Anda di halaman 1dari 18

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


• Nama : Ny. F
• Usia : 59 tahun
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Tempat Tinggal : Surabaya
• Agama : Katholik
• Suku : Jawa
• No RM : 0009631
• Status Pernikahan : Menikah
• Tanggal Pemeriksaan : 6 September 2018

1.2 ANAMNESIS
• Keluhan Utama : Kulit di kedua telapak tangan mengelupas
• Keluhan Tambahan :-
• Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan kulit mengelupas pada kedua telapak tangan sejak
seminggu yang lalu. Seminggu sebelumnya pasien mengatakan mencuci piring
menggunakan sabun pencuci piring ber merk sunlight. Pasien mengatakan sudah lama
menggunakan merk tersebut untuk mencuci piring setiap hari kurang lebih 10 tahun, akan
tetapi pernah berganti merk lain kurang lebih 2 tahun dan kembali lagi menggunakan
sunlight. Awalnya pasien merasakan kedua telapak tangan terasa nyeri, gatal dan lama
kelamaan seluruh telapak tangan terasa mengelupas dan kering. Pasien tidak pernah
mengalami gejala seperti ini sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi.

• Riwayat Penyakit Dahulu:


✓ Asma (-), HT (-), DM (-)

• Riwayat Penyakit Keluarga:


✓ Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

• Riwayat Pengobatan:
✓ Tidak ada
• Riwayat Alergi
✓ Alergi obat (-)
✓ Alergi makanan (-)

• Riwayat Psikososial:
Riwayat merokok (-), mengkonsumsi alkohol (-). Pasien adalah seorang ibu
rumah tangga yang mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


1.3.1 Keadaan Umum : Cukup
1.3.2 Tanda-tanda Vital
• Tekanan Darah : 110/80 mmHg
• Nadi : 82x/menit, reguler, kuat angkat.
• Suhu : 36,4oC
• Respiration Rate : 18x/menit, regular
1.3.3 GCS : 4-5-6
1.3.4 Status Generalis
• Kepala : konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), sianosis (-), dyspnea (-)
• Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), lesi kulit (-)
• Thoraks : bentuk normal simetris.
- Pulmo : Inspeksi = bentuk simetris, lesi kulit (-)
Palpasi = gerak napas simetris
Perkusi = sonor +/+
Auskultasi = vesikuler +/+, Rh -/-,Wh -/-
- Cor : Inspeksi = Iktus cordis tidak tampak
Palpasi = Iktus cordis tidak teraba
Perkusi = batas jantung dalam batas normal
Auskultasi = S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi = flat (+), distended (-), bercak
Kemerahan berskuama di kulit
multipel (+)
Auskultasi = bising usus (+) meningkat
Perkusi = timpani (+), shifting dullness (-)
Palpasi = soepel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat kering merah di keempat ekstremitas,
edema (-). Kuku berwarna putih normal.
1.3.5 Status Dermatologis
• Lokasi : Regio manus (dextra dan sinistra)
• Efloresensi : Tampak makula eritem, batas tidak tegas, dengan skuama
kasar berwarna putih diatasnya.

1.3.6 PEMERIKSAAN KHUSUS


Tidak ada

1.3.7 DIAGNOSIS
• Diagnosis Kerja : Dermatitis Kontak Iritan
• Diagnosis Banding : Dermatitis atopik, dermatofitosis

1.4 RESUME
1.4.1 Subjektif
• Pasien datang dengan keluhan kulit mengelupas pada kedua telapak tangan.
• Awalnya pasien merasakan kedua telapak tangan terasa nyeri, gatal dan lama
kelamaan seluruh kulit telapak tangan mengelupas dan kering.
• Gejala timbul sejak seminggu yang lalu setelah mencuci piring menggunakan
merk sabun cuci piring sunlight.
1.4.2 Objektif
• Tampak makula eritema, batas tidak tegas, dengan skuama kasar berwarna
putih diatasnya pada kedua telapak tangan.
1.5 PLANNING
• Diagnostik : Patch Test
• Terapi :
1. Medikamentosa :
Hidrokortison 1% dioleskan 2 kali sehari pada kedua telapak tangan.
2. Non-medikamentosa :
✓ Menghindari bahan iritan yang diduga sebagai pemicu
✓ Menggunakan alat pelindung diri dengan menggunakan sarung tangan

1.6 Evaluasi :
a. Setiap 2 minggu pasien diminta untuk kontrol
b. Diperiksa apakah ada muncul efek samping dari obat pada pasien

RUMAH SAKIT SEMBUH

Jl. Kertajaya no. 6 Surabaya

dr. Amalia Kusuma.

