Anda di halaman 1dari 14

KETENTUAN PENCALONAN KEPALA DAERAH DARI ABDI

NEGARA (PEGAWAI NEGERI SIPIL) DALAM KETENTUAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Untuk memenuhi tugas

Metodologi Penelitian Hukum

Oleh:

Wahyu Tio Ramadhan

NPM. 1803201010031

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

2018
A. Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum kepala daerah adalah perwujudan kedaulatan rakyat dan

merupakan jaminan konstitusi terhadap hak-hak rakyat terutama untuk turut serta

dalam pemerintahan. Pemilihan kepala daerah merupakan rekrutmen politik yaitu

proses penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai

kepala daerah, baik gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati maupun

walikota/wakil walikota dalam kehidupan politik daerah.1

Kepala daerah adalah jabatan publik dan jabatan politik yang bertugas

memimpin birokrasi dan menggerakkan jalannya roda pemerintahan. Istilah

jabatan publik mengandung pengertian bahwa kepala daerah menjalankan fungsi

pengambilan kebijakan yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat atau

publik, berdampak terhadap rakyat, dan dirasakan oleh rakyat. Oleh sebab itu,

kepala daerah harus dipilih oleh rakyat dan wajib mempertanggung jawabkan

kepercayaan yang telah diberikan kepada rakyat. Adapun jabatan politik

terkandung maksud bahwa mekanisme rekrutmen kepala daerah dilakukan dengan

mekanisme politik, yaitu pemilihan yang melibatkan elemen-elemen politik

seperti rakyat dan dukungan parai-partai politik.2

Substansi pemilihan umum kepala daerah merupakan sarana penyampaian

suara rakyat untuk membentuk lembaga pemerintahan sebagai penyelenggara

negara demi terwujudnya kesejahteraan rakyat melalui pemimpin yang baru.

1
Joko prihatmoko, pemilihan kepala daerah langsung, filosofi, sistem dan problem
penerapan di indonesia, pustaka pelajar, semarang, 2005, hal.203
2
Ibid, hal.204
Dengan demikian kepala daerah memiliki tanggung jawab yang besar yaitu

mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui program kerja dan kebijakan.3

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Indonesia bukanlah hal yang baru.

Proses ini telah dijalankan semenjak zaman penjajahan hingga sekarang Pada

masa penjajahan kolonial Belanda dan Jepang proses pemilihan kepala daerah

dilakukan dengan sistem penunjukan dan/atau pengangkatan oleh penguasa

kolonial terhadap jabatan-jabatan gubernur, residen, asisten residen.4

Mekanisme pemilihan kepala daerah pada masa dan pasca kemerdekaan

dilakukan dengan cara dan metode yang berbeda yang diatur dalam setiap

peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum pelaksanaan pemilukada.

Diawal kemerdekaan dibentuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 Tentang

Pembentukan Komite Nasional Daerah yang menyinggung kedudukan kepala

daerah. Pada masa undang-undang ini berlaku kepala daerah yang diangkat adalah

kepala daerah pada masa sebelumnya, hal itu dilakukan karena situasi politik,

keamanan, dan hukum ketatanegaraan pada saat itu belum stabil.5

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 hanya berusia tiga tahun. Pada tahun

1948, lahir penggantinya yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 Tentang

Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Dalam undang-undang ini disebutkan

bahwa yang dimaksud kepala daerah adalah kepala daerah propinsi, kabupaten

(kota besar), dan desa (kota kecil), nagari atau marga. Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah diangkat oleh Presiden, Menteri Dalam Negeri, atau Gubernur atas

usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hal itu tertuang dalam Pasal 18
3
Janedjri M Gaffar, Politik Hukum Pemilu, kompress, jakarta, 2012, hal.15
4
Joko prihatmoko, op.cit, hal.40
5
Ibid, hal.47
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yang berbunyi “Kepala Daerah Propinsi

diangkat oleh Presiden dari sedikit-dikitnya dua atau sebanyak-banyaknya empat

orang calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi”.6

Terjadinya perubahan konstitusi negara lndonesia menjadi Republik

Indonesia Serikat serta ditetapkannya Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS)

sebagai konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) maka ditetapkan juga

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

Daerah sebagai undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah di

Indonesia. Dalam undang-undang ini mulai diperkenalkan tata cara pemilihan

kepala daerah secara langsung. Pada bagian penjelasan dari undang-undang ini

disebutkan bahwa orang yang akan dipilih sebagai kepala daerah adalah orang

yang dekat kepada rakyat dan dikenal baik oleh rakyat di daerahnya. Oleh karena

itu pemilihan harus dilakukan langsung oleh rakyat.7

Dalam masa reformasi, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah. Undang-undang ini menjadi peraturan

terbaru saat itu yang mengatur tentang pemerintahan di daerah termasuk

mekanisme penyelenggaraan pemilukada. Dalam undang-undang ini diatur bahwa

sistem pemilihan kepala daerah dipilih oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah.8

Sistem pemilihan kepala daerah yang terdapat dalam UU Nomor 22 Tahun

1999 disempurnakan mekanismenya yang ditandai dengan perubahan Undang-

undang tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang


6
Ibid, hal.47
7
Ibid, hal.52
8
Ibid, hal.2
Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini diatur tentang mekanisme

pemilihan kepala daerah secara langsung. Dimana rakyat dengan kedaulatan yang

diberikan negara dapat memilih secara langsung calon pemimpin mereka ke

depan. Adanya perubahan pemilihan tidak langsung menjadi langsung merupakan

konsekuensi dari berkembangnya demokrasi dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia.9

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 telah mengisyaratkan setiap warga

negara memiliki hak untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. Isyarat

ini tertuang dalam Pasal 28D ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Setiap warga

negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Artinya

menjadi kepala daerah itu merupakan hak dari setiap warga negara indonesia.

Kemudian katentuan pasal ini diterjemahkan dalam Pasal 7 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2015 Tentang Penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang

nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi

undang-undang dengan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga

negara untuk menjadi bagian dari pemerintahan dengan cara mencalonkan diri

sebagai calon kepala derah selama warga negara tersebut mampu memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:10

a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi

9
Ibid, hal.3
10
Undang-Undang No. 10 tahun 2016.
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

c. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau

sederajat;

d. dihapus

e. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun bagi calon

gubemur/wakii gubemur dan berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh

lima) tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota;

f. mampu secara jasmani,rohani dan bebas dari penyalahgunaan narkotika

berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim;

g. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara

terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan

mantan terpidana.

h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat

keterangan catatan kepolisian;

j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;

k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau

secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan

keuangan negara;

l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;


m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum

mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak;

n. belum pemah menjabat sebagai Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil

bupati, walikota, dan wakil walikota selama dua kali masa jabatan dalam

jabatan yang sama untuk calon gubernur, calon wakil gubernur, calon

bupati, calon wakil bupati, calon walikota, dan calon wakil walikota;

o. belum pernah menjabat sebagai gubernur untuk calon wakil gubernur, atau

bupati/walikota untuk calon wakil bupati/calon wakil walikotapada daerah

yang sama.

p. Berhenti dari jabatannya bagi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil

bupati, walikota, dan wakil walikota yang mencalonkan diri di daerah lain

sejak ditetapkan sebagi calon.

q. Tidak berstatus sebagai pejabat gubernur, pejabat bupati, dan pejabat

walikota

r. Dihapus

s. Menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota dewan

perwakilan rakyat, angggota dewan perwakilan daerah, dan anggota dewan

perwakilan rakyat daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta

pemilihan;

t. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara

Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai

Negeri Sipil serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai

pasangan calon peserta Pemilihan; dan


u. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha

milik daerah sejak ditetapkan sebagai calon.

Berdasarkan kriteria ini dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara

lndonesia yang mampu memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Undang-

Undang diatas maka dapat mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah baik

dengan menggunakan jalur partai politik atau gabungan partai politik maupun

jalur perseorangan. Jika menggunakan jalur partai politik atau gabungan partai

politik maka terdapat ketentuan lain yang harus dipenuhi ketika mendaftarkan diri

sebagai calon kepala daerah ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).

Jika calon kepala daerah berasal dari unsur abdi negara (Pegawai Negeri

Sipil, Anggota TNI dan Anggota Polri) pada saat yang bersamaan yang

bersangkutan mengemban jabatan struktural dan fungsional di instansi pemerintah

maka calon tersebut diharuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Selain itu seorang abdi negara yaitu salah satunya Pegawai Negeri Sipil

yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini telah diatur bahwa yang

mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah juga harus memperhatikan

ketentuan khusus lainnya seperti UU Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan

Atas UU Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian. PP Nomor

53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS juncto Perka BKN Nomor 21 Tahun 2010

Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS.

Serta aturan-aturan mengikat yang lainnya.

Dengan adanya peraturan yang bersifat khusus ini dapat dimaknai bahwa

jika ada PNS yang mencalonkan diri sebagai calon kepala dan atau wakil kepala
daerah maka wajib bagi mereka menundukkan diri pada peraturan yang bersifat

khusus tersebut walaupun dalam peraturan perundang-undangan tentang

pemilukada juga diatur tentang klausul serupa.

Semua peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai landasan

hukum dalam penyelenggaraan Pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur

di Aceh memperlihatkan tidak ada pengaturan yang berbeda terhadap persyaratan

yang harus dipenuhi dan dilengkapi oleh seorang PNS jika mencalonkan diri

sebagai calon kepala daerah. Hal ini menegaskan bahwa seorang PNS yang

menjabat jabatan negeri dan maju sebagai calon kepala daerah wajib baginya

menyerahkan surat pengunduran dirinya dari jabatan negeri.

Diperlukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui landasan pertimbangan

yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan sehingga seorang abdi

negara seperti Pegawai negeri sipil yang ingin mencalonkan diri sebagai calon

kepala daerah diharuskan mundur dari jabatan negeri karena hal ini dapat

dipandang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Selain itu juga berpotensi bertentangan dengan teori demokrasi karena hak

setiap orang untuk berpartisipasi dan terlibat dalam pemerintahan tanpa harus

dibatasi oleh syarat-syarat yang bersifat dilematis. Karena apabila nantinya calon

kepala daerah tersebut telah mundur dari jabatannya apabila kemudian gagal

dalam pemilihan, maka calon tersebut telah kehilangan pekerjaannya yang

menjadi sumber mata pencahariannya. Mengapa calon tersebut tidak mengajukan

cuti saja dengan syarat apabila kemudian calon tersebut terpilih, maka ia harus
mengajukan surat pemberhentian secara tertulis karena telah terpilih menjadi

kepala daerah.

Permasalahan di atas menjadi menarik untuk diteliti lebih mendalam Untuk

itulah tema penelitian ini diberi judul “ketentuan pencalonan kepala daerah dari

abdi negara (Pegawai Negeri Sipil) dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan..

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah landasan pertimbangan bagi pegawai negeri sipil yang

mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah harus mundur dari jabatan negeri?

2. Apakah keharusan pegawai negeri sipil mundur dari jabatannya

bertentangan dengan ketentuan pasal 28D ayat (1) Undang-undang dasar Negara

Indonesia tahun 1945 ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dan' penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan landasan pertimbangan kenapa PNS

diharuskan mundur dari jabatan negeri jika mencalonkan diri sebagai calon kepala

daerah.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan apakah pegawai negeri sipil mundur

dari jabatannya bertentangan dengan ketentuan pasal 28D ayat (1) Undang-

undang dasar Negara Indonesia tahun 1945

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Secara Teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan secara teoritis adalah mampu memberikan

khasanah ilmu pengetahuan dalam lapangan ilmu hukum dan hukum tata negara,

khususnya mengenai landasan landasan-landasan yuridis yang dipertimbangkan

dibalik perumusan syarat-syarat menjadi calon kepala daerah. Selain itu dengan

adanya penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan tentang bagaimana

memahami beberapa asas hukum seperti azas lex spesialis derogate Iegi generalis

(undang-undang bersifat khusus dapat mengeyampingkan undangundang yang

bersifat umum) dalam penerapan aturan hukum bagi PNS yang maju sebagai

calon kepala daerah.

- Secara Praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat menjawab polemik pemahaman persyaratan

mundur bagi PNS sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sehingga hasil ini dapat menjadi bahan masukan bagi penyelenggara pemilihan

umum. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat

pada umumnya, para legislator, birokrat, politisi, hakim, dan aparatur penegak

hukum lainnya.

F. Metode Penelitian dan Jenis dan Metode Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

normatif. penelitian hukum ini digunakan untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi berkaitan dengan persyaratan pencalonan sebagai kepala daerah

bagi pegawai negeri sipil. Metode yang akan digunakan adalah metode yuridis

normatif dengan pendekatan perundang-undangan Untuk mengkaji peraturan

perundang-undangan berkaitan dengan persyaratan pencalonan bagi Pegawai

Negeri Sipil yang maju sebagai calon kepala daerah.

2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan hukum

pn'mer antara lain; Undang-Undang Dasar 1945. Undang-undang no 23 tahun

2014 tentang pemerintah daerah, undang-undang tentang pemilihan

umum.undang-undang pokok kepegawaian. Serta aturan aturan teknis mengenai

pencalonan kepala daerah dari pegawai negeri sipil. Baik Peraturan pemerintah,

peraturan Badan Kepegawaian Negara. Peraturan Komisi Pemilihan Umum, Dan

Lain-lain.

Selain itu juga akan digunakan bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan

hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti; buku-buku, artikel,

pendapat pakar hukum maupun makalah yang berhubungan dengan topik

penulisan ini dan bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang

memberikan petunjuk terhadap bahan hukum pn'mer dan bahan hukum sekunder

seperti kamus hukum, dan kamus bahasa.


3. Analisis Data

Untuk menganalisis data dan menarik kesimpulan dari hasil penelitian dari

data yang terkumpul, baik bahan hukum primer, sekunder, tersier, serta informasi

dari para ahli dianalisis dengan menggunakan instrumen teori atau konsep

sebagaimana dalam kerangka pemikiran untuk membahas atau memberikan

jawaban terhadap permasalahan ini.

Analisis data adalah proses menyusun data yang dapat dilakukan dalam

empat tahap kegiatan antara lain: Pertama, tahap pengumpulan data yang

dilakukuan sejak awal penelitian, dan data yang diperoleh melalui studi ke

beberapa pustaka. Kedua, tahap reduksi data yang bertujuan untuk memberikan

gambaran yang lebih tajam tentang hasil tentang studi dokumen, juga

mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh jika

diperlukan. Ketiga, tahap penyajian (display) sebagai keseluruhan dari penelitian

sehingga dapat ditarik kesimpulan yang tepat. Keempat, tahap penarikan

kesimpulan dan ven'tikasi. Keseluruhan tahapan kegiatan analisis ini harus

berhubungan dan berlangsung terus selama penelitian dilakukan.11

11
M.Syuib, pemilihan kepala daerah dalam sistem ketatanegaraan indonesia, Universitas
syiah kuala, 2016, hal.23
Daftar Pustaka

Buku Buku

Joko prihatmoko, pemilihan kepala daerah langsung, filosofi, sistem dan problem
penerapan di indonesia, pustaka pelajar, semarang, 2005.

Janedjri M Gaffar, Politik Hukum Pemilu, kompress, jakarta, 2012.

M.Syuib, pemilihan kepala daerah dalam sistem ketatanegaraan indonesia,


Universitas syiah kuala, 2016.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang No. 10 tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai