Anda di halaman 1dari 3

Diimensi Sosial

Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu sistem terbuka yang sangat kompleks.
Sebagai suatu sistem, artinya di dalam organisasi perusahaan terdapat berbagai elemen,
unsur,orang, dan jaringan yang saling terhubung (interconnected), saling berinteraksi (interacted),
saling bergantung (interdepended), dan saling berkepengitngan. Sebagai sistem terbuka, artinya
keberadaan perusahaan ditentukan bukan saja oleh elemen-elemen yang ada di dalam perusahaan
atau yang sering disebut faktor internal, seperti: sumber daya manusia (tenaga kerja, manajer,
eksekutif) dan sumber daya non-manusia (uang, peralatan, bangunan, dan sebagainya. Teteapi juga
oleh faktor-faktor di luar perusahaan atau yang sering disebut faktor eksternal, yang juga terdiri atas
dua elemen, yaitu faktor manusia dan non-manusia. Faktor manusia di sini, antara lain: pemasok,
pelanggan , penanam modal, pemerintah, dan masyarakat. Pemasok, pelanggan, penanam modal ,
dan pemerintah dapat saja berbentk institusi atau lembaga, tetapi toh menentukan dibalik institusi
atau lembaga tersebut adalah orang (oknum) kunci yang mempunyai wewenang dalam mengambil
keputusan di dalam lembaga atau institusi tersebut. Faktor non-manusia dalah alam/bumi itu sendiri
sebagai sumber bahan baku dan tempat beroperasi perusahaan. Bila selama ini orang lebih banyak
melihat faktor eksternal ini dalam wujud kondisi ekonomi, politik, teknologi, dan sosial budaya,
orang lupa bahwa semua kondisi eksternal ini pada hakikatnya diciptakan oleh faktor manusia kunci
di luar perusahaan. Misalnya, kondisi politik diperngaruhi oleh para pemimpin yang berkuasa di
suatu negara. Karakter penguasa-penguasa ini akan mewarnai kondisi politik, baik di negara yang
bersangkutan maupun dalam hubungan antar negara. Kondisi ekonomi dipengaruhi oleh pemasok,
penanam modal, dan para pelanggan. Karakter, sifat, latar belakang, dan interaksi yang kompleks
antara perusahaan dengan ketiga golongan manusia ini (pemasok, penanam modal, pelanggan) dan
oknum pemerintah akan mewarnai kondisi ekonomi yang ada. Begitu pula perkembangan teknologi
ditentukan oleh orang-orang yang menemukan, mengembangkan, dan menerapkan teknologi itu
untuk kepentingan bisnis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keberadaan suatu perusahaan sebenarnya
ditentukan oleh manusia atau orang, baik yang ada didalam perusahaan (karyawan,manajer,
eksekutif) maupun diluar perusahaan, yang kesemuanya memiliki kepentingan dan kekuatan atau
kekuasaan untuk mendukung atau menghambat keberadaan dan pertumbuhan perusahaan.
perusahaan akan mampu hidup bila kepentingan ini dapat dilakukan, maka perusahaan berfungsi
melayani masyarakat dan keberaadaanya diperlukan oleh masyarakat baik yang ada di dalam
perusahaan maupun yang berada di luar perusahaan tersebut. Oleh karena itu, bila perusahaan
dilihat dari dimensi sosial, tujuan pokok keberadaan perusahaan adalah untuk menciptakan barang
dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat, sedangkan keuntungan akan datang dengan sendirinya
bila perusahaan mampu melayani kebutuhan masyarakat. Pandangan ini selanjutnya akan
melahirkan paradigma dan konsep stakeholders dalam mengelola perusahaan. konsep stakeholder
ini akan dibahas pada sub-bab berikutnya.

Dimensi Spiritual

Keberadaan perusahaan diperlukan untuk melayani kebutuhan masyarakat bila perusahaan


diliha dari dimensi sosial. Sepanjang masyarakat masih memerlukan produk perusahaan, perusahaan
akan tetap dapat exist. Kegiatan bisnis dalam pandangan barat tidak pernah dikaitkan dengan gama
padahal kalau ditelusuri dalam ajaran agama-agama besar, ada ketentuan yang sangat jelas tentang
kegiatan bisnis ini. Dalam agama islam dijumpai suatu ajaran bahwa menjalankan kegiatan bisnis itu
merupakan bagian dari ibadah, asalkan kegiatan bisnis (ekonomi) diatur berdasarkan wahyu yang
tercantum dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul (Dawam Rahardjo, 1990). Selanjutnya dawam
Rahardjo mengatakan bahwa ada tiga doktrin dalam islam, yaitu : ibadah, akhirat, dan amal saleh.
Implementasi yang lebih luas tentang ketiga doktrin ini sudah lama dikaji dan dipahami. Ibadah tidak
hanya diartikan dalam arti sempit- hanya menyangkut aspek ritual seperti sholat dan puasa-tetapi
juga terkait urusan mencari rezeki dan menuntut ilmu. Dalam doktrin akhirat, kegiatan manusia
tidak semata-mata hanya memburu surga dengan mengabaikan atau menjauhi kewajiban-kewajiban
hidup di dunia. Begitu pula interpretasi luas mengenai amal saleh tidak hanya dalam bentuk charity,
seperti sumbangan untuk membangun mesjid, tetapi juga termasuk kegiatan jual beli dan sewa
menywa (Dawam Rahardjo, 1990).

Nymoan S. Pendit (2002) mengemukakan bahwa dalam Bhagavadgita yang meruapakan


salah satu dari lima kitab suci Hindu dikemukakan empat cara untuk berhubungan dengan Tuhan,
dan keempatnya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, yaitu : bakti yoga, kebaktian,
sembahyang, dan kasih sayang, karma yoga, jnana yoga, dan raja yoga. Berikut ini adalah kutipan
salah satu sloka dalam Baghavad Gita yang berkaitan dengan tindakan/kerja yang kalau
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya sebagai berikut .

“orang tidak akan mencapai kebebasan, karena diam tidak bekerja, juga ia tidak akan
mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja”

Menurut Peschke S.V.D (2003), dalam agama kristen dijumpai suatu pandangan bahwa
hakikat tujuan hidup tertinggi manusia adalah untuk memuliakan Allah disurga. Namun panggilan
umat kristen untuk mencapai tujuan tertinggi ini sama sekali tidak melupakan kewajiban mereka
untuk berperan dalam pembangunan dunia. Selanjutnya Peschke S.V.D mengatakan bahwa manusia
dipanggil untuk menguasai dunia dan segenap isinya serta mengolah dan merawatnya. Pandangan
ini menjadi dasar pembenaran bahwa kegiatan bisnis itu bukan saja tidak bertentangan dengan
ajaran agama, tetapi justru manusia diberi wewenang untuk mengolah dunia asalkan dilakukan
dengan penuh tanggung jawab. Maksud tanggung jawab di sini adalah bahwa dalam menguasai dan
mengelola dunia harus dilakukan dengan disertai kesadaran untuk memajukan, merawat, dan
melestarikan dunia beserta isinya; bukan sebaliknya justru berdampak merugkan masyarakat dan
merusak alam beserta seluruh isinya. Kegiatan bisni yang baik seperti ini dapat disebut kegiatan
bisnis yang religius. Kalau tidak mau menggunakan istilah religius, dapat saja memakai istilah lain
yang mempunyai makna yang sama, yaitu kegiatan bisnis yang spiritual, atau kegiatan bisnis
tercerahkan. Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh berdasarkan paradigma sebgai berikut :

 Pengelola dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa kegiatan bisnis


adalah bagian dari ibadah (God Devotion).
 Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan atau
masyarakat(prosperous society) .
 Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam (planet
conservation).

Dewasa ini telah muncul banyak , perusahaan multinasional yang aktivitasnya tidak lagi mengenal
batas-batas negara dan bahkan pendapatanya banyak yang telah melampaui anggaran pendapatan
banyak negara. Perusahaan-perusahaan ini menjadi motor penggerak perekonomian dunia dan
menghailkan kemajuan perekenomian dunia yang dpektakuler sebagaimana bisa kita saksikan dan
rasakan saat ini. Meskipun saat ini perekonomian dunia telah mencapai tingkat yang sangat maju,
namun tak urung juga menimbulkan dampak negatif, antara lain kesenjangan antara golongan kaya
dengan golongan miskin yang makin melebar; timbulnya pemanasan global; kerusakan hutan;
ancaman kemusnahan kehidupan akbiat limbah beracun; bisnis yang memproduksi dan
memperdagangkan barang/jasa terlarang (narkoba, judi, pelacuran, dan lain-lain); bisnis yang
memproduksi dan memperdagangkan berbagai jenis senjata pemusnah massal; dan sebagainya.
Semua ini membuktikan bahwa masih banyak pelaku bisnis dan oknum pemangku kepentingan
(stakeholders) terkait yang belum sepenuhnya mengikuti ajaran agama dalam menjalankan bisnis
mereka

Anda mungkin juga menyukai