Adsorbsi Kontinyu

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN OPERASI TEKNIK KIMIA II

PERIODE II ABSORBSI KONTINYU

Disusun Oleh:

Brain Agil Abdillah (1631410146)


Lingga Ardhanariswari (1631410063)

2E / D3 TEKNIK KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG
2018
I. Tujuan Percobaan :

1. Dapat menentukan kelarutan CO2 dan NaOH.


2. Dapat menentukan jumlah CO2 yang terserap dengan alat HEMPL.
3. Dapat menentukan jumlah CO2 yang terserap dengan metode titrasi.
4. Dapat menetukan jumlah plate ideal.

II. Dasar Teori


Absorbsi adalah operasi penyerapan komponen-komponen yang terdapat didalam
gas dengan menggunakan cairan. Suatu alat yang banyak digunakan dalam absorpsi gas
ialah menara isian. Alat ini terdiri dari sebuah kolom berbentuk silinder atau menara yang
dilengkapi dengan pemasukan gas dan ruang distribusi padabagian bawah, pemasukan zat
cair pada bagian atas, sedang pengeluaran gas dan zat cair masing-masing diatas dan
dibawah, serta suatu zat padat tak aktif (inert) diatas penyangganya yang disebut packing.
Adanya packing (bahan isian) didalam kolom absorpsi akan menyebabkan terjadinya
hambatan terhadap aliran fluida yang melewati kolom. Akibatnya gas maupun cairan yang
melewati akan mengalami pressure drop atau penurunan tekanan.
Persyaratan pokok yang diperlukan untuk packing :
1. Harus tidak bereaksi (kimia) dengan fluida didalam menara.
2. Harus kuat, tetapi tidak terlalu berat.
3. Harus mengandung cukup banyak laluan untuk kedua arus tampa terlalu banyak zat cair
yang terperangkap atau menyebkan penurunan tekanan terlalu tinggi.
4. Harus memungkinkan terjadinya kontak yang memuaskan antara zat cair dan gas.
5. Harus tidak terlalu mahal.

Penurunan tekanan akan menjadi lebih besar jika bahan isian yang digunakan tidak
beraturan (random packing). Selain itu, penurunan tekanan juga dipengaruhi oleh laju alir
gas maupun cairan.
Pada laju alir tetap, penurunasn tekanan gas sebanding dengan kenaikan laju alir cairan.
Hal ini disebabkan karena ruang antara bahan pengisi yang semula dilewati gas menjadi
lebih banyak dilewati cairan. Sehingga akan menyebabkan hold up (cairan yang terikat
dalam ruangan) bertambah. Akibatnya peningkatan laju alir cairan lebih lanjut akan
menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan dibagian atas kolom. Keadaan ini biasa
disebut flooding (banjir). Titik terjadinya peristiwa disebut flooding point. Operasi pada
keadaan flooding tidak akan menghasilkan perpindahan massa yang bagus. Perpindahan
massa yang optimum, dilakukan pada keadaan loading point (titik belok kurva).
Jika laju alir cairan dipertahankan tetap sedang laju gas bertambah, maka terdapat
beberapa kemungkinan yang akan terjadi :
1. Terbentuk lapisan cairan yang menyerupai gelembung gas diatas permukaan packing.
2. Cairan tidak akan dapat mengalir keluar kolom karena adanya tekanan yang besar dari
aliran udara. Akibatnya cairan akan mengisi kolom dari bawah keatas sehingga terjadi
inversi dari gas terdispersi kecairan berubah menjadi cairan terdispersi kealiran gas.
3. Terjadi gelembung/ buih-buih udara didalam kolom yang makin lama makin keatas dan
akhirnya tumpah keluar kolom. Pada kondisi demikian, penurunan tekanan gas
berlangsung dengan cepat.
Hal-hal lain yang berpengaruh terhadap penurunan tekanan antara lain ; bentuk
isian,tinggi isian, jenis, susunan dan lain-lain.
Banyak hal yang mempengaruhi absorpsi gas kedalam cairan, antara lain :
- Temperatur operasi
- Tekanan operasi
- Konsentrasi komponen dalam cairan
- Konsentrasi komponen didalam aliran gas
- Luas bidang kontak
- Lama waktu kontak
Karana itu, dalam operasi harus dipilih kondisi yang tepat sehingga diperoleh hasil yang
maksimal.Karekteristik suatu cairan dalam menyerap komponen didalam aliran gas
ditunjukkan oleh harga koefisien perpindahan massa antara gas-cairan, yaitu banyaknya
mol gas yang berpindah persatuan luas serta tiap fraksi mol (gram mol) / (detik) (cm 2)
(fraksi mol). Untuk menentukan harga koefisien perpindahan massa suatu kolom absorpsi
dapat digunakan perhitungan berdasarkan neraca massa.

Gas CO2 akan bersifat korosif jika di dalam gas alam terkandung uap air yang dapat
mengasamkan CO2 menjadi H2CO3. Sifat korosif CO2 akan muncul pada daerah-daerah
yang menyebabkan penurunan temperatur dan tekanan, seperti pada bagian elbow pipa
tubing-tubing, cooler, dan injektor turbin. Sebagai contoh di dalam fasilitas turbin gas,
CO2 akan mengakibatkan penurunan nilai kalor pembakaran karena CO2 dan H2O
merupakan produk dari pembakaran, sehingga CO2 dan H2O tidak dapat dibakar.
Menurunnya kalor pembakaran akan mengurangi tegangan listrik yang dihasilkan oleh
turbin gas tadi. Contoh lain misalnya dalam proses pencairan gas alam, CO2 bersifat
merugikan, karena pada suhu sangat rendah CO2 akan menjadi padat (icing), sehingga
mengakibatkan tersumbatnya sistem perpipaan dan merusak tubing-tubing pada alat
penukar panas utama (main heat exchanger). Secara konvensional, proses penghilangan
CO2 di industri dilakukan dengan proses gas absorbsi yang berskala besar.
Campuran gas tersebut dikontakkan dengan pelarut absorben didalamalat seperti packed
towers, spray towers, venture towers, dan sieve-tray towers. Sedangkan tipe dari alat
scrubber yang lain seperti buble dan foam coloumn. Pada kolom konvensional ini, kontak
antara fasa gas dan fasa cair terjadi secara langsung sehingga memungkinkan terjadinya
dispersi antar fasa. Kelemahan yang terjadi pada packed towers, buble dan foam coloumn
adalah memiliki laju alir yang satu arah (cocurrent) sehingga laju perpindahan massa yang
terjadi tidak lebih baik dari kondisi kesetimbangan. Sedangkan untuk laju alir yang
berlawanan (countercurrent) seperti yang terjadi pada packed towers dan juga sieve-tray
towers dapat terjadi peluapan (flooding) jika laju alir gas terlalu besar dan juga akan
terjadi proses penumpukan (loading) jika laju alir terlalu kecil.
Pada absorpsi gas CO2 menggunakan pelarut air, CO2 bereaksi dengan air melalui
persamaan sebagai berikut:
CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3 -
Reaksi CO2 dengan air tersebut merupakan reaksi kesetimbangan, di mana konstanta
kesetimbangannya sangat kecil sehingga pembentukan H+ dan HCO3- juga sangat kecil.
Karena itu, proses absorbsi CO2 dengan air lebih dinyatakan sebagai absorbsi fisika, bukan
absorbs kimia.

Neraca massa total untuk seluruh stage :


L0 + VN+1 = LN + V1 = M
Dengan : VN+1, LN, = mol/j bahan masuk dan keluar. Untuk
kesetimbangan komponent A,B,C,
L0x0 + VN+1 YN+1 = LNxN + V1Y1

x dan y dalam mole fraksi Kesetimbangan


Total setelah stage pertama n; L0 + Vn+1 =
Ln + V1 (16)
Untuk suatu kesetimbangan komponent ;
L0X0 + Vn+1 Yn+1 = LnXn + V1Y1

Gambar 1 Jumlah stages pada suatu proses kontak multipel Stage

III. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Absorption column 1 unit. Gas CO2 murni.
CO2 bottle dan regulator Natrium hidroksida (NaOH) : 0,1 N.
Kompressor Udara (dari kompressor).
Beaker glass 500 ml dan 1000 ml. Aquades
Termometer. Indikator phenolphtalin
Buret 50 ml. Aquadest.
Stopwatch.
Erlenmeyer 100 ml.
Beaker glass 250 ml dan 1000 ml.
Pipet volume 10 ml dan 25 ml.
Karet sedot
Statif untuk buret.
Corong kaca.
IV. Skema Kerja

Mengisi tangki penampung dengan NaOH 0,1 N lebih kurang 25 liter

Menghidupkan pompa cairan, buka valve pengatur laju cairan NaOH pada
posisi tertentu.

Mengidupkan kompresor udara dengan mengatur bukaan valve dan atur


kecepatan udara yang diperlukan

Membuka valve tabung CO2 dan atur kecepatan CO2 yang diperlukan

Menunggu beberapa menit untuk mensirkulasi seluruh cairan NaOH didalam


tangki sehingga proses absorpsi maksimum dan jaga agar tidak terjadi
floading.

Melakukan variasi kecepatan CO2, udara dan NaOH sesuai kebutuhan.

Melakukan pengambilan sampel 20 ml untuk dianalisa dengan titrimetri.

Anda mungkin juga menyukai