Pembimbing :
Kapten CKM dr. Mulya Imansyah, Sp.OT
Disusun Oleh :
Andri Yanuardi 1710221088
Safrilia Gandhi 1710221xxx
LAPORAN KASUS
FRAKTUR TERTUTUP FEMUR DEXTRA
Disusun Oleh:
Andri Yanuardi 1710221088
Safrilia Gandhi 1710221xxx
Dosen Pembimbing
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus dengan judul “Fraktur
Tertutup Femur Dextra”. Laporan kasus ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai Fraktur Tertutup Femur Dextra dan merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit
Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing, dr. Mulya Imansyah, Sp.OT yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan
kasus ini dari awal hingga selesai. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan
kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa yang
akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua.
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Ny. SM
Usia : 63 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Grabag
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : 20 September 2018
Bangsal : Cempaka
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 September 2018.
Keluhan Utama : Nyeri pada paha kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RST Soedjono post terjatuh dari ketinggian, pasien mengeluhkan
kaki kanan pasien terasa nyeri dan sulit digerakkan. Tidak ada luka lecet, darah memar (-
), darah (-), bengkak (+) pada paha kanan. Pasien terjatuh saat sedang naik tangga. Pasien
sadar saat kejadian dan mengingat semua kejadian tersebut. Pasien menyangkal adanya
pusing, kejang, muntah, dan pingsan. Pasien menyangkal mengalami benturan pada
kepala maupun bagian tubuh lainnya. Pasien kemudian dibawa ke RST Soedjono
Magelang.
Thorax
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba tak kuat angkat
- Perkusi : Batas kanan ICS V LS dextra
Batas atas ICS II LPS sinistra
Batas pinggang ICS III LPS sinistra
Batas kiri ICS V 2 cm ke medial LMC sinistra
- Auskultasi : irama reguler, bising (-)
Paru
- Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi otot bantu (-)
- Palpasi : Sterm fremitus kanan = kiri,
ketinggalan gerak (-)
- Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru kanan dan
kiri
- Auskultasi : Suara dasar : vesikuler
Suara tambahan : -
Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tak
teraba
Genetalia : dbn
Ekstremitas :
Superior Inferior
Warna Sawo matang Sawo matang
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capp refill <2’/<2’ <2’/<2’
B. Status Lokalis
Regio Femur Dextra
- Look : Bone expose (-), swelling (+), hemartrosis (-), deformitas
(+)
- Feel : Nyeri tekan (+), krepitasi (+), pulsasi A.Poplitea dan
A.Dorsalis pedis (+), perabaan hangat (+), sensasi (+),
capp refill (< 2’)
- Move : gerakan aktif dan pasif terhambat, gerakan abduksi dan
adduksi tungkai kanan terhambat, nyeri saat digerakkan.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Foto Femur Dextra AP/Lat
Interpretasi Ro :
- Fracture complete oblique femur dextra 1/3 media, aposisi tidak baik
- Tidak tampak dislokasi
- Fabella
- OA Genu Dextra
A : Alignment dan Aposisi kurang baik
B : Bone (terdapat fraktur os femur dextra dengan garis fraktur complete oblique)
C : Cartilago (cartilago intraartikuler baik)
S : Soft tissue (tidak tampak adanya kerusakan soft tissue)
a. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 21-10-2018)
Hb : 12 g / dl (11-16,5 g/dl)
Ht : 38,6 % (35-50 %)
Eritrosit : 4,32 juta / μl (3,8-5,8 juta / μl)
MCV : 82,1 fl (80-97 fl)
MCH : 28 pg (26,5-33,5 pg)
MCHC : 34,4 g / dl (31,5-35 g/dl)
Leukosit : 9.800 / μl (3,5-10 ribu / μl)
Trombosit : 211.000 / μl (150-390 ribu / μl)
PDW : 11.2 fl (0,1- 99,9 fl)
PCT : 0,16 % (0,01-9,99 %)
LPCR : 14,5 % (0,1-99,9 %)
Urea : 28 mg/dl (17-43 mg/dl)
Creatinin : 0.9 mg/dl (0,9-1,3 mg/dl)
GDS : 127 mg/dl (70-170 md/dl)
CT : 14’
BT : 2’
V. ASSESMENT
- Fraktur Tertutup Femur Dextra
VI. PLANNING
Non-Farmakologi: Bidai, Plan operasi ORIF femur
Farmakologi:
Infus RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 3x1 amp
Inj. Ranitidine 2x1 amp
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
LAPORAN OPERASI
Laporan operasi 24 September 2018
1. Pasien posisi left lateral decubitis dalam stadium anastesi dilakukan praping dan
draping.
2. Dilakukan incise lateral approach femur.
3. Incisi diperdalam lapis demi lapis cuis subcutis, fascia, muscle, dan sampai
tampak fracture site.
4. Dilakukan pembersihan punctum distal dalam fracture site.
5. Dilakukan reduksi dari fracture site.
6. Fiksasi fracture site broad plate to hole dan 9 buah screw.
7. Cuci luka, kontrol perdarahan.
8. Kompres luka dengan sterobach selama 5 menit.
9. Pasang drain
10. Jahit
11. Operasi selesai
1.2 Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Cedera Traumatic
Cedera traumatic dapat disebabkan oleh:
1.Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang patah secara sepontan.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2.Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3.Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut:
1.Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progresif.
2.Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri;
3.Rakhitis adalah suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorb Vitamin
D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbs Vitamin
D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara Spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio
dan orang yang bertugas dikemiliteran.
b. Fraktur Terbuka
Ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah
dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu:
1) Derajat I: bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
2) Derajat II: lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan
dari luar.
3) Derajat III: lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
Pada pemeriksaan fisik regional fraktur batang terbuka, pada umumnya
didapatkan hal berikut ini.
Look
Terlihat adanya luka terbuka pada baha terbuka pada paha dengan deformitas
yang jelas. Kaji beberapa luas kerusakan jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah
pada luka terbuka ada fragmen tulang yang keluar dan apakah terdapat adanya
kerusakan pada arteri yang beresiko akan meningkatkan respons syok
hipovolemik. Pada fase awal trauma sering di dapatkan adanya serpihan didalam
luka terutama pada trauma kecelakaan lalu lintas darat yang mempunyai indikasi
pada resiko tinggi infeksi.
Feel
Adanya keluhan nyeri tekan dan adanya krepitasi.
Move
Gerakan pada daerah tungkai yang patah tidak boleh dilakukan karena akan
memberikan respons trauma pada jaringan lunak di sekitar ujung fragmen tulang
yang patah. Pasien terlihat tidak mampu melakukan pergerakan pada sisi paha
yang patah.
5) Fraktur Intercondylair
Fraktur ini jarng dan biasanya terjadi sebagai akibat jatuh dengan lutut dalam
keadan fleksi dari ketinggian. Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur
supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
1.5 Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh
karena perlukaan kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya terjadi
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah puti dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ke tempat tersebut, aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut
syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat
menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakinatkan kerusakan syaraf
perifer. Bila tidakterkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan
rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
compartment.
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu:
1) Fase Hematum
a. Dalam waktu 24 jam timbul pedarahan, edema, hematume disekitar
fraktur.
b. Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat.
2) Fase Granulasi Jaringan
a. Terjadi 1-5 hari setelah injury.
b. Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis.
c. Hematoma berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh
darah baru fogoblast dan osteoblast.
3) Fase Formasi Callus
a. Terjadi 6-10 hari setelah injuri.
b. Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus.
4) Fase Ossificasi
a. Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh.
b. Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam
kalsium yang menyatukan tulang yang patah.
5) Fase Consolodasi dan Remodelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan
oksifitas osteoblast dan osteoclast.
1.6 Pemeriksan Diagnostik
1.Foto Rontgen
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung.
b. Mengetahui tempat dan tipe fraktur.
c. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodic.
2.Scan Tulang, Tomography, CT-Scan, MRI
Dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3.Arteriogram
Dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskuler.
4.CCT
Dilakukan bila banyak kerusakan otot.
5.Hitung Darah Lengkap
HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP
adalah respon stress normal setelah trauma.
6.Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
7.Profil Koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfuse multiple atau cedera hati.
1.7 Talaksanaan
Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur, yaitu:
a. Rekognisi (pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnose
dan tindakan selanjutnya, mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan: lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk
pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak.
Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
b. Reduksi (manipulasi/reposisi)
Reduksi adalah uasaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk
memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.
