Anda di halaman 1dari 75

ANALISIS PELAKSANAAN PENCAIRAN TUNGGAKAN

PAJAK DENGAN PENAGIHAN AKTIF DI KANTOR


PELAYANAN PAJAK PRATAMA JATINEGARA

LIQUEFACTION ANALYSIS OF THE IMPLEMENTATION OF


TAX ARREARS WITH THE ACTIVE BILLING AT KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA JATINEGARA

MUZENAH FADHILAH
8323128349

Karya Ilmiah ini disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan


Mendapatkan Gelar Ahli Madya

PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI


JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015

i
ABSTRAK

MUZENAH FADHILAH. 2012. 8323128349. Analisis Pelaksanaan

Pencairan Tunggakan Pajak dengan Penagihan Aktif di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Jatinegara . Program Studi D-III Akuntansi. Jurusan Akuntansi.

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta.

Karya Ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan penagihan

aktif dalam rangka meningkatkan pencairan tunggakan pajak. Metode

penelitiannya adalah metode analisis deskriptif untuk menggambarkan hasil

dari penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis

dalam penelitian ini yaitu penelitian lapangan yang berupa wawancara,

observasi, dokumentasi dan penelitian kepustakaan dan analisis perbandingan

antara perencanaan penerimaan pajak dengan realisasinya.

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa penerimaan pencairan

tunggakan pajak setelah diberlakukannya penagihan aktif di KPP Pratama

Jatinegara pada tahun 2012-2014 Jatinegara sudah cukup efektif hal ini dapat

dilihat dari laporan penerimaan pajak selama 3 tahun. Dari tahun ke tahun

realisasinya terus meningkat .

Kata Kunci : Pencairan Tunggakan Pajak , Penagihan Pajak Aktif

ii
ABSTRACT

Muzenah Fadhilah. 2012. 8323128349. Liquefaction Analysis oh the

Implementation of Tax Arrears with The Active Billing at Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Jatinegara. Study Diploma of Accounting Program. Majoring

in Accounting. Faculty of Economics. State University of Jakarta.

The research metode to analyze the implementation of active billing

in order to improve the disbursement of tax arrears . The research method is

descriptive analysis method to describe the results of research . The data

collection techniques performed by the authors in this research field research

in the form of interviews , observation , documentation and research of

literature and comparative analysis between the planning of the realization of

tax revenue.

Results of the research show that the acceptance liquefaction tax

arrears after the implementation of active billing at Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Jatinegara in the year 2012-2014 has been quite effective ,

this can be seen from the report tax revenue for 3 years . From year to year

continues to increase its realization .

Key Words : Disbursement of Tax Arrears , Tax Billing Active

iii
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN

iv
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada ALLAH SWT yang

telah memberikan rahmat dan karunia -Nya kepada praktikan

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah yang

berjudul : Analisis Pelaksanaan Pencairan Tunggakan Pajak dengan

Penagihan Aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jatinegara.

Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

mendapatkan gelar Ahli Madya pada Fakultas Ekonomi Universitas

Negeri Jakarta.

Dalam meyusun Karya Ilmiah ini, penulis memperoleh bantuan,

bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan

kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua dan keluarga besar penulis yang telah memberi

semangat dan doa kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

Karya Ilmiah

2. Bapak Drs. Dedi Purwana, SE, M.Bus., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

3. Bapak Indra Pahala, SE, M.Si., selaku Ketua Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta sekaligus dosen

pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membantu,

v
membimbing, memotivasi serta mendukung penulis selama

penyusunan Karya Ilmiah ini;

4. Ibu Yunika Murdayanti, SE, M.Si,M.Ak., selaku Ketua Program Studi

D3 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

5. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta yang

telah banyak membantu dan memberikan ilmu yang bermanfaat

selama penulis duduk dibangku perkuliahan;

6. Segenap karyawan KPP Pratama Jatinegara yang telah meluangkan

waktunya untuk membantu penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah ini

7. Seluruh Mahasiswa Akuntansi Universitas Negeri Jakarta khususnya

D3 Akuntansi 2012

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Karya Ilmiah

ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk hasil yang

lebih baik. Akhir kata penulis berharap agar Karya Ilmiah ini dapat

berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Mei 2015

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...................................................................................................... ii

ABSTRACT .................................................................................................. iii

LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

DAFTAR ISI…………………………………………………………………. vii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………. ix

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… x

DAFTAR TABEL……………………………………………………………. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Perumusan Masalah ............................................................. 2

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ............................................. 4

1. Tujuan Penulisan…………………………………………..

2. Manfaat Penulisan………………………………………....

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENULISAN

A. Kajian Teoritis ...................................................................... 8

B. Kerangka Berfikir ................................................................ 11

C. Metodologi Penulisan ............................................................ 20

BAB III PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kasus ................................................................... 22

vii
B. Analisis Kasus ...................................................................... 23

BAB IV KESIMPULAN

A. Kesimpulan ............................................................................ 32

B. Saran ...................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..

LAMPIRAN – LAMPIRAN…………………………………………………

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Observasi ................................................. 38

Lampiran 2 Surat Persetujuan Observasi .................................................. 39

Lampiran 3 Rencana Penagihan dan Realisasi Penerimaan Pajak............. 40

Lampiran 4 Laporan Perkembangan Tunggakan Pajak ............................... 41

Lampiran 5 Penilaian PKL ......................................................................... 44

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Teguran ...... 45

Gambar 3.2 Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Paksa .......... 46

Gambar 3.3 Tata Cara Penerbitan Surat Perintah Penyitaan .................... 47

Gambar 3.4 Tata Cara Tindak Pemblokiran Rekening WP ...................... 50

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Rencana Penagihan Pajak dan Realisasinya ......................... 51

Tabel 3.2 Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran .......... 52

Tabel 3.2.1 Selisih Penerimaan dengan Tahun sebelumnya .................... 54

Tabel 3.3 Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa .............. 55

Tabel 3.3.1 Selisish Penerimaan dengan Tahun sebelumnya ................... 56

Tabel 3.4 Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Penyitaan .................. 57

Tabel 3.4.1 Selisih Penerimaan dengan Tahun Sebelumnya.. ................. 58

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini setiap negara sedang melakukan pembangunan secara

menyeluruh baik dari segi infrastruktur maupun pada sektor pelayanan

masyarakat. Dalam melaksanakan pembangunan dengan pesat dan

menyeluruh di kehidupan nasional maka diperlukan dukungan dan peran

serta seluruh masyarakat Indonesia. Agar proses pembangunan dapat

berjalan lancar diperlukan hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang

antara pemerintah dengan masyarakat.

Dalam mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut diperlukan

investasi dalam jumlah besar yang pelaksanaannya harus berlandaskan

pada kemampuan sendiri. Oleh karena itu perlu diletakkan suatu landasan

yang dapat menjamin tersedianya dana dari sumber-sumber di dalam negeri

guna melepaskan diri dari ketergantungan pada sumber luar negeri sehingga

bantuan luar negeri hanya merupakan pelengkap yang makin lama makin

kecil peranannya. Salah satu sumber dana dari dalam negeri adalah pajak.

Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut diperlukan dana yang

tidak sedikit. Penerimaan negara dari sektor pajak mengambil bagian yang

sangat besar dalam pendanaan pembangunan nasional. Penerimaan dari

sector pajak ternyata merupakan sumber penerimaan negara terbesar. Dalam

Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2015, Kementrian Keuangan

1 xii
Republik Indonesia tahun 2014 merencanakan Pendapatan Negara

mencapai Rp1.758,8 triliun, terdiri atas penerimaan Pajak Rp1.370,8

triliun, PNBP Rp388,8 triliun, dan penerimaan hibah Rp3,4 triliun.


1
Melihat kondisi tersebut maka pajak merupakan hal yang sangat penting

dalam rangka mensukseskan pembangunan. Target penerimaan dari sektor

pajak dari tahun ke tahun terus ditingkatkan, disinilah peran aktif

masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencapai target tersebut.

