Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia yang tergolong sangat majemuk mempunyai aspirasi yang


beragam pula.Aspirasi yang majemuk ini perlu diakomodasi secara kelembagaan
dengan pemberian otonomi daerah melalui sentralisasi. Sesuai dengan amanat
konstitusi dalam rangka desentralisasi, diwilayah Indonesia dibentuk provinsi dan
diwilayah provinsi dibentuk kabupaten dan kota sebagai daerah otonom. Secara
yuridis dan politis, otonomi daerah diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat
setempat dalam wilayah tertentu guna terselenggaranya pemerintahan sendiri sesuai
dengan kondisi dan potensi masyarakat yang bersangkutan.Dalam daerah otonomi
itulah terselenggranya otonomi daerah.
Dalam proses menjalankan demokrasi terkhusus pada masa pesta demokrasi yang
dilaksanakan diprovinsi, kabuten/ kota inilah yang sering terjadi beragam
permasalahan. Dengan alasan banyak masyarakat yang menggunakan kebebasan
berekpresinya secara kebablasan sehingga tidak sadar sudah melanggar konstitusi
yang ada. Semisal beberapa waktu yang lalu di provinsi Riau tepatnya di kota
Pekanbaru

telah

terjadi

pesta demokrasi yang berlangsung sangat alot dan

memakan proses waktu yang lama. Sehingga tidak sedikit kerugian yang terjadi baik
secara moril, materiil maupun non materiil.
Proses demokrasi yang terjadi dalam menentukan pemimpin kota pekanbaru atau
sering dikenal untuk memilih wali kota dan wakil wali kota pekanbaru periode
jabatan 2011-2016 di ikuti oleh dua pasangan kandidat calon. Sehingga hal ini

sangat rentan menimbulkan konflik. Terbukti ketika usai melaksanakan hasil


pemilihan dan perhitungan surat suara. Adanya pihak tertentu dari pasangan calon
yang merasa dirugikan dan dicederai hak konstitusinya dalam proses pemilihan
tersebut. Berujung kepada ketidak puasan dari hasil yang diperoleh sehingga
membawa kasus tersebut keranah hukum.Tentu dalam kondisi seperti ini dalam
menyelesaikan permasalahan sengketa pemilihan umum kepala daerah dan wakil
kepala daerah ada lembaga yang berwenang menyelesaikannya yaitu Mahkamah
Konstitusi.Sesuai dengan amanat UUD 1945. Disebutkan dalam pasal Pengaturan
lebih

lanjut

tentang Kewenangan

yang dimiliki Mahkamah Konstitusi ini di

sebutkan dalam Pasal 24c UUD 1945.


Kewenangan

dalam

Undang-Undang

Dasar

1945

ini

senada dengan

Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 24


tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Disisi lain hal sama juga diatur dalam
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman tentang
Kewenangan Mahkamah Konstitusi yaitu pada pasal 29 ayat 1 bahwa Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk :
a. Menguji

undang-undang

terhadap

Undang-Undang

Dasar

Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;


b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Memutus pembubaran partai politik ;
d. Memutus perselisihan hasil pemilihan umum ;
Dalam Mahkamah Konstitusi menjadwalkan sidang pada Rabu (11/1/2012)
pekara No.63/PHPU.D-IX/2011, dengan judul perkara perselisihan Hasil Pemilihan

Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Pekanbaru Provinsi Riau
tahun

2011. Pada jadwal

Pemohon

sidang tersebut,

MK menuliskan perkara diajukan

Septina Primawati Rusli-Erizal Muluk (nomor urut 2) dengan kuasa

hukum Iskandar Sonhaji dkk, serta Termohon KPU Pekanbaru.Adapun agenda


sidang Panel adalah mendengar keterangan pemohon, termohon, pihak terkait, KPU,
Bawaslu, KPU Provinsi Riau, Panwaslu Kota Pekanbaru dan Kemendagri. Sidang
Panel tersebut adalah sidang Panel ke-XII setelah pada panel perpanjangan putusan
sela terkait perintah MK untuk menggelar PSU ( Pemungutan suara ulang) yang
sebelumnya tidak bisa dilaksanakan pada 14 September 2011 lalu.Lazimnya dalam
sengketa Pemilukada saat MK menjatukan Putusan Sela diadakan PSU, setelah itu
tidak ada lagi sidang Panel melainkan langsung pada Sidang Pleno Pengucapan
Ketetapan pelaksanaan hasil PSU yang sebelumnya juga diputuskan di Sidang Pleno,
seperti pada PSU Kota Tangerang dan Pemilukada lainnya. Ketika itu, MK
memerintahkan diadakan PSU di Kota Tangerang karena ditemui adanya kecurangan
pemilu dan keberpihakan dari KPU Kota Tangerang.
Namun dalam kasus sengketa Pemilukada Pekanbaru, MK sejak awal telah
membuat

keputusan

nyeleneh

diluar

keputusan

lumrah

yang selama ini

dilaksanakan. Hal itu terlihat janggal ketika MK memerintahkan adanya PSU dalam
Putusan Sela Pemilukada Pekanbaru.KPU sebagai penyelenggara tidak sanggup
melaksanakan

