Anda di halaman 1dari 10

RMK ETIKA BISNIS DAN PROFESI

“ETHICAL BEHAVIOUR-PHILOSHOPERS CONTRIBUTIONS”

OLEH

KELOMPOK VII

MARTA DEA LU MAPA WASA LAKA (1781611028)


FRANSISCUS DE ROMARIO (1781611029)
WIHELMINA MARYETHA YULIA JAENG (1781611031)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
ETIKA PERILAKU KONTRIBUSI PARA FILSUF

Para silfuf telah didedikasikan untuk penelitian etika perilaku selama berabad-abad.
Ide-ide, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang telah dikembangkan sudah lama
dikenali sebagai ujian untuk penilaian aktivitas korporat dan personal. Saat ini, dapat
dipahami bahwa etikalitas (ethicality) strategi-strategi dan tindakan-tindakan korporasi dan
individual tidak diberikan kesempatan. Konsekuensinya, para direktur, eksekutif, dan akuntan
profesional memerlukan kewaspadaan terhadap parameter etika yang diharapkan,
dan harus menggabungkannya ke dalam budaya organisasi mereka.
Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah
perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari
keinginan untuk menghindari permasalahan-permasalahan dunia nyata. Etika berkaitan erat
dengan prinsip-prinsip yang memandu perilaku manusia. Etika merupakan pembelajaran
tentang norma-norma dan nilai-nilai yang berkaitan dengan salah dan benar, baik dan buruk,
apa yang harus kita lakukan dan tindakan apa tindakan yang dihindari. Keputusan berasal
dari kepercayaan terhadap apa yang diharapkan oleh norma-norma, nilai-nilai, dan
pencapaian, serta bahwa penghargaan dan sanksi diberikan untuk tindakan tertentu. Dilema
etika muncul ketika norma-norma dan nilai-nilai mengalami konflik, dan terdapat beberapa
tindakan alternatif yang dapat dilakukan. Hal ini berarti pengambil keputusan harus
membuat sebuah pilihan. Tidak seperti keputusan yang jelas, dilema etika tidak memiliki
standar objektif. Oleh karena itu, kita harus menggunakan kode etik yang bersifat subjektif.

Etika dan Kode Etik

Encyclopedia of Philosophy mendefinisikan etika dalam tiga cara :


1) Pola umum atau “cara hidup”
2) Seperangkat aturan perilaku atau “kode etik” dan
3) Penyidikan tentang cara hidup dan aturan perilaku.
Pada pengertian pertama, kita berbicara tentang etika Buddha atau Kristen; pada
pengertian kedua, kita berbicara tentang etika profesional dan perilaku yang tidak
beretika. Pada pengertian ketiga, etika adalah cabang filsafat yang sering diberi nama
khusus metaethics. Moralitas dan kode etik didefinisikan dalam Encyclopedia of Philosophy
sebagai istilah yang mengandung empat karakteristik :
1) Keyakinan tentang sifat manusia;
2) Keyakinan tentang cita-cita, tentang apa yang baik atau diinginkan, atau kelayakan untuk
mengejar kepentingan diri sendiri;
3) Aturan yang menjelaskan apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya
4) Motif yang cenderung membuat kita memilih jalan yang benar atau salah
Masing-masing dari keempat aspek tersebut akan dibahas dengan menggunakan
empat teori etika utama yang diterapkan oleh orang-orang dalam pengambilan keputusan etis
dalam lingkungan bisnis yaitu utilitarianisme, deontologi, kesetaran dan keadilan kewajaran,
serta etika kebajikan. Setiap teori memberikan penekanan yang berbeda pada keempat
karakteristik tersebut. Meskipun setiap teori menekankan aspek kode etik yang berbeda,
semua teori tersebut memiliki banyak fitur-fitur umum, terutama kepedulian
terhadap apa yang seharusnya dan yang tidak seharusnya dilakukan. Sebagian besar orang,
sepanjang waktu, mengetahui perbedaan yang benar dan salah. Dilema etika jarang sekali
melibatkan pemilihan diantara kedua alternatif yang sebenarnya. Sebaliknya, dilema etika
biasanya muncul karena tidak adanya pilihan yang seluruhnya benar. Sebaliknya, ada
alasan-alasan kuat untuk setiap alternatif, jadi terserah kepada individu untuk
memutuskan alternatif mana yang akan dipilih. Figur 1 menampilkan panduan dalam
membuat keputusan etis. Meskipun ada banyak teori etika lainnya, teori-teori ini
termasuk salah satu yang sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan etis dalam
konteks bisnis. Namun demikian, kadang-kadang kita tidak melakukan apa yang kita
putuskan harus dilakukan. Dalam bisnis, ada banyak kendala yang mempengaruhi apakah
seorang pembuat keputusan benar-benar melakukan hal yang benar. Faktor-faktor yang
meringankan ini dapat dikelompokkan menjadi kendala organisasi dan karakteristik pribadi.
Kendala organisasi termasuk sistem imbalan, budaya organisasi, dan sifat kepemimpinan
perusahaan.
Karakteristik pribadi yang mempengaruhi individu untuk benar-benar melakukan apa
yang diketahuinya sebenarnya meliputi kesalahan pemahaman tentang bisnis, komitmen
berlebihan untuk perusahaan, dan ketidakdewasaan etika. Ada berbagai tindakan-tindakan
loyalitas lain yang sesat bagi perusahaan. Walaupun demikian, kendala pribadi yang paling
penting adalah ketidakdewasaan etika. Seperti kematangan fisik, kedewasaan etika datang
seiring dengan usia dan pengalaman.

