perusahaan. Berdasarkan core belief ini, manajemen perusahaan
merancang sistem akuntansinya sebagai berikut: (1) batas sistem akuntansi
mencakup sistem akuntansi pemasok (2) transaksi dengan pemasok dipicu secara
elektronik dan informasi secara elektronik dikirimkan ke pemasok melalui
fasilitas EDI (electronic data interchange), (2) transaksi diakui dan dicatat secara
elektronik dan pembayaran kepada pemasok dilaksanakan melalui fasilitas EFT
(electronic funds transfer). Sistem akuntansi untuk menjalankan transaksi bisnis
dengan pemasok berjalan secara otomatis tanpa campur tangan manusia. Jika
sebelumnya teknologi informasi dimanfaatkan untuk melaksanakan transaksi
tanpa kertas, (paperless), pada perkembangan terkini, teknologi informasi
dimanfaatkan untuk menciptakan transaksi tanpa campur tangan manusia
(peopleless). Transaksi bisnis berjalan melalui jalan raya elektronik sehingga
transaksi dapat dilaksanakan berkecepatan cahaya. Teknologi informasi menjadi
enabler untuk membangun kemitraan usaha, sehingga melalui hubungan
berkualitas antara perusahaan dengan para pemasoknya, dapat dihasilkan value
terbaik bagi customer.

33
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

 
Kekayaan Lebih Banyak Dihasilkan dari Human Assets daripada
dari Financial Assets
Di dalam Bab 1 telah diuraikan bahwa tujuan organisasi perusahaan adalah
menciptakan kekayaan. Dalam jaman teknologi informasi, kekayaan yang dapat
diciptakan oleh organisasi berasal terutama dari human assets, bukan dari
financial assets.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, teknologi informasi hanya dapat
produktif di tangan knowledge workers. Melalui knowledge yang mereka kuasai,
knowledge workers mendesain produk dan jasa yang pas dengan kebutuhan
customers, memproduksi produk dan jasa tersebut secara cost effective, dan
memasarkan produk dan jasa tersebut secara efektif kepada customers. Dengan
demikian, produk dan jasa memiliki kandungan pengetahuan memadai untuk
memenuhi kebutuhan customers. Produk dan jasa bersaing melalui kandungan
pengetahuan yang terdapat di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan customers.
 
Intangible Assets Menjadi Kekayaan Perusahaan yang Paling
Berharga
Hasil riset yang dilakukan oleh Professor Baruch Lev, New York Universityvii
menunjukkan fakta berikut ini:

Pada tahun 1982, proporsi nilai buku aktiva berwujud (tangible assets)
perusahaan-perusahaan manufaktur di U.S.A. berkisar 62% dari nilai pasar
perusahaan-perusahaan tersebut. Sepuluh tahun kemudian (1992), proporsi
tersebut merosot menjadi 38% dari nilai pasar. Di tahun 2000, proporsi
tersebut diperkirakan hanya berkisar 10% s.d. 15% dari nilai pasar.
 
Dari hasil riset tersebut dapat disimpulkan bahwa aktiva tidak berwujud
(intangible assets) menjadi penentu utama nilai pasar perusahaan-perusahaan
manufaktur di U.S.A. Jika di masa lalu, tanah, mesin dan ekuipmen, gedung dan
aktiva berwujud lain (yang di dapat dinilai dengan uang) merupakan penghasil
utama pendapatan perusahaan, di masa sekarang ini, aktiva tidak berwujud—
seperti customer confidence, brand name, cost effectiveness proses yang
digunakan memberikan layanan kepada customer, kecanggihan teknologi
informasi, kapabilitas dan komitmen personel—menjadi pemacu utama nilai pasar
perusahaan. Aktiva tidak berwujud ini tidak dapat dinilai dengan uang dan tidak
dapat dicantumkan dalam neraca, namun mempunyai kontribusi besar dalam
menghasilkan nilai pasar perusahaan.
 
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN DALAM JAMAN
TEKNOLOGI INFORMASI
Prinsip-prinsip manajemen dalam jaman teknologi informasi dipengaruhi oleh tiga
faktor: (1) pemekerjaan knowledge workers untuk memanfaatkan secara optimum
kemampuan teknologi informasi, (2) kemampuan teknologi informasi untuk

34
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

menyediakan fasilitas information sharing dan (3) kemampuan teknologi


informasi untuk menjadikan transaksi berlangsung pada kecepatan cahaya.
 
 
Dampak Pemekerjaan Knowledge Workers terhadap Prinsip
Manajemen
Sebagaimana telah diuraikan di atas, perusahaan yang secara ekstensif
memanfaatkan teknologi informasi dalam menjalankan bisnisnya, memerlukan
knowledge workers untuk menjadikan teknologi tersebut produktif dalam
menciptakan kekayaan. Oleh karena karakteristik pekerjaannya, knowledge
workers ini menuntut prinsip-prinsip manajemen yang sangat berbeda dengan
yang diperlukan untuk mengelola pekerja yang mengandalkan keterampilan dan
tenaga (otot) mereka. Pemekerjaan knowledge workers berdampak terhadap (1)
organisasi, (2) pengendalian, (3) sistem wewenang (yang dibahas berikut ini di
bawah judul subsidiarity).
 
Organisasi. Organisasi dapat dipandang dari dua aspek: struktur dan kapabilitas.
Untuk memasuki lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif diperlukan struktur
organisasi nirbatas (boundaryless organization)—organisasi dengan batas-batas
vertikal, horisontal, eksternal, dan geografik yang sehat. Dari aspek kapabilitas,
organisasi dituntut untuk memiliki learning capability—kapabilitas untuk
memperoleh ilmu dan pengetahuan baru dan mendeseminasikan dengan cepat
pengetahuan baru tersebut ke seluruh anggota organisasi, capacity for change—
kapasitas organisasi untuk menciptakan dan mengelola perubahan, dan
akuntabilitas tinggi dalam memanfaatkan seluruh sumber daya organisasi untuk
menghasilkan value bagi customer
Dengan demikian, dalam pendesainan struktur SPPM, struktur organisasi
yang pas dengan jaman teknologi informasi adalah struktur organisasi nirbatas
dan berkapabilitas untuk belajar, berkapasitas untuk berubah, dan berakuntabilitas
tinggi. Organisasi dengan struktur dan kapabilitas seperti itu memungkinkan
knowledge workers: (1) merespons secara cepat perubahan kebutuhan customer,
(2) fleksibel, (3) terpadu dalam memberikan layanan kepada customers, (4)
inovatif dalam penyediaan value bagi customer.
 
Pengendalian. Manajemen tradisional dibangun pada waktu masyarakat
menggunakan teknologi hard automation. Teknologi ini dijalankan oleh skilled
workers yang mengandalkan tenaga mereka (otot), sehingga memerlukan instruksi
rinci di dalam menjalankan pekerjaan mereka. Oleh karena itu, untuk
mengendalikan pekerjaan skilled workers ini diperlukan aturan yang ketat
sehingga pengendaliannya pun memerlukan supervisor yang mengamati
kesesuaian pekerjaan karyawan dengan aturan yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu, struktur organisasi yang pas dengan pekerja dan teknologi pada jaman itu
adalah organisasi berjenjang dan fungsional. Semakin kompleks bisnis yang
dijalankan oleh organisasi semakin banyak fungsi yang dibentuk. Semakin besar
bisnis yang diselenggarakan, semakin tinggi jenjang organisasi yang dibentuk.
Organisasi fungsional hirarkhis menekankan pengendalian dalam menjalankan
bisnis organisasi.

35
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

Sebagaimana telah disebutkan di atas, teknologi informasi menuntut


kreativitas knowledge worker dalam memasukkan knowledge ke dalam produk
dan jasa yang dihasilkan. Kreativitas tidak dapat dihasilkan melalui aturan rinci,
namun memerlukan visi organisasi yang memberikan gambaran masa depan yang
hendak diwujudkan. Hanya melalui visi dan values, kreativitas knowledge worker
dapat diarahkan oleh manajemen. Organisasi dalam jaman teknologi informasi
menekankan inovasi, kecepatan, keterpaduan, dan fleksibilitas dalam menjalankan
bisnisnya.
Dengan demikian, dalam pendesainan struktur SPPM, struktur organisasi
yang pas dengan jaman teknologi informasi adalah struktur organisasi yang
mengurangi batas-batas vertikal (mengurangi jenjang organisasi) dan horisontal
(melalui pendekatan lintas fungsional), sehingga kreativitas knowledge workers
menjadi terpacu.
 
Subsidiarity. Prinsip subsidiarityviii mengajarkan bahwa badan yang lebih tinggi
kedudukannya tidak boleh mengambil tanggung jawab yang dapat dan harus
dilaksanakan oleh badan yang berkedudukan lebih rendah. Manajer tidak boleh
merebut tanggung jawab yang menjadi beban karyawan, karena akhirnya
karyawan menjadi tidak kreatif, tidak memiliki keterampilan.
Berdasarkan prinsip subsidiarity, manajer bertanggung jawab untuk
melakukan pemberdayaan (empowerment) dan pelibatan (involvement) seluruh
knowledge workers dalam melakukan improvement berkelanjutan terhadap sistem
dan proses yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan value bagi
customer. Prinsip ini pula yang menjadi landasan perubahan organisasi, dari
responsibility at the top ke responsibility-based organization—suatu organisasi
yang seluruh knowledge workers-nya bertanggung jawab dalam menjadikan
organisasinya sebagai wealth-creating institution.
 
