BAB 2
KARAKTERISTIK LINGKUNGAN BISNIS GLOBAL
PENDAHULUAN
Bab ini menggambarkan karakteristik lingkungan bisnis yang dimasuki oleh
perusahaan-perusahaan masa kini dan masa depan. Oleh karena sekarang ini kita
hidup di empat jaman sekaligus—jaman globalisasi ekonomi, jaman teknologi
informasi, jaman strategic quality management, dan jaman Revolusi
Manajemen—kita perlu memahami karakteristik setiap jaman tersebut dan
dampaknya terhadap prinsip-prinsip manajemen. Keempat jaman tersebut
sekarang sedang berlangsung bersamaan dan karakteristik setiap jaman tersebut
belum mapan, sehingga masih ada kemungkinan besar karakteristik yang dapat
diidentifikasi sekarang ini akan berubah sangat berbeda dengan yang diuraikan
dalam bab ini. Mungkin sekali karakteristik keempat jaman tersebut tidak akan
pernah mapan, sehingga menuntut kita untuk senantiasa melakukan
trendwatching—mengamati trend perubahan yang akan terjadi di masa depan,
sebagai akibat dari perubahan pesat pemanfaatan teknologi informasi dalam bisnis
khususnya, dan dalam kehidupan umat manusia pada umumnya.
Gambaran lingkungan bisnis masa depan yang diuraikan dalam bab ini
disajikan untuk kepentingan penggeseran paradigma manajemen ke paradigma
yang pas dengan lingkungan tersebut. Paradigma yang telah di up date inilah yang
akan menjadi landasan untuk mendesain SPPM, agar sistem yang didesain nanti
pas dengan tuntutan lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan.
JAMAN GLOBALISASI EKONOMI
Kita sekarang telah memasuki Abad XXI, suatu abad yang diawali dengan
globalisasi ekonomi yang melanda semua negara di dunia. Dalam sejarah umat
manusia, belum pernah pergantian abad, yang sekaligus merupakan pergantian
millennium (masa seribu tahun), ditandai dengan globalisasi ekonomi yang
sedemikian pesat dan pervasif. Globalisasi ekonomi dimungkinkan dengan
semakin luasnya penerapan teknologi informasi (komputer, telekomunikasi, dan
peralatan kantor elektronik) dalam semua arena kehidupan dan kemajuan yang
pesat dalam bidang transportasi.
Globalisasi ekonomi yang melanda Indonesia secara cepat membuka
cakrawala baru bagi manajemen perusahaan Indonesia, yang semula hanya tertuju
ke lingkungan domestik, menjadi terbuka ke lingkungan global. Tiba-tiba
manajemen perusahaan Indonesia dipaksa untuk mengikuti “olimpiade” dalam
menghasilkan produk/jasa, dengan mengikuti aturan-aturan tingkat dunia.
Keadaan ini memaksa manajemen perusahaan Indonesia untuk mengubah secara
radikal prinsip-prinsip manajemen yang selama ini digunakan untuk menghasilkan
bagi masyarakat.
Globalisasi ekonomi telah menciptakan lingkungan bisnis yang menyebabkan
perlunya peninjauan kembali prinsip-prinsip manajemen yang digunakan oleh
perusahaan untuk mampu bertahan dan bertumbuh dalam persaingan tingkat
dunia. Untuk dapat bertahan hidup dan bertumbuh dalam lingkungan bisnis yang
telah berubah ini, manajemen perusahaan perlu mengubah paradigma manajemen
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
mereka agar sikap dan tindakan mereka dalam menjalankan bisnis menjadi
efektif.
24
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
satu bulan untuk masuk ke pasar Indonesia sejak diperkenalkan di U.S.A. Proses
keserentakan menjadi semakin tinggi dalam jaman globalisasi ekonomi ini.
Pencarian Jalan Bebas Hambatan
Dalam jaman globalisasi ekonomi, proses pencarian jalan bebas hambatan
mewarnai usaha bisnis. Setiap hambatan, baik yang disebabkan oleh monopoli
atau peraturan pemerintah, dipecahkan oleh bisnis melalui pencarian jalan bebas
hambatan. Monopoli pengiriman surat dan barang oleh pos di semua negara
dipecah oleh bisnis pengiriman barang dan surat seperti Federal Express dan
DHL. Monopoli siaran TV oleh pemerintah dipecah dengan munculnya siaran TV
swasta dan cable TV. Teknologi EFT (Electronic Fund Transfer) memungkinkan
transfer dana antarperusahaan menembus batas-batas negara dapat berlangsung
tanpa dapat dideteksi oleh bank sentral. Malaysia mempercepat akselerasi
pendidikan rakyatnya dengan mengubah undang-undang pendidikannya untuk
memungkinkan masuknya pendidikan tinggi luar negeri beroperasi di negara
tersebut. Indonesia perlu segera merevisi undang-undang pendidikannya untuk
memungkinkan negara-negara maju (seperti Australia) mendirikan pendidikan
tinggi di Indonesia. Proses pencarian jalan bebas hambatan menjadi semakin
meluas dalam jaman globalisasi ekonomi.
Kemajemukan (Pluralisme)
Jaman globalisasi ekonomi ditandai dengan meningkatnya proses kemajemukan,
yang menjadikan pusat tidak dapat lagi mampu mengendalikan semua urusan.
Jaman ini menjadikan lingkungan bisnis sangat turbulen. Lingkungan bisnis ini
menjadikan pemusatan pengambilan keputusan di kantor pusat menjadi tidak
efektif lagi. Dengan semakin turbulennya lingkungan bisnis, perusahaan-
perusahaan memerlukan kecepatan respon terhadap setiap perubahan yang terjadi.
