ABSTRAK
Latar Belakang - Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih. Angka kejadian
depresi pada lansia terus meningkat setiap tahunnya. Penanganan depresi pada lansia bisa dengan
berbagai cara, salah satunya yaitu menggunakan terapi musik. Jenis musik yang dapat digunakan untuk
terapi depresi yaitu karawitan jawa. Khususnya bagi lansia yang menyukai musik karawitan. Karawitan
jawa mempunyai 2 laras yaitu laras slendro dan laras pelog.
Tujuan - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan musik karawitan laras slendro dengan
laras pelog terhadap skor depresi lansia di BPSTW Yogyakarta.
Metode - Pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif. Menggunakan desain penelitian quasy
experiment dengan rancangan non equivalent control group pretest postest design. Teknik sampling
yang digunakan adalah total sampling yang melibatkan semua lansia yang mengalami depresi sebagai
sampel. Intervensi dilakukan selama 3 hari berturut-turut serta dalam 1 kali intervensi membutuhkan
waktu 30 menit.
Hasil - Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan intervensi musik karawitan laras slendro
dengan laras pelog dengan nilai p value 0.004.
Kesimpulan - Terapi musik karawitan yang berlaras pelog lebih efektif untuk menurunkan depresi
lansia daripada laras slendro.
Kata Kunci : depresi, lanjut usia, musik karawitan laras slendro, musik karawitan laras pelog
ABSTRACT
THE DIFFERENCE BETWEEN THE KARAWITAN MUSIC WITH LARAS SLENDRO AND LARAS
PELOG AGAINST THE ELDERLY DEPRESSION SCORE AT BPSTW YOGYAKARTA
Background - Depression is a conditions that more than the sadness. The depression’s number for
elderly is increasing rapidly in every years. There are many ways to give the depressions treatments for
the elderly, one of them is using the musical therapy. One kind of music that can be used for the
depression therapy is traditional Javanese music that in the other terms is called by the karawitan’s
music. Especially for the elderly that like the karawitan’s music. The javanese Karawitan have 2
Scale,That is laras slendro and laras pelog.
Purpose - This research is proposed to discover the differencies between the karawitan with laras
slendro and laras pelog against the elderly depression score at BPSTW Yogyakarta.
Methodes- The approaching that used in this research is a quantitatives approach. Using the quasy
experiment research design with non equivalent control group pretest postest design. Sampling
technique that used is total sampling that involving every depressed elderly as the samples. Intervension
is done during 3 days continuously along as the intervension need 30 minutes in each intervension.
Results- The result of this research showing that there are the differencies intervensions between
karawitan music with slendro and pelog scale with the score of p value 0.004.
Conclusions - Karawitan music therapy with laras pelog is more effective to decreasing the depressions
for the elderly than the laras slendro.
LATAR BELAKANG
Lansia dan depresi setiap tahun semakin meningkat, karena semakin tinggi angka harapan hidup
di Indonesia maupun di dunia. Prevalensi depresi di Indonesia yaitu sekitar 17-27 %. Depresi
diperkirakan akan menjadi penyakit ke 2 setelah jantung iskemik pada tahun 2020 dan terdapat sekitar
35 juta orang terkena depresi. (WHO,2016).
Mayoritas orang ingin didengarkan dengan empati saat mereka mengekspresikan emosi dan
pemikirannya, namun tidak semua orang mempunyai waktu untuk mendengarkan emosi dan pemikiran
orang lain karena kesibukan yang dimiliki. Ini merupakan salah satu yang bisa menyebabkan depresi
(Keliat, 2017).
Pertumbuhan lansia ini sangat banyak dibandingkan dengan pertambahan penduduk pada usia
lainnya. Data World Population Prospects: the 2017 Revision pada tahun 2017 ada 962 juta orang
berusia 60 tahun ke atas, yang terdiri dari 13 % jumlah populasi global. Tahun 2030 populasi lansia
dunia di prediksi 1,4 miliar dan pada tahun 2050 di prediksi 2,1 miliar dan bisa naik menjadi 3,1 miliar
pada tahun 2100 (United Nation, 2017).
Persentase Lansia di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, seiring dengan meningkatnya
umur harapan hidup penduduk Indonesia yang sudah mencapai 70,8 tahun pada 2015. Data pada tahun
2014 menunjukan penduduk lansia mencapai 20,24 juta jiwa atau 8,03 % dari total jumlah penduduk.
Perkiraan Lansia akan mencapai 29,1 juta pada 2020 dan 41 juta jiwa pada 2035 (Susenas, 2017).
Lansia tahap akhir dari siklus hidup manusia yang akan dijalani oleh setiap orang yang berusia
panjang. Lansia akan terjadi perubahan struktur dan fungsi pada seluruh sistem tubuh yang disebut
dengan proses degeneratif, sehingga dapat menimbulkan terjadinya masalah kesehatan, seperti masalah
fisik, psikologis, maupun sosial. Masalah fisik yang muncul bisa berkembang menjadi masalah lain
seperti masalah ekonomi, sosial, budaya dan masalah psikologis. Masalah psikologis yang saat ini
sering ditemukan pada lansia, namun senantiasa terabaikan adalah depresi (Hadi, W, 2013).
Depresi dapat dikontrol dengan cara terapi modalitas, yang merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk mengisi waktu luang dan tidak menimbulkan efek samping bagi lansia seperti psikodrama, terapi
aktivitas kelompok, terapi musik, terapi berkebun, terapi dengan binatang, terapi okupasi dan terapi
kognitif (Setyoadi, 2011).
Karawitan merupakan budaya seni yang sangat bernilai harganya. Bermain atau mendengarkan
karawitan tidak hanya pengetahuan tentang musik saja tetapi juga rasa kekeluargaan yang merupakan
inti dari karawitan (Ferdiansyah, 2010).
Menurut studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Balai Pelayanan Sosial Tresna
Werdha Yogyakarta didapatkan hasil bahwa jumlah populasi lansia yang berada disana berjumlah 126
lansia dan lansia yang mengalami depresi sebanyak 50 orang terdiri dari 12 wisma. Lansia yang tinggal
disana ada dari kalangan kelompok dari desa dan ada yang dari kota.
Banyak upaya terapi yang telah dilakukan untuk mengurangi skor depresi pada lansia. Salah satu
upaya dengan mengidentifikasi kegiatan yang menyenangkan bagi lansia, serta penanganan yang paling
umum diberikan adalah pengobatan/farmakologi dan psikoterapi (Suardiman, 2016).
Tahun 2012 di Semarang pernah dilakukan penelitian pengaruh intervensi musik gamelan
terhadap depresi lansia, musik gamelan yang digunakan adalah laras pelog. Laras pelog sendiri
merupakan lagu yang bergairah dan ditujukan untuk usia muda. Karakteristik nada slendro memiliki
alunan musik yang lembut, penuh kewibawaan, ketenangan dan ditujukan untuk usia lanjut.
berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan melakukan penelitian yang membedakan musik karawitan
yang berlaras slendro dengan laras pelog untuk melihat skor depresi lansia.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen..
Desain penelitian Quasy experiment dengan rancangan non equivalent control group pretest postest
design yaitu jenis eksperimen yang mengobservasi dua kali, yaitu sebelum (pretest) dan sesudah
eksperimen (posttest) (Arikunto, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang tinggal
di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Yogyakarta yang berjumlah 126 lansia, pada 30 Maret- 1
April 2018. Jumlah sampel lansia yang mengalami depresi ada 50 responden. Pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan teknik sampel jenuh. Penggunaan teknik ini semua anggota populasi
dijadikan sampel dalam penelitian (Sujarweni, 2014). Tempat penelitian ini beada di Balai Pelayanan
Sosial Tresna Werdha Yogyakarta, serta waktu penelitian dilakukan pada 30 Maret- 1 April 2018.
Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner Geriatric Depression Scale 15 item. Uji analisis
yang digunakan yaitu analisa univariat dan bivariat. Analisa univariat meliputi frekuensi skor depresi
(mean, median, modus, maksimal dan minimum) pada lansia yang berada di BPSTW Yogyakarta.
Analisa Bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon, untuk perbedaan pre test dan post
test kelompok slendro dengan kelompok pelog. Untuk menguji perbedaan skor depresi sesudah
kelompok slendro dan kelompok pelog dengan menggunakan uji Mann Whitney. Analisa signifikan
yang digunakan antara dua varabel dalam penelitian ini adalah 95% dengan nilai α = 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Tabel 4. 1 Frekuensi Skor Depresi Lansia Pre-Test Kelompok Slendro
Depresi Lansia Frekuensi Persen
Tidak Depresi/ not depressed 0 0%
Depresi ringan/ mild depression 23 92 %
Depresi sedang / severe depression 2 8%
Jumlah 25 100 %
Tabel 4.2 Frekuensi Skor Depresi Lansia Post-Test Kelompok Slendro
Depresi Lansia Frekuensi Persen
Tidak Depresi/ not depressed 6 24 %
Depresi ringan/ mild depression 19 76 %
Depresi berat/ severe depression 0 0%
Jumlah 25 100 %
Tabel 4.9 Uji Beda Diff Kelompok Pelog dan Kelompok Slendro
Median Nilai p
(Minimum-Maksimum)
Kelompok Pelog -2.00 (-4.00 - -1.00)
Kelompok Slendro -1.00 (-2.00 - .00) .004
PEMBAHASAN
1. Perbedaan Musik Karawitan Laras Slendro dengan Laras Pelog terhadap Skor Depresi
Lansia
Hasil penelitian didapatkan bahwa pre-test dan post-test pada kelompok pelog adalah
pre-test skor maksimal yaitu 11 dan skor minimal 5, sedangkan pada post-test skor
minimalnya yaitu 2 dan skor maksimalnya 8. Antara pre-test dan post-test kelompok pelog
ini dilakukan uji beda dengan menggunakan uji wilcoxon, karena data pada pre-test dan
post-test tidak berdistribusi normal. Berdasarkan uji wilcoxon didapatkan hasil p =0.000 (p
< 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pre-test
dan post-test pada kelompok pelog.
Hasil penelitian didapatkan bahwa pre-test dan post-test pada kelompok slendro
adalah pre-test skor minimal yaitu 5 dan skor maksimal 11 sedangkan pada post-test skor
minimal yaitu 3 dan skor maksimal 9. Antara pre-test dan post-test kelompok slendro ini
dilakukan uji beda dengan menggunakan uji wilcoxon, karena data pada pre-test tidak
berdistribusi normal. Berdasarkan uji wilcoxon didapatkan hasil p =0.000 (p < 0.05), maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pre-test dan post-test
pada kelompok slendro.
Depresi pada lansia yang berada di panti ditandai oleh suasana afek depresif,
pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau
putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan
nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan konsentrasi, gangguan membuat
keputusan, serta keluhan fisik lainnya (Marzuki, 2014).
Terapi musik merupakan teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit
yang menggunakan irama tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat
sesuai dengan keinginan, seperti musik klasik, instrumental, musik berirama santai, orkestra
dan musik modern lainnya. Musik merupakan rangsangan pendengaran yang terorganisasi,
terdiri dari melodi, ritme, harmoni, warna (timber), bentuk dan gaya. Kesesuaian terapi
musik akan sangat ditentukan oleh nilai-nilai individual, falsafah yang dianut, pendidikan,
tatanan klinis, dan latar belakang budaya. Semua terapi musik mempunyai tujuan yang
sama, yaitu membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi musik, memberi
pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi, meningkatkan memori, serta
menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan
emosional. Terapi musik juga diharapkan dapat membantu mengatasi stres, mencegah
penyakit dan meringankan rasa sakit (Djohan, 2006).
Musik mampu meningkatkan maupun menurunkan energi otot terkait dengan
stimulasi dari irama, kemudian musik juga mampu merubah cepat lambatnya tarikan nafas,
mampu menimbulkan berbagai efek pada nadi, tekanan darah dan fungsi endokrin, serta
musik mampu mempengaruhi perubahan pada metabolisme dan biosintesis pada berbagai
enzim. Sehingga musik yang memiliki irama yang beraturan seperti detak jantung normal
(60-80 kali per menit) yang mampu meningkatkan derajat kesehatan (Suwarsih, 2013).
Titi Laras sering disebut sebagai notasi dalam seni musik, yaitu lambang atau simbol-
simbol untuk menunjukkan tinggi rendah suatu nada berupa angka atau simbol lainnya.
Dalam seni musik Karawitan titi laras memegang peranan penting dan praktis. Istilah Titi
dalam bahasa Jawa, dapat diartikan sebagai angka, tulis, tanda, notasi, atau lambang.
Sedangkan istilah Laras seperti tersebut di atas dalam pengertian ini berarti susunan nada
atau tangga nada (Aradean, 2017).
Karakteristik akustik musik gamelan jawa untuk tempo lambat antara 60-100 bpm
(beats per menite) dan pada tempo cepat antara 200-240 bpm (beats per menite). Musik
gamelan jawa tempo lambat memiliki ketukan hampir sama dengan musik Mozart yaitu
dengan tempo kurag lebih 60 ketukan per menit (Hadi, 2012).
2. Pembahasan Hipotesis
Uji beda antara kelompok pelog dan kelompok slendro juga dilakukan pada diff
kelompok pelog dan kelompok slendro, hasilnya yaitu p = 0.004 (p < 0.05) dengan
kesimpulan terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok pelog dengan kelompok
slendro. Perbedaan kedua kelompok ini dengan perbandingan (2:1). Setelah pemberian
musik karawitan laras pelog kebanyakan responden mengalami penurunan hingga 2 skor,
sedangkan yang diberikan musik karawitan laras slendro mengalami penurunan hingga 1
skor.
Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini diterima yang berarti
ada perbedaan intervensi musik karawitan laras slendro dengan laras pelog terhadap skor
depresi lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Yogyakarta. Tetapi kedua laras
dalam karawitan ini bisa dijadikan untuk intervensi, karena kedua laras dapat menurunkan
skor depresi lansia.
Judul karawitan yang digunakan untuk intervensi di kedua kelompok yaitu, pada laras
slendro menggunakan lagu karawitan berjudul Ojo Lamis dari Ki Nartosabdo yang memiliki
arti bahwa lamis mengandung arti orang yang suka mengobral janji akan tetapi tidak pernah
ditepati. Memang lidah tak bertulang, tak berbekas kata-kata. Tinggi gunung seribu janji,
lain di bibir lain di hati. Ungkapan pada bait-bait lagu ini mengajak kita untuk tidak
gampang memberi janji yang manis kepada orang lain, lebih baik kita jujur apa adanya agar
tidak mengecewakan orang lain. Kelompok pelog menggunakan musik karawitan berjudul
Ayun-ayun dari Ki Nartosabdo yang menggambarkan seseorang yang jatuh cinta sepanjang
hari selalu dalam penantian. Akhirnya, tumbuhlah cinta dalam setiap sisi kehidupan kita
maka cinta yang dahsyat yang akan kembali kepadamu. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan antara laras slendro dengan laras pelog terhadap skor depresi lansia, dan yang
lebih efektif untuk depresi lansia yaitu karawitan yang berlaras pelog.
DAFTAR PUSTAKA