Anda di halaman 1dari 7

Ke SIPP, Metode Pemetaan Wilayah

Desa yang Cepat dan Akurat


13 Juni 2016 15:44 Diperbarui: 14 Juni 2016 14:21 804 0 0

Belajar GPS dan membaca peta

OKe SIPP merupakan kependekan dari Orientasi Keruangan, Sistem Informasi dan Pemetaan
Partisipatif. Metode ini diciptakan untuk mempercepat proses-proses pemetaan wilayah desa.
Prinsip utama dalam metode OKe SIPP adalah partisipatif dan kolaboratif, yang didalamnya
nanti akan muncul unsur kreatif dan inovatif.

Metode ini merupakan pengembangan dari sebuah perpaduan antara Sistem Informasi
Geografis yang dianggap ‘high tech’ dan Pemetaan Partisipatif yang dianggap tradisional,
serta kebutuhan cepat untuk menguasai pengetahuan ruang secara akurat. Saya yang
bergabung dalam Divisi GIS Komunitas Konservasi Indonesi WARSI (KKI WARSI),
mengembangkan metode ini terdorong oleh target program yang cukup tinggi tetapi
sumberdaya ahli peta yang terbatas.
Bagaimana metode OKe SIPP yang memadukan teknologi GIS yang ‘high tech’menyatu
dengan prinsip partisipatif yang kolaboratif, diaplikasikan dimasyarakat?

Jangan salah. Masyarakat pun sekarang sudah high tech,tidak semua memang, tetapi pada
umumnya mereka mengenal teknologi ponsel, beberapa sudah familiar dengan android, dan
GPS tidak lagi menjadi sesuatu yang terdengar asing ditelinga mereka. Lalu, Partispatiflah
yang memegang peranan utama dalam kegiatan ini. Partisipatif saya maknai sebagai upaya
berbagi peran antara ahli pemetaan dengan masyarakat yang mengenal betul ruang kelola di
wilayahnya.

Dalam Pemetaan Partisipatif peralatan yang digunakan biasanya hanya sederhana dan apa
adanya, serta menempatkan masyarakat sebagai informan keruangan dan guide local,
sehingga metode ini mulai saya anggap mulai ‘tertinggal’. Dalam OKe SIPP masyarakat
diberi peranan yang lebih besar, dia adalah sumber informasi keruangan, perancang survei
lapangan, ahli pengukuran, dan nara sumber saat menjelaskan peta yang dihasilkan.

Ada sembilan tahapan dalam OKe SIPP yang harus dilakukan hingga peta yang dihasilkan
dinyatakan layak publish atau memenuhi syarat menjadi sebuah peta.

Pertama, pembuatan sketsa peta. Sketsa peta merupakan informasi keruangan sebentuk peta,
yang digambarkan sederhana secara partisipatif oleh masyarakat, namun belum memenuhi
unsur-unsur standar sebagaimana layaknya sebuah peta. Sebelum informasi keruangan
dituangkan dalam sebuah sketsa, fasilitator lapangan sudah terlebih dahulu menghimpun
informasi tentang keruangan tersebut dalam berbagai pertemuan informal seperti diskusi
personal dengan para tokoh, obrolan lapau (obrolan warung kopi), ataupun obrolan tapi
ayia (obrolan sebelum mandi ditepi sungai). Informasi awal tersebut akan sangat membantu
untuk memandu dalam pembuatan sketsa, serta mengkonfirmasi isi ruang nagari yang akan
ditampilkan dalam sketsa. Kemudian dalam sebuah FGD (Focus Group
Discussion), dituangkanlah semua informasi keruangan tersebut menjadi sebuah sketsa peta.
Informasi dalam sketsa peta biasanya memuat tentang posisi suatu lokasi, jaringan jalan,
jaringan sungai, batas wilayah, serta tutupan atau penggunaan lahan. Selanjutnya sketsa inilah
yang akan menjadi dasar tim survei dalam melakukan pengambilan data dilapangan.
20150806-111458-copy-575e71ea527a618c098357fb.jpg

Kedua, pembentukan tim survei. Setelah informasi keruangan tertuang dalam sebuah sketsa
peta, selanjutnya perlu dibentuk tim survei. Selanjutnya tim survei ini akan dilatih menjadi
Kader Pemetaan dan akan bekerja melakuakn survei dilapangan. Setiap tim survei setidaknya
terdiri dari tiga orang tim inti yang masing-masing bertugas sebagai penunjuk jalan, operator
GPS, dan pencatat data. Sebagai penunjuk jalan, harus dicari orang yang paham betul
mengenai seluk beluk wilayah yang akan disurvei. Sedangkan untuk operator GPS dan
pencatat data, harus dicari anak-anak muda yang familiar menggunakan teknologi ponsel, hal
ini dimaksud untuk memudahkan transfer pengetahuan teknologi GPS. Selain itu tentu saja
anak-anak muda ini harus berminat dan mau mencurahkan tenaganya menjadi ‘penjelajah’
mulai dari dalam kampung hingga ke dalam hutan.