Situasi demikian hanya dapat dihadapi jika organisasi perusahaan didesentralisasi
sedemikian rupa, sehingga wewenang pengambilan keputusan berada di pimpinan
yang dekat dengan lingkungan bisnis yang dihadapinya. Bahkan desentralisasi
wewenang pengambilan keputusan ke manajemen bawah saja tidak cukup untuk
menghadapi lingkungan bisnis yang kompleks dan turbulen; perusahaan banyak
yang menempuh pemberdayaan karyawan—menjadikan karyawan perusahaan
memiliki wewenang untuk akses ke pusat informasi dan menggunakannya untuk
pengambilan keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa
otorisasi eksplisit dari manajer atasannya. Setiap usaha untuk memusatkan
pengambilan keputusan di satu tangan (misalnya kantor pusat) akan
membahayakan kelangsungan hidup organisasi secara keseluruhan, karena
ketidakmampuan organisasi untuk merespons dengan cepat perubahan yang
terjadi di lingkungan luar.
25
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
membawa produk dan jasa yang sarat dengan kandungan pengetahuan tingkat
dunia. Manajemen perusahaan Indonesia perlu menggunakan paradigma baru
untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan mereka dalam
lingkungan bisnis global ini.
Globalisasi ekonomi berdampak terhadap 3 C: customer, competition, and
change.ii Perusahaan-perusahaan dipaksa memasuki suatu daerah yang di
dalamnya 3 C tersebut mengalami perubahan yang sangat berbeda dengan
keadaannya di masa yang lalu.
Customer Memegang Kendali Bisnis
Akibat globalisasi ekonomi, terjadi pergeseran kekuasaan dalam pasar. Keadaan
yang sebelumnya produser yang menentukan produk dan jasa apa yang harus
disediakan di pasar, berubah menjadi customer menentukan produk dan jasa yang
mereka butuhkan, yang harus dipenuhi oleh produser. Anggapan yang dulu
digunakan oleh para produser bahwa pasar merupakan mass market sebenarnya
suatu anggapan yang salah. Mass market tidak pernah ada, sehingga falsafah mass
production yang dipakai sebagai dasar untuk memenuhi kebutuhan customer
sebenarnya suatu keyakinan dasar yang keliru.
Customer meminta produk dan jasa yang didesain untuk memenuhi
kebutuhan unik dan tertentu mereka. Customer secara individual menuntut agar ia
diperlakukan secara individual. Customer menjadi sangat pemilih (choosy).
Dengan perubahan karakteristik customer ini, falsafah yang digunakan oleh
produser dalam menghasilkan produk dan jasa berubah dari mass production
menjadi mass customization. Falsafah mass customization dipakai untuk
memenuhi kebutuhan customer berdasarkan anggapan bahwa pasar pada dasarnya
berupa segmented market. Setiap market segment terdapat sekelompok customer
yang menuntut untuk diperlakukan secara khusus oleh produser sesuai dengan
kebutuhan khusus mereka.
Teknologi informasi menyediakan shared database yang mudah diakses,
yang memungkinkan para produser produk dan jasa serta pengecer untuk
memiliki dan menggunakan informasi mengenai customer mereka, tidak hanya
informasi dasar tentang customer mereka, namun juga informasi mengenai
preferensi dan berbagai tuntutan mereka, sehingga keadaan ini meletakkan dasar
baru dalam persaingan. Customer relationship menjadi pelipatganda value yang
dihasilkan bagi customer.
Kompetisi Semakin Tajam
Globalisasi ekonomi tidak hanya menambah jumlah pesaing di pasar, namun juga
menyebabkan bervariasinya persaingan yang terdapat di pasar. Produk dan jasa
dalam persaingan global bersaing berdasarkan kandungan pengetahuan yang
terdapat di dalamnya. Persaingan global diwarnai oleh keadaan yang di dalamnya
perusahaan yang memiliki kinerja yang baik mendesak keluar perusahaan yang
buruk. Persaingan global tidak lagi menganut “live and let live,” namun berubah
menjadi “live and let die.” Perusahaan-perusahaan baru muncul, yang tidak mau
mengikuti aturan bisnis yang sudah ada, namun membawa dan membuat aturan
bisnis baru, yang memaksa perusahaan-perusahaan yang sudah ada sebelumnya
harus memilih: terus hidup dengan mengikuti aturan bisnis baru atau mati karena
tidak mampu mengikuti aturan bisnis baru tersebut. Teknologi informasi telah
26
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
27
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
28
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
produser yang berorientasi kepada customer, manajer harus peduli terhadap apa
yang tidak mereka lihat. Di mana terdapat keinginan customer yang belum ada
yang memenuhinya, di situlah kesempatan inovasi terbuka. Perusahaan perlu
melaksanakan inovasi untuk memenuhi kebutuhan customer tersebut, atau pihak
lain yang akan memenuhinya. Di masa kini, bisnis dikelilingi oleh (1) kesempatan
yang terselubung—harapan dan impian customer— dan (2) musuh yang tidak
terlihat—perusahaan baru di luar negeri atau di luar industri yang memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam memenuhi harapan dan impian customer
tersebut.
Logika produser: teknologi mereka menciptakan produk. Logika customer:
kebutuhan mereka yang menciptakan produk. Produser yakin bahwa mereka
berorientasi ke pasar jika mereka menanyakan kepada customer tentang pendapat
customer terhadap produk yang telah ada. Customer berpikir lain; customer
menganggap perusahaan berorientasi ke pasar jika customer menentukan prioritas
untuk mendesain produk atau jasa. Oleh karena itu, sekarang banyak perusahaan
yang telah melakukan customer-centered innovation, dengan mengundang
customer dalam forum pengembangan produk.
Logika produser: kegiatan diorganisasi untuk kenyamanan intern mereka.
Logika customer: kenyamanan mereka yang perlu diutamakan. Menurut
logika produser, pertimbangan manajerial merupakan yang utama:
mengorganisasi fungsi, membuat deskripsi pekerjaan (job description), atau
membuat sistem pengendalian. Namun, apa yang menurut produser menjadikan
perusahaan lebih dapat dikelola seringkali menghambat layanan kepada customer.
Sebagai contoh, dari sudut produser, keseragaman dan standarisasi merupakan hal
yang sangat memudahkan pengelolaan. Namun, customer menginginkan
keberagaman dan kesesuaian dengan keinginan mereka. Oleh karena itu, di masa
sekarang, produser yang berorientasi kepada customer mengutamakan
kenyamanan customer dalam mendesain sistem informasi manajemen untuk
melayani transaksi perusahaan dengan customer.
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN DALAM JAMAN
GLOBALISASI EKONOMI
Prinsip-prinsip manajemen dalam jaman globalisasi ekonomi telah mengalami
perubahan sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1. Pusat tidak lagi berkuasa penuh. Kompetisi dapat datang dari mana pun,
begitu pula dengan peluang. Organisasi tidak lagi mengandalkan keputusan
terpusat di tangan manajemen puncak, namun memberdayakan karyawan
untuk memungkinkan mereka mengambil keputusan atas pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab mereka. Organisasi bersaing di pasar global melalui
jejaring organisasi (organization network) yang dibangun antarorganisasi
perusahaan dari negara yang sama dan dari berbagai negara.
2. Semua perusahaan, baik besar maupun kecil, akan menjadi perusahaan global
dalam operasi bisnis mereka. Pasar domestik tidak hanya dilayani oleh
perusahaan-perusahaan dalam negeri, namun dipenuhi kebutuhannya oleh
perusahaan-perusahaan luar negeri. Sebagai akibatnya, produk dan jasa yang
disediakan bagi customer, di mana pun mereka berada, adalah berstandar
29
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
global. Produk dan jasa global hanya dapat dihasilkan secara konsisten oleh
organisasi yang semua aspeknya berstandar global.
3. Perusahaan akan memfokuskan semua struktur dan proses sistem manajemen
mereka ke customer.
4. Oleh karena lingkungan bisnis global sangat turbulen (sebagai akibat dari
kompetisi yang semakin tajam dan perubahan yang telah berubah) posisi
kompetitif perusahaan hanya dapat dicapai melalui improvement
berkelanjutan terhadap sistem dan proses yang digunakan oleh perusahaan
untuk menghasilkan value bagi customer. Pencarian jalan bebas hambatan (by
passing) mewarnai operasi perusahaan di jaman globalisasi ekonomi ini.
JAMAN TEKNOLOGI INFORMASI
Kita sekarang hidup dalam jaman teknologi informasi. Teknologi informasi terdiri
dari tiga komponen: komputer, telekomunikasi, dan ekuipmen kantor elektronik.
Jaman teknologi informasi ditandai oleh lima trend: (1) trend pergeseran dari
hard automation technology ke teknologi informasi (seringkali disebut pula
dengan smart technology), (2) trend pergeseran ke knowledge-based works, (3)
trend pergeseran ke responsibility-based organization, (4) perdagangan berjalan
melalui jalan raya elektronik, (5) kekayaan lebih banyak dihasilkan dari human
assets daripada financial assets, dan (6) kekayaan intelektual menjadi kekayaan
perusahaan yang paling berharga.
Trend Pergeseran dari Hard Automation Technology
ke Teknologi Informasi
Di masa lalu, masyarakat memenuhi kebutuhan produk dan jasa mereka dengan
menggunakan teknologi hard automation. Sejak pertengahan Abad XX, terjadi
perubahan teknologi yang dimanfaatkan oleh masyarakat di dalam memenuhi
kebutuhan produk dan jasa. Masyarakat sekarang berada di dalam jaman
teknologi informasi, yang di dalamnya smart technology dimanfaatkan secara luas
dan intensif di hampir semua aspek kehidupan. Kedua jenis teknologi tersebut
memiliki karakteristik yang sangat berbeda satu dengan lainnya.
Di dalam hard automation, apa yang harus dikerjakan (what to do) dan
bagaimana mengerjakannya (how to do) telah disetel di dalam mesin. Sebagai
akibatnya, pekerja tidak memiliki kebebasan dalam memilih apa yang harus
dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Hard automation hanya memerlukan
pekerja yang terampil dan terdapat keterpisahan antara pekerja dan alat
produksinya.
Smart technology tidak menentukan apa yang harus dikerjakan oleh pekerja,
apalagi menentukan bagaimana mengerjakannya. Komputer tidak akan dapat
dijalankan jika tidak ada perangkat lunaknya. Untuk dapat menjalankan perangkat
lunak, diperlukan keterampilan tertentu. Namun komputer dengan perangkat
lunaknya juga tidak dapat menghasilkan apa pun, jika pemakainya tidak memiliki
pengetahuan yang dapat diolah dengan menggunakan perangkat lunak tersebut.
Sebagai contoh, untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas, diperlukan
komputer dan perangkat lunak word processor. Namun komputer dan word
processor tidak dapat menghasilkan karya apa pun, jika pemakainya tidak
memiliki ide atau pengetahuan yang akan ditulis. Komputer dan word processor
30
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
tidak menentukan apa yang harus dikerjakan oleh pemakai, begitu pula kedua
perangkat tersebut tidak menentukan bagaimana pemakai menghasilkan tulisan.
Untuk menghasilkan tulisan secara produktif, di samping pemakai harus
menguasai writing skill, ia juga dituntut memiliki pengetahuan (knowledge)
memadai sebagai materi yang akan dikomunikasikan melalui tulisan. Dengan
demikian, smart technology hanya akan produktif jika dimanfaatkan oleh smart
people. Smart people adalah orang yang di samping memiliki keterampilan tinggi,
juga memiliki pengetahuan tinggi yang diperoleh dari pendidikan formal, serta
kapasitas untuk belajar dan untuk memperoleh pengetahuan tambahan.iv
Dengan kata lain, smart technology tidak akan menghasilkan apa pun di
tangan orang yang tidak menguasai knowledge. Itulah sebabnya, di dalam
organisasi yang secara ekstensif memanfaatkan smart technology, intellectual
asset (berupa knowledge workers atau smart people) menjadi dominan di dalam
menghasilkan produk dan jasa untuk kepentingan customers. Di dalam diri
knowledge worker tersimpan knowledge yang menjadi alat produksi, sehingga
antara pekerja dengan alat produksinya tidak terpisahkan.
Di dalam jaman teknologi informasi ini, knowledge workers memasukkan
knowledge mereka ke dalam produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan,
sehingga produk dan jasa berisi kandungan pengetahuan memadai untuk dapat
bersaing di pasar global. Dan oleh karena smart technology tidak menentukan apa
yang harus dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya, maka teknologi ini
menyediakan kebebasan dan kemudahan bagi pemakainya untuk mewujudkan
kreativitas mereka. Ide-ide baru sangat mudah diwujudkan ke dalam desain,
sehingga memudahkan inovasi produk baru, sistem baru, proses baru. Sebagai
akibatnya, perubahan menjadi konstan, pesat, radikal, serentak, dan mudah
menyebar secara cepat ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, Peter F. Drucker
menulis mengenai perlunya setiap organisasi untuk didesain sedemikian rupa
sehingga mampu secara responsif berubah sebagai berikut: “every organization of
today has to build into its very structure the management of change.”v
Knowledge workers adalah pekerja yang memanfaatkan pengetahuannya
untuk menciptakan produk dan jasa dengan menggunakan teknologi informasi.
Mereka adalah pekerja yang menjadikan knowledge sebagai alat produksi untuk
menghasilkan produk dan jasa.
Pemberdayaan karyawan dapat menjadikan knowledge workers secara kreatif
menerapkan knowledge yang dikuasainya dalam menciptakan produk dan jasa
yang menghasilkan value bagi customer. Di samping itu, pemberdayaan karyawan
adalah pas dengan karakteristik pekerja yang tidak dapat diawasi pekerjaannya
melalui supervisi sebagaimana yang diterapkan kepada pekerja dalam hard
automation era.
31
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
32
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
organisasi dari berbentuk piramid tinggi (tall) ke berbentuk jam Mesir kuno yang
lebih datar (flat), dari orientasi vertikal (kepentingan boss) ke horisontal
(kepentingan customer). Shared database yang dikombinasikan dengan EDI
memungkinkan perusahaan membentuk jejaring organisasi (organization
network), yang menjadikan perusahaan dalam jejaring tersebut secara bersama-
sama mampu memuasi kebutuhan customers mereka, melalui core competency
mereka masing-masing.
Perdagangan Berjalan Melalui Jalan Raya Elektronik
Pemanfaatan secara ekstensif teknologi informasi dalam bisnis mengubah secara
mendasar cara perusahaan melaksanakan bisnis. Transaksi bisnis menjadi tidak
lagi dilaksanakan melalui kertas, namun dilaksanakan sepanjang jalan raya
elektronik, dengan memanfaatkan shared data base, electronic fund transfer,
electronic data interchange, electronic commerce (E-commerce). Sistem otorisasi
berjenjang yang sangat berat mewarnai pelaksanaan transaksi bisnis di masa lalu,
digantikan dengan pemberdayaan karyawan (employee empowerment) dalam
memanfaatkan informasi yang disimpan dalam shared database.
Teknologi informasi memungkinkan pembangunan kemitraan usaha di antara
organisasi perusahaan (antara perusahaan dengan para pemasoknya dan para mitra
bisnisnya, serta dengan customers). Kesempatan ini timbul sebagai akibat
digunakannya core beliefs baru dalam memandang pemasok dan customer berikut
ini:
a. Bahwa bisnis merupakan matarantai yang menghubungkan pemasok dengan
customer. Keberadaan dan kelangsungan hidup suatu perusahaan sangat
ditentukan seberapa fungsional perusahaan sebagai matarantai yang meng-
hubungkan pemasok dengan customer.
b. Bahwa pemasok dan customer merupakan mitra dalam bisnis. Kualitas
hubungan kemitraan jangka panjang tersebut menentukan keberadaan dan
kelangsungan hidup perusahaan.
Berdasarkan core beliefs tersebut, sistem informasi akuntansi perusahaan
dibangun untuk menjalankan transaksi bisnis antara perusahaan dengan pemasok
dan customer-nya. Customer dan pemasok diberi kesempatan untuk akses ke
database perusahaan. Berdasarkan core belief ini, manajemen perusahaan
merancang sistem akuntansinya sebagai berikut: (1) batas sistem akuntansi
mencakup sistem akuntansi pemasok (2) transaksi dengan pemasok dipicu secara
elektronik dan informasi secara elektronik dikirimkan ke pemasok melalui
fasilitas EDI (electronic data interchange), (2) transaksi diakui dan dicatat secara
elektronik dan pembayaran kepada pemasok dilaksanakan melalui fasilitas EFT
(electronic funds transfer). Sistem akuntansi untuk menjalankan transaksi bisnis
dengan pemasok berjalan secara otomatis tanpa campur tangan manusia. Jika
sebelumnya teknologi informasi dimanfaatkan untuk melaksanakan transaksi
tanpa kertas, (paperless), pada perkembangan terkini, teknologi informasi
dimanfaatkan untuk menciptakan transaksi tanpa campur tangan manusia
(peopleless). Transaksi bisnis berjalan melalui jalan raya elektronik sehingga
transaksi dapat dilaksanakan berkecepatan cahaya. Teknologi informasi menjadi
enabler untuk membangun kemitraan usaha, sehingga melalui hubungan
berkualitas antara perusahaan dengan para pemasoknya, dapat dihasilkan value
terbaik bagi customer.
33
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
Kekayaan Lebih Banyak Dihasilkan dari Human Assets daripada
dari Financial Assets
Di dalam Bab 1 telah diuraikan bahwa tujuan organisasi perusahaan adalah
menciptakan kekayaan. Dalam jaman teknologi informasi, kekayaan yang dapat
diciptakan oleh organisasi berasal terutama dari human assets, bukan dari
financial assets.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, teknologi informasi hanya dapat
produktif di tangan knowledge workers. Melalui knowledge yang mereka kuasai,
knowledge workers mendesain produk dan jasa yang pas dengan kebutuhan
customers, memproduksi produk dan jasa tersebut secara cost effective, dan
memasarkan produk dan jasa tersebut secara efektif kepada customers. Dengan
demikian, produk dan jasa memiliki kandungan pengetahuan memadai untuk
memenuhi kebutuhan customers. Produk dan jasa bersaing melalui kandungan
pengetahuan yang terdapat di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan customers.
Intangible Assets Menjadi Kekayaan Perusahaan yang Paling
Berharga
Hasil riset yang dilakukan oleh Professor Baruch Lev, New York Universityvii
menunjukkan fakta berikut ini:
Pada tahun 1982, proporsi nilai buku aktiva berwujud (tangible assets)
perusahaan-perusahaan manufaktur di U.S.A. berkisar 62% dari nilai pasar
perusahaan-perusahaan tersebut. Sepuluh tahun kemudian (1992), proporsi
tersebut merosot menjadi 38% dari nilai pasar. Di tahun 2000, proporsi
tersebut diperkirakan hanya berkisar 10% s.d. 15% dari nilai pasar.
Dari hasil riset tersebut dapat disimpulkan bahwa aktiva tidak berwujud
(intangible assets) menjadi penentu utama nilai pasar perusahaan-perusahaan
manufaktur di U.S.A. Jika di masa lalu, tanah, mesin dan ekuipmen, gedung dan
aktiva berwujud lain (yang di dapat dinilai dengan uang) merupakan penghasil
utama pendapatan perusahaan, di masa sekarang ini, aktiva tidak berwujud—
seperti customer confidence, brand name, cost effectiveness proses yang
digunakan memberikan layanan kepada customer, kecanggihan teknologi
informasi, kapabilitas dan komitmen personel—menjadi pemacu utama nilai pasar
perusahaan. Aktiva tidak berwujud ini tidak dapat dinilai dengan uang dan tidak
dapat dicantumkan dalam neraca, namun mempunyai kontribusi besar dalam
menghasilkan nilai pasar perusahaan.
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN DALAM JAMAN
TEKNOLOGI INFORMASI
Prinsip-prinsip manajemen dalam jaman teknologi informasi dipengaruhi oleh tiga
faktor: (1) pemekerjaan knowledge workers untuk memanfaatkan secara optimum
kemampuan teknologi informasi, (2) kemampuan teknologi informasi untuk
34
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
35
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
36
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
37
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
dan cara-cara yang ditempuh oleh produser di dalam mengelola kualitas produk
dan jasa.
STRATEGIC
QUALITY QUALITY
INSPECTION STATISTICAL ASSURANCE CONTROL
KARAKTERIS- ERA QUALITY ERA ERA
TIK
(1800-an)
CONTROL ERA (1950-an)
(1980-an)
(1930-an)
KEPENTINGA Deteksi
Pengendalian
Koordinasi
Dampak
N UTAMA
Strategik
PANDANGAN Suatu masalah Suatu masalah Suatu masalah Suatu peluang
TERHADAP yang harus diatasi
yang harus diatasi
yang harus untuk
KUALITAS
diatasi namun menempatkan
secara proaktif
perusahaan
pada posisi
kompetitif
TITIK BERAT
Keseragaman Keseragaman Keseluruhan Kebutuhan
produk
produk dan matarantai pasar dan
pengurangan produksi, sejak customer
aktivitas inspeksi
desain sampai
dengan
pemasaran, dan
kontribusi
semua fungsi,
terutama fungsi
desain, untuk
mencegah
kegagalan
kualitas
METODE
Pengukuran dan Alat dan teknik Program dan Perencanaan
alat ukur
statistik
sistem
strategik,
penetapan
tujuan, dan
mobilisasi
organisasi
PERAN AHLI Inspeksi, sortasi, Pencarian masalah Pengukuran Penetapan
KUALITAS
penghitungan, dan dan penerapan kualitas, tujuan,
seleksi mutu metode statistik
perencanaan pendidikan dan
(grading)
kualitas, dan pelatihan,
desain program pekerjaan yang
Penetapan bersifat
tujuan, konsultatif
pendidikan dan dengan
pelatihan, departemen
pekerjaan yang lain, dan desain
bersifat program
konsultatif
dengan
departemen lain,
dan desain
program
SIAPA YANG Departemen Departemen Semua Setiap orang di
38
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
39
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
Inspection Era
(1800-an)
Gambar 2.2 Titik Berat Penanganan Kualitas di Jaman Inspeksi
Pada jaman inspeksi, jika terjadi penyimpangan atribut produk yang
dihasilkan dari atribut standar, departemen inspeksi tidak dapat mendeteksi
apakah penyimpangan tersebut disebabkan oleh penyimpangan dalam proses atau
hanya karena penyimpangan yang bersifat kebetulan. Dengan demikian tidak ada
informasi yang dapat mengarahkan produser untuk melakukan perbaikan terhadap
sistem dan proses yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan
atribut produk yang dihasilkan.
Pada jaman statistical quality control, Departemen Inspeksi diperlengkapi
dengan alat dan metode statistik di dalam mendeteksi penyimpangan yang terjadi
dalam atribut produk yang dihasilkan dari proses produksi. Atribut produk
diinspeksi oleh Departemen Inspeksi dan dicantumkan di dalam statistical quality
control chart, dan jika masih di dalam batas-batas kontrol (di dalam daerah di
antara upper dan lower control limits) penyimpangan atribut yang terjadi bersifat
kebetulan dan tidak perlu dilakukan tindakan koreksi terhadap sistem dan proses
produksi. Namun jika penyimpangan atribut produk berada di luar batas-batas
kontrol, penyimpangan tersebut diberitahukan kepada Departemen Produksi untuk
dasar diadakannya tindakan koreksi terhadap proses dan sistem yang digunakan
untuk mengolah produk.
