Anda di halaman 1dari 3

Nama : Triana Intan Sari

Kelas : XII MIPA 10


Semangkuk Bakso
Hari Minggu ini pada 18 September, Dona berulang tahun. Biasanya Ibu pasti sedang
sibuk didapur untuk menghindangkan makanan kesukaannya. Namun, sesampainya
diruang makan, betapa kecewanya hati Dona melihat meja makan yang kosong dan sosok
Ibu yang tak terlihat batang hidungnya. Ia tahu, jika Ibu tidak ada didapur, pasti sedang
berbelanja dipasar. Dona kesal, marah dan jengkel.
“Huh Ibu sudah tidak sayang padaku. Masa tidak ingat ulang tahun anaknya sendiri”
Dona terus menggerutu dalam hatinya sampai menyalahkan adiknya sendiri yang sedang
sakit dari kemarin. Ia percaya bahwa itu salah satu alasan ibunya melupakan hari paling
bahagianya.
Ditunggu sampai siang, tampaknya orang serumah tidak peduli lagi kepadanya. Tidak ada
yang memberi selamat, ciuman, atau mungkin memberi kado untuknya.

Dengan perasaan marah dan sedih, Dona pergi meninggalkan rumah begitu saja. Perut
kosong dan pikiran yang dipenuhi kejengkelan membuatnya berjalan sembarangan. Saat
itu ia melewati sebuah gerobak penjual bakso yang terkenal baik hati dan suka berpantun.
Samar-samar tercium aroma nikmat, tiba-tiba Dona sadar, betapa lapar perutnya! Dia
menatap nanar kepulan asap di atas semangkuk bakso.

Tukang Bakso : "Bakar jagung dengan arang


Pesta jagung malam-malam
Mau beli bakso, Neng?
Duduk saja di dalam,"
Dona : “Dirumah bibi ada maling
Semoga dihukum yang maha Agung
Sebenarnya saya mau, Bang
Tapi sekarang tidak punya uang,"
Tukang bakso : “ Siang-siang boleh minum jamu
Yang tidak boleh minum arak
Bagaimana kalau hari ini abang traktir kamu?
Duduklah, abang siapin mi bakso yang super enak."
Dona pun segera duduk di dalam.
Tiba-tiba, dia tidak kuasa menahan air matanya,
Tukang bakso : “Motong batang dengan parang
Lho, kenapa menangis, neng?"
Dona : “Saya jadi ingat Ibu saya, Bang. Sebenarnya hari ini ulang tahun saya”
Tukang Bakso : “Dikamar mandi ada lipan
Sebenarnya ada apa gerangan?”
Dona : “Ibuku sendiri tidak ingat hari ulang tahunku, apalagi memberi makanan
kesukaan ku. Malah Abang yang tidak saya kenal, memberi saya makan bakso gratis.”
Tiba-tiba saja Dona sudah mengungkapkan semua kesedihan dan kekecewaan nya pagi
hari ini. Abang tukang bakso lalu tersenyum simpul sambil melanjutkan pantunnya.
Tukang bakso : “Didin mandi membuka keran
Yang keluar ternyata air amis
Neng cantik, abang hanya sekali memberi makanan
Si eneng bisa terharu sampai nangis”
Abang tukang bakso menarik napas panjang sambil melanjutkan kalimatnya
Tukang Bakso : “Makan udang dengan kari
Ditemani dengan nyanyian Marini
Padahal Ibu Neng, yang ngasih makan tiap hari,
Apakah Neng pernah terharu begini?”

Dona seketika tersadar, ia menatap sang Tukang bakso dengan senyum mengembang.

Dona : "Min satu tambah dua sama dengan satu


Matematika punya ilmu bercabang-cabang
Kenapa daritadi aku tidak pernah berpikir seperti itu?
Terima kasih banyak ya, Bang!"

Setelah menghabiskan makanan dan berucap banyak terima kasih, Dona bergegas pergi.
Setiba di rumah, ibunya menyambut dengan pelukan hangat, wajah cemas sekaligus lega,

"Dona, dari mana kamu seharian ini, Ibu tidak tahu harus mencari kamu ke mana. Dona,
selamat ulang tahun ya. Ibu telah membuat semua makanan kesukaan Dona. Dona pasti
lapar kan? Ayo nikmati semua itu."

"Ibu, maafkan Dona, Bu," Dona pun menangis dan menyesal di pelukan ibunya. Dan
yang membuat Dona semakin menyesal, ternyata di dalam rumah hadir pula sahabat-
sahabat baik dan paman serta bibinya. Ternyata Ibu Dona membuatkan pesta kejutan
untuk Dona kesayangannya.

Anda mungkin juga menyukai