Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Keselamatan pasien di rumah sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu RS yang
memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman. Risiko terjadinya kesalahan medis yang
dialami pasien di rumah sakit sangat besar. Besarnya risiko dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain lamanya pelayanan, keadaan pasien, kompetensi dokter, serta prosedur dan
kelengkapan fasilitas. Kesalahan medis tersebut bisa saja terjadi pada saat komunikasi dengan
pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis maupun terapi dan tindak lanjut,
namun bukan disebabkan oleh penyakit underlying diseases. Risiko klinis tersebut bisa
berakibat cedera, kehilangan/kerusakan atau bisa juga karena faktor kebetulan atau ada
tindakan dini tidak berakibat cedera.
Kejadian risiko yang mengakibatkan pasien tidak aman sebagian besar dapat dicegah
dengan beberapa cara. Antara lain meningkatkan kompetensi diri, kewaspadaan dini, dan
komunikasi aktif dengan pasien. Salah satu yang bisa dilakukan untuk mendukung program
patient safety tersebut adalah penggunaan antibiotik secara bijak dan penerapan pengendalian
infeksi secara benar. Diharapkan penerapan “Program Pengendalian Resistensi Antibiotik”
dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya penanganan kasus-kasus infeksi
di rumah sakit serta mampu meminimalkan risiko terjadinya kesalahan medis yang dialami
pasien di rumah sakit.
Resistansi antibiotika telah menjadi masalah di Indonesia dengan merujuk pada
Pedoman Pengendalian Resistensi Antibiotika (PPRA) yang melibatkan 20 rumah sakit
pendidikan. Permenkes no. 2406/Menkes/PER.XII/2011 tentang Pedoman Umum
Penggunaan Antibiotik dan beberapa hasil penelitian telah dilakukan antara lain
Antimicrobial Resistance in: Indonesia Prevalence and Prevention (AMRIN) menyatakan
bahwa Indonesia memiliki resistensi terhadap mikroba. Akibat dari resistensi antibiotika
yaitu pengobatan pasien menjadi gagal atau tidak sembuh, biaya jadi meningkat karena LOS
(long of stay) lebih lama dan jenis antibiotika beragam serta keberhasilan program kesehaan
masyarakat dapat terganggu.
Badan Eksekutif WHO telah merekomendasikan untuk memasukkan resistensi
antibiotika ke resolusi EB134.R13 pada World Health Assembly 2014 bulan Mei lalu, dengan
penyusunan Rencana Aksi Global untuk Resistensi Antibiotika. World Health Day 2011
mengusung tema Antimicrobial Resistance (AMR). Hal ini kemudian dilanjutkan oleh
penandatanganan “Jaipur Declaration on Antimicrobial Resistance 2011” oleh Menteri-
menteri Kesehatan dari negara-negara anggota WHO Regional Asia Tenggara. Dimana pada
Deklarasi Jaipur tersebut ditekankan pentingnya pemerintah menempatkan prioritas utama
untuk mempertahankan efikasi antibiotik dan menghindari resistensi antimikroba.
Mengatasinya dengan melakukan rencana aksi yang melibatkan multisektor
Untuk mendukung kegiatan PPRA di rumah sakit perlu kesiapan infrastruktur rumah
sakit melalui kebijakan pimpinan rumah sakit yang mendukung penggunaan antibiotic secara
bijak (prudent use of antibiotics), pelaksanaan pengendalian infeksi secara optimal, pelayanan
mikrobiologi klinik dari pelayanan farmasi klinik seara professional. Hal ini sesuai dengan
hasil rekomendasi Lokakarya Nasional Kedua ‘Staregy to Combat the Emergence and Spread
of Antimikrobial Resistant Bacteria in Indonesia’ di Jakarta tanggal 6-7 Desember 2006
bahwa setiap rumah sakit diharapkan segera menerapkan PPRA.

Anda mungkin juga menyukai