Dilihat dari segi ekonomi, pajak adalah sumber penerimaan negara

paling potensial. Masyarakat yang mandiri dan peduli, diharapkan

mempunyai kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan kewajiban sebagai

warga negara untuk membantu bangsanya dalam mewujudkan tujuan

mulia. Untuk mencapai target penerimaan, Pemerintah telah melakukan

berbagai perubahan diantaranya yaitu reformasi perpajakan atau yang

lebih dikenal dengan Tax Reform, langkah tersebut diawali pada tahun

1983. Program ini telah mengubah system perpajakan Indonesia, dari

official assessment menjadi self assessment. Ketika memakai sistem

official assessment, yang lebih berperan aktif adalah petugas pajak

sedangkan masyarakat atau Wajib Pajak lebih banyak berlaku pasif

menunggu tindakan dari petugas pajak. Yang dipakai Pemerintah saat ini

adalah sistem self assessment dimana terdapat perubahan yang signifikan.

Dalam sistem yang baru Wajib Pajak diberikan kepercayaan serta

tanggung jawab secara langsung dan mandiri untuk menghitung,

1
Jakarta, (http://kemenkeu.go.id) , diakses pada tanggal 22 Februari 2015
xiii
memperhitungkan, menyetor serta melaporkan sendiri besarnya pajak yang

terutang. Agar system self assessment dapat berjalan dengan baik, maka

keterbukaan dan penegakan hukum (law enforcement) menjadi hal yang

sangat penting. Disini peran aktif Wajib Pajak dalam melaksanakan

kewajiban perpajakannya sangat diperlukan. Dengan kepercayaan dan

tanggung jawab yang diberikan, diharapkan Wajib Pajak dapat melaksanakan

hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, dengan demikian peningkatan pendapatan negara

dari sektor pajak dapat meningkat. Kesadaran Wajib Pajak yang sudah

mulai dipupuk harus dibarengi dengan peningkatan kinerja petugas pajak.

Petugas harus selalu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih

baik dan terus lebih baik lagi.

Dengan system self assessment penerimaan Negara dari sektor

pajak terus meningkat tapi bukan berarti tidak ada hambatan.

Peningkatan penerimaan diikuti dengan naiknya tunggakan pajak.

Direktorat Jenderal Pajak sebagai pengayom perpajakan di Indonesia

dengan program-programnya sudah berusaha untuk menekan sekecil

mungkin tunggakan pajak. Pelayanan yang lebih baik, pembinaan,

penyuluhan, sosialisasi, pengawasan, bahkan sanksi-sanksi perpajakan telah

diterapkan guna meminimalisasi tunggakan pajak dan diharapkan Wajib

Pajak lebih patuh. Tetapi pada kenyataannya masih saja ada penyimpangan

yang dilakukan Wajib Pajak untuk menghindari kewajiban

perpajakannya. Adanya penyimpangan berupa pelanggaran yang dilakukan

xiv
Wajib Pajak tersebut itulah yang menyebabkan tunggakan pajak terus

meningkat. Oleh karenanya harus dilakukan tindakan penagihan yang

mempunyai kekuatan hukum memaksa.

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung

pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur

atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,

memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang – barang yang

disita. Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu

penagihan pasif dan penagihan aktif. Penagihan pasif yaitu dilakukan

melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak dan surat lain-lain

Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah

jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang

dimulai dengan menerbitkan surat teguran. Sedangkan Penagihan pajak

aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya

penagihan pajak ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim

surat tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan

sita, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Apabila dalam hal ini wajib pajak melakukan kesalahan dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka direktorat jendral pajak

dapat melakukan Law Enforcement yang pada peraktek awalnya

dilaksanakan dengan tindakan penagihan. Namun dalam pelaksanaannya

mungkin timbul masalah-masalah yang menyebabkan ketentuan tindakan


xv
penagihan terhambat sehingga tidak sesuai lagi dengan yang diatur,

melihat salah satu cirri pajak yang tidak memberi suatu imbalan pajak

maka kemungkinan dapat terjadi tunggakan-tunggakan pajak. Dalam

menjaga agar tunggakan-tunggakan tersebut tidak semakin bertambah

besar, maka diperlukan suatu tindakan penagihan yang efektif dan efesien

guna mencairkan tunggakan pajak yang terutang, dengan demikin dapat

disimpulkan bahwa tindakan penagihan adalah suatu tindakan yang

dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini direktorat jendral pajak untuk

melakukan law Enforcement terhadap wajib pajak yang lalai untuk

memenuhi semua kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan uraian diatas penulis

menuangkan masalah tersebut dengan judul “Analisis Pelaksanaan

Pencairan Tunggakan Pajak dengan Tindakan Penagihan Aktif di

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jatinegara“

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan diatas dan untuk memperjelas

permasalahan yang menjadi dasar penulisan ini serta mencapai sasaran,

maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana mekanisme pelaksanaan penagihan aktif dalam

pencairan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Jatinegara ?

xvi
2. Bagaimana perkembangan tunggakan selama 3 tahun pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jatinegara?

3. Apa sajakah permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan

Penagihan Aktif atas Tunggakan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Jatinegara dan bagaimana cara mengatasinya ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya ilmiah ini adalah:

a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme

pelaksanaan penagihan aktif dalam pencairan tunggakan di

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jatinegara

b. Untuk mengetahui kondisi tunggakan pajak serta realisasi

penerimaan pajak selama 3 tahun pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Jatinegara.

c. Untuk mengetahui apa sajakah permasalahan yang timbul dalam

pelaksanaan Penagihan Aktif atas Tunggakan Pajak di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jatinegara , serta cara mengatasinya.

2. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan merupakan sarana untuk menyampaikan

ide penulis dalam mengembangkan daya imajinasi dan berpikir

sistematis. Dan juga dapat memahami apa tujuan penulis menyusun

xvii
teori suatu ilmu pembelajaran. Oleh karena itu, penulisan dalam

tugas ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan

berupa :

a. Manfaat Teoritis

1) Untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang di dapat penulis

selama menempuh perkuliahan pada jurusan D3 Akuntansi,

Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta.

2) Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis yang

berhubungan dengan mekanisme pencairan tunggakan pajak

3) Sebagai bahan referensi, perbandingan dan juga sumbangan

pemikiran bagi penulis lain yang ingin melakukan penelitian

tentang pelaksanaan pencairan tunggakan pajak dengan

penagihan aktif

b. Manfaat Praktis

Selain manfaat teoritis, hasil penelitian dan penulisan

yang dilakukan oleh penulis diharapkan juga mampu

menghasilkan manfaat praktis, yaitu :

1) Memberikan sumbangan pemikiran mengenai pendalaman

studi dalam hal Perpajakan khususnya terkait dengan

Pencairan Tunggakan Pajak dengan Penagihan Aktif.

xviii
2) Memberikan informasi kepada pihak – pihak Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jatinegara mengenai seberapa

besar pelaksanaan penagihan aktif terhadap pencairan

tunggakan pajak.

xix
BAB II
KAJIAN DAN METODOLOGI PENULISAN

A. Kajian Teoritis

1. Pengertian Pajak

Menurut menurut S. I. Djajadiningrat, Pajak didefinisikan

sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas

negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang

memberikan kedudukkan tertentu, tetapi bukan sebagai suatu

hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat

dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara

langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum .2

Pengertian Pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun

2007 Tentang Perubahan ketiga atas Undang - Undang Nomor 6 Tahun

1993 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak

adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

untuk keperluan Negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.3

Maka dari berbagai definisi dari para ahli maka dapat kita

simpulkan pengertian pajak sebagai berikut :

2
SitiResmi, Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi 6, (Jakarta: Salemba4, 2011),p.1
3
Sigit Ibnu Pawoko. Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2007 (Jakarta:
Salemba empat),p.4.
9 20
21

Pajak dapat diartikan sebagai suatu kewajiban kenegaraan dan

pengabdiaan peran aktif warga negara dan anggota masyarakat

lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa

pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-

Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan

penghasilan kepada Negara.

2. Fungsi Pajak

Pada dasarnya fungsi pajak sebaga i sumber keuangan negara.

terdapat dua fungsi pajak yaitu :

a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk

membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.

b. Fungsi Mengatur (Regulered)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan

pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan

tujuan tertentu di luar bidang keuangan.4

3. Jenis Pajak

Jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu menurut

sifat, golongan dan lembaga pemungutnya.

4
Siti Resmi, Op.cit, p3
21
22

a. Menurut sifatnya

1) Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau

berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan

keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)

2) Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya,

tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh:

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah (PPnBM)

b. Menurut golongannya

1) Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau

ditanggung sendiri oleh Wajib pajak dan tidak dapat dibebankan

atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan

2) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh :

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

c. Menurut lembaga pemungutnya

1) Pajak pusat adalah pajak yang wewenang pemungutannya

ada pada pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai

pengeluaran negara, dimana pelaksanaannya dilakukan oleh

Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan

Bangunan, Bea Materai.

22
23

2) Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya

ada pada pemerintah daerah dan digunakan untuk

membiayai pengeluaran daerah, dimana pelaksanaannya

dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.5

4. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang

member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan

besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri-cirinya :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada

pada fiskus.

2) Wajib pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak

oleh fiskus.

b. Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri

besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya :

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada

pada Wajib Pajak sendiri.

5
UU No. 28 Tahun 2009 tentangPajak Daerah danRetribusi Daerah
23
24

2) Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With holding System

With Holding System adalah sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan

Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak

yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri -cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang

ada pada pihak ketiga (pemberi kerja dan bendaharawan

pemerintah).

5. Pengertian Utang Pajak

Sebagaimana dimaksud dalam UUD Nomor. 19 tahun 2000

tentang perubahan atas UUD Nomor 19tahun 1997 tentang penagihan

pajak Dengan surat paksa disebutkan bahwa:

“Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk

sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum

dalam surat ketetapan pajak atau surat ketetapan surat sejenisnya

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”

24
25

Utang pajak menurut Soemitro yaitu, Utang yang timbul secara

khusus karena Negara (kreditur) terikat dan tidak memilih secara bebas,

siapa yang akan dijadikan debiturnya seperti dalam hukum perdata.6

6. Penagihan Pajak

Pengertian Penagihan Pajak sesuai dengan Pasal 1 ayat 9

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa , Penagihan pajak adalah serangkaian

tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak berhubung Wajib Pajak

tidak melunasi baik sebagian/seluruh kewajiban perpajakan yang

terutang menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.7

Terdapat unsur-unsur penting yang berperan dalam proses penagihan

pajak, yaitu:

a. Piutang pajak, yaitu besarnya utang pajak yang belum dilunasi oleh

Wajib Pajak ditambah dengan biaya penagihan sebagai dasar untuk

melakukan penagihan pajak;

b. Serangkaian tindakan sesuai jadwal waktu yang benar, yaitu

penerbitan Surat Teguran, pemberitahuan Surat Paksa, pelaksanaan

penyitaan berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,

pengumuman lelang sampai dengan pelaksanaan lelang;

6
Rochmat Soemitro , Asas dan Dasar Perpajakan II ,Bandung : PT. Refka Aditama Edisi Revisi
,1998,p.24
7
Ida Zuraida, Penagihan Pajak; Pajak Pusat dan Pajak Daerah ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 2011)
,p.3.
25
26

c. Aparat Direktorat Jenderal Pajak, yaitu Jurusita Pajak yang telah

memenuhi syarat untuk melakukan penagihan pajak;

d. Penanggung Pajak yang mempunyai kewajiban melunasi utang

pajak.

e. Penanggung Pajak orang pribadi atau badan yang bertanggung

jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak

dan memenuhi kewajiban WP;

f. Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

Terdapat dua jenis kegiatan penagihan pajak yang dikenal secara

umum, yaitu penagihan pajak pasif dan penagihan pajak aktif. Penagihan

pajak pasif adalah keseluruhan kegiatan penagihan di luar penagihan

pajak aktif dimana seksi penagihan tidak melakukan tindakan yang

nyata terhadap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak agar melunasi utang

pajak.

Kegiatan ini meliputi saat antara penerbitan Surat Tagihan

Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat

Keputusan Pembetulan (SK Pembetulan), Surat Keputusan Keberatan

(SK Keberatan), dan Putusan Banding oleh seksi terkait hingga

penerbitan Surat Teguran oleh seksi penagihan. Sedangkan yang

dimaksud dengan penagihan pajak aktif adalah keseluruhan kegiatan

penagihan yang merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif

dimulai dari pemberitahuan Surat Paksa hingga menjual barang yang


26
27

telah disita dan dalam hal ini seksi penagihan melakukan tindakan

yang nyata atas Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Sehingga

berdasarkan pengertian tersebut, kinerja seksi penagihan hanya diukur

dari keseluruhan penagihan pajak aktif yang dilakukan, sedangkan

pencairan tunggakan pajak sebelum penagihan aktif dinilai sebagai kinerja

pemeriksa terkait dengan adanya kesadaran yang tinggi dari Wajib Pajak

atau Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Ujung tombak dalam pelaksanaan penagihan pajak aktif pada

KPP dalam hal ini secara khusus adalah Jurusita Pajak. Jurusita Pajak

sendiri adalah Pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi

penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan

dan penyanderaan. Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh

Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat, dan oleh Gubernur


8
atau Bupati/Walikota untuk penagihan pajak daerah. Syarat-syarat

untuk menjadi Jurusita Pajak adalah sebagai berikut:

1. Berijazah serendah-rendahnya SMA atau sederajat.

2. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a.

3. Berbadan sehat.

4. Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak.

5. Jujur bertanggung jawab dan penuh pengabdian.

8
L.Y. Hari Sih Advianto, Penagihan Pajak ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 2011) ,p.2.

27
28

Dalam melaksanakan tugas, seorang Jurusita Pajak harus

dilengkapi dengan Kartu Tanda Pengenal Jurusita Pajak yang harus

diperlihatkan kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Hal ini

dimaksudkan agar Jurusita Pajak mempunyai bukti diri yang kuat dan

bias menjelaskan bahwa yang bersangkutan adalah benar-benar

Jurusita Pajak yang sah dan mempunyai tugas dan wewenang

melaksanakan tindakan penagihan pajak.

7. Dasar Hukum Penagihan pajak

a. UUD Nomor 16 tahun 2000 tentang perubahan ketiga Atas UUD

Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara

perpajakan

b. UUD Nomor 19 tahun 2000 tentang perubahan atas UUD Nomor

19 tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa

c. Keputusan Menteri keuangan No 562/KMK. 04/2000 ditetapkan

tanggal 26 Desember 2000 tentang syarat-syarat tata cara

pengangkatan dan pemberhentian juru sita pajak

d. Keputusan Menteri keuangan nomor: 561/KMK. 04/2000 tentang

tata cara pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus dan

pelaksanaan surat paksa

e. Keputusan Menteri keuangan nomor:147/KMK. 04/1998 sebagai

mana telah diubah dengan keputusan Mentri keuangan 21/KMK.

01/1999 tentang menunjukan pejabat untuk penagihan pajak pusat, tata

cara dan jadwal waktu pelaksanaan penagihan pajak


28
29

f. Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 135 tahun 2000

tentang tata cara penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat

paksa.

8. Tahapan Penagihan Pajak

Adapun tahapan penagihan pajak antara lain sebagai berikut:

a. Surat Teguran

Apabila utang pajak yang tercantum dalam surat tagihan pajak,

surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar

tambahan, tidak dilunasi sampai melewati 7 hari dari batas waktu jatuh

tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkan).

b. Surat Paksa

Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari dari tanggal

surat teguran maka akan diterbitkan surat paksa yang disampaikan

oleh juru sita pajak negara dengan dibebani biaya penagihan

sebesar 25.000 (dua puluh ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi

dalam waktu 2×24 jam.

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan

biaya penagihan pajak. Surat kuasa memiliki kekuatan eksekutorial

dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan tetap (inkracht).

29
30

Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi :

1) Nama wajib pajak, atau nam Wajib Pajak dan Penanggung Pajak

2) Dasar penagihan

3) Besarnya Utang Pajak

4) Perintah untuk membayar.

Surat paksa diterbitkan apabila :

1) Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya

diterbitkan Surat Teguran atau surat lain yang sejenis.

2) Terhadap penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika

dan sekaligus.

3) Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan

pembayaran pajak.

Surat Paksa terhadap orang Pribadi diberitahukan oleh jurusita

pajak kepada :

1) Penanggung Pajak

2) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja

di tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak

apabila yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

3) Salah satu ahli waris atau pelaksanaan wasiat atau yang

mengurus harta peninggalannya apabila wajib pajak telah

meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi.

30
31

4) Para ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan

harta warisan telah dibagi.

Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita pajak

kepada :

1) Pengurus, kepala perwakilan , kepala cabang, penanggung jawab,

pemilik modal.

2) Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan

apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang

sebagaimana dimaksud dalam huruf 1.

Hal yang harus diperhatikan :

1) Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan

penundaan pelaksanaan Surat Paksa.

2) Pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan

penyitaan sebelum lewat waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa

diberitahukan.9

c. Surat Sita

Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu

2×24 jam dapat dilakukan tindakan penyitan atas barang-barang

9
Jakarta, (http://tulisanbudi.blogspot.com/2011/07/v-behaviorurldefaultvmlo.html) , diakses
tanggal 22 Februari 2015
31
32

Wajib Pajak dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp

75.000.

Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk menguasai

barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk

melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.

Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak dalam

waktu 2 x 24 jam setelah diberitahukan , Pejabat menerbitkan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan. Setiap melaksanakan penyitaan,

jurursita pajak membuat berita acara pelaksanaan sita yang

ditandatangani oleh jurusita pajak, penanggung pajak , dan saksi-

saksi. Berita Acara Pelaksanaan Sita mempunyai kekuatan

mengikat meskipun penanggung pajak menolak untuk

menandatanganinya.

Barang yang dapat disita berupa :

1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan

deposito berjangka, tabungan, giro, atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu, obligasi, saham.

2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan , dan

kapal dengan isi kotor tertentu.

Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah

melunasi biaya penagihan dan utang pajak atau berdasarkan

putusan pengadilan atau putusan Badan Perdilan Pajak atau

32
33

ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan atau

Keputusan Kepala Daerah.

d. Lelang

Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan

cara penawaran harga secara lisan dan atau tertuli melalui usaha

pengumpulan peminat atau calon pembeli. Jika dalam waktu 14 hari

setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum dilunasi maka akan

dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui kantor lelang negara.

Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum

di bayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan

untuk pengumuan lelang dalam surat kabar dan biaya pada saat

pelelangan.

Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar

biaya penagihan pajak yang belum dibayar, dan sisanya untuk

membayar utang pajak. Apabila hasil lelang sudah mencapai

jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan

utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh pejabat walaupun

barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta uang

kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada penanggung

pajak segera setelah pelaksanaan lelang. 10

10
Rudy Suhartono, Panduan Komperhensif dan Praktis KUP ( Jakarta: Salemba 4, 2010), p.138
33
34

9. Berakhirnya Hutang Pajak

Utang pajak akan berakhir atau terhapus apabila terjadi hal-hal

sebagai berikut :

a. Pembayaran

Pembayaran pajak dapat dilakukan Wajib Pajak dengan

menggunakan surat setoran pajak atau dokumen lain yang

dipersamakan. Pembayaran pajak dapat dilakukan di Kantor Kas

Negara, Kantor Pos dan Giro atau di Bank Persepsi.

b. Kompensasi

Kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai

tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan

pembayaran pajak dapat dikompensasikan pada masa/tahun pajak

berikutnya maupun dikompensasikan dengan pajak lainnya yang

terutang.

c. Daluwarsa

Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hal ini

untuk memberikan kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak

maupun fiskus, maka diberikan batas waktu tertentu untuk

penagihan pajak.

34
35

d. Penghapusan utang

Penghapusan utang pajak dilakukan karena kondisi dari

Wajib Pajak yang bersangkutan, misalnya Wajib Pajak

dinyatakan bangkrut oleh pihak-pihak yang berwenang.

e. Pembebasan

Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya

ytetapi karena ditiadakan. Pembebasan pajak biasanya

dilakukan berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Misal dalam

rangka meningkatkan penanaman modal maka pemerintah

memberikan pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu

atau pembebasan pajak di wilayah-wilayah tertentu.

B. Kerangka Berfikir

Sistem Self Assestment yang tidak didukung penuh dengan

kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak akan menimbulkan kelalaian

terhadap kewajiban perpajakan. Salah satu bentuk kelalaian Wajib

Pajak yang sangat marak di Indonesia adalah penunggakan pajak. Hal

ini, ditunjukan dengan adanya jumlah tunggakan pajak yang besar

terhadap negara setiap tahunnya.

Tunggakan Pajak yang tidak kunjung dilunasi 7 (tujuh) hari

setelah tanggal jatuh tempo pelunasan akan ditegur atau diperingati.

Hal tersebut sesuai dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2000

tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa atau biasa disebut

35
36

dengan UU PPSP. Dalam pasal 8 ayat (2) UU PPSP disebutkan

apabila Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus

dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pelunasan, maka pajak

yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu

menerbitkan Surat Teguran, Surat Peringatan, atau Surat lain yang

sejenis. Setelah itu, jika Surat Teguran atau Surat lain yang sejenis

tidak diindahkan oleh Penunggak Pajak maka dalam kurun waktu 21

hari dapat diterbitkan Surat Paksa.

Sesuai dengan penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU PPSP dikatakan

bahwa agar tercapai efektivitas dan efisiensi penagihan pajak yang

didasari oleh Surat Paksa, ketentuan ini member kekuatan eksekutorial

serta memberi kedudukan hukum yang sama dengan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap kepada

Surat Paksa. Dengan demikian, Surat Paksa langsung dapat

dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat

diajukan banding. Selain itu, Penagihan dengan surat paksa juga bisa

dilakukan sampai pada proses penyitaan, dimana paling cepat dalam

waktu 2 × 24 jam sudah dapat diterbitkan Surat Perintah Melakukan

Penyitaan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang tertuang dalam UU PPSP

Pasal 1 angka 14.

Serangkaian kegiatan penagihan aktif yang dilakukan oleh

Direktorat Jenderal Pajak ini diharapkan dapat mengupayakan

pencairan tunggakan pajak dengan cara menimbulkan efek jera

36
37

(detterent effect) terhadap Penunggak Pajak yang lalai terhadap

kewajibannya. Oleh karena itu dalam Strategi Penerimaan Pajak oleh

Direktorat Jenderal Pajak dari tahun ke tahun Kegiatan Penagihan

dianggap sebagai kegiatan extra effort yang diyakini mampu

memberikan sumbangan pemasukan bagi Kas Negara (Siaran Pers

DJP). Sebagai kegiatan extra effort yang terus menerus digalangkan

oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka keefektivan kegiatan penagihan

aktif merupakan tolak ukur, berhasil tidaknya tindakan penagihan

tersebut dalam meningkatkan penerimaan pajak. Berikut merupakan

gambar yang menjabarkan kerangka pemikiran peneliti untuk

menjawab masalah dalam penelitian ini.

Tunggakan Pajak Penagihan Pajak


Aktif

Penerimaan Pajak

Analisis Pencairan
Tunggakan Pajak

Kesimpulan

37
38

C. Metode Penulisan

1. Tempat dan Waktu

Penulis melakukan observasi pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Jatinegara.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan adalah studi komparatif

dengan membandingkan laporan penerimaan pajak dengan pencairan

tunggakan pajak selama 3 periode berturut-turut.

a. Teknik Pengumpulan Data

1) Observasi

Melakukan pengamatan langsung ke Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Jatinegara untuk mengetahui kondisi

penerimaan pajak, dan perkembangan tunggakan pajak di

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jatinegara , serta kaitannya

dengan bahan penelitian yang akan dibahas.

2) Wawancara

Dilakukan dengan cara mengajukan beberapa

pertanyaan kepada pihak yang terlibat dalam bidang yang

diteliti (dalam hal ini yang dimaksud adalah bagian penagihan

pajak ) untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan

dengan penelitian.

38
39

3) Studi Kepustakaan

Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan

(library research) atau studi dokumentasi. Data sekunder yang

dikumpulkan adalah data yang terkait dengan pencairan

tunggakan pajak , artikel dan berita terkait tunggakan pajak,

pemikiran konseptual peneliti sebelumnya seperti contohnya

karya tulis ilmiah, skripsi terkait pencairan tunggakan pajak ,

dan lain-lain.

3. Teknik Analisis Data

Berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

metode deskriptif, maka untuk menganalisis data yang telah terkumpul,

data diolah dengan menghitung data-data yang berbentuk kuantitatif

(angka-angka) dan dinyatakan dengan data kualitatif untuk

menginterprestasikan hasil data perhitungan tersebut serta menyertai

dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kualitatif

untuk memecahkan masalah yang diteliti yang akhirnya akan menarik

kesimpulan dari pengolahan data tersebut. Adapun langkah-langkah

pengolahan datanya adalah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan judul karya

ilmiah yang dibuat oleh penulis, dimana data-data yang akan

dikumpulkan juga dapat sebagai jawaban dari perumusan masalah

yang ditentukan oleh penulis.

39
40

b. Penulis melakukan wawancara dengan pihak Kantor Pelayanan

Pajak untuk meminta data perkembangan tunggakan pajak di

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jatinegara lalu menganalisa

penerimaan pajak selama 3 periode.

40
41

BAB III

PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kasus

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jatinegara . Sebelum diterapkannya sistem

administrasi perpajakan modern, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

Jakarta Jatinegara , dimana struktur organisasinya masih berdasarkan jenis

pajak. Bersamaan dengan proses reformasi Administrasi Perpajakan di

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang sudah digulirkan sejak tahun 2002, serta

dalam rangka ekstensifikasi dan intensifikasi Wajib Pajak, KPP Pratama

Jakarta Jatinegara mengalami beberapa perubahan.

Pembentukan KPP Pratama Jakarta Jatinegara ini disahkan dengan

Peraturan Menteri Keuangan No.55/PMK.01/2007 tanggal 31 Mei 2007 tentang

perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No.132/PMK.01/2006 tentang

organisasi dan tata kerja instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Struktur organisasi yang dibangun berdasarkan fungsi. Struktur organisasi

yang baru dirancang berdasarkan fungsi, meliputi fungsi pelayanan ( seksi

pelayanan dan seksi pengawasan dan konsultasi), seksi penegak hukum (seksi

pemeriksaan, kelompok fungsional, seksi penagihan dan seksi ekstensifikasi),

serta fungsi pendukung (sub bagian umum dan seksi pengolahan data

informasi). Perubahan struktur organisasi tersebut hakekatnya merupakan

jawaban atas tuntutan lingkungan eksternal Direktorat Jenderal Pajak agar

bekerja lebih transparan berdasarkan tata kelola pemerintahan yang baik dan

41
42

dapat di pertanggung jawabkan (good governance), sehingga dapat tercipta

adanya kepastian hukum dan professionalisme dalam pelaksanaan tugas.

Dengan dasar ini, KPP Pratama Jakarta Jatinegara sebagai salah satu institusi

pelayanan public dibawah DJP juga dituntut untuk bekerja berdasarkan tata

kelola pemerintahan yang baik (good governance). KPP Pratama Jakarta

Jatinegara dibentuk untuk melakasanakan fungsinya berdasarkan azas tata

kerja yang transparan, akuntabel, menjamin kepastian hukum dan

profesionalisme bagi masyarakat Wajib Pajak .

Penulis melakukan penelitian pada objek tersebut untuk membahas

pelaksanaan pencairan tunggakan pajak dengan penagihan aktif hal ini

dikarenakan jumlah tunggakan pajak dari tahun ke tahun terus meningkat ,

dan juga mengetahui tingkat penerimaan pajak dengan penagihan aktif serta

hambatan dalam pelaksanaannya hal ini dikarenakan pajak merupakan salah

satu sumber pendanaan terbesar pembangunan di Negara ini.

B. Analisis Kasus

1. Mekanisme Pelaksanaan Pencairan Tunggakan Pajak dengan

Penagihan Aktif di KPP Pratama Jatinegara

a) Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Teguran

Seksi Penagihan di KPP Pratama Jatinegara mempunyai tugas

melakukan penerimaan dan pengarsipan sehubungan dengan tunggakan

pajak, usulan penundaaan pembayaran pajak, usulan penghapusan

42
43

piutang pajak, penagihan aktif. Seksi Penagihan terdiri dari dua orang

Juru Sita Pajak dan satu pelaksana di Seksi Penagihan.

Seksi Penagihan telah menggunakan SIDJP yang terhubung

secara intranet. Hal ini dilakukan sehubungan dengan adanya

modernisasi di bidang perpajakan untuk mempermudah dalam

administrasi perpajakan. Meskipun begitu, pencatatan secara manual

masih tetap dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Pencatatan secara manual masih dilakukan dalam hal pencatatan

pemberkasan dan kartu pengawasan tunggakan pajak.

Dalam pelaksanaan penagihan tunggakan pajak dengan Surat

Teguran, Seksi Penagihan di KPP Pratama Jatinegara mengacu pada

Standard Operating Procedures Departemen Keuangan Republik

Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Nomor B008 yang disahkan

tanggal 19 Februari 2007, uraian ini sekaligus akan menjelaskan flow

chart 3.1 yaitu :

1. Berdasarkan data keterlambatan pembayaran tunggakan pajak yang

diperoleh dari sistem, Juru Sita Pajak mencetak konsep Surat Teguran .

Penagihan dan meneruskannya kepada Kepala Seksi Penagihan.

Surat Teguran Penagihan dicetak minimal dua rangkap yaitu :

a. Lembar ke - 1 untuk Wajib Pajak

b. Lembar ke – 2 untuk Arsip Kantor Pelayanan Pajak

43
44

2. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep Surat

Teguran Penagihan dan meneruskannya kepada Kepala Kantor

Pelayanan Pajak. Dalam hal Kepala Seksi Penagihan tidak

menyetujui, Juru Sita Pajak harus memperbaiki dahulu dokumen

tersebut.

3. Kepala Kantor menandatangani Surat Teguran Penagihan kemudiann

mengembalikannya kepada Kepala Seksi Penagihan untuk

ditatausahakan dan dikirimkan ke Wajib Pajak / Penanggung Pajak.

4. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Juru Sita Pajak untuk

mencatat Surat Teguran pada Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak,

mengarsipkan Surat Teguran, dan menyampaikan Surat Teguran

Penagihan kepada Subbagian Umum untuk dikirim kepada Wajib

Pajak

5. Proses selesai. Jangka waktu penyelesaian paling lama dua hari kerja.

44
45

Gambar 3.1
Flow chart Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Teguran

Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jatinegara

45
46

b) Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Paksa

Dalam pelaksanaan penagihan tunggakan pajak dengan Surat Paksa,

Seksi Penagihan di KPP Pratama Jatinegara mengacu pada Standard

Operating Procedures Departemen Keuangan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Pajak Nomor B009 yang disahkan tanggal 19 Februari

2007, uraian ini sekaligus akan menjelaskan flowchart 3.2 yaitu :

1. Berdasarkan data Surat Teguran yang telah lewat dari sistem, Juru

Sita Pajak meneliti dan mencetak konsep Surat Paksa dan Berita

Acara Pemberitahuan Surat Paksa serta meneruskannya kepada

Kepala Seksi Penagihan.

2. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep Surat Paksa dan

Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa serta meneruskannya kepada

Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani

Surat Paksa kemudian menyampaikannya kepada Juru Sita Pajak .

4. Juru Sita Pajak menerima, kemudian memberitahukan Surat Paksa

dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib

Pajak/Penanggung Pajak. Sebelum memberitahukan Surat Paksa, Juru

Sita Pajak akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Melaksanakan

Surat Paksa terlebih dahulu kepada Wajib Pajak atau Penanggung

Pajak.

46
47

5. Juru Sita Pajak membuat sekaligus menandatangani LPSP (Laporan

Pelaksanaan Surat Paksa) dan menyampaikan kepada Kepala Seksi

Penagihan.

6. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan menandatangani LPSP kemudian

menyerahkan kembali kepada Juru Sita Pajak untuk ditatausahakan.

7. Juru Sita Pajak menatausahakan LPSP dengan cara mencatat pada

Kartu Pengawasan serta mengarsipkan LPSP.

8. Proses selesai. Jangka waktu penyelesaian paling lama tujuh hari

kerja.

47
48

Gambar 3.2
Flow chart Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Paksa

Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jatinegara


48
49

c) Tata Cara Penerbitan Surat Perintah Melakukan Penyitaan

Dalam pelaksanaan penagihan tunggakan pajak dengan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan, Seksi Penagihan di KPP Pratama

Jatinegara mengacu pada Standard Operating Procedures Departemen

Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Nomor B010 yang

disahkan tanggal 19 Februari 2007, uraian ini sekaligus akan menjelaskan

flow chart 3.3 yaitu :

1. Juru Sita Pajak meneliti data tunggakan pajak beserta pelunasannya

(SSP/STTS/SSB/bukti Pbk) atau pengurangan (keputusan pembetulan /

keputusan keberatan /putusan banding/keputusan pengurangan atau

pembatalan ketetapan pajak/keputusan pengurangan atau penghapusan

sanksi administrasi), membuat konsep SPMP dan menyampaikannya

kepada Kepala Seksi Penagihan.

2. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan menyetujui konsep SPMP dan

menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani

SPMP dan mengembalikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.

4. Kepala Seksi Penagihan meneruskan SPMP kepada Juru Sita Pajak.

5. Proses Selesai. Jangka waktu penyelesaian paling lama satu hari.

49
50

Gambar 3.3
Flow chart Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Perintah
Melakukan Penyitaan

Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jatinegara

50
51

Setelah mendapatkan kepastian akan tunggakan Wajib Pajak dan

persetujuan dari Pejabat yang berwenang maka prosedur pemblokiran yang

akan dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Kepala Seksi Penagihan mengajukan permintaan pemblokiran kepada

bank disertai dengan penyampaian salinan Surat Paksa dan Surat Perintah

melaksanakan Penyitaan;

2. Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan

pemblokiran dari Kepala Seksi Penagihan dan membuat berita acara

pemblokiran serta menyampaikan salinannya kepada Kepala Kantor Seksi

Penagihan dan Penanggung Pajak;

3. Juru Sita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank

memerintahkan penanggung pajak untuk memberikan kuasa kepada bank

agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan di bank kepada

Juru Sita Pajak.

4. Penanggung Pajak yang memberikan kuasa akan membuat Surat Kuasa

untuk memberitahukan saldo kekayaannya di Bank. Apabila penanggung

pajak tidak memberikan kuasa kepada bank sebagaimana dimaksud, maka

Kepala Seksi Penagihan meminta Bank Indonesia melalui Menteri

Keuangan untuk memerintahkan bank untuk memberitahukan saldo

kekayaan penanggung pajak yang tersimpan di bank yang dimaksud;

51
52

5. Setelah diketahui saldo kekayaan yang tersimpan di Bank, juru Sita akan

melaksanakan penyitaan dan membuat berita acara pelaksanaan sita dan

menyampaikannya kepada penanggung pajak dan bank yang bersangkutan ;

6. Kepala Seksi Penagihan mengajukan pencabutan pemblokiran apabila

penanggung pajak telah melunasi tunggakan pajak beserta bunganya.

52
53

Gambar 3.4
Flow chart Tata Cara Tindakan Pemblokiran Rekening Milik Wajib Pajak /
Penanggung Pajak

Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jatinegara

53
54

2. Rencana Penagihan Pajak Terhadap Perkembangan Tunggakan

Pajak Serta Realisasi Penerimaan Pajak

Menurut data, tahun 2012 dan 2013 realisasi penerimaan pajak

tidak mencapai target yang telah ditetapkan diawal periode. Data tersebut

dapat dilihat ditabel 3.1. Tabel ini memperlihatkan rencana dan realisasi

penerimaan pajak Badan pada KPP Pratama Jatinegara tahun anggaran

2012 sampai 2014. Pada table tersebut mengindikasikan bahwa realisasi

penerimaan pajak pada tahun 2012 dan 2013 tidak mencapai target yaitu

16,40% pada tahun 2012 dan 18,30% pada tahun 2013 . Hal tersebut

bukan berarti kinerja KPP Pratama Jatinegara tidak maksimum ,

melainkan banyak faktor maupun kendala yang dialami seperti adanya

penurunan pajak disektor perdagangan, tingkat inflasi , besarnya tunggakan

pajak yang belum dilunasi, dan hal lain yang tidak tercapainya

penerimaan pajak . Namun, pada tahun 2014 mengalami peningkatan

sebesar 8,90% dari penerimaan tahun anggaran 2014 dengan presentasi

realisasi sebesar 108,9 %.

54
55

Tabel 3.1
Rencana Penagihan Pajak Badan
dan Realisasi Penerimaan Pajak
Pada KPP Pratama Jatinegara
Tahun 2012-2014

Tahun Presentasi
Anggaran Rencana Realisasi Realisasi
2012 Rp5.858.276.300 Rp4.856.912.280 82,90%
2013 Rp6.627.527.890 Rp5.416.471.160 81,70%
2014 Rp6.508.502.790 Rp7.093.662.280 108,90%
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jatinegara

a. Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran di KPP Jatinegara

Penerimaan tunggakan pajak merupakan pelunasan tunggakan pajak

yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Pelunasan tunggakan pajak dapat

menyebabkan meningkatnya penerimaan KPP Pratama Jatinegara , sehingga

membantu realisasi dari target penerimaan pajak bagi KPP yang

bersangkutan dan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.

