Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN


Malpraktek dan Negligenc

Dosen Pembimbing: Ns. Nehru Nugroho,S.Kep,M.Kep


Disusun oleh : Dwi Sartika

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D IV KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKKES BENGKULU
2016/2017
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………..……………


DAFTAR ISI …………………………………………..…………………………….
KATA PENGANTAR …………………………………….………………………...
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………..…………………….
A. Latar Belakang …………………………………………………………..
B. Rumusan Masalah ……………………………………………..………..
C. Tujuan ……………………………………………………………..…….
BAB II PEMBAHASAN
a. Malpraktek ……………………………………………….………..……
b. Kelalaian ………………………………………………………….…….
c. UU Keperawatan………………………………………………………..
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ……………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ………………………..……………………………………..
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas izin-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini yang diberi judul “Malpraktek dan Negligenc”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman kita tentang etika
keperawatan yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, hal ini sangat diperlukan
dalam suatu harapan mendapatkan pemahaman lebih sekaligus melakukan apayang menjadi
tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Etika dan Hukum Kesehatan”
Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan,arahan, koreksi
dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan kepada Bapak
Ns.Nehru Nugroho,S.Kep,M.Kep, selaku dosen mata kuliah “Etika dan Hukum Kesehatan”

Bengkulu, 17 September 2016


Penyusun

Dwi Sartika
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat


menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan
yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik
aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.

Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas terhadap
tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat (4), Pasal 53
ayat (I j dan ayat (2)). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan mengenai
standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di pengaruhi
oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi yang juga
menyentuh perkembangan keperawatan professional antara lain adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada hakekatnya harus
diimplementasikan pada perkembangan keperawatan professional di Indonesia. Disamping itu
dipicu juga adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999 tentang
perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial ekonomi yang semakin baik, termasuk
latar belakang pendidikan yang semakin tinggi yang berdampak pada tuntutan pelayanan
keperawatan yang semakin berkualitas.
Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari tenaga
keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat dengan 3 nilai sosial yaitu:
1. Pengetahuan yang mendalam dan sistematis.
2. Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti.
3. Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini yaitu “Etika
Profesi”.
Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi keperawatan yang
dituangkan dalam kode etik keperawatan.Sebagai suatu profesi, PPNI memiliki kode etik
keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI.Berdasarkan keputusan MUNAS
VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik Keperawatan Indonesia.
Bidang Etika keperawatan sudah menjadi tanggung jawab organisasi keprofesian untuk
mengembangkan jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat diperoleh oleh
tenaga keperawatan yang professional.
Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa
memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap klien (
individu, keluarga, dan masyarakat ).selain itu , dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang merupakan
komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktek yang dilakukan
oleh anggota profesi dalam hal ini perawat.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan yang
dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa mengakibatkan
kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan
keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan.kejadian ini di kenal dengan
malpraktek.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan
norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah
seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari
sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan
berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat
domain apa yang dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut
substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan
adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.
Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi
semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
untuk menghindari terjadinya malpraktek ini, perlu di adakan kajian-kajian etika dan hukum
yang menyangkut malpraktek khususnya dalam bidang keperawatan sehingga sebagai perawat
nantinya dalam menjalankan praktek keperawatan senantiasa memperhatikan kedua aspek tersebut

B. Rumusan Masalah
 Apa Definisi Malpraktek dalam Keperawatan?
 Apa Definisi Negligenc/Kelalaian dalam Keperawatan?
 Apa Isi UU Tentang Keperawatan?

C. Tujuan
 Mengetahui dan Memahami Tentang Malpraktek
 Mengetahui dan Memahami Tentang Negligenc
 Mengetahui dan Memahami UU Keperawatan
BAB 2
PEMBAHASAN

Malpraktek dalam Keperawatan


A. DEFINISI MALPRAKTEK
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis.Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek” mempunyai arti
pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang
salah.Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati
dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak
terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang
biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak
memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus menceritakan
secarajelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan
maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.
Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada
konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin.Namun, penyalahartian
malpraktek biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.
Malpraktek menurut beberapa pendapat :

 Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter atau
perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam
memberikan pelayanah pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim
diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan
wilayah yang sama.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang
spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih
atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.

