Anda di halaman 1dari 32

A.

Definisi
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologi yang
mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari
cardiovascular disease (CVD). (Batticaca, 2008)
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. (Arif
Muttaqin, 2008)
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang di akibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak secara
tiba-tiba, dan merupakan keadaan yang timbul karena gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
(Brunner&Suddarth, 2002)
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawat
daruratan medis yang harus di tangani secara cepat, tepat dan cermat.
(Masjoer, 2000)
Jadi dapat disimpulkan stroke adalah gangguan fungsi otak karena
penyumbatan, penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah menuju otak. Hal
ini menyebabkan pasokan darah dan oksigen menuju ke otak menjadi
berkurang. Stroke dapat di klasifikasikan menjadi 2 macam yaitu:
1. Stroke Iskemik
Stroke yang terjadi apabila salah satu cabang dari pembuluh darah otak
mengalami penyumbatan, sehingga bagian otak yang seharusnya mendapat
suplai darah dari cabang pembuluh darah tersebut, akan mati karena tidak
mendapatkan suplai oksigen dan aliran darah sebagaimana seharusnya.

1|Page
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah baik di dalam
jaringan otak yang mengakibatkan perdarahan intraserebral, atau diruang
subarakhnoid yang menyebabkan pendarahan subarakhoid. (Misbach,
2007)
B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi Fisiologi Otak Dan Pembuluh Darah Otak


a. Anatomi Fisiologi Otak
Berat otak manusia dewasa kira-kira 2% dari berat badannya. Otak
menerima 20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20%
pemakaian oksigen dan sekitar 400 kilo kalori energi setiap harinya.
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme
oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen dan glukosa relatif konstan, hal
ini disebabkan oleh metabolisme otak merupakan proses yang tetap dan
kontinu tanpa masa istirahat. Bila alirah darah terhenti selama 10 detik
saja, maka kesadaran mungkin sudah akan hilang dan penghentian
dalam beberapa menit saja dapat menimbulkan kerusakan ireversibel.
Secara garis besar otak dibedakan menjadi tiga bagian utama yaitu:
serebrum, serebelum dan batang otak.
1). Serebrum
Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan paling
menonjol. Disini terletak pusat-pusat sarat yang mengatur semua kegiatan
sensorik dan motorik, juga mengatur proses penalaran, ingatan dan
intelegensi. Serebrum dibagi menjadi himesfer kanan dan kiri oleh suatu
lekuk atau celah dalam yang disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian
luar hemisfer serebri terdiri dari substansia griseria yang disebut sebagai
korteks serebri, terletak di dalam substansia alba yang merupakan bagian
dalam (inti) hemisfer dan dinamakan pusat medula. Kedua hemisfer saling
dihubungkan oleh suatu pita lebar yang disebut korpus kalosum. Didalam
substansia alba tertanam kelompokkan massa sunstansia grisea yang
disebut ganglia basalis. Pusat aktivitas sensorik dan motorik pada masing-

2|Page
masing hemisfer dirangkap dua dan sebagian besar berkaitan dengan
bagian tubuh yang berlawanan. Hemisfer serebri kanan mengatur bagian
tubuh sebelah kiri dan hemisfer serebri kiri mengatur bagian tubuh kanan.
Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontralateral.
Hemisfer utama (biasanya kiri) mempunyai spesialisasi untuk bahasa dan
kalkulasi matematik namun sebatas pada tugas ruang. Hemifer minor
(biasanya kanan) mempunyai spesialisasi untuk proses memahami sesuatu
secara keseluruhan, menerima gambaran abstrak, musik dan lokasi ruang,
tetapi tidak sanggup mengadakan komunikasi melalui bahasa verbal, meski
komunikasi masih dapat dilakukan dengan gerakan dan kegiatan emosional.

Fungsi utama masing-masing lobus tersebut adalah:


a). Lobus Frontalis
(1) Area 4 Brodmann, merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab
terhadap gerakan voluntary.
(2) Area 6 Brodmann, bertanggung jawab atas gerakan terlatih, misalnya
menulis, mengemudi atau mengetik.
(3) Area 8 Brodmann, dinamakan area lapang pandang frontal dan bersama area
6 bertanggung jawab atas gerakan menyidik voluntary dan deviasi konjungat
dari mata dan kepala.
(4) Area 4,6,8,9 dan 46 Brodmann, mengatur gerakan mata voluntary.
(5) Area 44 dan 45 Brodmann, dikenal sebagai area bicara motorik Brocha yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik bicara. Hemisfer dominan yang
mengatur bicara terletak pada hemisfer kiri.
(6) Area 19 sampai 12 Brodmann, merupakan area yang berkaitan dengan
kepribadian, seperti fungsi ingatan, rasa tanggung jawab, ide-ide, pikiran dan
pandangan ke masa depan.
b). Lobus Parietalis
(1) Area 1 sampai 3 Brodmann (Area somestetik primer), mempunyai peranan
utama dalam memproses dan mengintegrasi informasi sensorik (berupa nyeri,

3|Page
suhu, raba, tekan dan proprioseptik) yang lebih tinggi dari semua sisi tubuh
dan disinilah menggapai kesadaran.
(2) Area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 Brodmann), menerima berbagai
modalitas sensorik berupa kualitas, bentuk, tekstur dan suhu berdasarkan
pengalaman-pengalaman di masa lalu, seperti mengidentifikasi mata uang
dengan tangan tanpa melihat.
(3) Area 39 Bordmann (girus angularis), mengintegrasi kemampuan memahami
bahasa tulisan.
(4) Area 40 Brodmann (girus supermarginalis), mengintegrasi kemampuan
stereogenesis.
c). Lobus Temporalis
(1) Korteks pendengaran primer (Area 41 dan 42 Brodmann), berfungsi sebagai
penerima suara.
(2) Korteks asosiasi pendengaran (area 22 Brodmann), diperlukan untuk area
pemahaman yang dikenal dengan area Wernicke.
d). Lobus Oksipitalis
(1) Area 17 Brodmann (korteks penglihatan primer), menerima informasi
penglihatan dan menyadari sensasi warna.
(2) Area 18 dan 19 Brodmann, sebagai korteks visual primer dikelilingi oleh
korteks asosiasi visual dimana informasi penglihatan menjadi berarti.
(3) Korteks asosiasi visual terletak disebelah area 39 Brodmann lobus temporalis,
keduanya dikaitkan dengan kemampuan dalam memahami simbol bahasa.
2). Serebelum
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
durameter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang
memisahkannnya dari bagian serebelum posterior. Berat serebelum sekitar
150 gr atau dari berat batang otak sebelumnya. Serebelum terdiri dari bagian
tengah, vermis dan dua hemisfer lateral.
Serebelum fungsinya mengatur dan mengkoordinasi aktivitas otot skeletal
dan mempertahankan postur serta kekuatan otot. Aktifitas serebelum berasal
dari input-input multiple susunan saraf pusat dan susunan saraf tengah. Saraf
eferen berjalan ke serebelum dari korteks serebri melalui system korteks

4|Page
serebelum dan pons. Impuls-impuls serebral eferen dikirim ke korteks
motorik melalui nucleus merah. Formasi reticular di batang otak dan nucleus
pestibula. Serebelum juga berfungsi dalam petunjuk-petunjuk penglihatan dan
koordinasi gerakan tubuh.
3). Batang Otak
Batang otak terdiri dari mesensefalon (otak tengah), pons dan medula
oblongata. Diseluruh batang otak banyak ditemukan jaras-jaras yang berjalan
naik turun. Masing-masing struktur mempunyai fungsi tetapi fungsi ketiganya
sebagai unit untuk menjalankan saluran impuls yang disampaikan dari serebri
dan lajur spinal. Batang otak merupakan pusat relai dan refleks dari susunan
saraf pusat.
Mesenfelon merupakan bagian pendek dari batang otak yang letaknya
diatas pons. Bagian ini terdiri dari bagian posterior dan bagian anterior. Pada
otak tengah ini berpangkal nukleus saraf kranial II (N.Optikus) dan III
(N.Oculomotoris).
Pons berupa jembatan serabut-serabut yang menghubungkan kedua
hemisfer serebelum, serta menghubungkan mesensefalon disebelah atas
dengan medula oblongota dibawah. Bagian bawah pons berperan dalam
pengaturan pernafasan. Nervus IV (N. Trochearis), V (N. Trigeminus), IV (N.
Abducens) dan VII (N. Fasialis) berinduk di pons.
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstrikor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan
muntah. Selain itu medula oblongota mengandung nukleus-nukleus lima saraf
kranial terakhir, yaitu: Nervus VIII (N. Auditorius), Nervus IX (N.
Glosofaringeus), Nervus X (N. Vagus), Nervus XI (N. Accesorius) dan
Nervus XII (N. Hipoglosus).
Sedangkan untuk Nervus I (N. Olfaktorius) langsung berhubungan
dengan otak tanpa melalui batang otak. Fungsi saraf ini yaitu sebagai saraf
penghirup terletak di bagian atas mukosa hidung di sebelah atas dari concha
nasalis superior
b. Peredaran darah otak

5|Page
Susunan saraf pusat (SSP) seperti juga jaringan tubuh lainnya, sangat
tergantung dari aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan pembangunan
sisa-sisa metabolismenya. Suplai darah arteria ke otak merupakan suatu
jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat
satu dengan yang lain, sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat
untuk sel. Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteria, yaitu arteria
vertebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-cabangnya beranastomosis
membentuk siskulasi arteriosus serebri Willisi.
1) Sistem Karotis
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi tulang rawan tiroidea. Arteri interna memperdarahi wajah,
tiroid, lidah dan pharing. Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah
percabangannya yang dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus karotikus
terdapat ujung-ujung saraf khusus yang berespon terhadap tekanan
darah/perubahan arteri yang secara refleks mempertahankan suplai darah ke
otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke dalam rongga tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi khiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media.
Segera setelah masuk kedalam ruang subarakhnoid dan sebelum bercabang-
cabang, arteri karotis interna mempercabangkan arteri optalmika yang masuk
ke dalam orbita, bagian hidung dan sinus udara.
2) Sistem Vertebrasasiler
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang
sama. Artinya subklavia kanan merupakan cabang dari arteri inominata,
sedangkan kiri merupakan cabang langsung dari aorta.
Arteria vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum
setinggi perbatasan pons dan medula oblongota. Kedua arteri bersatu
membentuk arteri basilaris. Arteri basilaris terus berjalan setinggi otak tengah
dan disini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi
sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus
cokhlearis dan organ-organ vestebular, korteks penglihatan primer

6|Page
diperdarahi oleh arteri kalkarina yang merupakan cabang dari arteria serebri
posterior. Arteri serebri posterior dan cabng-cabangnya memperdarahi
sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus
cokhlearis dan organ-organ vestebular, korteks penglihatan primer
diperdarahi oleh arteri kalkarina yang merupakan cabang dari arteria serebri
posterior.
3) Regulasi dan penyesuaian peredaran darah serebral
Dalam keadaan fisiologi jumlah darah yang mengalir ke otak (CBF) ialah
50-60 ml per 100gr jaringan otak permenit. Jumlah ini selalu berubah karena
bermacam-macam pengaruh, maka volume darah selalu akan menyesuaikan
diri, faktor-faktor penyesuaian darah serebral dibagi menjadi:
a) Faktor Ektrinsik (diluar otak)
(1) Tekanan darah sitemik
(2) Kemampuan jantung untuk memompa darah ke sirkulasi
(3) Kualitas pembuluh darah karotikovertebral
(4) Kualitas darah yang menentukan viskositas
b) Faktor Intrinsik (didalam otak)
(1) Autregulasi arteri serebral
(2) Faktor-faktor biokomiawi regional

C. ETIOLOGI
1. Stroke Iskemik
a. Vaskuler: aterosklerosis, displasi fibromoskuler, implamasi, distensi arteri,
penyalah gunaan obat, sindrom moya-moya, trombosi sinus atau vena.
b. Kelainan jantung: trombus mular, aritmia jantung, endokarditis, infeksiosa
dan non infeksiosa, penyakit jantung rematik penggunaan jantung prostetik,
miksoma atrial dan fibrasi atrium.
c. Kelainan darah:trombositosis, polisistemia, anemia sel sabit, leukositosis,
hiperkoagulaso dan hiperfiksositas darah.
2. Stroke Hemoragik

7|Page
Stroke hemoragik disebabkan oleh adanya pendarahan intraserebral karena
hipertensi. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan pendarahan intraserebral
diantaranya adalah:
a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler
1) Penyakit arteri koronaria
2) Gagal jantung kongestif
3) Hipertrofi ventrikel kiri
4) Abnormalitas irama
5) Penyakit jantung kongestif
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebral
f. Kontrasepsi oral
g. Merokok
h. Penyalah gunaan obat
i. Konsumsi alkohol
D. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerosis sering atau cenderung sebagai faktor penting terhadap
otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerosis, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus dapat mengakibatkan:
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area.

8|Page
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark
itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika
tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis.
Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah
maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah
atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang
sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan
penyakit cerebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral
dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
Ada dua bentuk patofisiologi stroke hemoragik :
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan
TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan
cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding
permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma. Aneurisma paling sering
didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.

9|Page
Aneurisma dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan
ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-
5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang
berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan
pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. (Misbach,2011)

10 | P a g e
Pathway
CEREBRUM (otak BATANG CEREBELUM
besar) OTAK (otak kecil)

Gg fs Penurinan tk Menekan Defisit Gerakan


motorik Gg fs Gg persepsi kesadaran Defisit involunter/in
vegetatif medula motorik
sensori Apatis s.d motorik koordinasi
koma oblongata
-

Kelemahan angg Kelemahan otot Penglihatan: Reflek


bicara
gerak spicter patologi
Diplopia
kematian
GG pola
Hilang separuh
napas
lapang pandang GG
Hemiplegi mobilitas
- Disfasia Pandangan kabur fisik
Paraplegi inkontine Konstip
- Disatria
nsia urin / asi
Tetraplegi feses
Retensi
urin Peraba:
Gg mobilitas Parastesi
fisik
Hemistesi
Gg Reflek
komunik menelan
Pengecap: turun
asi verbal Hilang rasa
ujung lidah

11 | P a g e
Resiko atrofi

PATHWAYS STROKE NON HEMORAGIK

Trombosis cerebral Emboli cerebral

Sumbatan pembuluh darah di otak

Suplai darah dan O2 ke otak menurun

Menurun 25 –30 ml/100 gr otak/menit Menurun > =18 ml/100gr otak/mnt

Gg perfusi jaringan

Iskemik otak
Infark serebri

<24 jam 24 jam –21 hari


STROKE KOMPLIT

12 | P a g e
Transient Ischemic Attack Stroke In Evolution (dalam perkembangan)

Cerebrum (otak besar) Cerebelum (otak kecil)


FAKTOR RESIKO

a. Hipertensi

b. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium,


penyakit jantung kongestif)

c. Kolesterol tinggi

d. Obesitas

e. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)

f. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)

g. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen

tinggi)

h. Penyalahgunaan obat ( kokain)

i. Konsumsi alkohol

( Smeltzer C. Suzanne, 2002 )

D. MANIFESTASI KLINIS

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori ). Fungsi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya.
Kehilangan motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas
melintas, gangguan kontrol motor volunter pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiperesis, atau kelemahan pada salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain.
Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan
hilang atau menurunnya reflek tendon dalam. Apabila refleks tendon dalam ini muncul

13 | P a g e
kembali ( biasanya dalam 48 jam ), peningkatan tonus disertai dengan spastisitas (
peningkatan tonus otot abnormal ) pada ekstremitas yang terkena dapat
dilihat. Kehilangan komunikasi. Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah
bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa
dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :

a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekpresif
atau reseptif
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika pasien mengmbil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
( Smeltzer C. Suzanne, 2002 )

F. PENATALAKSANAAN

1. Bantuan kepatenan jalan nafas

a. Ventilasi berbantuan O2

b. Trakeostomi

2. Tirah baring

3. Penatalaksanaan cairan dan nutrisi

4. Obat-obatan :

a. Anti hipertensi

b. Anti fibrinditi

c. Anti spasmodic

d. Anti konvulson

e. Kortika steroid

5. EEG dan pemantauan jantung

6. Pantau TIK ( Tekanan Intra Kranial )

14 | P a g e
7. Pemasangan kateter indwelling

8. Rehabilitas neurologis

(Tucker, 2002)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan

Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.

2. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri
3. Pungsi Lumbal

a. menunjukan adanya tekanan normal

b. tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya


perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.

5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik

6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena

7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal


(Doengoes, 2000)

B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis dan alamat.

15 | P a g e
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
(1) Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Biasanya klien dengan stroke datang ke rumah sakit dengan alasan nyeri atau sakit
kepala, gangguan motoris, gangguan sensoris dan gangguan kesadaran.
Keluhan utama dikembangkan dengan metode PQRST mulai dari adanya keluhan sampai
datang ke rumah sakit.
(2) Keluhan Utama Saat Pengkajian
Berisi tentang keluhan klien saat pengkajian yang dikembangkan dengan teknik PQRST.
Pada stroke perdarahan biasanya akan ditemukan penurunan kesadaran dan kemungkinan
terjadi sampai koma sehingga klien tidak dapat ditanyakan apa yang dirasakan,
sedangkan pada stroke akibat infark biasanya terjadi kelumpuhan sebelah (hemiplegi),
kepala pusing atau nyeri, bicara tidak jelas dan klien mengeluh lemah tubuh.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada umumnya klien stroke akan mempunyai riwayat diabetes melitus, penyakit jantung
atau hipertensi dan adanya faktor-faktor resiko seperti: kadar kolesterol yang tinggi,
keadaan viskositas darah yang tinggi (menderita polisetemia), diabetes, kebiasaan
minum-minuman beralkohol, riwayat penggunaan pil kontrasepsi, sering stress dan
kurang beraktivitas serta kebiasaan merokok.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada keluarga akan didapatkan adanya riwayat penyakit keturunan yaitu hipertensi,
diabetes militus atau riwayat penyakit yang sama dengan klien yaitu stroke.
d) Pola Aktivitas Sehari-hari
Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah sakit dan pola aktivitas klien selama di
rumah, terdiri dari:
1) Pola nutrisi (makan dan minum), terjadi perubahan dan masalah dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi karena kurangnya nafsu makan, kehilangan sensasi kecap, menelan,
mual dan muntah.
2) Eliminasi (BAB dan BAK) terjadi perubahan dalam pola pemenuhan karena terjadi
incontinensia urine dan konstipasi.
3) Istirahat tidur, kesulitan tidur dan istirahat karena adanya nyeri dan kejang otot.

16 | P a g e
4) Personal hygiene, klien biasanya memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan perawatan dirinya karena adanya kelemahan.
5) Aktivitas gerak, akan didapat kehilangan sensasi atau paralise (hemiplegi), dan
kesukaran dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-harinya karena adanya
kelemahan.

e) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe dan didokumentasikan secara per system,
meliputi:
(1) Sistem Pernafasan
Biasanya didapatkan pernafasan tidak teratur, pernafasan sulit dan frekuensi nafas
meningkat, klien akan didapatkan penurunan/kesulitan dalam batuk, bunyi nafas ngorok
akibat adanya sekret yang menumpuk pada auskultasi akan terdengar adanya ronchi,
mungkin terjadi kelemahan/paralisi otot-otot pernafasan sehingga pengembangan dada
kadang ditemukan tidak simetris kiri kanan.
(2) Sistem Kardiosvaskuler
Pada stroke dengan faktor resiko penyakit jantung biasanya diperoleh adanya gejala
payah jantung seperti edema, dyspneu, terdapat bunyi jantung tambahan seperti murmur,
gallop dan bunyi jantung S III, hipertensi, denyut jantung mungkin irreguler dan nadi
cepat.
(3) Sistem Pencernaan
Biasanya didapatkan data adanya mual, muntah, anoreksia, konstipasi, penurunan sensasi
rasa, kehilangan kemampuan menelan, ketidakmampuan mengunyah, kehilangan sensasi
pada lidah, wajah dan kerongkongan (disfagia), obesitas, adanya distensi abdomen.
Bising usus melemah dan menurun dan terjadi konstipasi.
(4) Sistem Persarafan
Gangguan pada sistem persarafan tergantung pada area otak yang terkena lesi (infark).
(a) Tes Fungsi Serebral
Status mental, kemungkinan adanya gangguan pada orientasi berupa dimensia,
penurunan daya ingat berupa amnesia, perhatian dan perhitungan dapat terganggu
dengan adanya acalculia, pada fungsi bahasa dapat ditemukan adanya afasia baik motorik
maupun sensorik atau afasia visual (buta kata) dan adanya distria.

17 | P a g e
Tingkat kesadaran menurun terutama pada stroke perdarahan bisa sampai terjadi
koma. Nilai GCS biasanya kurang dari 15.
Pengkajian Bicara, kadang terjadi kebingungan dalam pembicaraan.
Obrolan/pembicaraan klien datang tidak nyambung dan sulit dimengerti atau terdapat
kesulitan dalam berbicara.
Tes Fungsi Kranial, pada stroke infark nervus kranial yang sering terkena biasanya
yaitu: Nervus III, IV dan VI terjadi penurunan lapang pandang, perubahan ukuran pupil,
pupil tidak sama, pupil berdilatasi, diplopia dan kabur, nervus V ditemukan gangguan
dalam mengunyah, terjadi paralise otot-otot wajah, anastesia daerah dahi, Nervus VII
biasanya tidak adanya lipatan nasalobial, melemahnya penutupan kelopak mata dan
hilangnya rasa 2/3 bagian anterior lidah, Nervus IX kemungkinan ditemukan adanya pola
bicara yang sangat (pelo) susah menelan dan tidak dapat bicara, Nervus X sering
ditemukan adanya data kehilangan komunikasi bunyi suara parau (tidak jelas) dan sulit
untuk diajak bicara, Nervus XII biasanya terdapat kelumpuhan lidah dan jatuhnya lidah
ke satu sisi.
(b) Pemeriksaan Motorik
Gangguan fungsi motorik biasanya kontralateral sehingga menimbulkan fungsi
koordinasi dan pergerakan terbatas, menurunnya tonus otot, kelemahan tubuh secara
umum menyebabkan koordinasi terganggu terutama berdiri dan berjalan, adanya rasa
sakit dan terbatas Range Of Motion (ROM).
(c) Uji Refleks
Terdapat refleks patologis berupa refleks babinksi positif sedangkan pada pemeriksaan
refleks biasanya normal atau mengalami penurunan.
(d) Fungsi Sensorik
Kemungkinan adanya defisit sensori pada ektrimitas yang paralise.
(e) Fungsi Serebrum
Kemungkinan adanya gerakan yang tidak bermakna seperti ataksia.
(f) Iritasi meningen
Biasanya tidak terdapat kelainan kecuali pemeriksaan babinksi terkadang ditemukan
positif (untuk stroke infark).
(5) Sistem Endokrin
Kemungkinan ditemukan peningkatan kadar glukosa serta adanya peningkatan hormon
tiroid, atau terjadi penurunan beberapa kadar hormon yang berkaitan dengan produksi
hipotalamus dan hipofise.

18 | P a g e
(6) Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola kemih yaitu incontinensia urine.
(7) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan kelemahan kontralateral lesi otak pada ekstremitas baik atas maupun
bawah, hipertropi otot, kehilangan tonus atau adanya penurunan tonus otot. Terjadi
kesulitan dalam aktivitas karena lemah kehilangan sensasi, ROM terbatas.
(8) Sistem Integumen
Tanda-tanda kemerahan pada area yang tertekan, dekubitus, kulit kotor dan lengket.
(9) Sistem Penglihatan, Pendengaran dan Wicara
Ketajaman penglihatan berkurang pergerakan mata terganggu, penurunan lapang
pandang, pupil dilatasi, kehilangan setengah lapang pandang.
Pada pendengaran biasanya disertai tinitus, dan pada fungsi wicara sering ditemui
kelumpuhan pada lidah sehingga sulit berbicara dan kehilangan kemampuan
berkomunikasi verbal.
f) Data Psikologis
1) Status Emosi
Klien menjadi irritable atau emosi yang labil terjadi secara tiba-tiba, klien menjadi
mudah tersinggung, mengingkari dan sukar untuk didekati.
2) Kecemasan
Klien biasanya merasa cemas dengan adanya perubahan (kelumpuhan) yang terjadi pada
dirinya.
3) Pola koping
Klien biasanya tampak menjadi pendiam atau menjadi tertutup (supresi).
4) Gaya Komunkasi
Klien mengalami gangguan komunikasi verbal seperti berbicara rero atau sulit
dimengerti.
5) Konsep Diri
(a) Body Image: klien memiliki persepsi dan merasa bahwa bentuk, fungsi tubuh dan
penampilannya yang sekarang mengalami penurunan, berbeda dengan keadaan
sebelumnya.
(b) Ideal Diri: klien merasa tidak dapat mewujudkan cita-cita yang diinginkannya. Klien
merasa tidak mampu lagi untuk berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan dimana ia
berada.

19 | P a g e
(c) Harga Diri: klien merasa tidak berharga lagi dengan kondisinya yang sekarang, klien
merasa tidak mampu dan tidak berguna serta cemas dirinya akan selalu memerlukan
bantuan dari orang lain.
(d) Peran: klien merasa dengan kondisinya yang sekarang ia tidak dapat melakukan peran
yang dimilikinya baik sebagai orang tua, suami/istri ataupun seorang pekerja.
(e) Identitas Diri: klien memandang dirinya berbeda dengan orang lain karena kondisi
badannya yang disebabkan oleh penyakitnya.
g) Data Sosial
Pada data objektif akan didapatkan ketidakmampuan berbicara, kehilangan
kemampuan berkomunikasi secara verbal, ketergantungan kepada orang lain dan
sosialisasi dengan lingkungan, pembicaraan tidak dapat dimengerti, sedangkan pada data
subjektif ditemukan klien berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat. Selain itu bisa
ditemukan sikap klien yang sering menarik diri dari orang lain dan lingkungan karena
merasa hanya akan membebani orang lain.
h) Data Spiritual
Terkadang klien merasa tidak yakin dengan kesembuhannya. Klien merasa hidupnya
lebih buruk daripada sebelumnya. Klien tidak dapat membayangkan bagaimana
kehidupannya di kemudian hari atau klien cenderung mempunyai pandangan negatif
terhadap kehidupannya dikemudian hari.
i) Data Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik khusus untuk pasien stroke.
Kemungkinan ditemukannya peningkatan hematokrit dan penurunan hemoglobin
serta adanya peningkatan dari leukosit. Biasanya dilakukan pemeriksaan protombin time
(PT) dan partial tromboplastin (PTT) sebagai informasi untuk pemberian obat
antikoagulan.
Pemeriksaan CSF juga dapat dilakukan untuk melihat apakah ada sel darah merah
dalam CSF yang mungkin mengindikasikan adanya perdarahan subaracnoid.
2) Pemeriksaan diagnostik
(a) CT-Scan, akan memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
(b) Angiografi serebral, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau ostruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
(c) EEG, mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak yang mungkin
memperlihatkan adanya lesi yang spesifik.

20 | P a g e
(d) MRI, menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragi atau malformasi
arteriovena (MAV).
(e) Ultrasonografi Doppler, mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis, aliran darah atau muncul plak, arteriosklerotik).
(f) Sinar X tengkorak, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit
serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaracnoid.
(g) Pungsi lumbal, menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya pada trombosis,
emboli serebral dan TIA.
b. Analisa Data
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan masalahnya
kemudian dianalisa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah
keperawatan yang nantinya akan menjadi diagnosa keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan stroke menurut
Marilynn E Doenges, Mary Frances Moorhouse dan Alice C Geissler adalah:
1) Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah :
gangguan oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral, edema serebral.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia ;flaksid / paralisis
hipotonik ( awal ); paralisis spastis.
3) Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus / kontrol otot fasial/oral, kelemahan
/ kelelahan umum.
4) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, tranmisis,
integrasi ( trauma neurologis atau defisit ), stress psikologis ( penyempitan lapang
perseptual yang disebabkan oleh ansietas ).
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan
kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi otot. Kerusakan
perseptual/kognitif. Nyeri/ketidaknyamanan. Depresi.
6) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual
kognitif.
7) Resiko gangguan asupan nutrisi berhubungan dengan kesulitan mengunyah, kesulitan
menelan, mual dan muntah, penurunan kesadaran.

21 | P a g e
8) Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit dan pengobatan berhubungan dengan
kurang informasi.

3. Perencanaan
1) Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah :
gangguan oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral, edema serebral.
Tujuan:
Perfusi jaringan serebral kembali baik.
Kriteria Evaluasi:
- Tingkat kesadaran komposmentis.
- Tidak terdapat tanda peningkatan TIK seperti dilatasi pupil, cegukan, penglihatan ganda,
muntah yang proyektif.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
 Tekanan darah < 160/95 mmHg
 Nadi 70-80x /menit
 Respirasi 16-29 x/menit
 Suhu 360C-37,50 C

Intervensi Rasional
1. Pantau/catat keadaan status 1. Mengetahui kecenderungan
neurologis sesering mungkin tingkat kesadaran dan potensial
dan bandingkan dengan keadaan peningkatan TIK, mengetahui
normal. lokasi, luas dan kemajuan/resolusi
kerusakan SSP.
2. Hipertensi atau hipotensi postural
2. Pantau tanda-tanda vital. dapat menjadi faktor pencetus.
Hipertensi dapat terjadi karena
syok. Disritmia atau murmur
mencerminkan adanya gangguan
jantung yang menjadi pencetus
CVA. Ketidakteraturan
pernafasan dapat memberikan
gambaran lokasi kerusakan

22 | P a g e
serebral/peningkatan TIK.
3. Menurunkan tekanan arteri
3. Letakkan kepala dalam posisi dengan meningkatkan drainase
agak ditinggikan dan dalam dan meningkatkan
keadaan anatomis (netral) 15-30 sirkulasi/perfusi serebral.
derajat. 4. Manuver valsava dan batuk dapat
4. Cegah terjadinya mengedan dan meningkatkan TIK dan
batuk. memperbesar resiko terjadi
perdarahan.

5. Berikan obat sesuai indikasi,


berupa: - Dapat digunakan untuk
- Anti koagulasi memperbaiki/meningkatkan aliran
darah serebral dan selanjutnya
dapat mencegah pembekuan saat
embolus/trombus merupakan
faktor masalahnya.
- Untuk mencegah lisis atau
- Antifibrotik pembekuan yang terbentuk dan
perdarahan yang berulang yang
serupa.
- Hipertensi lama / kronik,
- Anthipertensi memerlukan penanganan yang
berlebihan dapat memperluas
kerusakan jaringan.
- Digunakan untuk memperbaiki
- Vasodilator perifer sirkulasi kolateral atau
menurunkan vasospasme.
- Penggunaan kontroversial dalam
- Steroid mengendalikan edema serebral.

2) Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan, penurunan kekuatan otot,


penurunan kesadaran, atropi otot.
23 | P a g e
Tujuan:
Klien dapat meningkatkan mobilisasi fisiknya
Kriteria Evaluasi:
 Tidak terjadi kontaktur
 Tidak terjadi atropi otot
 Dapat melakukan ROM aktif dan pasif
 Kekuatan otot penuh (5) pada ekstremitas atas dan bawah

Intervensi Rasional
1. Ubah posisi setiap minimal 2 1. Menurunkan resiko terjadinya
jam (terlentang dan miring trauma atau ischemik jaringan.
kanan kiri)
2. Lakukan latihan rentang gerak 2. Meminimalkan atropi otot,
(ROM) aktif dan pasif pada meningkatkan sirkulasi,
semua ektremitas. membantu mencegah
kontaktur.
3. Sokong ekstrimitas dalam 3. Mencegah kontraktur/foot
posisi fungsionalnya, gunakan droop dan memfasilitasi
papan kaki, pertahankan posisi kegunaannya jika berfungsi
neteral. kembali
4. Libatkan keluarga untuk 4. Meningkatkan harapan bagi
berpartisipasi dalam latihan perkembangan / peningkatan
bagi klien kontrol kemandirian
5. Konsultasikan dengan ahli 5. Program khusus dapat
fisioterapi untuk latihan dikembangkan untuk
resisitif dan ambulasi klien menemukan kebutuhan yang
berarti/menjaga kekurangan
dalam hal keseimbangan,
koordinasi dan kekuatan.

3) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk


berbicara, kehilangan kontrol/tonus otot fasia.
Tujuan:

24 | P a g e
Komunikasi verbal dapat tetap terjalin.
Kriteria evaluasi:
 Klien dapat memahami tentang masalah komunikasi
 Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
 Klien dapat menggunakkan sumber-sumber yang tepat (isyarat, tulisan).

Intervensi Rasional
1. Kaji derajat disfungsi 1. Menentuka daerah dan derajat
komunikasi verbal klien . kerusakan serebral yang terjadi
serta derajat kesulitan proses
komunikasi
2. Bedakan antara afasia dan 2. Afasia adalah gangguan dalam
disartria. menggunakan dan
menginterpretasikan simbol-
simbol bahasa. Disartria adalah
dapat memahami, membaca,
menulis tetapi kesulitan
membentuk / mengucapkan
kata-kata karena kelemahan dan
paralise dari otot-otot.
3. Mintalah pasien untuk 3. Melakukan penelitian terhadap
mengikuti perintah sederhana adanya kerusakan sensoris
seperti buka mata dan tunjuk (afasia sensoris).
pintu.
4. Tunjukkan objek dan mintalah 4. Melakukan penilaian terhadap
pasien menyebutkannya. adanya kerusakan afasia
motorik, bisa mengenali tidak
dapat menyebutkan
5. Mintalah pasien untuk 5. Mengidentifikasikan disartria
mengucapkan suara sederhana sesuai komponen motorik dan
seperti “ah” dan “pas”. bicara seperti lidah, gerakan
bibir dan kontrol nafas
6. Berikan metode komunikasi 6. Memberikan komunikasi tentang

25 | P a g e
alternatif seperti menulis dan kebutuhan berdasarkan keadaan
menggambar. / defisit yang mendasari
7. Antisipasi dan penuhi 7. Bermanfaat dalam menurunkan
kebutuhannya. frustasi bila tergantung pada
orang lain dan tidak dapat
berkomunikasi secara berarti
8. Anjurkan pengunjung 8. Mengurangi isolasi sosial pasien
mempertahankan usahanya dan meningkatkan penciptaan
untuk berkomunikasi dengan komunikasi yang efektif
pasien.

9. Kolaborasi dengan ahli terapi 9. Pengkajian secara individual


wicara kemampuan bicara dan sensori,
motorik dan kognitif berfungsi
untuk mengidentifikasikan
kekurangan / kebutuhan terapi

4) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berespon,


penurunan stimulasi dari lingkungan, stress psikologis.
Tujuan:
Tidak terjadi perubahan persepsi sensori
Kriteria evaluasi:
 Tingkat kesadaran dapat dipertahankan dan perceptual
 Klien dapat mengenali orientasi waktu, tempat dan orang
 Klien mampu mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap defisit.

Intervensi Rasional
1. Lihat kembali proses patologis 1. Kesadaran akan daerah yang
kondisi individual. terkena membantu perlu
mengawasi defisit spesifik dan
perawatan.
2. Evaluasi gangguan penglihatan 2. Gangguan penglihatan
lapang pandang ketajaman berdampak negatif terhadap

26 | P a g e
persepsi, diplopia. kemampuan klien untuk
menerima lingkungan dan
mempelajari kembali
keterampilan motorik.
3. Dekati klien untuk penglihatan 3. Pengenalan terhadap orang dan
yang normal. Tutup mata yang benda dapat membantu
sakit jika perlu. masalah persepsi. Penutupan
mata dapat menurunkan
kebingungan karena adanya
pandangan ganda.
4. Kaji kesadaran sensorik seperti 4. Penurunan kesadaran sensorik
panas, dingin, tajam dan berpengaruh buruk terhadap
tumpul. keseimbangan / posisi tubuh
dan kesesuaian dari gerakan.
5. Berikan stimulasi terhadap rasa 5. Membantu melatih jaras
sentuhan. sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan
interpretasi stimulasi.
6. Lakukan validasi terhadap 6. Membantu klien untuk
persepsi klien mengidentifikasi ketidak
konsistenan dari persepsi dan
integrasi stimulasi dan
mungkin menurunkan distorsi
persepai pada realita

5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan:
Kebutuhan akan perawatan diri terpenuhi
Kriteria evaluasi:
 Klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan
diri.
 Klien mampu melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.

27 | P a g e
 Klien mampu mengidentifikasi sumber komoditas memberikan bantuan sesuai
kebutuhan.

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan dan tingkat 1. Membantu dalam
kekurangan untuk melakukan mengantisipasi / merencanakan
kebutuhan sehari-hari. pemenuhan kebutuhan secara
individual.
2. Hindari melakukan sesuatu 2. Klien mungkin saja ketakutan
untuk pasien yang dapat dan sangat tergantung
melakukan aktifitas sendiri meskipun bantuan yang
tetapi berikan bantuan sesuai diberikan bermanfaat dalam
kebutuhan . mencegah frustasi. Penting
bagi klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri
sendiri, meningkatkan
pemulihan dan
mempertahankan harga diri.
3. Berikan umpan balik yang 3. Meningkatkan perasaan makna
positif untuk setiap usaha yang diri, meningkatkan
dilakukan atau berhasil kemandirian dan mendorong
klien untuk berusaha secara
continue

6) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual


kognitif.
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan harga diri.
Kriteria evaluasi :
 Klien dapat berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang
telah terjadi.
 Klien dapat menerima keadaannya sekarang.

28 | P a g e
 Klien dapat mengenali perubahan dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
menimbulkan harga diri negatif.

Intervensi Rasional
1. Jalin rasa saling percaya antara 1. Meningkatkan kepercayaan
perawat pasien. klien untuk keberhasilan
tindakan selanjutnya
2. Bantu klien untuk 2. Membantu pasien untuk
mengekspresikan perasaannya menganal dan mulai
pada orang yang klien percaya. memahami perasaannya.
3. Berikan penghargaan atas
keberhasilan sekecil apapun 3. Membantu menurunkan
baik mengenai penyembuhan perasaan marah dan
fungsi tubuh maupun ketidakberdayaan dan
kemandirian pasien. menimbulkan perasaan adanya
4. Berikan dukungan terhadap perkembangan.
perilaku/usaha seperti 4. Mengisyaratkan kemungkianan
peningkatan minat/partisipasi adaptasi untuk mengubah dan
pasien dalam kegiatan memahami peran diri sendiri
rehabilitasi. dalam kahidupan selanjutnya.

7) Gangguan asupan nutrisi berhubungan dengan kesulitan mengunyah, kesulitan menelan,


mual dan muntah, penurunan kesadaran.
Tujuan :
Asupan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Evaluasi:
 Klien dapat makan dengan cara yang tepat
 Aspirasi tidak terjadi
 Kenaikan berat badan

29 | P a g e
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan menelan 1. Mengetahui seberapa besar
pasien. ketidakmampuan pasien dalam
menelan.
2. Letakan pasien pada posisi 2. Menggunakan gravitasi untuk
duduk/tegak selama dan memudahkan dalam proses
setelah makan. menelan dan menurunkan
risiko terjadinya aspirasi.
3. Berikan makan dengan 3. Pasien dapat berkonsentrasi
perlahan pada situasi yang pada mekanisme makan tanpa
tenang. adanya gangguan dari luar.
4. Berikan makanan per oral 4. Makanan lunak lebih mudah
secara bertahap mulai dari untuk mengendalikannya
makanan setengah cair, didalam mulut, menurunkan
makanan lunak ketika pasien risiko terjadinya aspirasi.
menelan air.
5. Anjurkan pasien untuk minum 5. Menguatkan otot fasial dan otot
air dengan menggunakan menelan dan menurunkan
sedotan. terjadinya tersedak.
6. Dapat meningkatkan pelepasan
6. Anjurkan untuk berpartisipasi endorfin dalam otak dan
dalam program meningkatkan perasaan senang
latihan/kegiatan. dan meningkatkan nafsu
makan.

8) Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit dan pengobatan berhubungan dengan


kurang informasi.
Tujuan :
Klien mengetahui tentang penyakitnya.
Kriteria Evaluasi :
 Klien berpartisipasi dalam proses perawatan
 Klien memahami tentang penyakitnya

30 | P a g e
 Klienmulai merubah gaya hidup yang dapat memperberat keadaannya.

Intervensi Rasional
1. Diskusikan keadaan patologis 1. Membantu membangun harapan
yang khusus yang yang realistis dan
berhubungan dengan keadaan meningkatkan pemahaman
pasien. terhadap keadaan dan
kebutuhan saat ini.
2. Inform Consent pada setiap 2. membantu pasien untuk
tindakan yang akan dilakukan. memahami pengobatan dan
perawatan yang akan
3. Sarankan pasien untuk dilakukan.
mengurangi stimulus dari 3. Stimulasi yang beragam dapat
lingkungan terutama saat memperbesar gangguan proses
kegiatan berfikir. berfikir.
4. Identifikasi faktor – faktor
risiko yang dapat memperberat 4. Meningkatkan kesehatan secara
keadaan pasien, seperti umum dan mungkin
merokok, perubahan gaya menurunkan risiko kambuh
hidup. ulang.
5. Identifikasi tanda dan gejala
yang memerlukan kontrol 5. Evaluasi dan intervensi yang
secara medis, seperti cepat menurunkan risiko
perubahan fungsi penglihatan, terjadinya
sensorik, motorik, dan sakit komplikasi/kehilangan fungsi
kepala yang hebat. yang berlanjut.

31 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marylinn E. et al. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Alih bahasa I Made
Kariasa. Jakarta. EGC.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selecta Kedokteran ed 3. Jakarta : Media Aesculatius.


Nanda International.(2008). Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi.
Jakarata: EGC.

Potter.P.A dan Perry .A.G.(1993). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses Dan
Praktik. Edisi 4. Volume 2. Jakarta :EGC.

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC

32 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai