Anda di halaman 1dari 43

PRESENTASI KASUS

EPIDURAL HEMATOMA

DISUSUN OLEH:
Safrilia Gandhi 1710221079
Aulia Khairunnissa 1710221067

PEMBIMBING :
L e t ko l C K M d r. A d i t ya W i c a k s a n a , S P. B S

K E PA N I T E R A A N K L I N I K D E PA RT E M E N B E DA H
R S T D R . S O E D J O N O M AG E L A N G
FA K U LTA S K E D O K T E R A N U N I V E R S I TA S P E M B A N G U N A N N A S I O N A L
“ V E T E R A N ” J A K A RTA
P E R I O D E 6 AG U S T U S – 1 3 O K TO B E R 2 0 1 8
BAB I
PENDAHULUAN
• Cedera kepala adalah setiap trauma yang melukai kulit kepala, tengkorak, atau otak,yang dapat berupa
tertutup atau terbuka (penetrasi).

• Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak mengenai otak.

• Ada dua jenis utama lesi trauma serebral, yaitu lesi primer, yang dihasilkan dari dampak traumatis langsung
(trauma kepala), dan lesi sekunder yang terjadi setelah dampak langsung atau sebagai gejala sisa dari cedera
primer.

• Pada cedera dapat terjadi perdarahan intrakranial dimana terdapat penimbunan darah di dalam otak (ICH)
atau diantara otak dengan tulang tengkorak (EDH dan SDH)  dapat dilihat dengan pemeriksaan CT Scan
atau MRI.

• Di Indonesia, cedera merupakan salah satu penyebab kematian utama setelah stroke, tuberkulosis, dan
hipertensi. Proporsi bagian tubuh yang terkena cedera akibat jatuh dan kecelakaan lalu lintas salah satunya
adalah kepala.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN

 Nama : An. SA
 Usia : 8 tahun
 Status Perkawinan : Belum Menikah
 Pekerjaan : Pelajar
 Alamat : Salaman
 Jenis Kelamin : Laki laki
 Suku Bangsa : Jawa
 No. CM : 101468
 Tgl Masuk RS : 16 September 2018
II. ANAMNESIS

RPS

RPS Pasien kemudian


dirujuk ke RST
Soedjono Magelang,
RPS Beberapa saat dalam kondisi
kemudian pasien mengantuk dan
tidak sadarkan diri mengeluhkan kepala
RPS Alloanamnesis  kemudian dibawa ke
pasien kecelakaan sebelah kanannya
Puskesmas dan dari terasa nyeri.
KU karena terserempet Puskesmas dirujuk
Pasien datang ke oleh motor dari Terdapat bengkak
IGD RST Soedjono ke RSU. Saat di RSU pada kepala bagian
belakang saat Tidar pasien sempat
Magelang pada hendak menyebrang. belakang. Pasien
Penurunan tanggal 16 sadar kemudian
kesadaran post KLL Pasien terpental ± 2 tidak mengalami
September 2018 muntah dan pingsan kelemahan anggota
meter, kemudian kembali, lalu sadar
pukul 19.00 rujukan kepala sebelah gerak baik bagian
dari RSU Tidar muntah dan pingsan atas maupun bawah,
kanan pasien kembali.
dengan penurunan terbentur aspal. Saat pandangan kabur
kesadaran Post KLL kejadian pasien sesaat dan sesudah
4 jam SMRS. masih sempat sadar pasien kecelakaan.
dan mengeluh Kejang, keluar darah
kepala sebelah dari mata, hidung
kanannya sakit. dan telinga
disangkal.
II. ANAMNESIS

 R.P batuk lama :


Dahulu

A.Riwayat Sosial Ekonomi


A.Riwayat Penyakit

• R. trauma

A.Riwayat Penyakit
Keluarga
• Pasien tinggal
sebelumnya : ada disangkal anak laki-laki yang
• R.P batuk lama :  R.P asma : tinggal bersama
disangkal disangkal keluarganya.
• R.P asma :  R.P alergi :
disangkal disangkal
• R.P alergi :
disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : somnolen / GCS E3V4M5
• Tanda Vital
Tekanan darah : 110/90 mmHg
Nadi : 90 kali/menit
Suhu : 36.7C
Pernapasan : 20 x/menit
Saturasi oksigen : 99 %
III. PEMERIKSAAN FISIK

Kepala Telinga
Tampak kepala normochepal, rambut Bentuk normal, discharge (-/-), bloody
berwarna hitam, serta tidak mudah dicabut, otorrhae (-/-)
jejas (+), hematom occipital 2x2cm Mulut
Mata Bibir tidak tampak kering, sianosis (-), lidah
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), tidak ada kelainan, uvula ditengah, faring tidak
RC (+/+), palpebra edema (-/-), raccoon eyes hiperemis, tonsil T1/T1
(-/-) Leher
Hidung Tidak ada pembesaran KGB, jejas (-).
Bentuk normal, sekret (-/-), nyeri tekan (-),
darah (-/-)
 Paru Jantung
• Inspeksi : bentuk normal, simetris, otot • Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak
bantu pernapasan (-) tampak
• Palpasi : vocal fremitus sama kuat pada • Palpasi : iktus kordis tidak teraba
seluruh lapang paru • Perkusi :
• Perkusi : sonor pada seluruh lapang Batas kiri : ICS V, 1-2 cm ke medial linea
paru midclavicula sinistra
• Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), Batas atas : ICS II, linea parasternal sinistra
rhonki (-/-), wheezing (-/-) Batas kanan : ICS IV, linea sternalis
dextra
Batas pinggang : ICS III linea parasternal
kiri
• Auskultasi: BJ I-II normal, suara tambahan (-)
Abdomen
• Inspeksi : datar, pergerakan usus (-), sikatrik (-), massa (-)
• Auskultasi : bising usus (+) normal
• Palpasi : supel, massa(-), nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar dan lien tidak teraba
• Perkusi : timpani, pekak alih (-)
 Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2 detik, oedem (-)
Kulit
Tidak tampak kelainan
Kelenjar Getah Bening inguinal
Tidak teraba membesar
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

• EDH Temporoparietal Dextra


• Tak tampak lateralisasi
• Tak tampak oedem cerebri
• Fraktur linier pada os parietalis kanan
• Tampak hematom regio temporoparietal dextra.
V. DIAGNOSIS

Epidural hematoma Temporoparietal Dextra

VI. PLANNING

• Rawat ICU
• Pro Op Craniotomi
• Inj. Manitol 4x50cc
• Inj. Norages 1 x ½ amp
LAPORAN OPERASI

Operasi dilaksanakan pada tanggal 17 September 2018


Diagnosis Pre Operasi : Epidural hematoma Temporoparietal Dextra
Diagnosis Post Operasi : Epidural hematoma Temporoparietal Dextra
Jenis Anestesi : Umum
Tindakan Operasi : Craniotomy
Laporan Operasi :
• Pasien terlentang dalam anastesi umum, kepala mengahap ke kiri, A dan anseptik didaerah
operasi dan sekitarnya.
• Insisi kulit bentuk question mark, insisi peritoneum dan otot medial dari insisi kulit, lalu
diposissikan dari tulang
• Tampak fraktur linier pada os parietalis kanan
• Dilakukan craniotomy 3x4cm, tampak Edh ketebalan 1-2cm. Dilakukan evakuasi hematom
• Dura berdenyut baik, dilakukan gantung dura
• Tulang dikembalikan, Luka di jahit lapis demi lapis, Operasi selesai
INSTRUKSI PASCA BEDAH :

• Awasi KU dan tanda vital


• Puasa hingga bising usus (+)
• Terapi :
• Ceftriaxone 2x500mg
• Neuragesic 3x1/2 Amp
• Cek Hb post operasi, jika Hb < 10 transfusi
FOLLOW UP PASIEN POST OPERASI
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

• Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling sering terjadi
karena fraktur tulang tengkorak. EDH terjadi karena akumulasi darah akibat trauma di dalam
ruang antara dura dan tulang tengkorak
ANATOMI

Kulit kepala
• Skin atau kulit
• Connective tissue atau jaringan
penyambung
• Aponeuris  jaringan ikat
yang berhubungan langsung dengan
tengkorak
• Loose areolar tissue  jaringan
longgar
• Periosteum  tempat yang biasa
terjadinya perdarahan subgaleal
ANATOMI

Cranium
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis
kranii.
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa
tulang yaitu frontal, parietal, temporal
dan oksipital.
Kalvaria khususnya diregio temporal
adalah tipis, namun disini dilapisi oleh
otot temporalis.
Basis cranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi.
ANATOMI

Meningens
• Duramater  Selaput yang keras terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari cranium, tetapi tidak tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya
maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang
epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini
dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
• Selaput Arakhnoid  Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial,
disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh
liquor serebrospinalis.
• Pia mater  melekat erat pada permukaan korteks serebri.
ANATOMI

Otak
• Otak terdiri dari proensefalon (otak depan)  serebrum dan
diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak
belakang)  pons, medula oblongata dan serebellum.
• Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.
• Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan
pusat ekspresi bicara.
• Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi
ruang.
• Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu.
• Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.
• Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla
oblongata terdapat pusat kardio respiratorik. Serebellum
bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.
ANATOMI

LCS
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus
khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20
ml/jam.
CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius
menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat
pada sinus sagitalis superior.
Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan
menyebabkan kenaikan takanan intracranial. Angka rata-
rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar
150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari
ANATOMI

Vaskularisasi otak

• Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan


dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak
mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena
tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam
sinus venosus cranialis
FISIOLOGI

• Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan


serebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam
posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4
– 10 mmHg.Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih
dari 20 mmHg, terutama bila menetap
EPIDEMIOLOGI

• Epidural hematoma merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera kepala dan menyebabkan
angka mortalitas sekitar 50%.
• Epidural hematoma paling sering terjadi di daerah perietotemporal akibat robekan arteria
meningea media.
• Di Amerika Serikat, sekitar 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural
dan sekitar 10% mengakibatkan koma. 60 % penderita hematoma epidural adalah berusia
dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun.
Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55
tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.
ETIOLOGI

• Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas,


berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan penyebrang jalan yang ditabrak.
Sisanya disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda (misalnya ranting
pohon, kayu, dsb), olahraga, korban kekerasan baik benda tumpul maupun tajam
(misalnya golok, parang, batang kayu, palu, dsb), kecelakaan kerja, kecelakaan rumah
tangga, kecelakaan olahraga, trauma tembak, dan lain-lain.
PATOFISIOLOGI

Trauma

Robekan arteri meningea, sinus duramatis, dan diploe (lubang yang


mengisis kalvaria kranii) yang berisi arteri diploica dan vena diploica

Hematoma

Menekan lobus otak


Menekan lobus otak

Herniasi trunkus Tekanan pada saraf Tekanan pada lintasan Hematoma makin
pada sirkulasi arteria okulomotorius kortikospinalis membesarnya
yang mengurus
formasio retikularis
di medula oblongata Dilatasi pupil dan Peningkatan tekanan
ptosis kelopak mata Kelemahan respons intrakranial yang besar
motorik kontralateral,
refleks hiperaktif atau
Hilangnya kesadaran sangat cepat, dan
tanda babinski positif Timbul tanda-tanda
lanjut peningkatan
tekanan intrakranial
antara lain kekakuan
deserebrasi dan
gangguan tanda-tanda
vital dan fungsi
pernafasan
GEJALA KLINIS

• Lucid interval, yaitu selang waktu antara pasien masih sadar setelah kejadian trauma
kranioserebral dengan penurunan kesadaran yang terjadi kemudian. Biasanya waktu
perubahan kesadaran ini kurang dari 24 jam; penilaian penurunan kesadaran dengan
GCS.
• Nyeri kepala
• Bisa disertai muntah proyektil
• Pupil anisokor dengan midriasis di sisi lesi akibat herniasi unkal
• Hemiparesis
• refleks patologis Babinski positif kontralateral lesi yang terjadi terlambat.
DIAGNOSIS

Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan pasien disertai riwayat trauma dan mengalami lucid interval, yaitu
selang waktu antara pasien masih sadar setelah kejadian trauma kranioserebral dengan
penurunan kesadaran yang terjadi kemudian. Saat interval lucid terjadi, biasanya pasien
mengeluh sakit kepala, mual, muntah proyektil,
DIAGNOSIS

Pemeriksaan fisik
• Airway
• Breathing
• Circulation
• Setelah resusitasi ABC, dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran (GCS), tensi,
nadi, pola dan frekuensi respirasi, pupil (besar, bentuk dan reaksi cahaya), defisit fokal
serebral dan cedera ekstrakranial.
DIAGNOSIS

Pemeriksaan radiologi
• Foto polos kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma.
Dengan proyeksi AP dan lateral untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus
arteria meningea media.
DIAGNOSIS

Pemeriksaan radiologi
• CT Scan
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek,
dan potensi cedara intrakranial lainnya.
Lesi berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporoparietal, densitas darah yang homogen (hiperdens),
berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral.
Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma,
DIAGNOSIS

Pemeriksaan radiologi
• MRI
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater,
berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas
fraktur yang terjadi.
MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis
DIAGNOSIS BANDING

• Subdural Hematoma
Subdural hematoma terjadi akibat pengumpulan darah
diantara dura mater dan arachnoid. Secara klinis
hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan
epidural hematom yang berkembang lambat.

• Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya
pembuluh-pembuluh darah di dalamnya
TATALAKSANA

Stabilisasi Jalan napas


• Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi.
• Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal. Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi
palsu. Jika muntah, pasien dibaringkan miring. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk
menghindari aspirasi muntahan.

Stabilisasi ventilasi
• Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral disebabkan oleh
depresi pernapasan yang ditandai dengan pola pernapasan Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenic sentral
atau ataksik. Kelainan perifer disebabkan oleh aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru, atau infeksi.
TATALAKSANA

Stabilisasi kardiovaskular
• Resusitasi cairan
• Kristaloid isotonik dan hipertonik dan larutan koloid dapat diberikan untuk menjaga volume intravaskular yang
adekuat.
• Pasien yang mempunyai nilai hematokrit yang rendah membutuhkan tranfusi untuk mengoptimalkan oxygen
delivery. Hematokrit idealnya dipertahankan diatas 30%.
• Larutan yang mengandung glukosa sebaiknya dihindarkan karena hiperglikemia dihubungkan dengan perburukan
neurologis. Glukosa sebaiknya digunakan hanya untuk menangani hipoglikemia. Kadar plasma sebesar 80-150
mg/dL sebaiknya dicapai. Kadar plasma diatas 200 mg/dL
• Inotropik dan vasopressor  Jika tekanan darah dan cardiac output tidak dapat diperbaiki melalui resusitasi cairan.
Infus fenilefrin atau dopamin direkomendasikan untuk menjaga Cerebral Perfusion Pressure diatas 60 mmHg.
TATALAKSANA

Penanganan peningkatan TIK


• Hiperventilasi  Jika terdapat bukti terjadinya herniasi transtentorial pada pasien dengan trauma
kepala berat, hiperventilasi sampai kadar PaCO2 sebesar 30 mmHg karena hiperventilasi dapat
dengan cepat dan efektif menurunkan TIK.
• Terapi diuretik  Manitol, 0,25-1 g/kgBB secara intravena diberikan dalam 10 menit pada pasien
dengan sangkaan herniasi transtentorial. Osmolaritas serum dijaga dan tidak boleh melebihi 320
mOsm/L.
• Posisi  Menaikkan posisi kepala 10-30o memfasilitasi drainase CSF dan menurunkan TIK. Efek
penurunan TIK ini ditiadakan pada kaadaan dimana tekanan darah sistemik menurun.
TATALAKSANA

Non medikamentosa
• Dekompresi dengan trepanasi sederhana
• Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada :


• Lokasinya (infratentorial lebih jelek).
• Besarnya.
• Kesadaran saat masuk kamar operasi

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan otak
secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada
5-10% kasus.
Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.
KOMPLIKASI

• Kejang
Kejang yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early seizure, dan yang
terjadi setelahnya disebut late seizure. Early seizure terjadi pada kondisi risiko tinggi, yaitu
ada fraktur impresi, hematoma intrakranial, kontusio di daerah korteks; diberi profilaksis
fenitoin dengan dosis 3x100 mg/hari selama 7-10 hari.

• Infeksi
Profilaksis antibiotik diberikan bila ada risiko tinggi infeksi.

Anda mungkin juga menyukai