 Vestal, K.W, 1995Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya, dokter


dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi
seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan
Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah
malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal
malpractice) dan melanggar undang-undang.Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif
(guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
a. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan;
b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya. (negligence);
dan
c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

B. MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN


Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti
malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu,
kewajiban mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan,
bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya,
artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar
profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain,
kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai
kebijakan rumah sakit.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang
dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat
pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat
dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera fisik.
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau
terk dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara
langsung berhubungan.dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).

Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan :


Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu sebagai berikut :
a. Assessment errors : kegagalan dalam mengumpulkan data atau informasi
tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang
diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau
keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam
pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan
dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam
tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat
mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b. Planning errors : Kegagalan dalam mencatat masalah pasien dan kelalaian
menuliskannya dalam rencana keperawatan,Kegagalan dalam mengkomunikaskan
secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat, misalnya menggunakan
bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak dimahami perawat lain dengan
pasti,Kegagalan dalam memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan
yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan,
dan Kegagalan dalam memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
Untuk mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan
dalam membuat rencana keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan
baik.Seharusnya, dalam penulisan harus memakai pertimbangan yang jelas
berdasarkan masalah pasien.Bila perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan
data baru yang terkumpul.Rencana harus realistis berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien.Komunikasikan
secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan.Lakukan tindakan
berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi yang ada.Setiap
pendapat perlu divalidasi dengan teliti.
c. Intervention errors : kegagalan dalam menginteipretasikan dan melaksanakan
tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati,
kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau dari penyelia.
Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam
membaca pesan/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan
tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive
therapy).Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya pada
tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik di
antara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan ini,, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan
program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori


sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice
manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :
1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan
tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia
jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP),
melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan
(reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien
informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam
perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada
criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak
dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana
pelayananjasa tempatnya bernaung.
b. Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang
telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil
malpractice antara lain :
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan
dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan
prinsip ini maka badan yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung gugat
atas kesalahan yang dilakukan karyawannya selama orang tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.
c. Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala
orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi
tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kena, Surat Ijin
Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan.Apabila aturan
tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat
dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

C. CONTOH MALPRAKTEK KEPERAWATAN DAN KAJIAN ETIKA


HUKUM
Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan. Perawat tidak
membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan keamanan pasien
dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian
terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai

Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam
kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam
Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I,
pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan
masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien
dengan tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan
pasien dengan tidak memasang penghalang tempat tidur.

Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya Mengutamakan
perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang
ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan kliennya
sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah tungkai.

Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam hal
Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian seperti
patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam
criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hokum antara lain :

1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau
luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati :Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan
penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu
tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi
tiga ratus rupiah.

3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya:
dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih
berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini di-
lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan
pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana
dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-
umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.

Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :

(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melak-
sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
D. Bagaimana mencegah adanya tuntutan malpraktik

Sangat perlu bagi seorang perawat beru[aya melakukan sesuatu guna mencegah terjadinya
tuntutan malpraktik yaitu upaya mempertahankan standar pelayanan/asuhan yaqng
berkualitas tinggi. Hal ini dilakukan dalam pekerjaan sebagai perawat yaitu meningkatkan
kemampuan dalam praktik keperaweatan dan menciptakan iklim yang dapat mendorong
peningkatan praktik keperawatan., yaitu :
1) kesadaran diri (self-awareness):
Yaitu mengidentifikasi dan memahami pada diri sendiri tentang kekutan dan kelamahan
dalam praktik keperawatan. Bila terindentifikasi akan kelemahan yang dimiliki maka
berusahalah untuk mencari penyelesaiannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu melalui
pendidikan, pengalaman langsung, atau berdiskusi dengan teman sekerja/kolega. Apabila
berhubungan seorang supervisor, sebaiknya bersikap terbuka akan kelemahannnya dan jangan
menerima tanggung jawab dimana perawat yang bersangkutan belum siap untuk itu. Jangan
menerima suatu jabatan atau pekerjaan kalau menurut kriteria yang ada tidak dapat dipenuhi.
2) Beradaptasi terhadap tugas yang diemban
Tenaga keperawatan yang diberika tugas pada suatu unit perawatan dimana dia merasa
kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada di unit tersebut, maka sebaiknya
perawat perlu mengikuti program orientasi/program adaptasi di unit tersebut. Perawat perlu
berkonsultasio dengan perawat senior yang aa diunit terbut
3) Mengikuti kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
Seorangmperawat dalam melaksanakan tugasnya harus sealu mempertimbangkan
kebijakan dan prosedur yang berlaku di unit tersebut. Ikuti kebijakan dan prosedur yang berlaku
secara cermat, misalnya kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian obat pada
pasien.
4) Mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang berlaku
Ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat dinamis artinya berkembang secara
terus menerus. Dalam perkembangannya, kemungkinan kebijakan dan prosedur yang ada
diperlukan guna menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Oleh krena itu itu ada
kebutuhan untuk menyeuaikan kebijakan dan proseudr atau protokol tertentu. Untuk itu
merupakan tanggung jawab perawat profesional bekerja guna mempertahankan mutu
pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan.
5) Pendokumentasian
Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit dalam tatanan pelayanan
kesehatan, karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh perawat
merupakan faktor yang krusial guna menghindari suatu tuntutan. Dokumentasi dalam suatu
pencatatan adalah laporan tentang pengamatan yang dilakukan, keputusan yang diambil,
kegiatan yang dilakukan, dan penilaian terhadap respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan adanya fakta yang mednkung suatu tuntutan, maka
diperlukan pencatatan yang jelas dan relevan. Pencatatan diperlukan secara jelas, benar, dan
jelas sehingga dapat dipahami.
Vestal, K.W (1995) memberikan pedoman guna mencegah terjadinya malpraktik, sebagai
berikut

a. Berikan kasih sayang kepada pasien sebagaimana anda mengasihi diri sendiri. Layani
pasien dan keluarganya dengan jujur dan penuh rasa hormat.
b. Gunakan pengetahuan keperawatan untuk menetapkan diagnosa keperawatan yang
tepat dan laksanakan intervensi keperawatan yang diperlukan. Perawat mempunyai
kewajiban untuk menyusun pengkajian dan melaksanakan pengkajian dengan benar.
c. Utamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu terhadap tindakan
yang akan dilakukan atau kurang merespon terhadap perubahan kondisi pasien,
diskusikan bersama dengan tim keperawatan guna memberikan masukan yang
diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.
d. Tanyakan saran/order yang diberikan oleh dokter jika : Perintah tidak jelas,masalah itu
ditanyakan oleh pasien atau pasien menolak, tindakan yang meragukan atau tidak tepat
sehubungan dengan perubahan dari kondisi kesehatan pasien. Terima perintah dengan
jelas dan tertulis.
e. Tingkatkan kemampuan anda secara terus menerus, sehingga
pengetahuan/kemampuan yang dimiliki senantiasa up-to-date. Ikuti perkemangan yang
terbaru yang terjadi di lapangan pekerjaan dan bekerjalah berdasarkan pedoman yang
berlak
f. Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda kuasai.
g. Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses keperawatan. Hindari
kekurang hati-hatian dalam memberikan asuhan keperawatan.
h. Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan keperawatan.
Nyatakanlah secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera mungkin fakta yang anda
observasi secara jelas.
i. Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja berdasarkan kebijakan
organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang berlaku
j. Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-masing. Jangan
pernah menerima atau meminta orang lain menerima tanggung jawab yang tidak dapat
anda tangani.
Negligenc/Kelalaian dalam Keperawatan

A. Pengertian Kelalaian
Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum
guna, melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakan-tindakan yaag tidak beralasan
dan berisiko melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).
B. Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
- Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak
tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang
memadai/tepat
- Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat, misal: melakukan tindakan keperawatan dengan
menyalahi prosedur
- Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan
kewajibannya, misal: pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak
dilakukan.

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan
dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak
melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi
tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang
setidaknya menurunkan “Proximate cause”

Liabilitas dalam praktek keperawatan


Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan atau
kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain
mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yangditimbulkan dari kesalahan
tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang
dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian.
Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan kegagalan melakukan
sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi yang sama, seharusnya dapat dilakukan dalam
situasi yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi dalam
keperawatan. Terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan dalam praktek antara lain
disebabkan kurang pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini dapat merugikan pasien.
Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam praktik keperawatan.
Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertanggung jawabkan suatu tindakan yang
dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut(Kozier, 1991).

C. Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja
kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, individu perawat pelaku
kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata
dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk dari
pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice,
nonmalefence, dan lainnya (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema
etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara
individu dan profesi dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila
ini terjadi kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361
KUHP).