PSU

karena

alasan

pendanaan

penganggaran

dari

Pemko

Pekanbaru.

karena

Meskipun

KPU

tidak

mendapatkan

Pekanbaru

gagal

melaksanakan PSU karena ada dugaan untuk mengulur-ngulur waktu dan ada
keberpihakan kepada pasangan Berseri, MK tidak lantas memenang pasangan
Firdaus-Ayat Cahyadi sebagai pemenang Pemilukada Pekanbaru, yang sebelumnya

telah dinyatakan KPU Pekanbaru sebagai

walikota

dan

wakil

walikota

Pekanbaru terpilih. MK lantas menggelar Sidang Panel mendengar keterangan


berbagai

pihak

untuk mencari penyebab penundaan PSU antara lain KPU

Pekanbaru, Plt Walikota Pekanbaru Syamsurizal, DPRD Pekanbaru, Panwaslu


Pekanbaru, KPU Provinsi

Kepri,

KPU

Pusat,

Biro

Hukum

Kemendagri,

Bawaslu, pakar hukum dan administrasi, pihak terkait, pemohon, (pasangan FirdausAyat Cahyadi), mantan Ketua KPU Pekanbaru Yusri Munaf dan Mantan Walikota
Pekanbaru Herman Abdullah.
Setelah mendengar keterangan semua pihak, MK kemudian dalam Sidang Pleno
memperpanjang pelaksanaan Putusan Sela yang memberi kesempatan kedua kepada
KPU Pekanbaru untuk menggelar PSU Pekanbaru paling lambat 90 hari. KPU
Pekanbaru sendiri akhirnya berhasil menggelar PSU pada 21 Desember 2012, namun
pada 28 Desember 2011 lalu KPU Pekanbaru menggugurkan pencalonan Firdaus
sebagai calon walikota Pekanbaru karena menjadi tersangka pemalsuan daftar
riwayat hidup.
Hasil PSU Pekanbaru dan keputusan KPU menggugurkan pencalonan Firdaus
sebagai calon walikota Pekanbaru itu telah dilaporkan KPU Pekanbaru ke MK pada
awal Januari 2012, setelah berkonsultasi dengan KPU Pusat.Pada Rabu (11/1/12),
MK akhirnya menjadwalkan sidang perkara PHPU Pekanbaru. Namun, sidang yang
diagendakan bukan Sidang Pleno Pengucapan Ketetetapan

Hasil

Putusan

Sela,

melainkan Sidang Panel mendengar keterangan berbagai pihak.


Dalam proses pemeriksaan perkara di Mahkamah Konstitusi terjadi perdebatan
panjang sehingga mengakibatkan dikeluarkannya keputusan Mahkamah Konstitusi
yang memberikan perintah kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah ( KPUD ) kota

Pekanbaru untuk melakukan Pemilihan Suara Ulang ( PSU ).Untuk melaksanakan


Pemilihan Suara Ulang ( PSU ), Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Pekanbaru
menggunakan amanat yang dikeluarkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang
Bernomor 63/PHPU.D- IX/2011. Putusan ini memberikan konsekuensi terhadap
pertimbanagan hukum yang seperti apa dalam mengambil duduk perkara
persengketaan antara kedua belah pihak pasangan calon wali kota dan wakil wali
kota pekanbaru yang sedang bertarung memperebutkan kursi jabatan kepemimpinan.
Sehingga banyak tafsir yang diberikan oleh pihak-pihak tertentu dalam mengawal
proses pemilihan kepala daerah kota pekanbaru. Meskipun pada akhirnya setelah
dilaksanakan pemilihan suara ulang salah satu pasangan calon menang dengan
memperoleh suara dukungan lebih banyak hingga kemudian dikeluarkan putusan
mahkamah Konstitusi yang bersifat final.
Berdasarkan permasalahan tersebut terjadi pertanggung jawaban terhadap
pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi Untuk itu perlu diperjelas tentang
pertimbangan hukum dan pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam suatu
aturan yang baku dan berlaku universal.Karena kehadiran Mahkamah Konstitusi
sebagai pengawal konstitusi diharapkan mampu memecahkan berbagai problem
ketatanegaraan Indonesia. Dalam berbagai sengketa kewenangan lembaga negara
yang diprediksi akan sering terjadi.
Berdasarkan uraian diatas, mendorong semangat penulis untuk meneliti lebih
jauh dan mendalam tentang Mahkamah Konstitusi ini dengan Judul KAJIAN
TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI (STUDI
KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 63/PHPU.D-IX/2011