Dampak Penyediaan Fasilitas Information Sharing terhadap
Prinsip Manajemen
Kemampuan teknologi informasi dalam menyediakan fasilitas information
sharing dapat menciptakan organisasi yang memiliki karakteristik sangat berbeda
dengan organisasi yang dikenal di masa lalu. Teknologi informasi memungkinkan
pendesainan struktur organisasi nirbatas.
Setiap organisasi dibangun dengan empat macam batas:
1. Batas vertikal—yaitu batas-batas antara tingkat atau jenjang manajer dalam
organisasi, sehingga memisahkan antara pemimpin dan pengelola dengan
yang dipimpin dan yang dikelola.
2. Batas horisontal—yaitu batas-batas antara fungsi dan disiplin.
3. Batas eksternal—yaitu batas-batas antara organisasi dengan pemasok,
customer, dan badan pengatur.
4. Batas geografis—yaitu batas-batas antara bangsa, kultur, dan pasar.

Teknologi informasi menjadi enabler dalam mewujudkan organisasi dengan


jenjang yang lebih sedikit, sehingga struktur organisasi menjadi lebih datar. Batas
vertikal dapat dikurangi sampai ke tingkat minimum, dengan meningkatnya
kemampuan knowledge workers untuk melakukan akses langsung ke shared
database yang diselenggarakan oleh perusahaan.

36
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

Teknologi informasi juga memungkinkan komunikasi horisontal


antarkaryawan dapat diselenggarakan secara berkualitas. Dengan demikian
teknologi informasi memungkinkan dibangunnya cross-functional organization—
struktur organisasi yang diorientasikan ke sistem yang digunakan untuk
menghasilkan value bagi customers. Dalam organisasi lintas fungsional ini, batas-
batas horisontal menjadi sangat berkurang, karena modal manusia diorganisasi
dalam bentuk tim lintas fungsional, yang didedikasikan untuk memfokuskan
layanan kepada customers.
Teknologi informasi juga memungkinkan hubungan berkualitas (quality
relationship) antarorganisasi perusahaan dapat dibangun, sehingga jejaring
organisasi yang terbentuk dapat menghasilkan value terbaik bagi customers. Batas
eksternal dapat ditembus dengan dimanfaatkannya electronic data interchange
(EDI) dan electronic fund transfer (EFT), sehingga transaksi bisnis
antarorganisasi dapat diselenggarakan dengan cepat, andal, tepat, dan kompleks.
Bahkan batas geografis dapat dengan mudah ditembus melalui fasilitas electronic
commerce (E-commerce), sehingga transaksi perusahaan di berbagai negara dapat
diselenggarakan dengan cepat, andal, tepat, dan kompleks.
Prinsip-prinsip manajemen yang digunakan untuk mengelola jejaring
organisasi, organisasi dengan sedikit jenjang, dan organisasi lintas fungsional
sangat berbeda dengan prinsip-prinsip manajemen yang dikembangkan dalam
manajemen tradisional. Oleh karena itu, dalam mendesain SPPM, dampak jaman
teknologi informasi terhadap prinsip-prinsip manajemen perlu dipertimbangkan,
agar sistem tersebut efektif dalam lingkungan bisnis yang secara ekstensif
memanfaatkan teknologi informasi.

Kemampuan Teknologi Informasi untuk Menjadikan Transaksi


Berlangsung pada Kecepatan Cahaya
Digitalisasi teks, grafik, uang, saham, obligasi, dokumen dan lain sebagainya
menyebabkan transaksi dapat dilaksanakan secara maya namun nyata (virtual
reality), sehingga transaksi bisnis dapat terlaksana pada kecepatan cahaya.
Digitalisasi transaksi bisnis dan konvergensi teknologi telekomunikasi cellular
dan komputer memungkinkan transaksi dilaksanakan dengan customer yang
mobile, karena jarak dan waktu tidak lagi menjadi penghalang dalam pelaksanaan
transaksi. Kompetensi inti perusahaan dibangun melalui pemanfaatan database
engine untuk memacu pelaksanaan proses penciptaan nilai bagi customer pada
kecepatan cahaya. Proses penciptaan nilai (value creation process) yang terdiri
dari operation management processes, customer management processes,
innovation processes, dan regulatory and environmental processes diarahkan
untuk penyediaan more value added bagi customer.

JAMAN STRATEGIC QUALITY MANAGEMENT


Kita sekarang hidup di dalam jaman strategic quality management. Sampai
dengan jaman sekarang, pandangan produser terhadap kualitas produk dan jasa
telah mengalami evolusi melalui empat jaman: jaman inspeksi, jaman
pengendalian kualitas secara statistik, jaman jaminan kualitas, dan jaman
manajemen kualitas secara strategik. Gambar 2.1 menyajikan karakteristik setiap
jaman berkaitan dengan kualitas.ix Berikut ini diuraikan evolusi konsep kualitas

37
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

dan cara-cara yang ditempuh oleh produser di dalam mengelola kualitas produk
dan jasa.
 
 
 
 
STRATEGIC
QUALITY QUALITY
INSPECTION STATISTICAL ASSURANCE CONTROL
KARAKTERIS- ERA QUALITY ERA ERA
TIK   (1800-an)   CONTROL ERA (1950-an)   (1980-an)  
(1930-an)  
KEPENTINGA Deteksi   Pengendalian   Koordinasi   Dampak
N UTAMA   Strategik  
PANDANGAN Suatu masalah Suatu masalah Suatu masalah Suatu peluang
TERHADAP yang harus diatasi   yang harus diatasi   yang harus untuk
KUALITAS   diatasi namun menempatkan
secara proaktif   perusahaan
pada posisi
kompetitif  
TITIK BERAT   Keseragaman Keseragaman Keseluruhan Kebutuhan
produk   produk dan matarantai pasar dan
pengurangan produksi, sejak customer  
aktivitas inspeksi   desain sampai
dengan
pemasaran, dan
kontribusi
semua fungsi,
terutama fungsi
desain, untuk
mencegah
kegagalan
kualitas  
METODE   Pengukuran dan Alat dan teknik Program dan Perencanaan
alat ukur   statistik   sistem   strategik,
penetapan
tujuan, dan
mobilisasi
organisasi  
PERAN AHLI Inspeksi, sortasi, Pencarian masalah Pengukuran Penetapan
KUALITAS   penghitungan, dan dan penerapan kualitas, tujuan,
seleksi mutu metode statistik   perencanaan pendidikan dan
(grading)   kualitas, dan pelatihan,
desain program pekerjaan yang
Penetapan bersifat
tujuan, konsultatif
pendidikan dan dengan
pelatihan, departemen
pekerjaan yang lain, dan desain
bersifat program  
konsultatif
dengan
departemen lain,
dan desain
program  
SIAPA YANG Departemen Departemen Semua Setiap orang di

38
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

BERTANGGU Inspeksi   Teknik dan departemen, dalam


NG JAWAB Departemen manajemen organisasi,
TERHADAP Produksi   puncak hanya dengan
KUALITAS   sedikit terlibat leadership kuat
dalam desain, dari manajemen
perencanaan, puncak.  
dan
implementasi
kebijakan
kualitas  
ORIENTASI Kualitas Kualitas Kualitas Kualitas
DAN diinspeksi   dikendalikan   dibangun   dikelola  
PENDEKATAN  
 
Gambar 2.1 Karakteristik Setiap Jaman Kualitas
 
Jaman Inspeksi (Inspection Era)
Dalam jaman ini, kualitas produk hanya terbatas pada atribut yang melekat pada
produk. Oleh karena itu, kualitas hanya dipandang sebagai masalah yang
berkaitan dengan produk rusak, cacat, atau penyimpangan yang terjadi dalam
atribut yang melekat pada produk. Kualitas produk merupakan masalah yang
berkaitan dengan atribut produk yang perlu diperbaiki atau berkaitan dengan
bagaimana menyingkirkan produk yang atributnya menyimpang dari atribut yang
diinginkan dari produk yang baik, yang atributnya memenuhi syarat.
Jaman ini berlangsung di negara Barat sekitar tahun 1800-an. Pada jaman itu,
produser menganggap bahwa pasar merupakan pasar massa, sehingga pendekatan
produksi yang digunakan adalah produksi massa. Di dalam proses produksi
diperlukan inspeksi terhadap kualitas produk pada akhir proses produksi, dengan
membentuk Departemen Inspeksi yang bertanggung jawab untuk mengukur
atribut yang melekat pada produk yang dihasilkan dan membandingkannya
dengan atribut standar yang ditetapkan.
Pada jaman ini perhatian produser terhadap kualitas sangat terbatas.
Manajemen puncak sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap kualitas
produk; tanggung jawab terhadap kualitas produk didelegasikan ke departemen
inspeksi. Tanggung jawab departemen inspeksi terbatas pada pendeteksian dan
penyisihan produk yang tidak memenuhi syarat kualitas dari produk yang baik.
Tidak ada perhatian sama sekali terhadap proses dan sistem yang digunakan untuk
menghasilkan produk.
Jika digambarkan dalam keseluruhan proses pembuatan produk, titik berat
penanganan kualitas pada jaman inspeksi adalah terletak pada ujung terakhir
proses pembuatan produk sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2.
 
Jaman Pengendalian Kualitas Secara Statistik (Statistical Quality
Control Era)
Dalam tahun 1931, Walter A Shewart memperkenalkan pandangan baru terhadap
konsep kualitas. Kualitas produk merupakan serangkaian karakteristik yang
melekat pada produk yang dapat diukur secara kuantitatif. Oleh karena kualitas
dicerminkan oleh kuantitas atribut yang terdapat pada produk, dan karena setiap

39
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

atribut memerlukan biaya untuk memproduksinya, maka semakin tinggi kualitas,


dengan demikian semakin tinggi pula biaya produksinya.
 
 

Inspection Era
(1800-an)

Desain Produksi Produk

 
 
Gambar 2.2 Titik Berat Penanganan Kualitas di Jaman Inspeksi
 
Pada jaman inspeksi, jika terjadi penyimpangan atribut produk yang
dihasilkan dari atribut standar, departemen inspeksi tidak dapat mendeteksi
apakah penyimpangan tersebut disebabkan oleh penyimpangan dalam proses atau
hanya karena penyimpangan yang bersifat kebetulan. Dengan demikian tidak ada
informasi yang dapat mengarahkan produser untuk melakukan perbaikan terhadap
sistem dan proses yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan
atribut produk yang dihasilkan.
Pada jaman statistical quality control, Departemen Inspeksi diperlengkapi
dengan alat dan metode statistik di dalam mendeteksi penyimpangan yang terjadi
dalam atribut produk yang dihasilkan dari proses produksi. Atribut produk
diinspeksi oleh Departemen Inspeksi dan dicantumkan di dalam statistical quality
control chart, dan jika masih di dalam batas-batas kontrol (di dalam daerah di
antara upper dan lower control limits) penyimpangan atribut yang terjadi bersifat
kebetulan dan tidak perlu dilakukan tindakan koreksi terhadap sistem dan proses
produksi. Namun jika penyimpangan atribut produk berada di luar batas-batas
kontrol, penyimpangan tersebut diberitahukan kepada Departemen Produksi untuk
dasar diadakannya tindakan koreksi terhadap proses dan sistem yang digunakan
untuk mengolah produk.
Pada jaman ini telah terjadi kemajuan dalam penanganan masalah kualitas
produk. Jika di jaman sebelumnya kualitas produk hanya dideteksi melalui
inspeksi terhadap atribut produk yang dihasilkan dari proses produksi, dalam
jaman statistical quality control ini, hasil deteksi yang menunjukkan
penyimpangan signifikan secara statistik sudah mulai digunakan oleh departemen
produksi untuk memperbaiki proses dan sistem yang digunakan untuk mengolah

40
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

produk. Kualitas mulai dikendalikan melalui keterlibatan Departemen Produksi,


tidak sekadar diinspeksi oleh Departemen Inspeksi pada akhir proses produksi.
Meskipun kualitas produk ditentukan secara signifikan pada tahap desain
produk, namun baik dalam jaman inspeksi maupun di jaman statistical quality
control, penekanan penanganan kualitas produk dititikberatkan pada tahap
produksi dan tahap inspeksi produk. Konsep kualitas masih terbatas pada atribut
yang melekat pada produk yang sedang dan telah diproduksi.
Jika digambarkan dalam keseluruhan proses pembuatan produk, titik berat
penanganan kualitas pada jaman statistical quality control bergeser ke arah proses
produksi sebagaimana terlihat pada Gambar 2.3.
 

Statistical Quality
Inspection Era
Control Era
(1800-an)
(1930-an)

Desain Produksi Produk

 
 
Gambar 2.3 Titik Berat Penanganan Kualitas di Jaman Statistical Quality Control
 
Jaman Jaminan Kualitas (Quality Assurance Era)
Dalam jaman quality assurance, konsep kualitas mengalami perluasan, dari
konsep yang sempit, hanya terbatas pada tahap produksi, ke tahap desain dan
koordinasi dengan departemen jasa (seperti bengkel, energi, perencanaan dan
pengendalian produksi, pergudangan). Dalam jaman ini statistical quality control
tetap penting di dalam penanganan kualitas produk.
Dalam jaman ini pula diperkenalkan konsep total quality control (TQC) oleh
Armand Feigenbaum pada tahun 1956. Menurut Feigenbaum, kualitas produk
tidak hanya ditentukan oleh pekerjaan manufaktur, namun jauh lebih luas dari itu,
menyangkut keterlibatan pemasok, desain dan pengembangan produk, kerja team
antarfungsi (cross-functional teamwork). Keterlibatan manajemen dalam
penanganan kualitas produk mulai disadari pentingnya, karena pelibatan pemasok
dalam penentuan kualitas produk memerlukan koordinasi dan kebijakan
manajemen. Jika di masa sebelumnya, kualitas produk merupakan tanggung
jawab karyawan Departemen Inspeksi dan Departemen Produksi, dalam jaman
quality assurance ini, manajemen mulai terlibat dalam penanganan kualitas
produk.

41
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

Dalam jaman quality assurance ini pula mulai diperkenalkan konsep tentang
biaya kualitas oleh Joseph Juran pada tahun 1950-an. Sampai dengan tahun 1950-
an, para manajer beranggapan bahwa peningkatan kualitas adalah penting karena
produk cacat memerlukan biaya perbaikan. Namun, mereka belum tahu berapa
biaya akibat dari terjadinya produk cacat atau rusak sehingga sebagai akibatnya
mereka juga tidak tahu seberapa besar biaya yang perlu dikeluarkan untuk
meningkatkan kualitas. Mereka belum memiliki ukuran untuk menghitung biaya
kualitas.
Juran membagi biaya untuk mencapai tingkat kualitas tertentu menjadi dua
kelompok: biaya terhindarkan dan biaya tidak terhindarkan. Biaya tidak
terhindarkan adalah biaya yang berkaitan dengan pencegahan produk cacat atau
rusak. Biaya ini mencakup biaya inspeksi, pengambilan contoh, sortasi, dan
berbagai inisiatif pengendalian kualitas lainnya. Biaya terhindarkan adalah biaya
yang berkaitan dengan produk cacat atau produk rusak. Biaya ini mencakup bahan
rusak dalam proses, biaya pengerjaan kembali produk cacat, penanganan keluhan
customer, kerugian keuangan akibat customer yang tidak puas. Berdasarkan
konsep biaya kualitas ini, biaya terhindarkan akan semakin kecil jika manajemen
meningkatkan aktivitas pencegahan (yang memerlukan biaya tidak terhindarkan).
Dengan konsep biaya kualitas ini, manajer dapat melakukan perhitungan biaya
kualitas yang diperlukan untuk pencegahan agar diperoleh penghematan biaya
terhindarkan. Dengan konsep biaya ini pula, manajer dapat menyadari pentingnya
upaya pencegahan daripada upaya perbaikan kualitas atas penyimpangan yang
sudah terlanjur terjadi.
Jika digambarkan dalam keseluruhan proses pembuatan produk, titik berat
penanganan kualitas pada jaman quality assurance bergeser ke arah tahap desain
produk sebagaimana terlihat pada Gambar 2.4.
 

Quality Statistical Quality


Assurance Era Inspection Era
Control Era
(1950-an) (1800-an)
(1930-an)

Desain Produksi Produk

 
 
Gambar 2.4 Titik Berat Penanganan Kualitas di Jaman Quality Assurance
 

42
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

Jaman Manajemen Kualitas Secara Strategik (Strategic Quality


Management Era)
Dalam jaman strategic quality management ini, untuk pertama kalinya dalam
sejarah penanganan kualitas, keterlibatan manajemen puncak sangat besar dan
menentukan dalam menjadikan kualitas untuk menempatkan perusahaan pada
posisi kompetitif. Oleh karena itu, kualitas produk menjadi tanggung jawab setiap
orang di dalam organisasi, sejak dari manajemen puncak sampai dengan
karyawan, dari fungsi produksi dan inspeksi sampai dengan fungsi-fungsi lain
dalam organisasi perusahaan, bahkan meluas sampai organisasi pemasok dan
mitra bisnis. Penanganan kualitas produk dalam jaman strategic quality
management ini mengakomodasi semua unsur-unsur penanganan kualitas yang
dikembangkan di jaman sebelumnya. Konsep kualitas produk tidak lagi terbatas
pada kepentingan intern perusahaan, namun sudah mulai memasukkan kebutuhan
customer di dalam penanganan kualitas.
Jika digambarkan dalam keseluruhan proses pembuatan produk, titik berat
penanganan kualitas pada jaman strategic quality management bergeser ke
seluruh aspek organisasi sebagaimana terlihat pada Gambar 2.5.
Penanganan kualitas berdasarkan strategic quality management inilah yang
menjadi dasar pengembangan total quality management.  
 

Strategic Quality Management Era


(1980-an)

Quality Statistical Quality Inspection Era


Assurance Era Control Era (1800-an)
(1950-an) (1930-an)

Desain Produksi Produk Customer

 
 
Gambar 2.5 Titik Berat Pengelolaan Kualitas di Jaman Strategic Quality
Management
 
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN DALAM JAMAN
STRATEGIC QUALITY MANAGEMENT
Jaman strategic quality management berdampak terhadap prinsip-prinsip
manajemen berikut ini: (1) penggunaan value-based strategy (2) posisi kompetitif
perusahaan dicapai melalui kinerja dan penerapan pengetahuan.

43
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

 
Value-based Strategy
Oleh karena kualitas telah menjadi kepentingan manajemen puncak sampai
dengan karyawan, strategi yang dipilih perusahaan tidak lagi diarahkan untuk
mengalahkan pesaing, namun untuk menghasilkan value terbaik bagi customers.
Strategi yang dipilih bergeser penekanannya, dari generic strategy dan grand
strategy ke value based strategy—usaha untuk mengarahkan manajer agar
bertanggung jawab atas: (1) penyerahan produk/jasa yang memberikan value
terbaik untuk pemenuhan kebutuhan tertentu customer, dan (2) penciptaan sistem
strategik untuk secara berkelanjutan melakukan improvement terhadap value
tersebut dan untuk menunaikan kewajiban perusahaan. Dengan demikian, dalam
jaman strategic quality management, kualitas dikelola secara strategik.
 
Keunggulan Kompetitif
Dalam jaman strategic quality management, keunggulan kompetitif perusahaan
diperoleh dengan: (1) menyediakan value terbaik bagi customer dan (2)
menjadikan organisasi berbeda (distinct) dari pesaing.
Untuk menyediakan value terbaik bagi customers, perusahaan melakukan
kegiatan utama berikut ini:
a. Mendesain produk dan jasa yang pas dengan kebutuhan customers.
b. Memproduksi produk dan jasa secara cost effective
c. Memasarkan produk dan jasa secara efektif kepada customers.
Untuk menjadikan organisasi distinct dari pesaing, perusahaan menjadikan
produktif pengetahuan yang dikuasai oleh karyawan. Di samping itu, untuk
menjadikan organisasi berbeda, manajemen harus menerapkan pengetahuan di
dalam pengelolaan.
 
JAMAN REVOLUSI MANAJEMEN
Kita sekarang hidup di dalam jaman Revolusi Manajemen. Untuk memperoleh
gambaran bagaimana teknologi yang digunakan masyarakat berdampak besar
terhadap prinsip-prinsip manajemen yang dipakai oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, berikut ini disajikan sejarah tiga revolusi besar
yang berkaitan dengan manajemen.
Dalam sejarahnya, perubahan teknologi yang dimanfaatkan oleh umat
manusia telah menimbulkan berbagai revolusi. Revolusi pertama terjadi pada
waktu di Inggris untuk pertama kalinya masyarakat menerapkan pengetahuan
(knowledge) ke dalam alat, produk, dan proses (the application of knowledge to
tool, product, and process).x10 Di dalam masa sebelumnya, produk dihasilkan
oleh para pengrajin (craftsman) dengan menggunakan tenaga kerja manusia.
Dengan menerapkan pengetahuan ke alat, produk, dan proses, masyarakat dapat
memenuhi kebutuhannya melalui mesin-mesin bertenaga uap dan kemudian
dengan tenaga listrik. Revolusi ini dikenal dengan Revolusi Industri, yang
memerlukan waktu sekitar seratus tahun untuk menyebarkan dampaknya ke
seluruh dunia (1750 - 1850).xi
Revolusi kedua terjadi di Amerika yang dimulai pada waktu F. W. Taylor
memperkenalkan gerakan scientific management. Revolusi kedua ini dikenal
dengan nama Revolusi Produktivitas, yang memerlukan waktu sekitar tujuh puluh

44
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

tahun untuk menyebarkan dampaknya ke seluruh dunia (1880-1950). Dalam


revolusi ini, gerakan scientific management menerapkan pengetahuan ke dalam
pekerjaan (the application of knowledge to work).xii Pada jamannya, Taylor
menghadapi dominasi pengrajin yang menguasai keterampilan dalam membuat
produk. Cara membuat produk yang dikuasai oleh pengrajin pada waktu itu hanya
disebarkan kepada anggota keluarga dekat para pengrajin melalui cara-cara yang
sangat dijaga kerahasiaannya. Melalui gerakan time and motion study, Taylor
mendobrak keyakinan masyarakat pada waktu itu, bahwa pekerjaan bukan
merupakan sesuatu yang rahasia, namun pekerjaan dapat dianalisis secara ilmiah
dan dapat diajarkan secara ilmiah kepada semua orang. Pendobrakan dominasi
pekerjaan oleh pengrajin melalui gerakan scientific management ini menimbulkan
Revolusi Produktivitas.
Revolusi ketiga terjadi sejak tahun 1945-an sampai sekarang. Di dalam proses
pembuatan produk terdapat tiga faktor utama: alat, pekerjaan, dan manajemen.
Faktor terakhir ini merupakan pengetahuan (knowledge) yang digunakan untuk
memanfaatkan alat, pekerjaan, dan faktor produksi lain, termasuk sumber daya
manusia untuk menghasilkan produk. Dalam Revolusi Industri, telah terjadi
penerapan pengetahuan kepada alat; dalam Revolusi Produktivitas terjadi
penerapan pengetahuan kepada pekerjaan; dan pada Revolusi terakhir ini—yang
disebut dengan Revolusi Manajemen—terjadi penerapan pengetahuan ke
pengetahuan (the application of knowledge to knowledge).xiii
 
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN DALAM JAMAN
REVOLUSI MANAJEMEN
Dalam Revolusi Manajemen ini terjadi penjungkirbalikan prinsip-prinsip
manajemen yang telah mapan untuk digantikan dengan prinsip-prinsip manajemen
baru yang sama sekali berbeda dengan prinsip-prinsip manajemen sebelumnya.
Matthew J. Kiernan membuat perbandingan manajemen Abad XX dengan
manajemen Abad XXI yang dibangun berdasarkan paradigma baru. Perbandingan
tersebut disajikan pada Gambar 2.6.
 
MANAJEMEN MASA LALU (ABAD XX)   MANAJEMEN MASADEPAN (ABAD XXI)
Stabilitas, predictability   Perubahan tidak berkelanjutan  
Ukuran dan skala ekonomi   Kecepatan dan kemampuan untuk merespons  
Leadership dari puncak   Leadership dari setiap orang  
Kekakuan organisasi   Fleksibilitas permanen  
Pengendalian melalui aturan dan hirarkhi   Pengendalian melalui visi dan values  
Informasi dijaga ketat   Information sharing  
Analisis kuantitatif   Kreativitas dan intuisi  
Kebutuhan tentang kepastian   Dapat menerima keraguan  
Reaktif; penghindaran risiko   Proaktif; keberanian menanggung risiko  
Independensi perusahaan   Saling ketergantungan di antara perusahaan  
Integrasi vertikal   Virtual integration  
Berfokus ke intern organisasi   Berfokus ke lingkungan kompetitif  
Keunggulan kompetitif yang bertahan lama   Inovasi berkelanjutan keunggulan kompetitif  
Bersaing dalam pasar yang telah ada   Bersaing dalam pasar masa depan  
 
Gambar 2.6 Perbandingan Manajemen Tradisional dengan Manajemen
Kontemporer
 

45
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

Dari lingkungan stabil ke lingkungan yang turbulen. Globalisasi ekonomi


mengubah secara radikal lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan, dari
lingkungan bisnis yang stabil yang di dalamnya hampir semuanya serba dapat
diprediksi menjadi lingkungan bisnis yang turbulen, yang di dalamnya hampir
semuanya sulit untuk diprediksi. Mengelola perusahaan dalam lingkungan yang
stabil sangat berbeda dengan mengelola perusahaan yang menghadapi lingkungan
yang perubahannya bersifat tidak berkelanjutan (discontinuous change)—suatu
perubahan yang radikal, yang sama sekali tidak mengandung unsur-unsur lama.
Pemanfaatan smart technology dan pemekerjaan (hiring) knowledge workers
menyebabkan terjadinya perubahan atas perubahan itu sendiri. Perubahan yang di
masa lalu bersifat bertahap, kecil-kecil, dan berkelanjutan, yang di dalam
perubahan tersebut unsur-unsur lama masih tetap dipertahankan, berubah menjadi
perubahan yang bersifat radikal yang di dalam perubahan tersebut unsur lama
sama sekali ditinggalkan dan digantikan dengan unsur yang sama sekali baru,
yang sangat berbeda dengan unsur lama.
Organisasi yang menghadapi lingkungan bisnis yang turbulen memerlukan
pengelolaan yang sama sekali berbeda dengan pengelolaan yang didesain untuk
mengelola organisasi yang menghadapi lingkungan bisnis yang stabil. Manajemen
perlu memiliki keterampilan untuk mengelola perubahan sehingga organisasi
benar-benar dapat berfungsi sebagaimana mestinya suatu organisasi, yaitu sebagai
sarana untuk mewujudkan perubahan. Organisasi yang berfungsi untuk senantiasa
mewujudkan perubahan memerlukan personel yang memiliki kemampuan untuk
berubah. Personel yang memiliki keberdayaan untuk berubah memerlukan
struktur organisasi yang memberikan kemudahan untuk berubah dan sistem
manajemen modal manusia yang senantiasa melaksanakan pemberdayaan
personelnya. Dengan demikian lingkungan bisnis yang turbulen memerlukan
sistem manajemen yang sangat berbeda dengan sistem manajemen yang dikenal
dalam menghadapi lingkungan bisnis yang stabil.

Dari ukuran dan skala ekonomi ke kecepatan dan kemampuan untuk


merespons. Teknologi hard automation melahirkan pendekatan produksi massa
untuk memenuhi kebutuhan pasar yang dianggap sebagai mass market. Oleh
karena itu, di masa lalu, untuk memanfaatkan teknologi hard automation
diperlukan skala ekonomi tertentu agar produk yang dihasilkan dapat ditanggung
harganya oleh customer. Setiap usaha untuk membuat variasi produk yang
dihasilkan dengan teknologi hard automation akan terkena penalti berupa
kenaikan biaya per unit.
Di lingkungan bisnis yang di dalamnya customer memegang kendali,
kecepatan dan kemampuan perusahaan untuk merespons setiap perubahan
kebutuhan customer menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan
perusahaan. Smart technology memungkinkan perusahaan untuk mampu
menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan berbagai customer melalui
pendekatan customized mass production. Konsep skala ekonomi (economic of
scale) yang biasa dipakai oleh produser di masa lalu telah bergeser ke lingkup
ekonomi (economic of scope), sehingga perusahaan mampu memenuhi kebutuhan
customer di berbagai segmen pasar.
 

46
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

Pergeseran leadership dari puncak ke leadership dari setiap orang. Untuk


memasuki lingkungan bisnis yang turbulen, organisasi perusahaan memerlukan
banyak leader. Di dalam manajemen tradisional, leader adalah orang yang berada
di puncak organisasi, dan yang mengarahkan jalannya perusahaan berdasarkan
berbagai kebijakan dan aturan yang dibuatnya.
Untuk menghadapi lingkungan bisnis yang turbulen, organisasi perusahaan
memerlukan kecepatan respon terhadap setiap perubahan yang terjadi. Kecepatan
respon hanya dapat dimiliki oleh organisasi jika karyawan dan manajer bawah
berdaya (empowered) di dalam menghadapi perubahan. Konsep pemberdayaan
karyawan untuk membangun leadership potential dalam diri setiap karyawan
diperlukan untuk menggantikan konsep delegasi wewenang yang selama ini
dikenal di dalam manajemen tradisional.
 
Dari kekakuan organisasi ke fleksibilitas permanen. Struktur organisasi
berbentuk piramid yang tinggi dan dengan birokrasi yang ketat merupakan
karakteristik organisasi yang sangat ketat menerapkan kontrol terhadap aktivitas
yang dilakukan untuk pencapaian tujuan perusahaan. Organisasi ini menjadi
sangat kaku untuk menghadapi lingkungan bisnis yang di dalamnya customer
memegang kendali, yang di dalamnya kompetisi sangat tajam, dan yang
perubahan berlangsung konstan, pesat, radikal, dan pervasif. Oleh karena itu,
organisasi perusahaan masa depan perlu dibangun sedemikian rupa sehingga
sangat fleksibel di dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis yang
senantiasa akan terjadi. Kekakuan organisasi dapat dikurangi atau dihilangkan
dengan menjadikan struktur organisasi lebih datar (flat), menerapkan cross-
functional approach, dan memberdayakan karyawan.
 
Dari pengendalian melalui aturan ke pengendalian melalui visi dan values.
Manajemen tradisional dibangun pada waktu masyarakat menggunakan teknologi
hard automation. Teknologi ini dijalankan oleh skilled workers yang memerlukan
instruksi rinci di dalam menjalankan pekerjaan mereka. Oleh karena itu, untuk
mengendalikan pekerjaan skilled workers ini diperlukan aturan yang ketat
sehingga pengendaliannya pun memerlukan supervisor yang mengamati
kesesuaian pekerjaan karyawan dengan aturan yang telah ditetapkan.
Manajemen kontemporer dibangun dalam smart technology era. Teknologi
ini hanya produktif di tangan knowledge workers. Sebagaimana telah disebutkan
di atas, smart technology menuntut kreativitas knowledge workers dalam
memasukkan knowledge ke dalam produk dan jasa yang dihasilkan. Kreativitas
tidak dapat dihasilkan melalui aturan rinci, namun memerlukan visi organisasi
yang memberikan gambaran masa depan yang hendak diwujudkan. Hanya melalui
visi dan values, kreativitas knowledge workers dapat diarahkan oleh manajemen.
 
Dari informasi yang dijaga ketat ke information sharing. Dengan teknologi
manual, manajemen tradisional mengumpulkan secara terpusat informasi untuk
kepentingan pengambilan keputusan. Oleh karena pengumpulan informasi
dilaksanakan secara terpusat dan pusat informasi dijaga ketat, hanya manajemen
puncak yang dapat melakukan akses ke dalam pusat informasi, sehingga di tangan
manajemen puncaklah wewenang pengambilan keputusan berada.

47
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

Smart technology menyediakan shared database yang memungkinkan


information sharing di antara anggota organisasi. Shared database mampu
mengatasi kendala pengambilan keputusan yang dihadapi oleh manajemen
tradisional, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh manajemen bawah dan
karyawan. Dengan information sharing ini, organisasi dapat memanfaatkan secara
optimum semua potensi karyawan untuk memberikan layanan terbaik bagi
customer. Di samping itu, kemitraan usaha antara perusahaan dengan para
pemasok dan dengan para mitra bisnis dapat diwujudkan melalui information
sharing, sehingga kualitas hubungan antarorganisasi perusahaan mampu
menyediakan produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer.
 
Dari analisis kuantitatif ke kreativitas dan intuisi. Di dalam lingkungan bisnis
yang stabil, masa depan dapat diprediksi dengan baik, bahkan masa depan dapat
diprediksi dengan tingkat kepastian tinggi melalui proyeksi apa yang telah dicapai
di masa lalu. Melalui analisis kuantitatif pola peristiwa di masa lalu, peristiwa di
masa depan dapat diprojeksikan dengan tingkat kepastian yang tinggi.
Di dalam lingkungan bisnis yang turbulen, manajemen menghadapi
lingkungan bisnis yang penuh ketidakpastian. Untuk memprediksi kondisi masa
depan, pola peristiwa masa lalu seringkali tidak lagi dapat dipakai sebagai dasar
proyeksi. Manajemen memprediksi masa depan berdasarkan prinsip: “creating
the future from the future.” Prediksi masa depan berdasarkan prinsip tersebut
menuntut kreativitas dan ketajaman intuisi manajemen di dalam membaca trend
masa depan.
 
Dari kebutuhan tentang kepastian ke kesediaan untuk menerima keraguan.
Jika masa depan dibangun berdasarkan trend yang akan terwujud di masa depan,
manajemen dituntut untuk memiliki kesediaan dalam menerima keraguan di
dalam memasuki masa depan. Kesediaan untuk menerima keraguan di dalam
memutuskan perjalanan menuju masa depan dilandasi oleh keberanian manajemen
untuk meninggalkan cara-cara lama atau kondisi nyaman yang telah dikenal
sebelumnya dan keberanian untuk memasuki daerah yang penuh dengan
ketidakpastian.
 
Dari reaktif dan penghindaran risiko ke proaktif dan keberanian
menghadapi risiko. Di dalam jaman strategic quality management, produk
berkualitas hanya dapat dihasilkan secara konsisten melalui penanaman kualitas
ke dalam semua aspek manajemen. Kualitas produk tidak lagi ditangani secara
reaktif, namun dikelola secara proaktif sejak titik awal proses pembuatan produk,
bahkan sejak bahan atau komponen produk diproduksi di perusahaan pemasok.
 
Dari independensi perusahaan ke saling ketergantungan antarperusahaan.
Dalam manajemen tradisional, tanggung jawab manajemen perusahaan hanya
mencakup daerah yang dibatasi oleh batas-batas organisasi perusahaannya.
Daerah di luar batas-batas tersebut merupakan daerah perusahaan lain, yang sama
sekali bukan tanggung jawab manajemen perusahaan. Hubungan antara
perusahaan dengan pemasok merupakan hubungan independen antarperusahaan.
Di dalam manajemen kontemporer, manajemen menyadari bahwa perusahaan
merupakan salah satu matarantai yang menghubungkan pemasok dengan

48
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

customer. Keberadaan perusahaan ditentukan seberapa baik perusahaan berfungsi


sebagai matarantai fungsional yang menghubungkan pemasok dengan customer.
Manajemen kontemporer menyadari ketergantungan perusahaan dari hubungan
baik dengan pemasok dan customer. Perusahaan tidak mungkin menyediakan
produk dan jasa yang mampu memenuhi kebutuhan customer jika manajemen
tidak menyadari ketergantungan perusahaan terhadap pemasoknya dan
ketergantungan perusahaan terhadap customer.
 
Dari integrasi vertikal ke virtual integration. Di dalam manajemen tradisional,
perusahaan-perusahaan bersemangat besar untuk menguasai matarantai hulu dan
hilir melalui akuisisi, merger, atau pendirian perusahaan baru. Integrasi vertikal
mewarnai organisasi perusahaan di masa lalu.
Di dalam lingkungan bisnis yang di dalamnya customer memegang kendali
bisnis, kebutuhan, keinginan, dan harapan customer semakin kompleks,
mengalami perubahan pesat dan konstan. Untuk memuasi kebutuhan, keinginan,
dan harapan customer tersebut, perusahaan perlu memusatkan pada core
competency-nya, dan membangun kerja sama kemitraan usaha dengan
perusahaan, tidak hanya dengan perusahaan hulu dan hilir melalui integrasi
vertikal (misalnya dengan pemasok dan distributor), namun juga dengan mitra
bisnis melalui integrasi horisontal (misalnya dengan institusi pembelanjaan dan
asuransi). Perusahaan dituntut untuk memusatkan pada core competency-nya
dalam penyediaan produk dan jasa bagi customer, dan bekerja sama melalui
kontrak kerja dengan perusahaan lain yang memiliki core competency yang
diperlukan untuk memuasi kebutuhan customer. Integrasi dengan perusahaan lain
yang ditempuh melalui pembuatan kontrak kerja merupakan perwujudan virtual
integration.
 
Dari fokus ke masalah intern ke lingkungan kompetitif. Perhatian manajemen
di masa lalu tertuju ke masalah-masalah intern. Efisiensi, produktivitas, inspeksi
kualitas produk, dan profitabilitas adalah contoh-contoh fokus perhatian
manajemen ke masalah intern perusahaan. Di lingkungan bisnis yang kompetitif,
diperlukan fokus perhatian manajemen ke pemuasan kebutuhan customer, untuk
memungkinkan perusahaan mampu bertahan dan bertumbuh. Oleh karena setiap
pesaing berusaha memuasi kebutuhan customer melalui cara-cara yang bersifat
inovatif, manajemen perusahaan harus senantiasa memfokuskan perhatiannya ke
lingkungan kompetitif agar tidak tertinggal dari pesaing di dalam perlombaan
untuk memenuhi kebutuhan customer yang senantiasa berubah.
 