Isi UU Tentang Keperawatan


A. Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.
Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima praktek
keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal 32
(penyembuhan penyakit dan pemulihan)
2. Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
3. Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan Direktur
Jendral Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan
standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
5. Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi dengan
SK Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat.
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan memiliki
akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak
menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh
karena itu dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus memperhatikan baik
aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek hukum yang berlaku di Indonesia. Fry (1990)
menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yakni tanggung jawab
dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari praktik
keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan atau absah (Priharjo, 1995).
Beberapa bentuk Kelalaian dalam Keperawatan.
Pelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan yang cepat, baik dari segi
pengetahuan maupun teknologi, termasuk bagaimana penatalaksanaan medis dan tindakan
keperawatan yang bervariasi. Sejalan dengan kemajuan tersebut kejadian malpraktik dan juga
adanya kelalaian juga terus meningkat sebagai akibat kompleksitas dari bentuk pelayanan
kesehatan khususnya keperawatan yang diberikan dengan standar keperawatan (Craven &
Hirnle, 2000).
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam keperawatan
diantaranya yaitu : a.Kesalahan pemberian obat, b. Mengabaikan keluhan pasien, c. Kesalahan
mengidentifikasi masalah klien, d. Kelalaian di ruang operasi, e. Timbulnya kasus decubitus
selama dalam perawatan, f. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan pasien: contoh
yang sering ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah jika
perawat memperhatikan keamanan tempat tidur pasien. Beberapa rumah sakit memiliki aturan
tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.

B. Mengenal UU No.38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan


Hari Kamis Tanggal 25 September 2014 adalah hari yang bersejarah bagi perawat Indonesia.
Pada hari tersebut sidang paripurna DPR RI mengetukkan palu tanda pengesahan Undang-
Undang Keperawatan yang selama ini dinanti dan ditunggu-tunggu perawat di Indonesia.

Undang-Undang Keperawatan adalah sesuatu. Sesuatu yang menyajikan harapan dan


tantangan. Harapan bagi insan perawat karena dengan disyahkannya Undang-Undang tersebut
maka profesi perawat telah diakui dan disejajarkan keberadaannya dengan profesi lain
khususnya profesi kedokteran yang telah lebih dulu memiliki Undang-Undang. Selama ini
profesi perawat seolah-olah keberadaannya dipandang sebelah mata. Antara ada dan tiada,
sebenarnya keberadaannya amat dibutuhkan namun penghargaannya jauh dari kebutuhan.

Undang-undang keperawatan adalah tantangan. Tantangan bagi perawat untuk membuktikan


bahwa perawat adalah profesi tenaga kesehatan yang mampu menyelenggarakan pelayanan
keperawatan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh
perawat yang memiliki etik dan moral tinggi, sertifikat, registrasi dan lisensi. Dengan tuntutan
semacam itu maka profesi perawat harus dapat menjawabnya dengan memberikan pelayanan
secara profesional. Bukan pelayanan yang hanya berdasarkan insting belaka tetapi harus
dilandasi oleh keilmuan.

C. Substansi UU Keperawatan
UU KEPERAWATAN Nomor : 38 th 2014 dalam Lembaran Negara no: 307 Tambahan Lembaran
Negara no: 5612.Tanda Tangan Presiden RI SBY tanggal 17 Oktober 2014 yang Undang-Undang
tersebut memuat 13 BAB 66 Pasal.
Pada BAB I :
Ketentuan Umum pasal 1 memuat tentang pengertian Keperawatan, Perawat, Pelayanan
Keperawatan, Praktik Keperawatan, Asuhan Keperawatan, Uji Kompetensi, Sertifikat
Kompetensi, Sertifikat Profesi, Registrasi, Surat Tanda Registrasi, Surat Ijin Praktek Perawat,
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Perawat Warga Negara Asing, Klien, Organisasi Profesi Perawat,
Kolegium Keperawatan, Konsil Keperawatan, Institusi Pendidikan, Wahana Pendidikan
Keperawatan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Menteri. Pasal 2 memuat asas praktik
keperawatan yaitu perikemanusiaan, nilai ilmiah, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,
pelindungan dan kesehatan dan keselamatan klien. Pasal 3 memuat pengaturan keperawatan
yang bertujuan meningkatkan mutu perawat, meningkatkan mutu pelayanan keperawatan,
memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada perawat dan klien dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
BAB II :
Jenis Perawat memuat pasal 4 bahwa jenis perawat terdiri atas perawat profesi dan perawat
vokasi. Perawat profesi adalah ners, ners spesialis dan untuk ketentuan lebih lanjut mengenai
jenis perawat, Undang-Undang ini mengamanatkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB III :
Pendidikan Tinggi Keperawatan pada pasal 5 membagi pendidikan tinggi keperawatan terdiri
atas pendidikan vokasi, pendidikan akademik, dan pendidikan profesi. Pendidikan vokasi dalam
pasal 6 disebutkan merupakan program diploma keperawatan dan paling rendah diploma tiga
keperawatan. Pasal 7 mengenai pendidikan akademik yang terdiri dari pendidikan sarjana
keperawatan, program magister keperawatan dan program doktor keperawatan. Sedangkan
program profesi dimuat pada pasal 8 yang terdiri program profesi keperawatan dan program
spesialis keperawatan. Pasal 9 sampai pasal 16 mengatur tentang pendidikan tinggi
keperawatan.
BAB IV :
Registrasi, Izin Praktik, dan Registrasi Ulang memuat pada bagian pertama pasal 17 umum,
bagian kedua registrasi pasal 18 tentang kewajiaban memiliki STR, persyaratan, masa berlaku
dan ketentuan tentang hal tersebut diamanatkan untuk diatur dalam peraturan konsil
keperawatan. Bagian ketiga izin praktik dimuat pada pasal 19 tentang kewajiban perawat yang
menkjalankan praktik keperawatan wajib memiliki izin dalam bentuk SIPP, tata cara
mendapatkan dan masa berlaku. pasal 20 memuat tempat berlakunya SIPP hanya 1 tempat dan
diberikan paling untuk 2 tempat. Pasal 21 memuat kewajiban memasang papan nama praktik
keperawatan dan ketentuan tentang hal tersebut akan diatur dalam peraturan menteri ( pasal
23 ). pasal 24 – 27 memuat tentang ketentuan perawat warga negara asing yang akan
menjalankan praktik keperawatan di Indonesia.

BAB V :
Praktik keperawatan memuat bagian kesatu umum pada pasal 28 ayat 1 menyebutkan praktik
keperawatan dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat lainnya yang terdiri atas
praktik keperawatan mandiri dan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan ( ayat 2 )
yang harus didasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi dan standar prosedur
operasional ( ayat 3) serta prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan dann atau keperawatan
masyarakat dalam suatu wilayah ( ayat 4 ) yang ketentuan lebih lanjutnya akan diatur dengan
peraturan menteri (ayat 5). Bagian kedua memuat tugas dan wewenang pada pasal 29 bahwa
perawat bertugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien,
pengelola pelayanan keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana tugas berdasarkan
pelimpahan wewenang dan atau pelaksana tugas dalam keterbatasan tertentu.

BAB VI :
Hak dan Kewajiban. Bagian Kesatu memuat Hak dan Kewajiban perawat yang dimuat pada
pasal 36 tentang hak perawat dan pasal 37 tentang kewajiban perawat. Bagian kedua memuat
hak dan kewajiban klien pada pasal 38 tentang hak klien, pasal 39 tentang dasar pengungkapan
rahasia klien dan pasal 40 tentang kewajiban klien.
BAB VII :
Organisasi Profesi Perawat. Pasal 41 memuat tentang tujuan organisasi profesi perawat
sedangkan fungsinya dimuat pada pasal 42. Lokasi organisasi perawat di Ibukota RI dan
perwakilannya di daerah disajikan pada pasal 43.
BAB VIII:
Kolegium Keperawatan. Kolegium keperawatan merupakan badan otonom di dalam organisasi
profesi perawat dan bertanggung jawab kepada organisasi profesi perawat tercantum pada
pasal 44, sedangkan fungsi kolegium yaitu mengembangkan cabang disiplin ilmu keperawatan
dan standar pendidikan tinggi bagi perawat profesi disajikan pada pasal 45 dan ketentuan lebih
lanjut tentang kolegium keperawatan menurut pasal 46 diatur oleh oragnisasi profesi perawat.

BAB IX :
Konsil Keperawatan. Pasal 47 merupakan dasar pembentukan konsil keperawatan yang
berkedudukan di ibukota RI (pasal 48) dan mempunyai fungsi pengaturan, penetapan, dan
pembinaan perawat serta memiliki berbagai macam tugas ( pasal 49 ). Untuk wewenang konsil
keperawatan tercantum pada pasal 50 dan pendanaan konsil keperawatan yang dibebankan
kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat tercantum pada pasal 51. Pasal 52
mencantumkan tentang keanggotaan konsil keperawatan yang terdiri atas unsur pemerintah,
organisasi profesi keperawatan, kolegium keperawatan, asosiasi institusi pendidikan
keperawatan, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan dan tokoh masyarakat. Jumlah anggotanya
9 (sembilan) orang dan ketentuan lebih lanjut tentang susunan organisasi, pengangkatan,
pemberhentian dan keanggotaan diatur Peraturan Presiden.

BAB X :
Pengembangan, Pembinaan, dan Pengawasan. Pasal 53 mengatur tentang pengembangan
praktik keperawatan yang dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan non formal atau
pendidikan berkelanjutan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan
keprofesionalan perawat. Pasal 54 mencantumkan tentang pembinaan pendidikan
keperawatan oleh kementerian urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan koordinasi
dengan menteri kesehatan. Pasal 55 menyebutkan Pemerintah, Pemda, Konsil keperawatan
dan organisasi profesi membina dan mengawasi praktik keperawatan sesuai fungsi dan tugas
masing-masing. Pasal 56 memuat maksud pembinaan dan pengawasan serta pasal 57 mengatur
tentang ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan diatur dalam Peraturan
Menteri.

BAB XI:
Sanksi Adminitrasi. Pasal 58 mengatur tentang ketentuan bagi pelanggar pasal 18 ayat(1), pasal
21 ayat(1), dan pasal 27 ayat (1) dikenai sanksi administratif yang dapat berupa teguran lisan,
peringatan tertulis, denda adminitrasi dan/atau pencabutan izin dan ketentuan lebih lanjytnya
akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII :
Ketentuan Peralihan. Pasal 59 menyebutkan STR dan SIPP yang telah dimiliki oleh perawat
sebelum UU Keperawatan diundangkan dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu STR dan
SIPP berakhir, dan untuk permohonan memperoleh STR yang masih dalam proses diselesaikan
dengan prosedur yang berlaku sebelum UU Keperawatan diundangkan ( pasal 60). Pasal 61
mengatur untuk lulusan SPK yang telah melakukan praktik keperawatan sebelum UU
Keperawatan diundangkan masih diberi kewenangan selama jangka waktu 6(enam) tahun
setelah diundangkannya UU Keperawatan.
BAB XIII :
Ketentuan Penutup. Pasal 62 mencantumkan Institusi Pendidikan Keperawatan yang telah ada
sebelum UU Keperawatan diundangkan harus menyesuaikan persyaratan dalam pasal 9 paling
lama 3 (tiga) sejak diundangkan. Konsil keperawatan dibentuk paling lama 2 (dua) tahun (pasal
63). Pasal 64 mengatur tentang semua Peraturan Perundang-undangan yang mengatur
mengenai Keperawatan dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti berdasarkan UU ini. Pasal 65 menyebutkan peraturan pelaksanaan dari UU ini harus
ditetapkan paling lama 2(dua) tahun terhitung sejak diundangkannya dan pasal 66 menyatakan
bahwa Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Undang-Undang ini disahkan di Jakarta pada Tanggal 17 Oktober 2014 oelh Presiden RI
DR.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober
2014 oleh Menteri Hukum dan HAM Ri yaitu Amir Syamsudin.

Demikian sekilas tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang
KEPERAWATAN, dan agar seluruh perawat di Kabupaten Kebumen memahami isi dari UU ini
sebaiknya seluruh Perawat memiliki Buku UU Keperawatan yang sudah banyak beredar di toko-
toko buku. Semoga bermanfaat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
– Malpraktik bersifat sangat kompleks
– Perawat diperhadapkan pada tuntutan pelayanan profesional.
– Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik lebih
spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat
hokum
– untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal
dibawah ini :
a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut
secara hukum
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan
cedera yang dialami pasien.
– Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan yaitu tahap pengkajian
keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan
intervensi keperawatan (intervention errors).
– yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal malpractice
b. Civil malpractice
c. Administrative malpractice

B. SARAN
Dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman pada kode etik keperawatan dan
mengacu pada standar praktek keperawatan. Perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors),
perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors) sehigga
nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat terjadi. Perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa
meningkatkan kemampuannya untuk mencegah terjadinya malpraktek
DAFTAR PUSTAKA
Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta:
EGC.
Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik Perawat.
Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.
Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-undang Republik Indonesia tahun nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
Christian Nordqvist (2014), What is Medical Malpractice?. http://www.medicalnewstoday.com.
Nopember 2014

Anda mungkin juga menyukai