Ketiga, pelatihan membaca peta dan mengoperasikan GPS. Pelatihan yang secara khusus
ditujukan kepada tim inti ini, memiliki tujuan untuk memberikan pelatihan keterampilan cara
mengoperasikan GPS, danmemberikan pemahaman tentang hubungan GPS dan peta. Dengan
pelatihan ini, masyarakat diharapkan menjadi paham dan yakin apa yang dihasilkan oleh
kerja GPS dalam sebuah peta, sesuai dengan fakta-fakta yang mereka ketahui dilapangan.
Waktu yang dibutuhkan untuk pelatihan ini tidak lebih dari satu hari. Metodenya sangat
praktis, dengan konten hampir 90% berupa praktek. Hal yang saya tekankan untuk memacu
dan meyakinkan tim bahwa dia pasti bisa adalah, bahwa mengoperasikan GPS lebih mudah
dari pada menggunakan ponsel. Jika kegunaan utama ponsel adalah untuk menelpon dan sms,
maka kegunaan utama GPS adalah merekam jalur perjalanan (track log) dan menyimpan
koordinat posisi suatu tempat (marking point).Untuk membuat tacklog kita cukup
mengaktifkan menu track log, maka GPS akan merekam jalur perjalanan kemanapun kita
melangkah. Kemudian untuk membuat marking point, kita cukup menekan salah satu tombol
GPS, kemudian kita tinggal meng-entrynama lokasi dengan cara yangtidak lebih sulit dari
membuat pesan pada sms.Beres.
Dalam pelatihan, ada tiga sesi utama yang harus dilalui, sebelum tim bisa dinyatakan ‘lulus’
menjadi tim survei. Sesi pertama, tim kita dampingi untuk diajarkan cara melakukan marking
point, cukup sebanyak empat titik saja. Sesi kedua, tim melakukan sendiri marking point pada
empat titik lokasi. Sesi ketiga, tim sudah belajar merancang survei dan melakukan survei
jaringan jalan utama dan fasilitas umum di dalam kampunganya.

Pada sesi ketiga inilah saya melihat Pelatihan ini benar-benar beda dengan pelatihan lainnya.
Jika dibanyak pelatihan kita tak jarang menyaksikan instrukturnya sibuk ‘ngoceh’ sedangkan
pesertanya terkantuk-kantuk bahkan tertidur, maka di Pelatihan ini saya menjadi bagian
instruktur yang tidur ketika para peserta sedang sibuk berkerja. Sesi tiga biasanya dilakukan
setelah makan siang, jadi ketika tim sedang melakukan praktek survei yang memakan waktu
sekitar dua sampai tiga jam. Instrukturnya cukup menunggu di base camp(biasanya rumah
warga), sambil mendengarkan music dan tiduran hingga tim selesai melakukan survei.
Setelah tim kembali, selanjutnya kita membahas dan mengkritisi bersama hasil survei yang
sudah dilakukan. Setelah sesi tiga inilah kita bisa menyatakan ‘lulus’ atau tidaknya tim ini
menjadi Kader Pemetaan, dan sejauh ini semua tim yang saya latih 100% lulus.

Keempat, merancang perencanaan survei lapangan. Setelah tim dinyatakan lulus, hal yang
harus dilakukan selanjutnya adalah merancang perencaan survei lapangan. Perencanaan
survei lapangan, meliputi rencana dari mana survei akan dimulai, kapan dan berapa lama
waktu yang dibutuhkan, apa saja dan berapa banyak logistik yang diperlukan, serta perlu atau
tidaknya tambahan orang diluar tim inti yang akan dilibat. Beberapa hal yang membedakan
rencana survei oleh ‘tim ahli lokal’ dan ‘tim ahli dari luar’ adalah, waktu yang dibutuhkan
bisa lebih cepat karena mereka mengenal ruang dan sangat terbiasa ‘berpetualang’. Kemudian
kebutuhan logistic bisa lebih hemat, karena mereka tak membutuhkan ‘tetek
bengek’perlengkapan campingmacam orang kota, seperti tenda dom, sleeping bag, hemok,
ransel carrier, trangia, sepatu tracking, serta berbagai suplemen makanan yang bisa macam-
macam. Yang dibutuhkan cukup plastic hitam untuk tenda, karung untuk alas tidur, bahan
makanan secukupnya, serta kebutuhan survival lainnya. Jauh lebih simpel.

Kelima, survei lapangan. Setelah perencanaan survei disusun dan kebutuhan lapangan
disiapkan, maka survei lapangan pun sudah bisa dimulai. Saat survei lapangan dilakukan, ahli
peta yang sudah mentransfer ilmunya bisa meninggalkan nagari bersangkutan dan
‘bergerilya’ ke desa lainnya untuk melakukan hal yang sama. Lalu kembali ke kampung
tersebut saat survei sudah selesai untuk mengambil data lapangan hasil survei. Untuk
mengawal proses dan mengatasi sedikit trouble yang mungkin terjadi selama proses
pemetaan, ada fasilitator desa yang mengawalnya dan sudah dibekali tentang OKe SIPP
sebelumnya.

dsc00363-copy-575e7088319373e306c325a7.jpg
Keenam, pengolahan data hasil survei. Pada tahap ini, pekerjaan hampir sepenuhnya
dilakukan oleh ahli pemetaan dengan softwereGISnya. Adapun pengolahan data yang
dilakukan adalah editing data atribut dan data spasial, serta menyiapakan peta hasil survei
untuk bahan konsultasi public.

Ketujuh, konsultasi public (KP). KP merupakan proses penyampaian hasil pemetaan


partisipatif kepada para pihak yang ada di Kampung. Proses ini sekaligus menjadi bagian dari
verifikasi, koreksi, dan evaluasi terhadap hasil survei yang sudah dilakukan tim yang terdiri
dari anggota masyarakat nagari sendiri. Hal yang menarik dalam KP ini adalah, nara sumber
utama yang mempresentasikan peta keruangan hasil survei adalah masyarakat sendiri yang
terdiri dari tim survei. Selanjutnya para tokoh masyarakat setempat yang verifikasi, koreksi,
dan evaluasi terhadap hasil survei yang sudah dilakukan. Hasil KP inilah yang kemudian
menjadi masukan untuk finalisasi data dan rencana tindak lanjut kegiatan. Tugas ahli
pemetaan titahap ini adalah memandu dan memberikan penjelasan-penjelasan teknis, seperti
luas wilayah dan pembagian wilayah berdasarkan peta kawasan hutan.

Kedelapan, kroscek dengan desa tetangga. Kroscek ini merupakan proses verifikasi dengan
nagari tetangga dengan tujuan untuk menghindari kesalahpahaman tentang wilayah yang
seringkali menimbulkan terjadinya konflik batas antar desa. Tahapan ini menjadi ranah
Pemerintahan desa dan para tokoh masyarakat desa yang bersangkutan.
Kesepakatan batas antar desa

Kesembilan, finalisai data. Setelah semua selesai dilakukan, maka proses terakhir adalah
finalisasi data. Dalam proses ini, ahli peta biasanya tinggal melakukan sedikit koreksi data
berdasarkan hasil verifikasi, selanjutnya peta sudah bisa dilayout dan layak publish.

Sejauh ini untuk menjalankan semua proses ini, berkisar antara 1 sampai 2 minggu tiap desa.
Untuk tahap 1 – 4, waktu yang dibutuhkan maksimal 2 hari. Untuk tahap 5, sangat tergantung
pada luasan desa dan jumlah tim yang akan diturunkan. Tahap 6, maksimal 3 hari. Tahap 7,
cukup 1 hari. Tahap 8, bisa satu hari. Tahap 9, cukup 1 hari.

Sejauh ini metode OKe SIPP sudah diaplikasikan di Jambi dan Sumatera Barat (Sumbar). Di
Jambi kita sudah mengaplikasikan metode OKe SIPP untuk pemetaan ruang mikro pada 9
desa dalam Kecamatan Bathin III Ulu Kabupaten Bungo. Sedangkan Di Sumbar metode OKe
SIPP sudah diaplikasikan untuk pemetaan areal skema Perhutanan Sosial, di 12 Nagari dalam
7 Kabupaten

Anda mungkin juga menyukai