Disusun Oleh:
Yusuf Arif Salam
Periode: 1 Oktober 2018 – 14 Oktober 2018
Pembimbing:
drg. SANDY TRIMELDA, Sp.Ort.
2) Penanganan otitis media, kelainan ini merupakan komplikasi yang sering terjadi
pada pasien dengan palatoskisis, otitis media efusi merupakan kelainan telinga yang
sering muncul dikarenakan fungsi tuba eustachius yang tidak sempurna. Pemasangan
grommet dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih jauh sehingga
1,7
fungsi pendengaran tetap baik.
Gambar 2.9. Pemasangan grommet
Terapi Bedah
Tujuan dari terapi pembedahan palatoplasti adalah memisahkan antara rongga hidung
dengan rongga mulut. Pemisahan ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi berbicara,
bentuk wajah dan pertumbuhan gigi. Jika terdapat kelainan celah bibir maka labioplasti dapat
dilakukan mendahului palatoplasti dengan tujuan menghindari terjadinya kelainan bentuk
wajah.
Terdapat kesepakatan umum bahwa terapi pembedahan pada pasien dengan celah
palatum harus dilakukan ketika pasien berumur dibawah 1 tahun sebelum perkembangan
bicara sempurna. Penutupan celah palatum durum dan palatum molle umumnya dilakukan 1
tahap pada pasien berusia 11-12 bulan. Tapi beberapa ahli menganjurkan penutupan palatum
dilakukan 2 tahap yaitu penutupan palatum molle ketika pasien berumur 3-4 bulan dan tahap
ke-2 saat penutupan palatum durum ketika pasien berumur 18 bulan.
XEROSTOMIA
1. Definisi
Xerostomia yang berarti mulut kering berasal dari kata xeros yang berarti kering
dan stoma yang berarti mulut. Keadaan berkurangnya produksi saliva dan
mengakibatkan mulut kering inilah yang dimaksud dengan xerostomia (Philip, 2008;
Ronald, 1996).
2. Etiologi
Xerostomia dapat timbul karena faktor fisiologis maupun faktor patologis. Faktor
fisiologis yang menimbulkan xerostomia seperti usia, hormon, dan puasa. Faktor
patologis mengurangi produksi saliva karena keadaan tertentu pada pasien, seperti adanya
penyakit sistemik, defisiensi gizi, gangguan emosional dan psikologis, gangguan sistem
saraf, penggunaan obat-obatan, gangguan kelenjar ludah, penyinaran pada daerah kepala-
leher, juga gangguan penggunaan air dan elektrolit (Philip, 2008; Ronald, 1996).
3. Patofisiologi
Sensasi mulut kering seperti halnya yang dirasakan pada saat stress yang akut yang
disebabkan adanya perubahan komposisi saliva pada saat ini stimulasi saraf simpatis
lebih dominan selama periode ini. Selain itu gejala mulut kering ini juga disebabkan oleh
dehidrasi mukosa rongga mulut dimana output kelenjar saliva minor dan mayor menurun
serta lapisan saliva yang melapisi mukosa oral berkurang (Lukisari, 2010).
4. Diagnosis
Anamnesis
Pasien xerostomia sering mengeluhkan adanya rasa tidak enak pada mulut, halitosis
(bau mulut), sakit pada lidah, sulit berbicara, sulit untuk memakai gigi tiruan, sulit
mengunyah, sulit menelan, dan hilang pengecapan
Gejala dan tanda klinis
Produksi saliva yang berkurang dapat menimbulkan gejala-gejala klinis, seperti:
kering dan pecah-pecah pada lidah dan bibir, pipi kering, lidah berlapis, gingivitis,
candidiasis dan merah pada mukosa bibis, lidah dan pipi, adanya karies
Pemeriksaan tambahan
Kondisi mulut pasien juga dapat dinilai dengan menggunakan kaca mulut yang
ditempelkan ke pipi pasien, jika kaca menempel dapat dipastikan pasien menderita
xerostomia. Saliva yang kental yang menempel pada kaca mulut jika ditarik juga
menandakan keadaan xerostomia pada pasien
5. Terapi
Pada penderita xerostomia dicari penyebab utama terjadi nya xerostomia. Terapi
utama adalah dengan mengendalikan faktor penyebab seperti obat-obatan, gangguan
sekresi saliva, dan gangguan organ terkait. Selain itu juga dapat diberikan obat
perangsang saliva (Lukisari, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
1. Alexander JD, Otteson T, Joseph E. Comprehensive Cleft Care. Dalam: Bailey JB,
Johnson JT, penyunting. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Edisi ke-5.
Philadelpia: Williams and Wilkins; 2014.h.1557-73.