Dari keunggulan kompetitif jangka panjang ke inovasi berkelanjutan
keunggulan kompetitif. Di dalam lingkungan bisnis yang stabil, keunggulan
kompetitif dapat dipertahankan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu,
manajemen di masa lalu berusaha untuk membangun keunggulan kompetitif
jangka panjang.
Di dalam lingkungan yang turbulen sekarang ini, yang di dalamnya kompetisi
sangat tajam, keunggulan kompetitif tidak akan bertahan lama. Smart technology
memudahkan knowledge workers melakukan inovasi produk dan jasa baru serta
proses dan sistem baru. Kondisi ini menuntut manajemen untuk senantiasa
berusaha melakukan inovasi tiada henti keunggulan kompetitif perusahaan agar

49
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

perusahaan mampu bertahan dan bertumbuh dalam lingkungan bisnis global


sekarang ini.
 
Dari bersaing di pasar yang telah ada ke bersaing dalam pasar masa depan.
Smart technology memiliki kemampuan yang belum dimanfaatkan secara
optimum di dalam bisnis. Teknologi ini memungkinkan berbagai transaksi bisnis
yang sebelumnya tidak mungkin dilaksanakan dengan teknologi hard automation
yang dipakai masyarakat di masa lalu. Kemampuan manajemen di dalam
mengeksplorasi kemampuan potensial smart technology di dalam menjalankan
bisnis dapat menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif.
Jika di masa lalu manajemen hanya memfokuskan strateginya dalam
memperebutkan pasar yang sudah ada untuk meningkatkan pangsa pasar (market
share), di jaman smart technology ini, manajemen memfokuskan ke kesempatan
pasar (market opportunity) yang belum pernah dieksplorasi.
 
TAHAP PERGESERAN PARADIGMA
Paradigma adalah lensa yang kita digunakan untuk memandang dunia. Paradigma
menentukan sikap kita, sikap kita menentukan tindakan kita terhadap sesuatu.
Paradigma bisnis adalah cara berpikir orang dan cara orang melaksanakan bisnis.
Paradigma ibarat peta yang menggambarkan suatu teritorial. Peta
memberikan panduan kepada kita untuk menjelajahi teritorial yang digambarkan
dalam peta. Jika kita berkendaraan memasuki Jakarta pada tahun 2001 tanpa
sebuah peta Jakarta di tangan atau keliru membawa peta Jakarta tahun 1945, kita
akan banyak melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan serta gagal
dalam menjelajahi kota Jakarta. Demikian juga dalam pengelolaan perusahaan,
jika manajemen menggunakan peta yang tidak menggambarkan dengan akurat
lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan, maka manajemen akan banyak
melakukan kesalahan dalam mengambil k
Di muka telah diuraikan secara mendalam dampak jaman globalisasi
ekonomi, jaman teknologi informasi, jaman strategic quality management, dan
jaman Revolusi Manajemen terhadap lingkungan bisnis yang dihadapi oleh
perusahaan-perusahaan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Lingkungan bisnis
yang telah berubah tersebut memerlukan paradigma baru yang pas dengan kondisi
lingkungan bisnis tersebut. Pergeseran paradigma terjadi melalui tiga tahap:
normalcy, anomali, dan penggantian.
 
Normalcy
Dalam tahap ini, praktik-praktik manajemen benar-benar sesuai dengan prinsip-
prinsip atau kebenaran yang diyakini oleh masyarakat. Antara pemikiran dan
tindakan berjalan normal. Sebagai peta, paradigma benar-benar cocok dengan
realitas yang digambarkan dalam paradigma tersebut. Sebagai contoh, pada waktu
teknologi manufaktur menghasilkan produk secara massa, dan skala ekonomi
menjadi penghalang untuk menghasilkan produk dalam jumlah kecil, praktik-
praktik manajemen yang cocok dengan realitas tersebut adalah management by
exception, mass production, produser yang paling tahu mengenai kebutuhan
customers, organisasi dibangun untuk memberikan kenyamanan bagi manajemen
dalam melaksanakan transaksi bisnis dengan pemasok dan customers. Dalam
tahap normalcy, praktik-praktik manajemen mampu untuk menyelesaikan

50
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

berbagai masalah yang timbul, karena kesesuaian antara praktik-praktik tersebut


dengan paradigma manajemen yang digunakan.
 
Anomali
Dalam tahap ini, berdasarkan pengamatan karakteristik lingkungan bisnis yang
dimasuki oleh perusahaan-perusahaan, dijumpai berbagai bukti yang bertentangan
dengan asumsi manajemen tentang lingkungan bisnis yang selama ini digunakan.
Kondisi normal kemudian terganggu. Realitas yang terdapat dalam lingkungan
bisnis tidak lagi sesuai dengan paradigma yang digunakan. Praktik-praktik
manajemen yang sebelumnya dapat menjanjikan sukses untuk penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi oleh manajemen, tidak lagi dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Terjadilah kematian berbagai
ilmu dan pengetahuan karena ketidakmampuan ilmu dan pengetahuan tersebut
dalam menjelaskan peristiwa yang terjadi dalam lingkungan. Sebagai contoh,
dalam lingkungan bisnis global sekarang ini telah terjadi kematian sistem
perencanaan strategik, sistem anggaran, sistem akuntansi biaya (the death of
strategic planning, budgeting, and cost accounting). Sistem perencanaan strategik
di dalam manajemen tradisional hanya mencakup sasaran-sasaran strategik di
perspektif keuangan, sehingga tidak mengarahkan usaha manajemen ke sasaran-
sasaran strategik nonkeuangan (seperti customer, proses, dan sumber daya
manusia), yang justru menjadi pemacu sesungguhnya (the real drivers)
dihasilkannya kinerja keuangan. Oleh karena itu, sistem perencanaan strategik
seperti itu tidak dapat digunakan oleh perusahaan yang menghadapi lingkungan
bisnis yang kompetitif, karena sistem tersebut tidak dapat memampukan
manajemen mendongkrak kinerja keuangan perusahaan dalam jangka panjang.
Sistem anggaran dalam manajemen tradisional disusun berdasarkan organisasi
fungsional sehingga berfokus ke pencapaian tujuan fungsi, bukan tujuan
perusahaan secara keseluruhan, yaitu menghasilkan value terbaik bagi customer.
Oleh karena itu, sistem penyusunan anggaran berbasis fungsi tersebut (functional-
based budgeting) tidak pas digunakan untuk memasuki lingkungan bisnis yang di
dalamnya customer memegang kendali bisnis. Manajer perusahaan yang
menghadapi kompetisi global, tidak lagi dapat menggunakan informasi biaya yang
dihasilkan oleh akuntansi biaya tradisional untuk menghadapi persaingan harga
yang ketat, karena informasi biaya tersebut dihasilkan oleh sistem informasi yang
berfokus ke biaya produksi. Jika di masa lalu, informasi kasar tentang kos produk
dapat menjanjikan sukses dalam menghadapi persaingan domestik, di masa kini
dan masa mendatang, informasi biaya yang akurat dan tepat waktu sangat
menentukan posisi kompetitif perusahaan.
 
Penggantian
Dalam tahap ini paradigma yang sebelumnya digunakan untuk menjalankan bisnis
diganti dengan paradigma baru—paradigma yang dibangun atas dasar
karakteristik lingkungan bisnis baru yang berhasil diamati. Berdasarkan
paradigma baru ini kemudian dibangun prinsip-prinsip manajemen baru yang pas
dengan tuntutan lingkungan bisnis yang digambarkan dalam paradigma baru
tersebut. Sebagai contoh, oleh karena lingkungan bisnis sekarang dan di masa
depan dikendalikan oleh customer, maka paradigma manajemen yang pas dengan
lingkungan baru tersebut adalah paradigma customer value strategy. Paradigma

51
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

lama yang memfokuskan ke kepentingan produser kemudian diganti dengan


paradigma customer value, dan prinsip-prinsip manajemen baru dibangun
berdasarkan paradigma customer value tersebut.
 

PERGESERAN PARADIGMA MANAJEMEN YANG SEDANG


BERLANGSUNG SEKARANG
Lingkungan bisnis yang telah berubah tersebut di atas memerlukan paradigma
baru untuk menghadapinya. Paradigma baru yang sedang berkembang (emerging
paradigm) dalam manajemen untuk menghadapi lingkungan bisnis global adalah:
(1) customer value strategy, (2) continuous improvement, (3) organizational
system.xiv Gambar 2.7 melukiskan pengetahuan manajemen modern dan
paradigma yang melandasinya.

Pengetahuan Manajemen
(Management Knowledge)

Customer Value
Strategy

Continuous Improvement Organizational System

Gambar 2.7 Paradigma yang Melandasi Pengetahuan Manajemen Modern


 
Customer Value Strategy
Oleh karena dalam lingkungan bisnis di jaman globalisasi ekonomi ini customer
memegang kendali bisnis, maka manajemen perusahaan harus mengubah

52
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

paradigma mereka ke strategi penyediaan value terbaik bagi customer. Dalam


paradigma ini, manajemen pertama kali harus mengidentifikasi kebutuhan apa
yang dipenuhi oleh perusahaan (what need do we meet?) dan mengenali siapa
customer perusahaan (who is our customer?). Berdasarkan hasil identifikasi
kebutuhan yang dipenuhi oleh perusahaan dan penentuan customer yang dilayani
oleh perusahaan, manajemen menentukan value terbaik yang disediakan bagi
customer. Value adalah selisih antara manfaat yang diperoleh customer dengan
pengorbanan yang dilakukan oleh customer untuk mendapatkan manfaat tersebut.
Customer value strategy adalah strategi manajemen untuk menyediakan value
terbaik bagi customer untuk menjadikan perusahaan mampu bertahan dan
bertumbuh di dalam lingkungan bisnis yang dimasukinya. Paradigma customer
value strategy adalah pandangan bahwa satu-satunya alasan keberadaan bisnis
perusahaan adalah customer, oleh karena itu, untuk mempertahankan keberadaan
dan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang, perusahaan harus mampu
memproduksi produk dan jasa yang menghasilkan value terbaik bagi customer.
Pada Gambar 2.7 terlihat bahwa customer value strategy merupakan pilar utama
yang menjadi basis pembangunan pengetahuan manajemen modern. Continuous
improvement dan organizational system merupakan paradigma penunjang
terhadap paradigma customer value strategy sebagai basis pembangunan
pengetahuan manajemen modern. Uraian tentang paradigma customer value
strategy secara mendalam disajikan dalam Bab 4 Customer Value Mindset.
 
Continuous Improvement
Oleh karena dalam lingkungan bisnis di jaman globalisasi ekonomi ini kompetisi
semakin tajam dan perubahan telah mengalami perubahan, customer value akan
senantiasa mengalami perubahan dengan pesat dan radikal. Untuk dapat bertahan
hidup dan bertumbuh di lingkungan bisnis semacam itu, perusahaan harus
memiliki kemampuan untuk berubah secara berkelanjutan. Manajemen
perusahaan perlu menggeser paradigma mereka ke improvement berkelanjutan
(continuous improvement). Paradigma continuous improvement adalah pandangan
bahwa perusahaan hanya akan mampu bertahan dan bertumbuh dalam jangka
panjang, jika mampu secara berkelanjutan melakukan improvement terhadap
sistem dan proses yang digunakan untuk menghasilkan value bagi customer.
Uraian tentang paradigma continuous improvement disajikan secara mendalam di
dua bab: Bab 5 Continuous Improvement Mindset dan Bab 6 Opportunity Mindset.
 
Organizational System
Paradigma organizational system adalah pandangan bahwa untuk mampu
bertahan dan bertumbuh di lingkungan bisnis global, sistem organisasi perusahaan
harus didesain sedemikian rupa sehingga berorientasi untuk memuasi kebutuhan
customer dan untuk memungkinkan dilaksanakannya improvement berkelanjutan
terhadap sistem dan proses yang digunakan untuk menghasilkan value bagi
customer. Desain sistem organisasi yang memenuhi tujuan tersebut adalah
pendekatan lintas fungsional (cross-functional approach) dan pemberdayaan
karyawan (employee empowerment).
Untuk memfokuskan kegiatan perusahaan ke pemuasan kebutuhan customer,
organisasi didesain dengan pendekatan lintas fungsional. Dalam desain ini,
sumber daya perusahaan diorganisasi menurut sistem yang digunakan untuk

53
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

melayani customer. Organisasi sistem ini dipimpin oleh case manager, yang
memiliki wewenang untuk memobilisasi shared resources (seperti sumber daya
manusia, mesin dan ekuipmen) yang disediakan oleh organisasi fungsional.
Dengan organisasi yang didesain seperti ini, customer akan memperoleh manfaat
besar berikut ini:
1. Oleh karena organisasi didesain berdasarkan sistem yang digunakan untuk
memuasi kebutuhan customer, customer akan memperoleh value terbaik dari
organisasi ini.
2. Oleh karena case manager dalam desain organisasi ini bertanggung jawab
untuk melakukan improvement berkelanjutan terhadap sistem yang
dipimpinnya, customer akan mendapatkan value yang sesuai dengan
perubahan kebutuhan mereka.

Untuk memungkinkan organisasi responsif terhadap perubahan kebutuhan


customer, organisasi harus didesain sedemikian rupa sehingga karyawan berdaya
(empowered). Pemberdayaan karyawan (employee empowerment) dapat
diwujudkan dengan sistem organisasi yang memungkinkan karyawan
mendapatkan kompetensi, informasi, wewenang, dan penghargaan, sehingga
karyawan mampu melakukan pengambilan keputusan atas pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab mereka. Uraian tentang paradigma organizational system
secara mendalam dapat diikuti dalam dua bab: Bab 7 Cross-Functional Mindset
dan Bab 8 Employee Empowerment Mindset
 
RERANGKA PENGEMBANGAN ILMU DAN PENGETAHUAN
Kita perlu menyadari bahwa perkembangan sains dan pengetahuan tidak melalui
proses akumulasi, namun melalui pergeseran paradigma. Sains dan pengetahuan
dibangun atas dasar paradigma tertentu. Gambar 2.8 melukiskan paradigma
sebagai basis pengembangan ilmu dan pengetahuan. Jika paradigma yang dipakai
sebagai dasar untuk membangun sains dan pengetahuan masih mencerminkan
secara akurat kondisi lingkungan yang digambarkan dalam paradigma, sains dan
pengetahuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan kejadian dalam
lingkungan tersebut dan untuk memprediksi masa depan. Dalam kondisi seperti
itu sains dan pengetahuan masih disebut sebagai sains dan pengetahuan yang
efektif. Jika paradigma yang dipakai sebagai dasar untuk membangun sains dan
pengetahuan telah mengalami pergeseran, sains dan pengetahuan yang dibangun
di atas paradigma tersebut dikatakan telah mati dan kemudian ditinggalkan,
digantikan dengan sains dan pengetahuan baru yang dibangun berdasarkan
paradigma baru.

54
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

Ilmu dan Pengetahuan


(Science and Knowledge)

Paradigma

Gambar 2.8 Ilmu dan Pengetahuan Dibangun Berbasis Paradigma

Menurut Ptolemeus, bumi merupakan pusat alam semesta dan tidak bergerak.
Paradigma ini diterima berabad-abad lamanya (sekitar 1.800 tahun) dan
digunakan untuk menyusun ilmu astronomi pada waktu itu. Kemudian Nicolaus
Copernicus, ahli astronomi Polandia, membalik paradigma tersebut, dengan
mengatakan bahwa bumi berputar pada porosnya (yang mengakibatkan siang
berganti malam) dan berputar mengelilingi matahari (yang mengakibatkan
perubahan tahunan). Paradigma baru ini kemudian digunakan untuk menyusun
ilmu astronomi modern dan dasar penemuan penting, seperti penemuan Galileo
(1564 - 1642), hukum Johannes Keppler (1571 - 1630) dan hukum gravitasi Isaac
Newton (1643 - 1727).
Pengetahuan manajemen juga berkembang melalui proses pergeseran
paradigma, dari satu paradigma ke paradigma lain. Manajemen tradisional yang
memiliki karakteristik: sentralisasi, organisasi fungsional, dan birokrasi dibangun
berdasarkan atas paradigma: lingkungan bisnis yang stabil, persaingan tidak
tajam, pengendalian merupakan fokus manajemen. Dengan perubahan lingkungan
bisnis yang berkarakteristik: customers memegang kendali bisnis, persaingan
menjadi tajam, dan perubahan menjadi konstan, pesat, serentak, dan pervasif
diperlukan paradigma baru yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh
perusahaan: customer value, continuous improvement, dan organizational system.
Oleh karena itu, banyak pakar manajemen U.S.A. yang membuat pernyataan
bahwa sudah waktunya kita meninggalkan konsep-konsep manajemen tradisional
yang selama ini kita kenal dan menyusun kembali prinsip-prinsip manajemen baru
yang sesuai dengan lingkungan bisnis baru. Berikut ini dikutipkan pernyataan
C.K. Prahalad dan G. Hamel tentang hal itu:
 

55
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

Both the theory and practice of Western management have created a drag
on our forward motion. It is the principles of management that are in need
of reform.xv(Baik teori maupun praktik manajemen Barat telah membebani
gerak maju kita. Prinsip-prinsip manajemen lah yang memerlukan
reformasi)
 
Dengan demikian, kita sekarang berada dalam masa transisi reformasi
prinsip-prinsip manajemen; perubahan manajemen yang didasarkan pada
paradigma lama ke Total Quality Management yang didasarkan pada the
emerging paradigms: customer value, continuous improvement, dan
organizational system. Pengetahuan manajemen (management knowledge)
disusun kembali berdasarkan paradigma baru, sehingga timbullah Revolusi
Manajemen. Oleh karena itu, dalam masa transisi ini, hikmah yang dapat kita
peroleh adalah:
Kita dapat mengikuti dan memahami bagaimana prinsip-prinsip manajemen
baru disusun dan dikembangkan di negara Barat. Dengan pengetahuan ini, kita
mempunyai kesempatan untuk belajar bagaimana menyusun paradigma baru jika
kondisi lingkungan di kelak kemudian hari menuntut pergeseran paradigma, dan
kita memiliki kemampuan untuk mengembangkan prinsip-prinsip manajemen
baru berdasarkan paradigma baru tersebut.
 
RANGKUMAN
Lingkungan bisnis telah dan akan berubah secara pesat, radikal, serentak, dan
pervasif dengan semakin meningkatnya proses globalisasi, semakin ekstensifnya
pemanfaatan teknologi informasi dalam bisnis, semakin banyaknya perusahaan
yang mengadopsi strategic quality management, dan semakin meluasnya Revolusi
Manajemen di seluruh penjuru dunia. Perubahan lingkungan ini perlu dipetakan
dalam suatu paradigma yang pas dengan kondisi lingkungan tersebut. Pemahaman
atas dampak keempat jaman (globalisasi ekonomi, strategic quality management,
teknologi informasi, dan Revolusi Manajemen) terhadap karakteristik lingkungan
bisnis yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan di seluruh dunia, akan menjadi
landasan yang baik untuk membangun paradigma baru yang pas dengan
lingkungan tersebut.
Paradigma customer value, continuous improvement, dan organizational
system telah mengubah secara mendasar cara berpikir dan bertindak manajemen
dalam bisnis. Paradigma customer value merupakan peta yang menggambarkan
lingkungan bisnis yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis. Menurut
paradigma ini, kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan ditentukan oleh
customer, sehingga perusahaan harus mampu menghasilkan value terbaik bagi
customer untuk dapat bertahan dan bertumbuh dalam lingkungan tersebut.
Paradigma continuous improvement merupakan peta yang menggambarkan
lingkungan bisnis yang di dalamnya kompetisi tajam dan perubahan telah
mengalami perubahan. Menurut paradigma ini, kelangsungan hidup dan
pertumbuhan perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam
melakukan improvement berkelanjutan terhadap sistem dan proses yang
digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer.
Paradigma organizational system merupakan peta yang menggambarkan
lingkungan bisnis yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis. Menurut

56
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

paradigma ini organisasi perusahaan dinilai kinerjanya melalui empat faktor:


kecepatan, fleksibilitas, keterpaduan, dan inovasi. Organisasi perusahaan perlu
dibangun berdasarkan paradigma organizational system, sehingga perusahaan
mampu menghasilkan value terbaik bagi customer untuk dapat bertahan dan
bertumbuh dalam lingkungan tersebut.
Perusahaan-perusahaan Indonesia menghadapi lingkungan bisnis global
sebagaimana telah digambarkan di atas. Produk dan jasa yang dihasilkan oleh
produser Indonesia bagi masyarakat harus menghadapi persaingan global, yang
menuntut digunakannya prinsip-prinsip manajemen baru yang pas untuk kondisi
lingkungan bisnis global tersebut. Untuk mampu bertahan dan bertumbuh di
lingkungan baru tersebut, manajemen perusahaan perlu melakukan perubahan
radikal terhadap SPPM mereka, agar mampu menghasilkan produk dan jasa yang
relevan dengan tuntutan kebutuhan customer yang telah berubah dengan tingkat
perubahan yang pesat.

PERTANYAAN
1. Kita sekarang berada di dalam empat jaman yang sedang berlangsung secara
bersamaan.
a. Sebutkan empat jaman yang sedang berlangsung secara bersamaan
sekarang ini.
b. Jelaskan secara singkat apa yang sedang terjadi dalam setiap jaman
tersebut.
2. Proses globalisasi mewujud dalam empat proses.
a. Sebutkan empat proses yang merupakan perwujudan proses globalisasi
tersebut.
b. Jelaskan secara singkat apa yang terjadi dalam setiap proses yang
Saudara sebutkan dalam butir a tersebut.
3. Globalisasi ekonomi mengubah 3 C, sehingga lingkungan bisnis global
sangat berbeda dengan lingkungan bisnis dalam masa sebelumnya.
a. Sebutkan 3 C tersebut.
b. Jelaskan karakteristik perubahan masing-masing C tersebut.
4. Globalisasi ekonomi juga mengubah secara radikal jalan pikiran produser.
a. Jelaskan perubahan radikal jalan pikiran produser menurut Rosabeth
Moss Kanter.
5. Sebut dan jelaskan secara singkat perubahan prinsip-prinsip manajemen yang
diakibatkan oleh globalisasi ekonomi.
6. Kita sekarang sedang hidup dalam jaman teknologi informasi.
a. Trend apa saja yang menandai bahwa sekarang ini jaman teknologi
informasi sedang berlangsung.
b. Jelaskan secara singkat apa yang terjadi dalam setiap trend yang Saudara
sebutkan dalam butir a tersebut.
7. Jika suatu organisasi memanfaatkan secara optimum teknologi informasi
dalam management information system-nya, bagaimanakah dampaknya
terhadap struktur organisasi berjenjang (hirarkhis). Jelaskan mengapa
demikian.
8. Jelaskan perbedaan sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh knowledge
workers dengan pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja yang melayani

57
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

teknologi hard automation. Jelaskan pula dampaknya terhadap pengelolaan


knowledge workers.
9. Mengapa command and control organization tidak pas lagi dalam jaman
teknologi informasi ini? Lalu organisasi macam apa yang pas dengan jaman
teknologi informasi ini?
10. Jelaskan mengapa human assets menjadi lebih penting dibandingkan dengan
financial assets dalam jaman teknologi informasi ini.
11. Faktor penentu keberhasilan organisasi dalam jaman teknologi informasi
sangat berbeda dengan faktor penentu keberhasilan organisasi dalam jaman
teknologi hard automation. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut,
Jelaskan jawaban Saudara.
12. Subsidiarity merupakan prinsip manajemen yang pas dalam jaman teknologi
informasi ini.
a. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut? Jelaskan jawaban
Saudara.
b. Sebut dan jelaskan tugas manajer menurut prinsip subsidiarity tersebut.
13. Kemampuan teknologi informasi untuk menyediakan fasilitas information
sharing berdampak besar terhadap struktur organisasi dalam jaman teknologi
informasi. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut, Jelaskan jawaban
Saudara.
14. Sekarang ini kita berada dalam jaman strategic quality management.
a. Jelaskan karakteristik setiap jaman yang mendahului jaman strategic
quality management.
b. Jelaskan karakteristik jaman strategic quality management.
c. Sebut dan jelaskan prinsip-prinsip manajemen dalam jaman strategic
quality management.
15. Dalam sejarahnya, perubahan teknologi yang dimanfaatkan oleh umat
manusia telah mengakibatkan berbagai revolusi: Revolusi Industri, Revolusi
Produktivitas, dan Revolusi Manajemen.
a. Jelaskan apa yang terjadi dalam setiap revolusi tersebut.
b. Manakah di antara ketiga revolusi tersebut yang terbesar dampaknya
terhadap produktivitas umat manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Jelaskan mengapa demikian.
16. Dalam jaman Revolusi Manajemen, prinsip-prinsip manajemen telah
mengalami perubahan radikal. Sebut dan jelaskan secara singkat perubahan
radikal prinsip-prinsip manajemen dalam jaman Revolusi Manajemen.
17. Pengendalian dalam manajemen Abad XX sangat berbeda dengan
pengendalian dalam manajemen Abad XXI. Jelaskan perbedaannya dan
jelaskan mengapa terjadi perbedaan tersebut.
18. Paradigma menentukan sikap kita, dan sikap kita menentukan tindakan kita
terhadap sesuatu.
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan paradigma.
b. Sebut dan jelaskan tahap-tahap pergeseran paradigma.
c. Jelaskan pergeseran paradigma yang sedang berlangsung di jaman
sekarang ini.
19. Jelaskan bagaimana ilmu dan pengetahuan dibangun.
20. Dengan adanya perubahan pesat yang terjadi di lingkungan bisnis global,
banyak pengetahuan (knowledge) yang menjadi tidak berdaya untuk

58
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada

menjelaskan fenomena yang terjadi dalam lingkungan bisnis dan menjadi


kehilangan daya prediktifnya. Terjadilah the death of strategic planning, the
death of budgeting, dan the death of cost accounting.
a. Jelaskan mengapa suatu pengetahuan menjadi mati.
b. Jelaskan maksud the death of strategic planning, the death of budgeting,
dan the death of cost accounting.
21. Jelaskan bagaimana pengetahuan manajemen dibangun berdasarkan
paradigma manajemen yang sedang berkembang sekarang ini (emerging
paradigms).

END NOTES
i
Rosabeth Moss Kanter, World Class: Thriving Locally in the Global Economy, (New York: Simon &
Schuster, 1995), p41.
ii
Michael Hammer, James Champy, Reengineering the Corporation: A Manifesto for Business Revolution
(New York: HarperBusiness, 1993), p. 17.
iii
Kanter, pp. 48 - 51.
iv
Peter F. Drucker, Post Capitalist Society (New York: HarperBusiness, 1993), p. 73.
v
Drucker , p. 59.
vi
Drucker,, pp. 97-109.
vii
Robert S. Kaplan dan David P. Norton, The Strategy-Focused Organization (Boston: Harvard Business
School Press, 2001), p. 2.
viii
Charles Handy. The New Language of Organizing and Its Implications for Leaders. Dalam Frances
Hesselbein, Marshal Goldsmith, Richard Beckhard. The Leader of The Future; New Vision, Strategies and
Practices for the Next Era. (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1996), pp. 4-5
ix
D.A. Garvin, Managing Quality: The Strategic and Competitive Edge (New York: The Free Press, 1988), p.
37.
x
Drucker, p. 28.
xi
Drucker, p. 42.
xii
Drucker, p. 39.
xiii
Drucker, p. 40.
xiv
Greg Bounds et al, Beyond Total Quality Management: Toward the Emerging Paradigm (New York:
McGraw-Hill International, Inc. 1994), p. 29.
xv
C.K. Prahalad and G. Hamel, “The Core Competence of the Corporation,” Harvard Business Review,
May-June 1990, p. 80.

59

Anda mungkin juga menyukai