SIP. 1522316027

Surabaya, 6 September 2018

R/hidrokortison1% No. I

Error! Reference source not found. ue (telapak tangan kanan dan kiri)

Pro : Ny. F

Usia : 59 tahun

Alamat : Surabaya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Kontak Iritan


2.1.1 Definisi

Dermatitis Kontak adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit dengan


bahan dari luar yang bersifat iritan atau alergen. Kontak suatu bahan dibagi menjadi
dua yaitu kontak dengan bahan iritan yang disebut sebagai dermatitis kontak iritan
dan kontak dengan bahan yang bersifat sebagai alergen yang disebut sebagai
dermatitis kontak alergik. Dermatitis kontak iritan merupakan suatu reaksi inflamasi
non-imunologis yang disebabkan oleh kontak dengan bahan kimia, fisik atau bahan
biologi. Sedangkan dermatitis kontak alergi melibatkan proses imunologi tipe IV
yaitu hypersensitivity reaction.

2.1.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan atau yang dulu dikenal sebagai dermatitis venenata
(iritasi karena racun) merupakan bentuk tersering dari penyakit kulit karena pekerjaan
yaitu dengan prevalensi sebanyak 80%. Pada penelitian di Eropa pada beberapa
pekerja, ditemukan bahwa 3 pekerjaan dengan angka kejadian terbanyak terjadinya
dermatitis kontak iritan yaitu penata rambut, tenaga medis dan pekerja di bagian besi
yaitu dengan prevalensi antara 20-30%. Insiden rerata terhadap dermatitis kontak
iritan di German yaitu sebanyaj 4,5 kasus per 10.000 pekerja. Jumlah ini lebih banyak
dibandingkan dengan Insiden rerata dermatitis kontak alergi yaitu sebanyak 4,1 kasus
per 10.000 pekerja. Pada studi epidemiologi yang dilakukan oleh Hudyono pada tahun
2002 di Indonesia memperlihatkan dari 389 kasus sebanyak 97% adalah dermatitis
kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah
(4)
dermatitis kontak alergi. Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Kesehatan pada
tahun 2012 yaitu di Bandar Lampung sekitar 63% kejadian dermatitis kontak menurut
survailence tahunan dan menjadi peringkat pertama penyakit kulit yang paling sering
dialami.

2.1.3 Etiologi

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang brsifat iritan, misalnya
bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan
kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan
tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi factor lain. Factor yang dimaksud yaitu :
lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan
kulit lebih permeable, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban
lingkungan juga ikut berperan.

Factor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan
kulit diberbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas: usia (anak diawah 8
tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit
putih); jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak pada wanita); penyakit kulit yang
pernah atau sedang diaami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun),
misalnya dermatitis atopic.
2.1.4 Faktor Predisposisi dan Risiko
Faktor predisposisi lainnya yang menyebabkan orang cenderung terkena
dermatitis kontak iritan adalah riwayat atopic .Pengaruh genetik juga berperan sebagai
faktor predisposisi. Polimorfisme pada FLG gen (Filagrin) menyebabkan terhentinya
produksi FLG dan pada akhirnya terjadi perubahan barier kulit. Tingkat keparahan
dermatitis ini sangat bervariasi dan tergantung pada banyak faktor, termasuk
diantaranya:
• Jumlah dan intensitas iritan
• Durasi dan frekuensi pajanan
• Kerentanan kulit
• Lingkungan (misalnya suhu tinggi atau rendah atau kelembaban)
2.1.5 Patogenesis

Kelainan kulit akibat kerusakan sel yang disebakan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan
bahan iritan (toksin) merusak membrane lemak (lipid membrane), keratinosit, tetapi
sebagian dapat menembus membrane sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau
komponen inti. Kerusakan membrane mengakibatkan fosfolipasi dan melepaskan
asam arakidonat (AA), diasildigliserida (DAG), platelet activating factor (PAF), dan
inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin atau PG dan leukotriene (LT), PG
dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai
kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrophil, serta mengaktivasi sel-sel mask
melepaskan histamine, LT dan PG lain dan PAF, sehingga memperkuat perubahan
vaskuler. DAG dan second messanger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyste macrophage colony
stimulatun factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel
tersebut.

Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adhesi intrasel-1


(ICAM-1). Pada kontak dengan iritan keratinosit juga melepaskan TNFα, suatu
sitokin pro inflamasi yyang dapat mengaktivasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adhesi sel yang melepaskan sitokin. Rentetan kejadian
tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik ditempat terjadinya kontak di kulit
berupa eritema, edema, panas, nyeri bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan
menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan
stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan
fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.
2.1.6 Gejala klinis

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam bergantung pada sifat iritan. Iritan
kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu,
juga banyak factor yang mempengaruhi sebagaimana yang telah disebutkan, yaitu
factor individu (misalnya; ras, usia, lokasi, atopic, penyakit kulit lain), factor
lingkungan (misalnya suhu dan kelembaban udara, oklusi). Berdasarkan penyebab
dan pengaruh factor-faktor tersebut ada yang mengklarifikasi DKI menjadi 10 macam
yaitu: DKI akut, lambat akut (acute delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif,
traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis, noneritematosa dan
subjektif. Ada pula yang membaginya menjadi 2 kategori yaitu lategori mayor terdiri
atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan DKI kumulatif. Kategori lain terdiri
atas : DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI rematik, DKI eritematosa dan DKI
subjektif.

- DKI akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat misalnya larutan asam sulfat dan asam
hidroklorid atau basa kuat misalnya, natrium dan kalium hidroksida. Bisaanya terjadi
karena kecelakaan dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan
konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan, terbatas pada tempat kontak kulit
terasa pedih, panas, rasa terbakar kelainan yang terlihat berupa eritema, edema, bula
mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas dan umumnya asimetris.

- DKI akut lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8-24
jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut lambat
misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam
hidrofluorat. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang
terbang pada malam hari (dermatitis venenata). Penderita baru merasa pedih keesokan
harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau
bahkan nekrosis.
- DKI kumulatif

Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lainnya adalah DKI
kronis. Penyebabnya ialah kontak yang berulang-ulang dengan iritan lemah (factor
fisis, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga
bahan misalnya, deterjen, sabun, pelarut, tanah bahkan juga air). DKI kumulatif
mungkin terjadi kerja sama berbagai factor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak
cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan tetapi baru mampu bila bergabung dengan
factor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak selama berminggu-minggu atau bisa
bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak
merupakan factor penting. Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat
laun kulit tebal (hyperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlanjut
akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris atau fisur, misalnya pada kulit tumit tukang
cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Umumnya keluhan
penderita adalah rasa gatal atau nyeri karena kulit retak atau fisur. Adakalanya
kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan
oleh penderita. Setelah didapatkan mengganggu baru mendapat perhatian. DKI
kumulaatif sering berhubungan dengan pekerjaan oleh karena itu lebih banyak
ditemukan di tangan dibandingkan dibagian lain tubuh. Contoh pekerjaan yang
beresiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu tukang cuci dan kuli bangunan, juru masak,
tukang kebun, penata rambut.

- Reaksi Iritan

Reaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang


terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam
beberapa bulan pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf dapat berupa skuam,
eritema, vesikel, pustule, dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri, menimbulkan
penebalan kulit (skin hardening) kadang dapat berlanjut DKI kumulatif.

- DKI traumatic

Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala
seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu, paling
sering terjadi di tangan.
- DKI noneritematosa

DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan


fungsi sawar stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis.

- DKI subjektif

Juga disebut DKI sensori; kelainan kulit tidak terlihat namun penderita seperti
merasakan tersengat pedih atau terbakar (panas) setelah kontak dengan bahan kimia
tertentu misalnya asam laktat.

2.1.7 Gambaran Histopatologik


Gambaran histopatologik dermatitis kontak iritan tidak karakteristik. Pada DKI
akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel
mononuclear disekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis
diikuti spongiosis dan edema inttasel, dan akhirnya terjadi nekrosis epidermal. Pada
keadaan berat kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Di dalam
vesikel atau bula ditemukan limfosit dan neutrophil.

2.1.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis sebagai dermatitis kontak iritan maka kita harus
menggali informasi melalui :
• Anamnesis
Anamnesis secara terarah untuk mengetahui riwayat pajanan terhadap bahan
atau substansi kimia tertentu. Kemudian setelah itu menanyakan onset penyakit untuk
megenai tipe dermatitis kontak iritan. Onset penyakit sampai timbulnya gejala klinis
dalam hitungan menit sampai jam tergolong tipe simpel akut. Tipe akut lambat
biasanya dalam hitungan 8-24 jam. Tipe kumulatif cenderung merupakan konsekuensi
dari pajanan berulang dengan konsentrasi substansi yang rendah. Penting juga
menyertai riwayat keluarga atau orang di sekitar yang juga mengalami gejala yang
sama. Riwayat atopik dan alergi juga ditanyakan.
• Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis sangat penting untuk mengeksklusi pernyakit lain.
Menentukan lokasi dan efloresensi dengan jelas. Biasanya tempat predileksi DKI
adalah pada tangan dan lengan, dan pada kasus tertentu bisa terjadi pada bagian leher.
Pemeriksaan tubuh secara menyeluruh sangat dianjurkan untuk melihat lesi di tempat-
tempat tertentu.
• Pemeriksaan Penunjang
Penunjang diagnostik yang akurat salah satunya adalah histopatologis dan tes
tempel (patch test). Pada pemeriksaan histopatologis idapatkan gambaran intraselular
edema atau spongiosis. Spongiosis tidak begitu tampak jelas pada dermatitis kontak
alergi. Gambaran parakeratosis juga bisa muncul pada dermatitis kontak iritan kronik
disertai hiperplasia sedang sampai berat, dan pemanjangan rete ridges. Pada
pemeriksaan tes tempel maka akan terjadi reaksi saat ditempel dengan bahan yang
bersifat iritan, dan reaksi akan berkurang setelah bahan tersebut dilepas. Hal ini
berkebalikan dari tes tempel yang dilakukan pada dermatitis kontak alergi dimana
reaksi setelah ditempel tetap/ lebih berat.
2.1.9 Tatalaksana
Nonmedikamentosa
• Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan iritan tersangka
• Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalya sarung tangan, apron,
sepatu bot.
• Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan
penyakit yang akan lama walaupun dalam terapi dan sudah dimodifikasi
lingkungan pekerjaan, perawatan kulit

Medikamentosa
Prinsip penatalaksanaan pada Dermatitis Kontak Iritan yaitu ada 3 penghentian
terhadap pajanan bahan iritan yang dicurigai, perlindungan bagian tubuh yang
terpapar dan penggantian bahan iritan dengan bahan yang tidak bersifat iritan.
Pengobatan medikamentosa terdiri dari :
Pengobatan Sistemik
1. Kortikosteroid,
hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu yang singkat.
• Prednisone
Dosis Dewasa : 5-10mg/dosis, sehari 2-3 kali per oral
Dosis Anak : 1mg/KgBB/hari
• Dexamethasone
Dosis Dewasa : 0,5-1mg/dosis, sehari 2-3 kali per oral
Dosis Anak : 0,1 mg/KgBB/hari
• Triamcinolone
Dosis Dewasa : 4-8mg/dosis, sehari 2-3 kali per oral
Dosis Anak : 1mg/KgBB/hari
2. Antihistamin
• Chlorpheniramine maleat
Dosis Dewasa : 3-4mg/dosis, sehari 2-3 kali per oral
Dosis Anak : 0,09 mg/KgBB/Dosis, sehari 3 kali
• Diphenhydraime HCl
Dosis Dewasa : 10-20mg/dosis, i.m sehari 1-2 kali
Dosis Anak : 0,5mg/KgBB/dosis , sehari 1-2 kali
• Loratadine
Dosis dewasa : 1 tablet sehari 1 kali
3. Pengobatan Topikal
• Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NacL 0,9%)
• Bentuk kronis dan kering diberi krim hydrocortisone 1% atau
diflucortolone valerat 0,1 % atau krim betamethasone valerat 0,005-0,1%.

2.1.10 Prognosis
Prognosis untuk penderita dengan dermatitis kontak iritan umumnya baik
tanpa riwayat atopik tipe akut dan dilakukan diagnosis dan penatalaksanaan secara
tepat.
Daftar Pustaka

1. Dwi Murtiastutik ed., Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2. 2014. Fakultas Kedokteran
Airlangga: Surabaya. Pg. 106-107

2. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of Clinical


Dermatology. 8th Ed. McGraw Hill Medical: New York: 2017. p 20-26.

3. Goldsmith A.L, Katz S.I, Gilchrest B.A. Fitzpatrick’s Dermatology in General


Medicine 8th editions.USA: MC Graw Hill Companies. 2012; P 499-507,

4. Aneja, Savina, dkk. 2017. Irritant Contact Dermatitis. Available at:


https://emedicine.medscape.com/article/1049353-overview#a5

5. Pohan, Saut S.,dkk. 2015.Dermatitis Kontak. In: Pedoman Diagnosis dan Terapi
BAG/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi III . Fakultas Kedokteran
UNAIR/RS Umum Dokter Sutomo: Surabaya. (p. 5-8)
LAPORAN KASUS
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
DERMATITIS KONTAK IRITAN

Pembimbing
dr. Autunno.,Sp. KK(K).

Oleh:
Amalia Kusuma Wardhani
1522316027

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Oleh

Amalia Kusuma Wardhani. 1522316027

Responsi ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka
menyelesaikan studi kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSAL Dr.
Ramelan Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Surabaya, 8 September 2018

Mengesahkan,

Dokter Pembimbing

dr. Autunno., Sp.KK(K)


18

Anda mungkin juga menyukai