TENTANG SENGKETAPEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA


DAERAH KOTA PEKANBARU).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diatas maka permasalahan yang akan penulis
teliti adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah konsekuensi terhadap suatu pertimbangan hukum yang
dijadikan dasar dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi tentang
Pemilihan Suara Ulang Kota Pekanbaru ?
2. Apakah pertimbangan hukum dalam

suatu

putusan

Mahkamah

Konstitusi Nomor 63/PHPU.D-IX/2011 dapat dijadikan dasar untuk proses


hukum selanjutnya?
C. Ruang Lingkup &Tujuan Penulisan
Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu penulis hanya menganalisa sebata mulai
dari persidangan dalam agenda pembacaan putusan Mahkamah Konstitus sampai
dengan aplikasi setelah putusan Mahkamah Konstitusi itu dibacakan.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsekuensi terhadap pertimbangan hukum dalam
putusan Mahkamah Konstitusi;
2. Untuk Mengetahui solusi yang dapat dijadikan dasar dalam proses hukum
selanjutnya.
D. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
yuridis normatif atau penelitian perpustakaan ( Library Research ) tentang studi

dokumen keputusan mahkamah konstitusi nomor 63/PHPU.D-IX/2011 yang


dijadikan dasar pertimbangan hukum oleh hakim mahkamah konstitusi
dalam memutuskan perkara sengketa pemilihan kepala daerah kota pekanbaru.
2. Analisis data
Dalam tahap Analisis data, penulis menggunakan metode penyajian data
secara kualitatif, dimana data-data yang berasal dari data yang penulis rangkum
dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun secara sistematis. Data-data yang
penulis peroleh yakni, Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 63/PHPU.DIX/2011, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Selain peraturan Perundangundangan, penulis juga memperoleh dari jurnal, makalah, artikel dan buku-buku
serta dari internet sebagai penunjang dalam analisis data yang penulis lakukan.
Selanjutnya setelah dilakukan pengelompokan terhadap data-data tersebut,
selanjutnya penulis melakukan analisa, membandingkan dan menghubungkan datadata dengan teori-teori, pendapat-pendapat para ahli yang berkaitan dengan Lembaga
Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Selanjutnya adalah penarikan kesimpulan yang penulis lakukan secara induktif,
yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus kepada hal-hal yang
bersifat umum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Teori yang Berkaitan Dengan Mahkamah Konstitusi
1. Teori Konstitusi
Istilah konstitusi dalam perkembangannya mempunyai dua pengertian:1
a. Dalam arti luas konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan - ketentuan
dasar atau hukum dasar (droit constitutionelle), baik yang tertulis ataupun
tidak tertulis ataupun campuran keduanya;
b. Dalam arti sempit konstitusi berarti piagam dasar atau undang-undang dasar
(loi constitutionelle), ialah suatu dokumen lengkap mengenai peraturanperaturan dasar negara.
Menurut Miriam Budiardjo, setiap Undang-Undang Dasar(konstitusi) harus memuat
ketentuan-ketentuan mengenai: 2
a. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif,
eksekutif dan yudikatif serta hubungan diantara ketiganya; pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian atau
antara pemerintah dan pemerintah daerah;

prosedur

penyelesaian

pelanggaran yuridiksi oleh salah satu badan negara atau pemerintah dan
sebagainya.
b. Hak-hak asasi manusia (biasanya disebut Bill of Rights kalau berbentuk
naskah sendiri)
c. Prosedur perubahan undang undang Dasar
1 Titik Triwulan Tutik, Kontruksi Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD 1945,
(Jakarta: Kencana, 2010)
2 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008),

d. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undangundang dasar
e. Merubah aturan hukum yang tertinggi yang mengikat semua warga negara
dan lembaga negara tanpa kecuali
Menurut C.F Strong perubahan konstitusi suatu negara dapat dilakukan dengan
empat cara :3
a. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif,
akan tetapi menurut batasan-batasan tertentu
b. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh

rakyat

melalui

suatu

referendum
c. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh sejumlah negara-negara bagian, ini
berlaku dalam negara serikat
d. Perubahan konstitusi yang dilakukan dengan konvensi ketatanegaraan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi pertama Republik Indonesia
yang berbentuk tertulis dan telah mengalami empat kali perubahan yang memakai
sistem amandemen. Perubahan terhadap UUD 1945 dikarenakan adanya kelemahan
dari isi konstitusi itu sendiri, untuk lebih memposisikan kewenangan masingmasing lembaga-lembaga negara, untuk lebih menjamin hak-hak asasi manusia,
serta seiring berjalannya waktu jika ada aturan dalam UUD 1945 yang kurang
relevan dengan perkembangan zaman saat itu maka ketentuan tersebut dapat di
amandemen.
B. Peraturan Perundang Undangan Yang berkaitan dengan Mahkamah
Konstitusi
1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

3 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit

10

Setelah amandemen UUD 1945 yang ke 3 bunyi pasal 1 ayat 2 berubah


menjadi kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undangUndang Dasar.