Tabel 3.2
Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran KPP Pratama
Jatinegara
Tahun 2012-2014

Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014


Nilai Nilai Nilai

1.265.903.257 1.474.933.918 2.949.815.105


Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jatinegara

55
56

Tabel 3.2.1
Selisih Penerimaan Pajak dengan Tahun Sebelumnya KPP Pratama
Jatinegara
Tahun 2012-2014
(Dalam Rupiah Penuh)

Tahun Selisih dengan tahun Kesimpulan


sebelumnya
2012-2013 209.030.661 Kenaikan Penerimaan
2013-2014 1.683.911.848 Kenaikan Penerimaan

Sumber : Diolah Oleh Penulis

b. Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa

Tabel 3.3
Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa KPP Pratama
Jatinegara
Tahun 2012-2014
(Dalam Rupiah Penuh)

Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014


Nilai Nilai Nilai
2.185.766.212 2.621.751.200 2.824.611.712
Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jatinegara

Tabel 3.3.1
Selisih Penerimaan Pajak dengan Tahun Sebelumnya KPP Pratama
Jatinegara
Tahun 2012-2014
(Dalam Rupiah Penuh)

Tahun Selisih dengan tahun Kesimpulan


sebelumnya
2012-2013 435.984.988 Kenaikan Penerimaan
2013-2014 202.860.512 Kenaikan Penerimaan
Sumber : Diolah Oleh Penulis

56
57

c. Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Penyitaan

Tabel 3.4
Penerimaan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa KPP Pratama
Jatinegara
Tahun 2012-2014
(Dalam Ribuan Rupiah)

Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014


Nilai Nilai Nilai
1.196.212.150 1.325.956.191 1.522.095.975
Sumber :Seksi Penagihan KPP Pratama Jatinegara

Tabel 3.4.1
Selisih Penerimaan Pajak dengan Tahun Sebelumnya KPP Pratama
Jatinegara
Tahun 2012-2014
(Dalam Ribuan Rupiah)

Tahun Selisih dengan tahun Kesimpulan


sebelumnya
2012-2013 129.744.041 Kenaikan Penerimaan
2013-2014 196.139.784 Penurunan Penerimaan

Sumber : Diolah oleh Penulis

3. Hambatan- Hambatan dan Alternatif Pemecahan Masalah dalam

Penagihan Pajak

Petugas seksi penagihan berupaya semaksimal mungkin agar dapat

mencapai target pencairan tunggakan pajak. Namun, dalam menjalankan

tugasnya petugas seksi penagihan juga menghadapi hambatan yang

mengganggu proses penagihan tunggakan pajak. Hambatan – hambatan yang

ada sudah menjadi bagian dari tugas penagihan tunggakan pajak. Oleh karena

itu, agar kendala tersebut dapat diperkecil pengaruh negatif yang dapat

57
58

ditimbulkan sehingga mengganggu proses penagihan tunggakan pajak,

maka berikut hambatan – hambatan yang dihadapi sekaligus dengan alternatif

pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah :

a) Jumlah Juru Sita Pajak yang masih kurang.

Seksi Penagihan Pajak di KPP Pratama Jatinegara hanya memiliki

tiga orang Juru Sita Pajak. Jika dilihat jumlah tunggakan pajak yang

nilainya sangat besar maka dengan hanya dua orang Juru Sita pelaksanaan

penagihan tunggakan pajak menjadi tidak terlalu efektif disertai dengan

adanya proses yang sulit dan tidak sederhana. Karena pelaksanaan

penagihan pajak dilakukan dengan cara membagi rata Wajib Pajak yang akan

diproses dalam tindakan penagihan. Hambatan dari kurangnya Juru Sita

Pajak ini disampaikan secara langsung oleh salah seorang Juru Sita Pajak di

KPP Pratama Jatinegara:

“Ada kendala mengenai jumlah juru sita yang hanya dua orang sementara

tunggakan pajak dan Wajib Pajaknya sangat banyak. Kita sebenarnya butuh

satu orang Juru Sita lagi kalau melihat kondisi di lapangan. “

Alternatif Pemecahan masalah :

Perekrutan Petugas Penagihan Pajak yang Baru Perekrutan ini

seharusnya lebih diutamakan bagi penambahan Juru Sita Pajak. Agar banyak

yang berminat maka perlu adanya pemberian insentif khusus bagi Juru Sita

58
59

Pajak karena tugas Juru Sita Pajak yang berat dan sulit. satu orang Juru Sita

lagi kalau melihat kondisi di lapangan. “

b) Kesadaran Wajib Pajak dalam pembayaran pajak masih rendah.

Tidak adanya kesadaran atau kurangnya pengetahuan Wajib Pajak

mengenai pajak berdampak besar dalam kepatuhan memenuhi kewajiban

pembayaran pajaknya. Wajib Pajak akan mengelak ketika disampaikan

bahwa pembayaran pajak yang dilakukan masih memiliki tuggakan pajak.

Akibatnya, dari surat-surat penagihan yang diterbitkan bahkan tidak

setengahnya dibayar oleh Wajib Pajak.

Hal ini diungkapkan juga oleh Juru Sita Pajak :

“ Kepatuhan Wajib Pajak masih tergolong rendah, bisa juga disebabkan karena

ahuan Wajib Pajak. Jika dibandingkan, Wajib Pajak Orang Pribadi lebih tidak

patuh. “

Alternatif pemecahan masalah :

Sosialisasi perpajakan, sangat penting untuk memberikan pembekalan

materi pajak kepada Wajib Pajak guna menunjang pelaksanaan kewajiban

Wajib Pajak. Dengan adanya pemahaman yang baik tentang pajak maka

diharapkan Wajib Pajak dapat membayar pajak dengan sukarela. Juru Sita

Pajak sendiri harus diberi pembekalan materi pajak sehubungan dengan

pelaksanaan tugasnya secara berkala untuk meningkatkan kemampuannya.

Mengingat Juru Sita Pajak akan bertemu secara langsung dengan Wajib Pajak.

59
60

c) Akses SIDJP mengalami error.

Terbatasnya bandwidth (volume data yang dapat ditransfer) SIDJP

memperlambat akses data sehingga memperlambat proses pekerjaan sehingga

waktu terbuang. Apabila sistem sedang mengalami masalah maka pegawai

tidak dapat bekerja dengan sebagaimana mestiya. Kendala ini juga diutarakan

secara langsung oleh salah seorang Juru Sita Pajak di KPP Pratama

Jatinegara :

“ Kalau error hal itu terjadi. Tapi, biasanya hari itu juga langsung bisa diakses

kembali. “

d) Data yang ditampilkan SIDJP belum menunjukan keadaan yang

sebenarnya.

Dengan adanya jaringan intranet yang terhubung dengan SIDJP

seharusnya data lebih mudah untuk diakses dan lebih cepat untuk

diperbaharui. Pembaharuan data baru akan terjadi setelah data diinput oleh

petugas penagihan. Tapi, dalam beberapa pencatatan masih dilakukan secara

manual, misalnya untuk data pelunasan tunggakan pajak. Selain memiliki

resiko yang lebih besar, pencatatan secara manual juga kurang efektif karena

akan lebih lama dari segi waktu.

Alternatif pemecahan masalah :

Pendidikan dan pelatihan kepada pegawai tentang SIDJP . Meskipun

SIDJP dalam pemrogramannya sudah dibuat sedemikian rupa, apabila

60
61

penggunaannya kurang kompeten maka sistem tersebut tidak akan berfungsi

secara optimal. SIDJP tidak akan menunjukan keadaan yang sebenarnya

apabila tidak adanya input data oleh pegawai sesuai dengan kewenangannya.

Oleh karena itu, perlu adanya pendidikan dan pelatihan bagi pegawai terkait

dengan SIDJP.

e) Wajib Pajak atau Penanggung pajak tidak dapat ditemukan oleh Juru Sita

Pajak.

Apabila Juru Sita tidak dapat menemukan Wajib Pajak atau

Penanggung Pajak maka proses penagihan akan terhenti. Kendala ini salah

satunya terjadi karena alamat yang diberikan Wajib Pajak kurang lengkap

atau pindah alamat dan tidak adanya. Pemberitahuan kembali oleh Wajib

Pajak atau Penanggung Pajak kepada pihak KPP Pratama Jatinegara.

Apabila hal ini terjadi, nama Wajib Pajak akan masuk ke DPO (Daftar

Pencarian Orang). Sehingga pada waktu pelaporan SPT Masa / Tahunan

tiba Wajib Pajak harus menghadap ke seksi penagihan terlebih dahulu.

Alternatif pemecahan masalah :

Pemutakhiran data Wajib Pajak secara berkala . Apabila terjadi

perubahan data mengenai Wajib Pajak, maka seksi PDI maupun pegawai

pajak yang lain yang saling terkait harus tanggap dalam memuktakhirkan

data tersebut. Sehingga masalah seperti alamat Wajib Pajak dapat

diminimalisir.

61
62

f) Juru Sita Pajak sulit mengidentifikasi objek sita.

Hal ini terutama terkait dengan pemblokiran rekening Wajib Pajak. Faktor

penghambat dalam proses ini antara lain :

- Kelengkapan berkas STP/SKP atau SP yang tidak lengkap.

- Tidak mengetahui bank Wajib Pajak memiliki rekening.

- Terdapat bank yang tidak selalu menanggapi surat permintaan blokir.

Alternatif pemecahan masalah :

Peningkatan kerja sama dengan pihak – pihak terkait. Dalam

Undang-undang Tahun 2000 Pasal 5 ayat (4) tentang Penagihan Pajak

dengan Surat Paksa, Juru Sita Pajak berwenang dapat melibatkan pihak

lain untuk meminta bantuan dengan pihak Kepolisian, Kejaksaan,

Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undang, Pemerintah

Daerah setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau Pihak lain. Dalam hal

pemblokiran rekening Wajib Pajak, kerjasama dengan pihak Bank sangat

penting untuk dilakukan untuk mempermudah Juru Sita Pajak dalam

bertugas. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang menghalangi Juru Sita

dalam melaksanakan tugasnya diancam dengan hukuman pidana berdasarkan

KUHP dalam Buku Kedua tentang Kejahatan Terhadap Penguasa Umum

Pasal 216 yang berbunyi : (1)“ Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti

perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang undang oleh

62
63

pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu , atau oleh pejabat berdasarkan

tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa

tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah,

menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan

ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat

tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua

minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

63
64

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan observasi dan analisis data yang telah dilakukan oleh

penulis, maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan penagihan aktif di KPP Pratama Jatinegara sudah

berjalan sesuai prosedur dan undang-undang yang berlaku

hanya saja di KPP Pratama Jatinegara pelaksanaan penyitaan

berupa assets monetary hal ini dikarenakan lebih efisien

dibanding dengan pelaksanaan penyitaan asset tetap yang

kemudian dilanjutkan dengan lelang yang membutuhkan biaya

yang cukup besar dibanding pelaksanaan pemblokiran

rekening.

2. Penerimaan pencairan tunggakan pajak dengan penagihan aktif di

KPP Pratama Jatinegara sudah cukup efektif hal ini dapat dilihat

dari laporan penerimaan pajak selama 3 tahun. Dari tahun ke

tahun realisasinya terus meningkat .

3. Pada prinsipnya untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi

baik oleh seksi penagihan secara umum maupun Jurusita Pajak

secara khusus diperlukan peran aktif dari fiskus (petugas pajak),

baik di lingkungan KPP Pratama Jakarta Jatinegara maupun para

64
65

pejabat tingkat pusat DJP dalam melihat situasi dan kondisi yang

ada, sehingga fiskus dituntut untuk meningkatkan pelayanan kepada

wajib pajak termasuk pengawasan serta penegakkan pelaksanaan

ketentuan hukum yang berlaku.

B. Saran

1. Terkait Jurusita Pajak

a) Penambahan fasilitas penunjang bagi Jurusita Pajak terutama kendaraan

dinas akan dapat membantu memperlancar pelaksanaan penagihan

dalam hal mencapai lokasi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Selain

itu, percepatan pencairan biaya penagihan akan turut pula membantu

dalam hal pengadaan kendaraan dinas sulit untuk direalisasikan.

b) Menambah jumlah Jurusita Pajak sekaligus menaikkan standard

penerimaan Jurusita Pajak. Hal ini karena berdasarkan target dalam

rupiah Jurusita KPP Pratama Jakarta Jatinegara memiliki kinerja

yang baik, namun dari sisi penyelesaian surat ketetapan, masih sangat

banyak surat ketetapan yang tidak dapat terselesaikan.

c) Memberikan tambahan pendidikan dan pelatihan bagi Jurusita Pajak.

Apabila memungkinkan, menaikkan syarat minimal DIII untuk

pengangkatan Jurusita Pajak pada penetapan ketentuan perpajakan

berikutnya. Dan apabila keadaan tersebut tidak dapat dilakukan,

setidaknya sebaiknya memberlakukan kewajiban bagi lulusan DIII untuk

65
66

menjadi Jurusita Pajak dalam tahun-tahun pertama pengangkatan mereka

sebagai pegawai DJP.

2. Terkait Administrasi Penagihan Pajak

a) Untuk mengurangi ketidakpastian dan penumpukan tunggakan dalam

lingkup jangka panjang, hendaknya batas waktu daluwarsa pajak yaitu

10 tahun dipersingkat.

b) Selama batas daluwarsa di atas masih berlaku, untuk mengantisipasi

yang terlalu besar, tidak harus semua tunggakan pajak ditindak lanjuti

dengan penagihan aktif. Penggunaan urutan prioritas penagihan layak

untuk tetap dipertahankan.

3. Terkait Wajib Pajak

a) Memberikan penyuluhan perpajakan untuk Wajib Pajak. Kegitan

penyuluhan tersebut harus lebih ditingkatkan lagi karena berdasarkan

data yang ada pada KPP Pratama Jakarta Jatinegara jumlah Wajib Pajak

efektif tidak mencapai angka 50% atau dalam kata lain kesadaran Wajib

Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya masih cukup rendah.

b) Melakukan pendekatan persuasif terhadap Wajib Pajak yang tidak mau

memenuhi kewajibannya. Jika Wajib Pajak tidak mau memenuhi

kewajibannya dalam hal penagihan pajak maka itu merupakan tugas

Jurusita untuk melakukan pendekatan persuasif terhadap Wajib Pajak

sebelum ditempuh jalur hukum.

66
67

4. Terkait Kondisi Intern

a) Pengecekan alamat pada saat akan menerbitkan NPWP ataupun NPPKP

harus dilakukan denagn sungguh-sungguh oleh Seksi Tata Usaha

Perpajakan dan penambahan syarat denah lokasi untuk seluruh

pendaftaran Wajib Pajak baru serta survei lokasi Wajib Pajak secara acak

layak untuk dipertimbangkan.

b) Seksi Penerimaan dan Keberatan hendaknya segera menyelesaikan surat

keberatan. Dalam teorinya pengajuan surat keberatan tidak menunda

pelaksanaan penagihan pajak. Namun dalam praktiknya Wajib Pajak

tidak mau membayar utang pajaknya sebelum diterbitkan Surat

Keputusan Keberatan.

67
68

Lampiran- Lampiran

68
69

Lampiran 1

Surat Permohonan Izin Observasi

69
70

Lampiran 2

Surat Persetujuan Observasi

70
71

Lampiran 3

Rencana Penagihan Pajak Badan


dan Realisasi Penerimaan Pajak
Pada KPP Pratama Jatinegara
Tahun 2012-2014

Tahun
Rencana Realisasi Presentasi Realisasi
Anggaran

2012 Rp 5.858.276.300 Rp4.856.912.280 82,9%

2013 Rp 6.627.527.890 Rp5.416.471.160 81,7%

2014 Rp 6.508.502.790 Rp7.093.662.280 108,9%


Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jatinegara

71
72

Lampiran 4

Laporan Perkembangan Tunggakan Pajak

Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Jatinegara

72
73

Lampiran 5

73
74

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 2011.Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta (ID): Andi Offset.

Sumarsan T. 2012. Perpajakan Indonesia, Edisi 2. Jakarta (ID): Indeks.

Sumber dari Internet :

www.ortax.orgdiakses pada tanggal 02 Desember 2014 pukul 14.00 WIB


www.dpp.go.id diakses pada tanggal 03 Desember 2014 pukul 10.00 WIB

74
75

75

Anda mungkin juga menyukai