Etika dan Bisnis

Pemahaman selama ini tentang bisnis yang haruslah menguntungkan mengakibatkan


perusahaan selalu mengutamakan keuntungan. Akibatnya, tujuan utama dari perusahaan yang
mencari keuntungan adalah untuk tetap bertahan dalam bisnis. Hal itu dilakukan dengan
menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat secara efektif dan efisien.
Hal tersebut merupakan tujuan mendasar dari bisnis, tetapi bukan satu-satunya tujuan, dan
tidak boleh dikejar dengan biaya sebesar apapun. Laba adalah konsekuensi dari melakukan
bisnis dengan baik. Akan tetapi, bisnis juga harus mematuhi hukum dan peraturan yang
berlaku sebagai batas minimal. Tanggung jawab bisnis yang ketiga dan keempat adalah harus
bertanggung jawab secara etika dan sosial.
Tiga penjelasan paling umum mengapa individu harus beretika didasarkan
pada pandangan tentang agama, hubungan kita dengan orang lain, dan persepsi kita tentang
diri kita sendiri. Seperti yang telah disebutkan, salah satu definisi dari etika adalah hal itu ada
kaitannya dengan pola bagaimana kita harus menjalani hidup kita berdasarkan prinsip-prinsip
agama. Lainnya percaya bahwa etika tidak ada hubungannya dengan agama. Sebaliknya
etika berhubungan dengan bagaimana kita menghargai orang lain, ditunjukkan melalui
kasih, simpati, kebaikan, dan sejenisnya. Kita adalah makhluk sosial yang hidup
bermasyarakat dengan orang lain. Kita secara alami mengembangkan ikatan emosional yang
kuat dengan orang lain, yang sering kita tunjukkan melalui tindakan kasih sayang dan
pengorbanan diri. Sementara itu, yang lain percaya bahwa kita berperilaku etis karena
kepentingan pribadi.
Pandangan terakhir ini menarik bagi banyak pengusaha. Karakteristik pertama dari
moralitas, sebagaimana didefiniskan sebelumnya, berkaitan dengan keyakinan tentang
sifat orang. Walapun kita hidup dengan orang lain dalam masyarakat, masing-masing diri
kita menjalani hidup pribadi yang unik. Namun, ada perbedaan antara kepentingan pribadi
dan keegoisan. Keegoisan hanya menyangkut individu, dan menempatkan kebutuhan
dan kepentingan individu diatas kebutuhan dan kepentingan orang lain. Sebaliknya,
kepentingan pribadi adalah suatu ketertarikan terhadap kepentingan diri, bukan untuk diri
sendiri. Kepentingan sendiri lebih mengacu kepada ketertarikan kepada seluruh
kepentingan yang berkaitan
dengan individu, misalnya keluarga, teman-teman, dan lainnya. Kepentingan
pribadi memiliki hubungan erat dengan perilaku ekonomi.

Kepentingan Pribadi dan Ekonomi

Konsep kepentingan pribadi memiliki tradisi panjang dalam filosofi empiris Inggris untuk
menjelaskan keharmonisan sosial dan kerja sama ekonomi.
1. Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes berpendapat bahwa kepentingan pribadi memotivasi orang untuk
membentuk masyarakat sipil yang damai. Ia mulai dengan pengamatan bahwa orang- orang
memiliki beberapa keinginan alami:
a. Perlindungan diri
b. Kepentingan jangka pendek mereka
Beberapa orang mungkin menginginkan hal yang baik sekarang dan bersedia untuk
mendapatkannya dengan cara apapun. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan
perang dan konflik karena orang bersaing untuk hal yang sama. Ketika orang-orang didorong
oleh keinginan pribadi mereka, hal anarki mungkin saja terjadi. Jika tindakan anarki terjadi,
maka tidak ada kesejahteraan ekonomi dan tatanan sosial yang beradab. Perdamaian,
sebaliknya merupakan ketertarikan jangka panjang terpenting bagi setiap orang. Perdamaian
berarti menerima aturan yang membatasi kebebasan individu. Orang mendorong harga ke
titik dimana pasar menjadi jelas, yaitu semua barang tersedia siap untuk dijual dengan harga
yang bisa dibayar oleh konsumen dan vendor bersedia untuk menerima pembayaran atas
produk mereka. Seseorang yang memiliki keinginan pribadi maka akan berusaha untuk
mengenali emosi orang lain dan berusaha untuk membangun hubungan baik dengan orang
lain. Kita menginginkan penerimaan mereka dan tidak menginginkan celaan mereka.
Hal ini menjadi dasar untuk bertindak penuh kebajikan dan keadilan sosial. Bagi Smith,
individu tidak bertindak keluar dari batas keegoisan, tetapi sedikit keluar dari simpati untuk
diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain, etika perilaku didasarkan pada sentiment
terhadap simpati, yang selanjutnya membatasi kepentingan pribadi yang tak terkendali.

Bagaimana hal ini berhubungan dengan teori ekonominya?


1. Ekonomi merupakan kegiatan kerja sama sosial
Penjual dan pembeli bekerja demi tujuan umum, memuaskan kebutuhan mereka pada
harga yang disepakati bersama. Bisnis merupakan aktivitas sosial, dan masyarakat beroperasi
dengan prinsip-prinsip etika.
2. Pasar bersifat kompetitif, bukan permusuhan.
Perdagangan bergantung pada permainan yang adil, menghormati kontrak, dan kerja sama
yang saling menguntungkan. Akhirnya, etika membatasi oportunisme ekonomi. Etika
menjaga batas keegoisan dan keserakahan tak terkendali tetap berada dalam jalurnya.
Menurut Smith, individu mengikuti pedoman etika demi kebaikan masyarakat.
Secara analogi, mereka juga harus mengikuti pedoman etika demi kebaikan
perekonomian.
Etika, Bisnis, dan Hukum

Bisnis

Hukum Etika

1. Aspek kegiatan usaha yang tidak tercakup oleh hukum dan etika
Contoh: di Amerika Aset disajikan di sisi kiri neraca sementara Kewajiban dan Ekuitas di sisi
kanan, penyajian di Inggris berbeda
2. Mencakup hukum yang tidak berhubungan dengan etika dan bisnis
Contoh: Mengemudi di sisi sebelah kanan adalah hokum kenyamanan, di Inggris
dan Austrasia hukum tersebut dibalik
3. Etika pelarangan yang tidak berhubungan dengan bisnis dan tidak ilegal
Contoh: berbohong
4. Berbagai peraturan dan hukum yang harus diikuti oleh perusahaan
Contoh: Undang-undang yang disahkan oleh pemerintah, lembaga-lembaga regulator,
asosiasi professional, dan sejenisnya
5. Tumpang tindih antara hukum dan etika
Contoh: larangan terhadap pembunuhan
6. Tumpang tindih antara aktivitas bisnis dan norma-norma etika
Contoh: Etika perilaku yang baik menentukan keberhasilan suatu bisnis
7. Area perpotongan hukum, etika, dan bisnis, biasanya hanya menjadi masalah jika hukum
mengatakan satu hal sementara etika mengatakan sebaliknya
Contoh: Pada masa Nazi Jerman, terdapat hukum yang mendorong eksploitasi kaum Yahudi,
yaitu karyawan Yahudi tidak perlu dibayar. Disatu sisi aturan untuk
mengeksploitasi Yahudi memang diijinkan dan menguntungkan para pelaku bisnis. Tapi di
sisi lain, pelaku bisnis juga mengalami dilemma etika karena mengetahui bahwa eksploitasi
terhadap suatu kaum adalah suatu tindakan yang tidak beretika.