Reduksi fraktur dapatdilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi
terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan.
c. Retensi (imobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin, dan teknik gips atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan duat atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada begian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik
ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi
juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan, harus segera dimulai
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan
mobilisasi. Selain konsep dasar tersebut terdapat beberapa penatalaksanaan
fraktur, diantaranya:
1) Terapi konservatif
a. Proteksi.
b. Imobilisasi saja tanpa reposisi.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips/traksi.
2) Terapi operatif: ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Indikasi ORIF:
a. Fraktur yang tidak bias sembuh atau bahaya avaskuler nekrosis tinggi.
b. Fraktuk yang tidak bias direposisi tertutup.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman member hasil yang
e. lebih baik dengan operasi.
f. Excisional Arthroplasty.
Keuntungan ORIF:
- Reduksi akurat.
- Stabilitas reduksi tinggi.
- Pemeriksaan struktur neurovaskuler.
- Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal.
- Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih
cepat.
- Rawat inap lebih singkat.
- Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal.
Kerugian ORIF:
- Kemungkinan terjadi infeksi.
- Osteomielitis.
3) Terapi medis
a. Pemberian obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone.
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut.
c. Bedrest, fisioterapi.
2.8 Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam
setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam jam atau lebih, dan
sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent
jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari Fraktur femur yaitu:
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak
dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang
merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah
dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur
pelvis.
b. Emboli Lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,fraktur multiple atau cidera remuk dapat
terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat
terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolaminyang di
lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan
terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung
dengan trombosit membentuk 15emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh
darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain.Awitan dan gejalanya
yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah
cidera gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia.
c. Sindrom Kompartemen (Volkmann’s Ischemia)
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen
osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut.
Ruangan tersebut terisi olehotot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkusoleh
tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium.
Sindrom kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat,
disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen
terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama
mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
d. Nekrosis Avaskular Tulang
Cedera baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia tulang
yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskulerini sering dijumpai
pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os.
Talus.
e. Atrofi Otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal.
Mengecilnya otottersebut terjadi karena selselspesifik yaitu sel-sel parenkim yang
menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi
akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran
darah tidak adekuat ke jaringan otot.
BAB III
AFTER CARE PATIENT
III.1 After Care Pasien
After Care Patien (ACP) adalah pelayanan yang terintergritas dengan meninjau
pada lingkungan demi menjamin kesembuhan pasien dengan melihat
permasalahan yang ada pada pasien dan mengidentifikasi fungsi dalam anggota
keluarga serta memberikan edukasi kepada pasien mengenai gaya hidup sehat.
III.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya after care patient adalah untuk melihat perkembangan
kesembuhan pasien, kontrol pengobatan pasien dan edukasi kepada pasien
mengenai penyakitnya.
e. Fungsi Religius
Pasien beragama islam dan mengerjakan sholat 5 waktu.
Head to Toe:
- Ekstremitas: 5555 5555 , CRT <2
4444 5555
Status Lokalis: (Femoralis Dextra)
- Inspeksi : (-) edema, (-) rembesan darah
- Palpasi : (-) nyeri tekan
Assesment
Post ORIF Femur Dextra H+17 hari
Planning
Edukasi terhadap keluarga tentang kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA
1.Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol.
2). Jakarta: EGC.
2.Desiartama, A., & Aryana, I. W. (2017). GAMBARAN KARAKTERISTIK
PASIEN FRAKTUR FEMUR AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS PADA
ORANG DEWASA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR TAHUN 2013. E-JURNAL MEDIKA , VOL.6, NO.5.
3.Mansjoer, A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran (3 ed., Vol. Jilid 1). Jakarta:
Medika Aesculapius FKUI.
4.Noor, Z. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal (2 ed.). Jakarta: Salemba
Medika.
5.Parahita, P. S., & Kurniyanta, P. (n.d.). PENATALAKSANAAN
KEGAWATDARURATAN PADA CEDERA FRAKTUR EKSTREMITAS.
6.Price, S. A., & Wilson, L. M. (1995). Buku 1 Patofisiologi "Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit" (8 ed.). Jakarta: EGC.
7.Sjamsuhidajat. (2004). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.