Pada jaman ini telah terjadi kemajuan dalam penanganan masalah kualitas
produk. Jika di jaman sebelumnya kualitas produk hanya dideteksi melalui
inspeksi terhadap atribut produk yang dihasilkan dari proses produksi, dalam
jaman statistical quality control ini, hasil deteksi yang menunjukkan
penyimpangan signifikan secara statistik sudah mulai digunakan oleh departemen
produksi untuk memperbaiki proses dan sistem yang digunakan untuk mengolah
40
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
Statistical Quality
Inspection Era
Control Era
(1800-an)
(1930-an)
Gambar 2.3 Titik Berat Penanganan Kualitas di Jaman Statistical Quality Control
Jaman Jaminan Kualitas (Quality Assurance Era)
Dalam jaman quality assurance, konsep kualitas mengalami perluasan, dari
konsep yang sempit, hanya terbatas pada tahap produksi, ke tahap desain dan
koordinasi dengan departemen jasa (seperti bengkel, energi, perencanaan dan
pengendalian produksi, pergudangan). Dalam jaman ini statistical quality control
tetap penting di dalam penanganan kualitas produk.
Dalam jaman ini pula diperkenalkan konsep total quality control (TQC) oleh
Armand Feigenbaum pada tahun 1956. Menurut Feigenbaum, kualitas produk
tidak hanya ditentukan oleh pekerjaan manufaktur, namun jauh lebih luas dari itu,
menyangkut keterlibatan pemasok, desain dan pengembangan produk, kerja team
antarfungsi (cross-functional teamwork). Keterlibatan manajemen dalam
penanganan kualitas produk mulai disadari pentingnya, karena pelibatan pemasok
dalam penentuan kualitas produk memerlukan koordinasi dan kebijakan
manajemen. Jika di masa sebelumnya, kualitas produk merupakan tanggung
jawab karyawan Departemen Inspeksi dan Departemen Produksi, dalam jaman
quality assurance ini, manajemen mulai terlibat dalam penanganan kualitas
produk.
41
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
Dalam jaman quality assurance ini pula mulai diperkenalkan konsep tentang
biaya kualitas oleh Joseph Juran pada tahun 1950-an. Sampai dengan tahun 1950-
an, para manajer beranggapan bahwa peningkatan kualitas adalah penting karena
produk cacat memerlukan biaya perbaikan. Namun, mereka belum tahu berapa
biaya akibat dari terjadinya produk cacat atau rusak sehingga sebagai akibatnya
mereka juga tidak tahu seberapa besar biaya yang perlu dikeluarkan untuk
meningkatkan kualitas. Mereka belum memiliki ukuran untuk menghitung biaya
kualitas.
Juran membagi biaya untuk mencapai tingkat kualitas tertentu menjadi dua
kelompok: biaya terhindarkan dan biaya tidak terhindarkan. Biaya tidak
terhindarkan adalah biaya yang berkaitan dengan pencegahan produk cacat atau
rusak. Biaya ini mencakup biaya inspeksi, pengambilan contoh, sortasi, dan
berbagai inisiatif pengendalian kualitas lainnya. Biaya terhindarkan adalah biaya
yang berkaitan dengan produk cacat atau produk rusak. Biaya ini mencakup bahan
rusak dalam proses, biaya pengerjaan kembali produk cacat, penanganan keluhan
customer, kerugian keuangan akibat customer yang tidak puas. Berdasarkan
konsep biaya kualitas ini, biaya terhindarkan akan semakin kecil jika manajemen
meningkatkan aktivitas pencegahan (yang memerlukan biaya tidak terhindarkan).
Dengan konsep biaya kualitas ini, manajer dapat melakukan perhitungan biaya
kualitas yang diperlukan untuk pencegahan agar diperoleh penghematan biaya
terhindarkan. Dengan konsep biaya ini pula, manajer dapat menyadari pentingnya
upaya pencegahan daripada upaya perbaikan kualitas atas penyimpangan yang
sudah terlanjur terjadi.
Jika digambarkan dalam keseluruhan proses pembuatan produk, titik berat
penanganan kualitas pada jaman quality assurance bergeser ke arah tahap desain
produk sebagaimana terlihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Titik Berat Penanganan Kualitas di Jaman Quality Assurance
42
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
Gambar 2.5 Titik Berat Pengelolaan Kualitas di Jaman Strategic Quality
Management
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN DALAM JAMAN
STRATEGIC QUALITY MANAGEMENT
Jaman strategic quality management berdampak terhadap prinsip-prinsip
manajemen berikut ini: (1) penggunaan value-based strategy (2) posisi kompetitif
perusahaan dicapai melalui kinerja dan penerapan pengetahuan.
43
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
Value-based Strategy
Oleh karena kualitas telah menjadi kepentingan manajemen puncak sampai
dengan karyawan, strategi yang dipilih perusahaan tidak lagi diarahkan untuk
mengalahkan pesaing, namun untuk menghasilkan value terbaik bagi customers.
Strategi yang dipilih bergeser penekanannya, dari generic strategy dan grand
strategy ke value based strategy—usaha untuk mengarahkan manajer agar
bertanggung jawab atas: (1) penyerahan produk/jasa yang memberikan value
terbaik untuk pemenuhan kebutuhan tertentu customer, dan (2) penciptaan sistem
strategik untuk secara berkelanjutan melakukan improvement terhadap value
tersebut dan untuk menunaikan kewajiban perusahaan. Dengan demikian, dalam
jaman strategic quality management, kualitas dikelola secara strategik.
Keunggulan Kompetitif
Dalam jaman strategic quality management, keunggulan kompetitif perusahaan
diperoleh dengan: (1) menyediakan value terbaik bagi customer dan (2)
menjadikan organisasi berbeda (distinct) dari pesaing.
Untuk menyediakan value terbaik bagi customers, perusahaan melakukan
kegiatan utama berikut ini:
a. Mendesain produk dan jasa yang pas dengan kebutuhan customers.
b. Memproduksi produk dan jasa secara cost effective
c. Memasarkan produk dan jasa secara efektif kepada customers.
Untuk menjadikan organisasi distinct dari pesaing, perusahaan menjadikan
produktif pengetahuan yang dikuasai oleh karyawan. Di samping itu, untuk
menjadikan organisasi berbeda, manajemen harus menerapkan pengetahuan di
dalam pengelolaan.
JAMAN REVOLUSI MANAJEMEN
Kita sekarang hidup di dalam jaman Revolusi Manajemen. Untuk memperoleh
gambaran bagaimana teknologi yang digunakan masyarakat berdampak besar
terhadap prinsip-prinsip manajemen yang dipakai oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, berikut ini disajikan sejarah tiga revolusi besar
yang berkaitan dengan manajemen.
Dalam sejarahnya, perubahan teknologi yang dimanfaatkan oleh umat
manusia telah menimbulkan berbagai revolusi. Revolusi pertama terjadi pada
waktu di Inggris untuk pertama kalinya masyarakat menerapkan pengetahuan
(knowledge) ke dalam alat, produk, dan proses (the application of knowledge to
tool, product, and process).x10 Di dalam masa sebelumnya, produk dihasilkan
oleh para pengrajin (craftsman) dengan menggunakan tenaga kerja manusia.
Dengan menerapkan pengetahuan ke alat, produk, dan proses, masyarakat dapat
memenuhi kebutuhannya melalui mesin-mesin bertenaga uap dan kemudian
dengan tenaga listrik. Revolusi ini dikenal dengan Revolusi Industri, yang
memerlukan waktu sekitar seratus tahun untuk menyebarkan dampaknya ke
seluruh dunia (1750 - 1850).xi
Revolusi kedua terjadi di Amerika yang dimulai pada waktu F. W. Taylor
memperkenalkan gerakan scientific management. Revolusi kedua ini dikenal
dengan nama Revolusi Produktivitas, yang memerlukan waktu sekitar tujuh puluh
44
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
45
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
46
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
47
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
48
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
49
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
50
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
51
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
Pengetahuan Manajemen
(Management Knowledge)
Customer Value
Strategy
52
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
53
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
melayani customer. Organisasi sistem ini dipimpin oleh case manager, yang
memiliki wewenang untuk memobilisasi shared resources (seperti sumber daya
manusia, mesin dan ekuipmen) yang disediakan oleh organisasi fungsional.
Dengan organisasi yang didesain seperti ini, customer akan memperoleh manfaat
besar berikut ini:
1. Oleh karena organisasi didesain berdasarkan sistem yang digunakan untuk
memuasi kebutuhan customer, customer akan memperoleh value terbaik dari
organisasi ini.
2. Oleh karena case manager dalam desain organisasi ini bertanggung jawab
untuk melakukan improvement berkelanjutan terhadap sistem yang
dipimpinnya, customer akan mendapatkan value yang sesuai dengan
perubahan kebutuhan mereka.
54
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
Paradigma
Menurut Ptolemeus, bumi merupakan pusat alam semesta dan tidak bergerak.
Paradigma ini diterima berabad-abad lamanya (sekitar 1.800 tahun) dan
digunakan untuk menyusun ilmu astronomi pada waktu itu. Kemudian Nicolaus
Copernicus, ahli astronomi Polandia, membalik paradigma tersebut, dengan
mengatakan bahwa bumi berputar pada porosnya (yang mengakibatkan siang
berganti malam) dan berputar mengelilingi matahari (yang mengakibatkan
perubahan tahunan). Paradigma baru ini kemudian digunakan untuk menyusun
ilmu astronomi modern dan dasar penemuan penting, seperti penemuan Galileo
(1564 - 1642), hukum Johannes Keppler (1571 - 1630) dan hukum gravitasi Isaac
Newton (1643 - 1727).
Pengetahuan manajemen juga berkembang melalui proses pergeseran
paradigma, dari satu paradigma ke paradigma lain. Manajemen tradisional yang
memiliki karakteristik: sentralisasi, organisasi fungsional, dan birokrasi dibangun
berdasarkan atas paradigma: lingkungan bisnis yang stabil, persaingan tidak
tajam, pengendalian merupakan fokus manajemen. Dengan perubahan lingkungan
bisnis yang berkarakteristik: customers memegang kendali bisnis, persaingan
menjadi tajam, dan perubahan menjadi konstan, pesat, serentak, dan pervasif
diperlukan paradigma baru yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh
perusahaan: customer value, continuous improvement, dan organizational system.
Oleh karena itu, banyak pakar manajemen U.S.A. yang membuat pernyataan
bahwa sudah waktunya kita meninggalkan konsep-konsep manajemen tradisional
yang selama ini kita kenal dan menyusun kembali prinsip-prinsip manajemen baru
yang sesuai dengan lingkungan bisnis baru. Berikut ini dikutipkan pernyataan
C.K. Prahalad dan G. Hamel tentang hal itu:
55
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
Both the theory and practice of Western management have created a drag
on our forward motion. It is the principles of management that are in need
of reform.xv(Baik teori maupun praktik manajemen Barat telah membebani
gerak maju kita. Prinsip-prinsip manajemen lah yang memerlukan
reformasi)
Dengan demikian, kita sekarang berada dalam masa transisi reformasi
prinsip-prinsip manajemen; perubahan manajemen yang didasarkan pada
paradigma lama ke Total Quality Management yang didasarkan pada the
emerging paradigms: customer value, continuous improvement, dan
organizational system. Pengetahuan manajemen (management knowledge)
disusun kembali berdasarkan paradigma baru, sehingga timbullah Revolusi
Manajemen. Oleh karena itu, dalam masa transisi ini, hikmah yang dapat kita
peroleh adalah:
Kita dapat mengikuti dan memahami bagaimana prinsip-prinsip manajemen
baru disusun dan dikembangkan di negara Barat. Dengan pengetahuan ini, kita
mempunyai kesempatan untuk belajar bagaimana menyusun paradigma baru jika
kondisi lingkungan di kelak kemudian hari menuntut pergeseran paradigma, dan
kita memiliki kemampuan untuk mengembangkan prinsip-prinsip manajemen
baru berdasarkan paradigma baru tersebut.
RANGKUMAN
Lingkungan bisnis telah dan akan berubah secara pesat, radikal, serentak, dan
pervasif dengan semakin meningkatnya proses globalisasi, semakin ekstensifnya
pemanfaatan teknologi informasi dalam bisnis, semakin banyaknya perusahaan
yang mengadopsi strategic quality management, dan semakin meluasnya Revolusi
Manajemen di seluruh penjuru dunia. Perubahan lingkungan ini perlu dipetakan
dalam suatu paradigma yang pas dengan kondisi lingkungan tersebut. Pemahaman
atas dampak keempat jaman (globalisasi ekonomi, strategic quality management,
teknologi informasi, dan Revolusi Manajemen) terhadap karakteristik lingkungan
bisnis yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan di seluruh dunia, akan menjadi
landasan yang baik untuk membangun paradigma baru yang pas dengan
lingkungan tersebut.
Paradigma customer value, continuous improvement, dan organizational
system telah mengubah secara mendasar cara berpikir dan bertindak manajemen
dalam bisnis. Paradigma customer value merupakan peta yang menggambarkan
lingkungan bisnis yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis. Menurut
paradigma ini, kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan ditentukan oleh
customer, sehingga perusahaan harus mampu menghasilkan value terbaik bagi
customer untuk dapat bertahan dan bertumbuh dalam lingkungan tersebut.
Paradigma continuous improvement merupakan peta yang menggambarkan
lingkungan bisnis yang di dalamnya kompetisi tajam dan perubahan telah
mengalami perubahan. Menurut paradigma ini, kelangsungan hidup dan
pertumbuhan perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam
melakukan improvement berkelanjutan terhadap sistem dan proses yang
digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer.
Paradigma organizational system merupakan peta yang menggambarkan
lingkungan bisnis yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis. Menurut
56
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
PERTANYAAN
1. Kita sekarang berada di dalam empat jaman yang sedang berlangsung secara
bersamaan.
a. Sebutkan empat jaman yang sedang berlangsung secara bersamaan
sekarang ini.
b. Jelaskan secara singkat apa yang sedang terjadi dalam setiap jaman
tersebut.
2. Proses globalisasi mewujud dalam empat proses.
a. Sebutkan empat proses yang merupakan perwujudan proses globalisasi
tersebut.
b. Jelaskan secara singkat apa yang terjadi dalam setiap proses yang
Saudara sebutkan dalam butir a tersebut.
3. Globalisasi ekonomi mengubah 3 C, sehingga lingkungan bisnis global
sangat berbeda dengan lingkungan bisnis dalam masa sebelumnya.
a. Sebutkan 3 C tersebut.
b. Jelaskan karakteristik perubahan masing-masing C tersebut.
4. Globalisasi ekonomi juga mengubah secara radikal jalan pikiran produser.
a. Jelaskan perubahan radikal jalan pikiran produser menurut Rosabeth
Moss Kanter.
5. Sebut dan jelaskan secara singkat perubahan prinsip-prinsip manajemen yang
diakibatkan oleh globalisasi ekonomi.
6. Kita sekarang sedang hidup dalam jaman teknologi informasi.
a. Trend apa saja yang menandai bahwa sekarang ini jaman teknologi
informasi sedang berlangsung.
b. Jelaskan secara singkat apa yang terjadi dalam setiap trend yang Saudara
sebutkan dalam butir a tersebut.
7. Jika suatu organisasi memanfaatkan secara optimum teknologi informasi
dalam management information system-nya, bagaimanakah dampaknya
terhadap struktur organisasi berjenjang (hirarkhis). Jelaskan mengapa
demikian.
8. Jelaskan perbedaan sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh knowledge
workers dengan pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja yang melayani
57
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
58
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada
END NOTES
i
Rosabeth Moss Kanter, World Class: Thriving Locally in the Global Economy, (New York: Simon &
Schuster, 1995), p41.
ii
Michael Hammer, James Champy, Reengineering the Corporation: A Manifesto for Business Revolution
(New York: HarperBusiness, 1993), p. 17.
iii
Kanter, pp. 48 - 51.
iv
Peter F. Drucker, Post Capitalist Society (New York: HarperBusiness, 1993), p. 73.
v
Drucker , p. 59.
vi
Drucker,, pp. 97-109.
vii
Robert S. Kaplan dan David P. Norton, The Strategy-Focused Organization (Boston: Harvard Business
School Press, 2001), p. 2.
viii
Charles Handy. The New Language of Organizing and Its Implications for Leaders. Dalam Frances
Hesselbein, Marshal Goldsmith, Richard Beckhard. The Leader of The Future; New Vision, Strategies and
Practices for the Next Era. (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1996), pp. 4-5
ix
D.A. Garvin, Managing Quality: The Strategic and Competitive Edge (New York: The Free Press, 1988), p.
37.
x
Drucker, p. 28.
xi
Drucker, p. 42.
xii
Drucker, p. 39.
xiii
Drucker, p. 40.
xiv
Greg Bounds et al, Beyond Total Quality Management: Toward the Emerging Paradigm (New York:
McGraw-Hill International, Inc. 1994), p. 29.
xv
C.K. Prahalad and G. Hamel, “The Core Competence of the Corporation,” Harvard Business Review,
May-June 1990, p. 80.
59