Teori-Teori Etika Utama yang Berguna dalam Menyelesaikan Dilema Etika

1. Teleologi: Utilitarianisme dan Konsekuensialisme-Analisis Dampak


John Locke (1632-1704), Jeremy Bentham (1748-1832), James Mill (1773-1836), dan
John Stuart Mill (1806-1873) melihat etika dari perspektif teleologi. Teleologi berasal dari
bahasa Yunani telos yang berarti akhir, konsekuensi, hasil. Sehingga teori teleologi adalah
teori yang mempelajari etika perilaku dalam hal akibat atau konsekuensi dari keputusan etis.
Teleologi cocok untuk banyak pelaku bisnis yang berorientasi hasil karena berfokus pada
dampak dari pengambilan keputusan. Teleologi mengevaluasi keputusan sebagai baik atau
buruk, diterima atau tidak diterima, dalam hal konsekuensi dari keputusan tersebut.
Keputusan etis berkaitan dengan benar atau salah ketika keputusan tersebut
mengakibatkan keputusan yang positif atau negative. Keputusan yang baik, secara etika
memberikan hasil yang positif, sedangkan keputusan yang buruk secara etika
menghasilkan sesuatu yang kurang positif atau konsekuensi negatif. Dengan kata lain,
penilaian benar dan salah, atau kebenaran etika hanya didasarkan pada apakah hal baik atau
buruk terjadi atau tidak.
Teleologi memiliki artikulasi yang jelas dalam utilitarianisme. Dalam Utilitarianism, Mill
menulis “... tindakan merupakan hal yang benar sesuai porsinya jika cenderung untuk
meningkatkan kebahagiaan, salah jika tindakan tersebut cenderung menghasilkan kebalikan
dari kebahagiaan...” Utilitarianisme mendefinisikan bahwa tindakan yang benar secara etika
adalah salah satu yang menghasilkan sejumlah kesenangan terbesar atau jumlah rasa sakit
terkecil.
Berbeda dengan Utilitarianisme yang mengukur kesenangan dan rasa sakit pada
tingkat masyarakat, hedonism berfokus pada individu dan mencari jumlah terbesar
kesenangan pribadi atau kebahagiaan pribadi. Epicurus menyatakan bahwa tujuan hidup
adalah keamanan dan kesenangan abadi, sebuah kehidupan dimana rasa sakit diterima jika
rasa sakit itu menyebabkan kesenangan yang lebih besar, dan kesenangan akan ditolak jika
menyebabkan rasa sakit yang lebh besar. Jika menggunakan utilitarianisme, pembuat
keputusan harus mengambil perspektif yang luas tentang siapapun, dalam
masyarakat, tidak hanya memihak salah satu pihak. Akhirnya, para pengambil keputusan
harus tidak memihak dan tidak memberi beban ekstra terhadap perasaan pribadi ketika
menghitung keseluruhan kemungkinan bersih konsekuensi dari sebuah keputusan.

Undang-Undang dan Peraturan Utilitarianisme


Seiring waktu, utilitarianisme telah berkembang di sepanjang dua jalur utama:
Jalur Undang-undang Utilitarianisme, kadang-kadang disebut sebagai konsekuensialisme.
Jalur ini menganggap bahwa sebuah tindakan baik atau benar secara etika jika tindakan
tersebut mungkin menghasilkan keseimbangan kebaikan yang lebih besar atas kejahatan.
Peraturan utilitarianisme, di sisi lain, mengatakan bahwa kita harus mengikuti aturan yang
mungkin akan menghasilkan keseimbangan kebaikan yang lebih besar atas kejahatan dan
menghindari aturan yang mungkin akan menghasilkan sebaliknya. Peraturan
utilitarianisme bagaimanapun lebih sederhana. Peraturan tersebut mengakui bahwa
pengabilan keputusan oleh manusia sering dipandu oleh aturan-aturan. Jadi, prinsip
penuntun untuk aturan utilitarian adalah mengikuti aturan yang cenderung menghasilkan
sejumlah besar kesenangan terhadap rasa sakit untuk sejumlah besar orang yang mungkin
akan terpengaruh oleh tindakan.