Ditegaskan pula bahawa Negara Indonesia adalah Negara

hukum.Perubahana ketiga Undang- Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah


melahirkan lembaga baru yang menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman. Pasal 24
ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi
di Indonesia diatur dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 24C UUD 1945.
Keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga Negara yang berfungsi
menangani perkara tertentu dibidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga
konstitusi agar dilaksanakan secara tanggung jawab sesuai dengan kehendak
rakyat dan cita-cita demokrasi.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
Dalam melaksanakan kedudukan, fungsi, dan wewenangnya sebagai lembaga
Negara dalam menjalankan kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi berdasarkan
persetujuan bersama DPR dan Presiden Republik Indonesia Mengeluarkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang mahkamah Konstitusi yang dalam
perjalanannya kemudian mengalamiperubahan menjadi Undang-Undang nomor 8
Tahun 2011 Tentang Mahkamah Konstitusi

11

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang


Kekuasaan Kehakiman ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076 )
Kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung, dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuha mahkamah
Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 demi terselenggaranya Negara
hukum.
C. Fungsi dan Wewenang Mahkamah Konstitusi
Dalam pemahaman, dengan melihat konstruksi yang digambarkan dalam
konstitusi dan diterima secara universal, terutama dinegara-negara yang telah
mengadopsi lembaga mahkamah konstitusi dalam sistem ketatanegaraan mereka.
Mahkamah Konstitusi mempunyai fungsi untuk mengawal ( to guard ) dan menjaga (
to Protect) konstitusi, agar dilaksanakan dan dihormati baik penyelenggara
kekuasaan negara maupun warganegara. Mahkamah Konstitusinjuga menjadi
penafsir akhir konstitusi.
Tetapi dalam penjelasan UU MK dikatakan bahwa salah satu substansi penting
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah
keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi
menangani perkara tertentu dibidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga

12

konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak


rakyat dan cita-cita demokrasi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus
untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga
merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan dimasa lalu yang
ditimbulkan tafsir ganda terhadap konstitusi.
Wewenang Mahkamah Konstitusi menurut pasal 24C ayat 1 dan 2
menggariskan wewenangnya sebagai berikut :
1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap undang- Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilu;
2. Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat Perwakilan
rakyat mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau wakil Presiden
menurut Undang-Undang Dasar. Wewenang MK tersebut secara khusus
diatur lagi dalam pasal 10 UU MK dengan merinci sebagai berikut :
a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 ( UUD 1945 ) ;
b. Memutus
sengketa
kewenangan
lembaga
negara
yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 ;
c. Memutus pembubarab partai politik ;
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
e. Mahkamah Konstitusi wajib memberi putussan atas pendapat DPR bahwa
presiden dan/atau wakil presiden diduga telah melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidan berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaiman
dimaksud dalam UUD 1945.

13

D. Analisa Terhadap Skripsi Dengan Tema Yang sama dengan Penelitian


Penulis

1. Studi Kasus terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 209210/PHPU.D-VIII/2001 tentang sengketa Pemilukada Kota Tanggerang
selatan). Oleh Yanwar Fachrul (Fakultas Hukum Unsyiah 2011)

A. Permasalahan yang di angkat


A.1. Bagimana Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam
mengadili perselisihan Hasil pemilukada Kota Tanggerang selatan ?
A.2. Mengapa MK mengabulkan Sebagian Permohonan Para Pemohon ?
A.3. Bagaimana Akibat Hukum Putusan MK tentang sengketa Pemilukada
Kota Tanggerang Selatan ?
B. Ruang Lingkup dan Tujuan Penulisan
Dibatasi pada aspek yuridis dari putusan MK ini, dan yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan kewenangan mahkamah
konstitusi dalam memutuskan perselisihan hasil pemilukada kota tanggerang
selatan
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan landasan mahkamah konstitusi
mengabulkan permohonan yang diajukan oleh pemohon sehingga sampai
pada putusan membatalkan hasil pemilukada
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan akibat hukum terhadap pembatalan hasil
pemilukada dan beberapa putusan MK tentang sengketa pemilukada pada
tahun 2010.

C. Metode Penelitian
Bersifat preskipsi dan temasuk dalam penelitian normative ( Kepustakaan)
melalui serangkaian kegiatan membaca, mengutip, menelaah perundang-undangan
yang berkaitan dengan objek penelitian.
Dasar Hukum Yang digunakan:

UUD 1945
UU no 24/2003 tentang 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
UU no 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

14

UU no 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah


UU no 10/2008 tentang Pemilihan Umum
Putusan MK No.15/ 2008 tentang pedoman beracara dalam perselisihan
hasil pemilihan umum kepala daerah

D. Kesimpulan

1. Mahkamah Konstitusi telah menerapkan judicial activism sebagaimana


pernah ditetapkan dalam putusan perselisihan hasil pemilukada jawa timur
dan telah menjadi yurisprudensi oleh MK dalam memperluas kewenangan
sengketa hasil pemilukada di Indonesia. MK tidak hanya memeriksa hasil
pemungutan suara saja tetapi juga pelanggaran-pelanggaran yang terjadi
dalam proses pemilukada yaitu yang bersifat terstruktur, sistematis dan
massif. Sehingga dalam praktiknya pasal 4 Peraturan Mahkamah Konstitusi
no 15 tahun 2008 dapat dikesampingkan sehingga seolah-olah aturan tersebut
tidak lagi mempunyai kewibawaaan hukum.
2. Petitum untuk mendiskualifikasi pasangan calon bukanlah kewenangan MK.
Karena Mk tidak dapat memenangkan pihak yang seharusnya kalah dan
sebaliknya. Sebaiknya petitum tersebut tidak dimohonkan
3. Putusan MK untuk dilakukannya Pemilukada ulang tanggerang selatan
merupakan konstitensi MK dalam

enjalankan yurisprudensinya. Hal ini

berdasar pada prinsip keadilan universal nullus/nemo coommondum capere


potest de injuria sua propia yang karena itu MK tidak dapat menguntungkan
salah satu pihak dengan menetapkan hasil perhitungan yang benar. Oleh
karena itu diperlukan pemungutan suara ilang.

E. Relevansi Terhadap Penelitian Penulis


Menurut penulis skripsi ini sudah sangat baik dalam menganalisa putusan
mahkamah konstitusi tentang pemutusan hasil sengketa PHPU tanggerang selatan.
Skripsi 1 ini telah menggunakan dasar hukum yang menurut penulis sudah lengkap
dan analisa terhadap undang-undang yang sangat baik.

15

Namun menurut penulis masih ada kekurangan dalam skripsi ini karena penulis
skripsi 1 ini tidak menggunakan teori teori dalam ilmu hukum dalam menganalisis
putusan MK ini. Beliau hanya menganaisa putusan hanya terhadap dasar dasar
hukum dan peraturan perundang-undangan saja. Ini merupakan sesuatu yang berbeda
dari penulis yang akan menganalisis skripsi putusan MK dengan menggunakan teori
dalam ilmu hukum,. Selain terhadap peraturan perundang-undangan Indonesia.
Dalam pertanyaan penelitian dalam skripsi 1 ini mengangkat pertanyaan yaitu
mengapa MK mengabulkan sebagian permohonan para pemohon, pertanyaan ini
menurut penulis kurang baik jika ditulis dalam karya ilmiah, karena menurut penulis
dalam menganalisis pertanyaan ini maka penulis ini harus mewawancarai seluruh
hakim MK yang terlibat dalam persidangan kasus ini. Karena pertanyaan ini adalah
pertanyaan yang lebih menjurus kepada subjektif hakim MK itu sendiri. Jadi dalam
penelitian ini penulis tidak mengangkat permasalahaan yang sama dengan skripsi ini
karena menurut penulis pertanyaan ini kurang baik untuk dibuat dalam kerya ilmiah.

2. Studi Kasus Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PHPU/D-XI/2013 Tentang


Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kota Palembang. Oleh Fajrizal (Fakultas Hukum Unsyiah 2013)
A. Permasalahan yang diangkat
A.1. Bagaimana Anaisis terhadap putusan MK nomor 42/PHPU. D-XI/2013
tentang perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala
daerah Palembang?
A.2. Apakah pertimbangan hukum MK dalm memberi putusan MK nomor
42/PHPU. D-XI/2013 tentang perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah
dan wakil kepala daerah Palembang

16

B. Ruang Lingkup Penelitian


Dibatasi pada aspek keabsahan yuridis dari pasal 24 c ayat 1 UUD 1945 dan undang
undang no 8 tahun 2011 serta pasal 29 ayat 1 undang undang nomor 48 tahun 2009
tentang kekuasaan kehakiman. Serta peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 15
tahun 2008 tentang perdoman beracara dalam perselisihan hasil pemilihan umum
kepala daerah dan akibat hukumnya.
C. Metode Penelitian
Penelitian bersifat normative, artinya data yang diperoleh dari hasil penelitian
kepustakaan ( Library Research) dengan maksud memperoleh data sekunder yaitu
mengumpulkan, membaca, mempelajari, serta memahami buku-buku teks peraturan
perundang-undangan dan juga tulisan tulisan ilmiah ataupun literature lainnya yang
ada kaitannya atau relevansinya dengan masalah yang akan dibahas.
D. Kesimpulan
Putusan Mahkamah Konstitusi yang dikeluarkan adalah sudah sesuai dengan
peraturan, berdasarkan alat bukti, keterangan saksi dan keyakinan hakim berdasarkan
kesesuaian fakta di dalam persidangan.
E. Relevansi terhadap penelitian penulis
Menurut penulis, skripsi 2 ini masih terdapat beberapa kekurangan diantaranya
membatasi ruang lingkup yang sangat kecil dan sedikit, namun walaupun sudah di
batasi ada bebarapa bagian dalam penelitian penulis skripsi 2 ini melewati ruang
lingkup yang semestinya, salah satunya yaitu menambahkan dasar hukum lain selain
dari yang disebutkan dalam ruang lingkup tersebut.

17

Skripsi 2 ini juga tidak menggunakan teori teori dalam ilmu hukum dalam
melkukan analisis terhadap putusan MK ini. Dan menurut penulis penggunaan teori
dalam ilmu hukum sangat penting dalam melakukan karya ilmiah berupa studi kasus.
Dan ini yang membedakan skripsi 2 dengan penelitian yang akan penulis angkat
dalam penelitian ini.
3. Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PHPU.DVIII/2010 Mengenai Sengketa Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah
Kabupaten Kota waringin Barat . Oleh Nelly Mulia Rusma (Fakultas
Hukum Unsyiah 2011)
A. Permasalahan yang diangkat
A.1. Apa yang menjadi pertimbangan hukum mahkamah konstitusi dalam
memberikan putusan terhadap perkara nomor 45/PHPU.D-VIII/2010
mengenai sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah kabupaten kota
waringin barat ?
A.2. Bagaimana kekuatan hukum dalam implementasinya putusan Mahkamah
Konstitusi nomor 45/PHPU.D-VIII/2010 mengenai sengketa hasil pemilihan
umum kepala daerah kabupaten kota waringin barat ?
A,3 Apa konsekuensinyta jika hasil putusan tidak dilaksanakan oleh para
pihak ?
B. Ruang Lingkup Penelitian
Dibatasi pada pasal 10 dan pasal 74 undang undang nomor 24 tahun 2003 tentang
mahkamah konstitusi.
C. Metode Penelitian

18

Penelitian yang bersifat deskriptif analitis dan apabilaa dilihat dari tujuannya
termasuk dalam penelitian yuridis normaatif ( Kepustakaan). Jenis data primer yang
digunakan adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
D.
1.

UUD 1945
Undang undang nomor 10 tahun 2008 tentang pemilihan umum
Undang undang nomor 24 tahun 2003 tentang mahkamah Konstitusi
Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 45/PHPU.D-VIII/2010
Kesimpulan
Telah menjadi sebuah yurisprudensi MK dalam memutus perselisihan hasil
pemilukada, bahwa MK tidak hanya menghitung kembali hasil penghitungan
suara tetapi juga harus menggali keadilan dengan menilai dan mengadili
proses pemilukada yang dapat mempengtaruhi hasil penghitungan suara yang

diperselisihkan.
2. Implikasi dari putusan MK ini adalah dibatalkannya keputusan KPU kota
waringin barat tentang penetapan hasil perolehan suara pasangan calon bupati
dan wakil bupati kota waringin barat tahun 2010 beserta dibatalkannya
kemenangan pasangan calon nomor urut 1 atas nama H.sugianto dan H. Eko
Soemarno dan memenangkan pasangan calon no urut 2 atas nama Dr. Ujang
Iskandar, S.T, M.si dan bambang purwanto S.ST
E. Relevansi Skripsi 3 terhadap penelitian penulis
Bahwa menurut penulis skripsi 3 ini memiliki kekurangan dalam ruang
lingkupnya yang sangat terbatas. Hanya pasal 10 dan pasal 74 UU no 24 tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi saja. Menurut penulis ruang lingkup yang sekecil ini
belum cukup untuk melakukan analisis putusan MK ini. Terbukti dengan penulis
skripsi 3 ini menambahkan dasar hukum lain dalam melakukan analisis terhadap
putusan ini. Serta dalam skripsi ini juga tidak ada menggunakan teori ilmu hukum
satupun dalam analisis terhadap putusan ini.

19

Namun secara keseluruhan skripsi 3 ini sangat baik dan jelas dalam melakukan
analisis terhadap putusan MK ini.
Yang membedakan dengan peneiltian ynag akan penulis tulis adalah penulis akan
menggunakan teori teori dalam ilmu hukum untuk menganalisis Putusan MK yang
akan Penulis teliti.
4. Penyelesaian Perkara sengketa Pilkada Depok (analisis terhadap
putusan Mahkamah Konstitusi nomor 002/SKLN-IV/2006 terkait
sengketa kewenangan lembaga negara. Oleh Istiqamah ( Fakultas
Hukum UIN Syarif Hidayatullah)
A. Masalah yang diangkat
A.1. bagaimana mekanisme Mahkamah Konstitusi dalam member putusan
terhadap perkara sengketa pilkada Depok?
A.2. bagaimana putusan hakim Mahkamah Konstitusi terhadap kasus
sengketa Pilkada Depok?

B. Ruang Lingkup Penelitian


Dibatasi pada perselisihan dalam hasil pilkada depok yang berproses panjang
mulai dari permohonan yang diajukan pemohon ke pengadilan tinggi jawa barat dan
juga pihak termohon yang mengajukan permohonan ke mahkamah agung, hingga
pada putusan akhir perselisihan tersebut berakhir di mahkamah Konstitusi. Dan hal
yang dianalisis adalah pada pokonya mengenai sengketa kewenangan lembaga
negara yaitu mengenai pengujian kewenangan KPUD kota Depok yang mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan tinggi negeri nomor
01/PILKADA/2005/PT.Bdg.

20

C. Metode Penulisan
Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
deskriptif yang mengkombinasikan pendekatan normative dan empiris. Serta
memperoleh data dengan cara studi kepustakaan (library Research) serta studi
lapangan (Field Research) berupa wawaancara dengan anggota Komisi Pemilihan
umum serta kepala sekretaruat jendral mahkamah konstitusi yang bertujuan untuk
mendapatkan informasi tentang subjek studi yang tidak diyemukan secara tertulis
dalam literature dan data sekunder lainnya.
Sumber Hukum yang digunakan yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
D.
1.

UUD 1945
Undang Undang No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Undang Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Putusan Mk nomor 002/SKLN-IV/2006
Putusan MK nomor 01/PILKADA/2005
Putusan MK nomor o1nPK/PILKADA/2005
Kesimpulan
Mekanisme dari putusan MK terkait sengketa hasil Pemilihan walikota dan
wakil walikota depok merupakan salah satu contoh upaya penyelesaian
sengketa pilkada yang menjadi sejarah demokrasi. Dalam artian bahwa
sengketa tersebut tidak menimbulkan anarki ditingkat massa seperti itu di
daerah lain, namun dapat diselesaikan dengan damai melalui jalur
pengadilan . putusan pengadilan tinggi jawa barat dengan pertimbangan
hukumnya bahwa majelis kasasi menemukan adanya kesalahan dalam
putusan pengadilan tinggi jawa barat, yang hanya didasar pada asumsi, bukan
fakta, majelis kasasi pun membatalkan putusan pengadilan tinggi bandung
jawa barat, mengadili sendiri, menolak keberatanbadrul kamal dan
membenarkan keputusan KPUD Depok.

21

2. Putusan

yang

dikeluarkan

Mahkamah

Konstitusi

terkait

dengan

kewenangannya. Pada kasus ini putusan hakim mahkamah konstitusi pada


putusan nomor 002/SKLN-IV/2006 menyatakan bahwa permohonan tidak
dapat diterima (niet odvankelijk verklaard) karena perkara tersebut bukanlah
kewenangan Mahkamah Konstitusi.
E. Relevansi Terhadap Penelitian Penulis
Menurut penulis skripsi 5 ini telah dibuat dengan sangat baik dan jelas, serta
manggunakan teori teori dan dasar hukum dalam melakukan analisi dalam suatu
permasalahan. Tidak ada kekurangan yang penulis rasakan dalam membaca skripsi 4
ini. Semuanya dibahas dengan sangat rapi dan rinci. Serta kemampuan penulis
skripsi 4 ini menemukan permasalahan yang sangat menarik membuat pembacanya
akan penasaran terhadap kasus ini.
Yang membedakan skripsi 4 dengan yang akan penulis teliti yaitu bahwa yang
akan penulis teliti merupakan studi kasus (case Study), sehingga yang dihasilkan
bukanlah gambaran umum terhadap suatu permsalahan, namun menjurus kepada
ruang lingkup tertentu secara mendalam didalam suatu permasalahan. Serta dalam
penelitian penulis hanya akan menggunakan studi kasus saja, tidak dengan studi
lapangan, karena letak kasus yang sangat jauh dari yaitu di pekanbaru akan
menghabiskan banyak waktu dan biaya. Sehingga penelitian yang akan penulis teliti
hanya merupakan studi kepustakaan saja.
5. Implikasi Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam
Penyelesaian sengketa Hasil Pemilukada ( Studi kasus terhadap putusan
Mahkamah Konstitusi No 57/PHPU.D-VI/2008 Tentang Pemilukada

22

Kabupaten Bengkulu Selatan ). Oleh Hendri Budi Yanto ( Fajultas


Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta 2010 )
A. Permasalahan yang diangkat
A.1. Bagaimana pelaksanaan penyelesaian sengketa hasil pemilukada di
mahkamah konstitusi (Studi kasus terhadap putusan Mahkamah Konstitusi
No 57/PHPU.D-VI/2008 Tentang Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan )
A.2.
Bagaimana implikasi tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi
dalam penyelesaian sengketa hasil pemilukada (Studi kasus terhadap putusan
Mahkamah

Konstitusi

No

57/PHPU.D-VI/2008 Tentang

Pemilukada

Kabupaten Bengkulu Selatan)


B. Ruang Lingkup & metode penelitian
Jenis Penelitian dalam skripsi 5 ini yaitu penelitian hukum normative atau
penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan bahan pustaka. Sifat penelitian dalam skripsi 5 ini yaitu
penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berupaya memberikan gambaran
secara lengkap dan jelas mengenai objek penelitian.
Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan ( statute
approach),dan pendekatan analitis (analytical approach). Dengan menggunakan
dasar hukum yaitu :
a. UUD 1945
b. Undang Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah J.o UU
no 12 tahun 2008 tentang perubahan atas UU no 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
c. Undang undang nomor 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilihan
umum
d. Undang undang no 23 tahun 2004 tentang mahkamah Konstitusi
C. Kesimpulan

23

1. Mahkamah konstitusi telah memutus melebihi permohonnan yang diajukan


pemohon

dan

memutus

diluar

kewenangan

yaitu

memutus

untuk

dilakukannya pemilu kepala daerah ulang tanpa ikut serta pasangan no urut 7
( H.Dirwan Mahmud dan H. Hartawan,S.H).
2. Putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh KPU pada waktu yang telah
diputuskana oleh Mahkamah Konstitusi. Hal ini dikarenakan putusan Mk
tersebut bersifat Floating ( mengambang) yang tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat untuk memerintahkan KPU melaksanakan putusan tersebut.
terlebih MK belum mempunyai eksekutor dalam pemberian sanksi bagi yang
melanggar putusan tersebut.
D. Relevansi terhadap Penelitian Penulis
Menurut hasil analisis penulis skripsi 5 ini sudah sangat baik dalam
mendeskripsikan sebuah permasalahan yang terjadi. Dan skripsi

5 ini sangat

menarik dalam hal menemukan permasalahan yaitu adanya sebuah putusan MK yang
dikeluarkan melebihi kewenangan MK yang semestinya. Dan walaupun sudah
diputuskan oleh MK yang menurut ketentuannya bersifat Final dan Mengikat ( Final
and einmalig). Namun putusan tersebut tidak dijalankan oleh KPU sebagai objek
putusan ini. Dan beliau menganalisis hal ini dengan kemasan yang sangat menarik
dimana selain mengaitkan dengan dasar hukum yang menurut penulis sudah lengkap.
Serta ditambahkan dengan menggunakan teori teori dalam ilmu hukum sebagai
penammbah pengetahuan dalam mempelajari kasus ini. Diant5aranya yaitu teori
negara hukum formal, teori negara hukum materian dan teori due Proccess of law
serta rule of law.
Yang membedakan skripsi 5 dengan penelitian yang akan penulis analisis yaitu
dalam skripsi ini ruang lingkup yang diberikan sangat luas dan beragam, sehingga

24

hal yang dibahas pun menjadi beragam dan hanya gambaran umum saja. Sedangkan
yang penulis akan teliti yaitu sadah membatasi dalam objek ruamg lingkup tertentu.
Sehingga penelitian yang akan dihasilkna akan tajam dan menjurus kepada objek
tertentu dari sebuah putusan saja.

25

NAMA : Wahyu Tio Ramadhan


NIM: 1203101010220

uk memenuhi tugas Metode Penelitian HukumFakultas

ersitas Syiah Kuala

Anda mungkin juga menyukai