Sarana dan Tujuan Akhir

Prinsip utilitarianisme mempromosikan jumlah terbesar kebahagiaan untuk


sejumlah besar orang, tidak berarti bahwa akhirnya membenarkan sarana. Namun, hal yang
bergaris bawah adalam teori politik, bukan prinsip etika. Salah satu pendukung utama prinsip
ini adalah Niccolo Machiavelli (1469-1527), yang menulis Prince untuk Lorenzo Medici
sebagai pedoman untuk mempertahankan kekuasaan politik dengan menghalalkan segala
cara. Dalam dunia bisnis, menghalalkan segala cara kerap dilakukan, contohnya dengan
keputusan CEO yang memiliki dampak mendalam bagi kehidupan orang lain, seperti limbah
beracun, produk berbahaya dan kondisi kerja, polusi serta masalah lingkungan lainnya sering
dipertahankan atas dasar menghalalkan segala cara Prinsip politik-tujuan akhir
menghalalkan cara-bukan teori etika. Pertama, prinsip tersebut salah mengasumsikan
bahwa cara dan tujuan setara secara etika, dan kedua, prinsip tersebut salah mengasumsikan
bahwa hanya ada satu cara untuk mencapai tujuan akhir. Hal yang lebih penting, tujuan
menghalalkan cara sering menyiratkan bahwa hanya ada satu cara untuk mencapai tujuan
akhir atau bahwa jika ada berbagai cara untuk mencapai akhir, maka semua sarana yang ada
setara secara etika.
Beberapa orang menyalahgunakan utilitarianisme dengan mengatakan tujuan
menghalalkan segala cara. Namun, ini adalah sebuah aplikasi yang tidak tepat dari teori etika.
Daya tarik keseluruhan utilitarinisme adalah bahwa hal ini tampak cukup
sederhana sedangkan perimbangan penuh dari semua konsekuensi merupakan hal yang
menantang jika menginginkan hasil yang komprehensif. Alternatif etika yang terbaik
adalah yang memberikan kesenangan terbesar bagi semua pihak. Manajer dibiasakan untuk
membuat keputusan dalam kondisi yang tidak pasti, menilai kemungkinan
konsekuensi untuk pemangku kepentingan yang diidentifikasi dan kemudian memilih
alternatif yang mungkin akan memiliki hasil bersih terbaik bagi semua pihak.

Kelemahan dalam Utilitarianisme


1. Utilitarinisme mengandaikan bahwa hal-hal seperti kebahagiaan, utilitas, kesenangan, sakit
dan penderitaan bisa diukur dengan uang. Akuntan sangat pandai mengukur transaksi
ekonomi, karena mereka mempunyai uang sebagai standar pengukuran yang seragam.
Namun, tidak ada pengukuran umum untuk kebahagiaan.
2. Masalah distribusi dan integritas terhadap kebahagiaan. Prinsip utilitarian adalah untuk
menghasilkan sebanyak mungkin kebahagiaan itu kepada sebanyak mungkin orang.
Haruskah CEO menaikkan sedikit upah tapi merata kepada semua karyawan, yang akan
membuat mereka sedikit lebih bahagia atau dengan menggandakan gaji dari tim
manajemen puncak ?
3. Masalah ruang lingkup. Seberapa banyak orang yang harus disertakan?
Contohnya pemanasan global dan polusi. Kebahagiaan jangka pendek generasi sekarang
bisa berimbas pada penderitaan generasi mendatang. Hal ini telah digambarkan Al Gore
dalam buku dan videonya Inconvenient Truth, dimana ia menunjukkan bagaimana polusi
menyebabkan pemanasan global dan bahwa kita mencapai titik dimana
peremajaan lingkungan kita mungkin tidak dapat dilakukan. Utilirianisme dengan
sendirinya tidak cukup untuk menghasilkan keputusan etis yang komprehensif. Untuk
mengatasi masalah ini, sebuah teori etika alternatif, deontology, menilai etikalitas pada
motivasi pembuat keputusan bukan pada konsekuensi dari keputusan tersebut.

II. Etika Deontologi

Deontologi mengevaluasi perilaku berdasarkan motivasi pembuat keputusan,


dan menurut prinsip deontologi tindakan dapat dibenarkan secara etika meskipun
tidak menghasilkan keuntungan bersih atas kebaikan terhadap kejahatan bagi para
pengambil keputusan atau bagi masyarakat secara keseluruhan. Hal ini membuatnya menjadi
pelengkap untuk utilitarianisme karena tindakannyang memenuhi kedua teori dapat dikatakan
memiliki sebuah kesempatan untuk menjadi beretika.
Immanuel Kant (1724-1804) memberikan artikulasi yang jelas dari teori ini
dalam risalahnya Groundwork of the Metaphysicsof Moral. Bagi Kant, satu-satunya baik
yang tanpa pengecualian hanyalah iktikad baik, iktikad ini mengikuti alasan apa yang
menentukan tanpa memedulikan konsekuensinya pada diri sendiri.
Kant mengembangkan dua hukum untuk menilai etikalitas, antara lain :
1. Imperatif Kategoris (Categorical Imperative)
“Saya aeharusnya tidak pernah bertindak kecuala saya juga bisa membuat maksim saya
menjadi hukum universal. Hal tersebut merupakan prinsip tertinggi moralitas. Ada 2 aspek
dari Imperatif Kategoris, pertama, Kant menganggap bahwa hukum memerlukan suatu
kewajiban. Jadi setiap tindakan etika yang wajib dilakukan oleh seseorang harus sesuai
dengan hukum atau maksim etika . yang kedua, adalah tindakan benar secara
etika jika pepatah tersebut dapat diuniversalkan secara konsisten.
2. Imperatif Praktis ( Practical Imperative)
“Berlakulah dengan cara yang sama dengan Anda memperlakukan kemanusiaan, baik
dalam diri anda sendiri atau pada pribadi lainnya, tidak sesederhana cara, tetapi selalu
pada saat yang sama dengan tujuan akhir”

Kelemahan Deontologi
Masalah mendasar adalah bahwa imperative kategoris tidak memberikan panduan
yang jelas untuk menentukan mana yang benar dan yang salah jika dua atau lebih hukum
moral mengalami konflik dan hanya satu yang dapat diikuti. Satu-satunya hal yang penting
adalah niat dari pembuat keputusan dan kepatuhan para pengambil keputusan untuk
mematuhi imperative kategoris seraya memperlakukan seseorang sebagai tujuan bukan
sebagai sarana untuk mencapai tujuan.

III. Keadilan dan Kewajaran – Memeriksa Saldo


Filsuf Inggris, David Hume (1771-1776) berpendapat bahwa kebutuhan akan keadilan
terjadi karena dua alasan : orang tidak selalu bermanfaat dan terdapat sumber daya yang
langka. Kemuadian ini adalah makna keadilan untuk memberikan atau
mengalokasikan manfaat dan beban berdasarkan alasan rasional. Ada juga dua aspek
keadilan, yaitu keadilan procedural (proses untuk menentukan alokasi) dan keadilan
distributive (alokasi yang sebenarnya).

Keadilan Prosedural
Keadilan Prosedural berfokus pada bagaimana keadilan diberikan. Aspek utama dari
sistem hukum yang adil adalah bahwa prosedurnya adil dan transparan. Blind
justice (keadilan tidak pandang bulu) dimana semua diperlakukan secara adil di hadapan
hukum. Kedua belah pihak mengajukan klaim dan alasan mereka, dan hakim memutuskan.

Keadilan Distributif
Aristoteles (384-322 SM) berpendapat bahwa suatu hal yang setara harus
diperlakukan sama, dan suatu hal yang tidak setara harus diperlakukan berbeda sesuai dengan
proporsi perbedaan relevan di antara mereka. Dalam keadilan distribusi, terdapat 3 kriteria
utama untuk menentukkan distribusi yang adil, yaitu
a. Keadilan distribusi berdasarkan pada kebutuhan.
b. Keadilan distribusi berdasarkan pada kesetaraan aritmatika.
c. Keadilan distribusi berdasarkan prestasi.

Keadilan sebagai Kewajaran


Dikemukakan oleh John Rawis berdasarkan pada asumsi dasar bahwa konflik
yang melibatkan masalah keadilan pertama haruslah dihadapi dengan membuat metode yang
tepat dalam memilih prinsip-prinsip untuk menanganinya. Setelah metode ini dibuat prinsip
yang kita pilih dengan menggunakan metode itu haruslah mampu berperan
sebagai prinsip
keadilan distributif. Rawls menyatakan bahwa distribusi keuntungan dan beban dalam suatu
masyarakat adalah jika,dan hanya jika :
1. Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar paling ekstensif yang dalam hal
ini mirip dengan kebebasan untuk semua orang.
2. Ketidakadilan sosial dan ekonomi diatur sedemikian sehingga keduanya :
a. Mampu memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang
beruntung.
b. Ditangani dalam lembaga dan jabatan yang terbuka bagi semua orang berdasrkan prinsip
persamaan hak dalam memperoleh kesempatan.

Prinsip 1) disebut prinsip kebebasan sederajat yang pada intinya prinsip ini mengatakan
bahwa kebebasan setiap warga negara harus lah dilindungi dari gangguan orang alian dan
harus lah sederajat anatara orang yang satu dengan orang yang lain.
Bagian a) prinsip kedua disebut prinsip perbedaan yang mengasumsikan bahwa sebuah
masyarakat yang produktif memang harus memasukkan sejumlah ketidaksamaan. Namun
selanjutnya perlu mangambil langkah-langkah untuk memperbaiki posisi kelompok paling
bawah seperti orang yang sakit atau cacat.
Bagian b)
prinsip 2) disebut prinsip kesamaan hak dalam memperoleh kesempatan yang mengatakan
bahwa setiap orang harus lah memilki hak yang sama dalam memperoleh jabatan penting
dalam berbagai lembaga masyarakat. Ini bukan hanya berarti kualifikasi kerja harus lah
sesuai persyaratan kerja, namun juga setiap orang berhak memeperoleh akses pelatihan dan
pendidikan yang diperlukan untuk memperoleh pekerjaan yang mereka inginkan.

IV. Etika Kebajikan-Meneliti Kebajikan yang Diharapkan

Aristoteles berpikir bahwa kita dapat memahami dan mengidentifikasi kebajikan


dengan mengatur karakteristik manusia pada tiga hal, dengan dua hal yang ekstrem adalah
menjadi jahat dan yang tengah menjadi baik. Bagi Aristoteles, keberanian adalah
sarana antara pengecut dan tindakan gegabah; kesederhanaan adalah antara kepuasan
diri dan ketidaksensitifan. Kebajikan adalah golden mean, yang berarti jalan di antara posisi
ekstream yang akan bervariasi tergantung pada keadaan. Etika kebajikan menyangkal
dikotomi palsu seperti, pilih antara bisnis atau etika; Anda ingin berbuat baik atau mendapat
keuntungan; Anda tinggalkan nilai-nilai pribadi di pintu saat anda pergi kerja. Keuntungan
dari etika kebajikan adalah bahwa hal itu memerlukan pandangan yang lebih luas untuk
mengakui bahwa pengambilan keputusan memiliki berbagai karakter.

Kelemahan Etika Kebajikan


Ada dua masalah yang berkaitan dengan etika kebajikan. Apa saja yang harus dimiliki
oleh pelaku bisnis dan bagaimana kebajikan ditunjukkan dalam tempat kerja? Bertrand
Russell berpikir bahwa daftar Aristoteles berlaku untuk masyarakat paruh baya yang
terhormat karena tidak memiliki semangat dan antusiasme dan tampaknya berdasarkan diri
pada prinsip kehati-hatian dan tidak berlebihan. Daftar ini juga dapat mewakili nilai nilai
akuntan kelas menengah. Namun, masalah dengan etika kebajikan adalah bahwa kita tidak
dapat menyusun daftar panjang dari kebajikan dan kebajikan mungkin hanya berlaku pada
situasi tertentu. Imajinasi Moral Manajer bisnis diharapkan dapat membuat keputusan yang
sulit. Manajer harus kreatif dan berinovasi dalam solusi mereka sehingga bisa
membantu memecahkan masalah bisnis praktik. Mereka harus benar-benar kreatif ketika
menyangkut masalah etika. Para manajer harus menggunakan imajinasi moral mereka untuk
menentukan alternatif etika yang sama- sama menguntungkan (win-win solution). Artinya,
keputusan haruslah berdampak baik untuk individu, baik bagi perusahaan dan baik untuk
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai