Anda di halaman 1dari 32

NAMA KELOMPOK ;

1. Khotijah Safinaturrohmah (108116040)


2. Indri Wahyuni (108116049)
3. Vivi Nuafni Septiana (108116050)
4. Hendrawan (108116053)
5. Arfi Nur ‘Afifah (108116061)

PRODI S1 KEPERAWATAN 3B

HIV AIDS PADA ANAK

1. PENGERTIAN
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut
sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah
dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Jadi, HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia
yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu
yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah
suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif
lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi
HIV.
2. ETIOLOGI
Sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh
virus immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe
1 (HIV-1) yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+ , yang juga
ditemukan dalam jumlah yang lebih rendah pada monosit dan makrofag.
HIV-I merupakan retrovirus yang termasuk pada subfamili Lentivirus.
Juga sangat dekat dengan HIV-II, yang menyebabkan penyakit yang sama.
HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam
bentuknya yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat
berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).
Retrovirus mengandung kapsid sebelah dalam yang disusun dari protein
struktur yang dirujuk pada ukurannya.
Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita
yang terinfeksi dengan beban virus tinggi.
Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa
molekul transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase DNA virus
yang menggabung nukleosid menjadi DNA dengan menggunakan RNA virus
sebagai model. ( Behrman, dkk , 1999 : 1128 )
HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong
terjadinya immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran ( target )
Selubung ( envelope ) lipid HIV-I berasal dari membran sel pejamu yang
terinfeksi saat budding, yang mengandung dua glikoprotein virus, gp120 dan
gp41. gp120 penting pada pengikatan pada molekul CD4 pejamu untuk
memulai infeksi virus.
Ditemukan beberapa gen yang tidak ditemukan pada retrovirus lain, yaitu
tat, vpu, vip, nef, dan rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV dan karenanya
dapat dipakai sebagai target terapi.
Virus diisolasi dari sel limfosit, serum cairan serebrospinal, dan semua
sekresi dari penderita yang terinfeksi. ( Robbins,dkk, 1998 : 140 ).

3. MACAM INFEKSI HIV


Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi
menjadi tiga Tahap :
1) Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam
jaringan limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti
serokonversi dan pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+
sel T antivirus. Secara klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri
dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik.
Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam
waktu 6-12 minggu.
2) Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan
replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan
CD4+ secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran
kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai
beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit,
kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
3) Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh
penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat
badan, diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini
umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat
menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+
kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum
terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143 )

4. PATOFISIOLOGI
Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan
transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target
( terutama sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD4. Ia melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim R-tase
yang dibawanya untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA agar dapat
bergabung menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit T helper CD4
dan sel-sel imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini berlangsung seumur
hidup. Sel limfosit T ini dalam tubuh mempunyai mempunyai fungsi yang
penting sebagai daya tahan tubuh. Akibat infeksi ini fungsi sistem imun (daya
tahan tubuh) berkurang atau rusak, maka fungsi imonologik lain juga mulai
terganggu.
HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus
untuk melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga
terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total sehubungan
dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan memburuknya sistem
imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi
oportunis dan juga berkurang kemampuannya dalam memperlambat replikasi
HIV. Infeksi HIV dimanifestasikan sebagai penyakit multi-sistem yang dapat
bersifat dorman selama bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi
secara bertahap. Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis dari
penyakit ini bervariasi dari orang ke orang. Virus ini ditularkan hanya melalui
kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh, melalui
obat-obatan intravena, kontak seksual, transmisi perinatal dari ibu ke bayi,
dan menyusui. Tidak ada bukti yang menunjukkan infeksi HIV didapat
melalui kontak biasa.
Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV :
1) Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi
(disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus
AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun.
2) Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan
hemofili)
3) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi.
4) Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ).
( Cecily L. Betz , 2002 : 210)

PEMBAGIAN STADIUM PADA HIV/AIDS


Secara umum kronologis perjalanan infeksi HIV dan AIDS terbagi menjadi 4
stadium :
1. Stadium HIV
Dimulai dengan masuknya HIV yang diikuti terjadinya perubahan
serologik ketika antibodi terhadap virus tersebut dan negatif menjadi
positif. Waktu masuknya HIV kedalam tubuh hingga HIV positif selama 1-
3 bulan atau bisa sampai 6 bulan ( window period )
2. Stadium Asimptomatis ( tanpa gejala )
Menunjukkan didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum menunjukan
gejala dan adaptasi berlangsung 5 - 10 tahun.
3. Stadium Pembesaran Kelenjar Limfe
Menunjukan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata
( persistent generalized lymphadenophaty ) dan berlangsung kurang lebih 1
bulan
4. Stadium AIDS
Merupakan tahap akhir infeksi HIV. Keadaan ini disertai bermacam -
macam penyakit infeksi sekunder
PATOGENESIS
HIV-1

Ibu
Jarum suntik Transfusi Hub sexual

Transplasental Perinatal

Sel Host Limfosit T Aliran darah / mukosa

CD4+ Kel. Limfe

Internalisasi Hiperplasi Replikasi Kel. Getah


folikel virus masit bening perifer

Enzim RT-ase
Limfadenopati Viremia Lim B

Transkripsi terbalik Inf. Akut


Destruksi sel Kel. Sel. B
CD4
Mengubah RNA Bertahap
Laten
menjadi DNA Pe Ab Pe Ig
spesifik total
Integritas DNA Krisis
provirus ke Host Hiper gamma
globulinemia
Transkripsi / translasi
& propagasi virus Respon IgM
me

Inf. Oportunistik
Keganasan sekunder

AIDS

Monosit Tahan sitopatik HIV Penyebaran patogenesis


makrorag

Gangguan fungsi monosit & makrofag SSP

- Kematoksis 
- Fagositosis 
AIDS

1.
Inf. Oportunistik

SSP Cryptococcus Meningitis


Toxoplasma Encepalitis Ensepalopati
Candida Demensia
Mycobacterium Gangguan psikomotor
TB Kejang-kejang
Tumor
Mata CM V Perivaskulitis
Toxoplasma Retinitis
Hidung Sinusitis

Mulut Jamur  oral thrush


Stomatitis herpes
Parotitis
Paru Pnemonia
Kandidiasispneumocystis
oral / faring carinii (PPC)
Cytomegalovirus
Mycobacterium avium intracellare / M. TB
Lymphoid interstitial pneumonitis
Virus epstein – Barr  bronkopneumonia

Jantung Kardiomiopati  DC

Limpa Splenomegali

pankreas Pankreatitis (trauma akibat pemberian pentamidin)

Hepar hepatitis Salmonella


CMV
GI track Diare Kandida
Malabsorbsi Herpes simplex
Cryptosporodium
Camphilobacter

Kel. limfe Limfodenopati

Ginjal Focal glomerulosclerosis Proteinuria


Mesangial hyperplasia
Kulit Dermatitis (Ekzema s/d pyoderma gangrenosum & scabies

Darah Trombocytopenia, Neutropeni, Anemi


2. Hypergammaglobulinemia
3. Penurunan limf. T sel CD4 + absolut (limfosit  200 / mm3)
4. Keganasan sekunder  sarkoma kaposi
 kanker, tumor
5. Penurunan BB
VIREMIA

SSP
Sal. napas Hepar & lien
Batang otak
Paru Hidung Hepatomegali Hipotalamus
Splenomegali
Menekan N. Vagus
Alveolar Sinusitis Pirogen
Nyeri
Simpatis 
Pneumonitis Termostat
interstisiel
Jantung Lambung Usus
Hipertermi
Eksudasi
Takikardi peHCL pe
TD peristaltik
Vasodilatasi Kejang2
Akumulasi PD
sekret Mual,
Kardiomegali muntah, Mal
anorexia absorbsi
Vasodilatasi Resiko injuri
Batuk Kelj.
Kardiomiopati
Sebasea Nutrisi
spontan Tidak spontan
Keringat
DC
BB
Obstruksi sel Akumulasi
napas sekret Erithema
Diare

Kerusakan Ronki / tridor Integritas Resiko G3 Eliminasi


pertukaran kulit integritas alvi Defisit /
Otak hipovolume
gas kulit
Bersihan
jalan napas
Ensefalitis Keseim- Dehidrasi
Meningitis bangan
Dispneu cairan
Ensefalopathy Peperfusi
Vasodilatasi PD
Perub. Pola napas G3 neuropati G3 neuro
psikiatrik Turgor  Ginjal
Pe TIK Mata cowong
Suplai O2  G3 motorik Ubun-ubun cekung
Demensia Mukosa kering Oligouria
Pe fungsi Atralgia & / mialgia
Fatique Pe perfusi Immobilitas kognitif
fisik Eliminasi
Istirahat tidur Nyeri uri
Intoleran aktifitas
5. MANIFESTASI KLINIS
a) Bayi dan Anak
Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi
penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau
kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari.
Kebanyakan anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan
3 tahun.
Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen pada
penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi oportunistik
"penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan sangat
mematikan adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC pada bayi
terinfeksi HIV-1 merupakan distress pernapasan berat dengan batuk, takipnea,
dispnea dan hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke arah blokade kapiler
alveolar (mis ; proses radang interstisial). Roentgenogram dada
menunjukkan pneumonitis difus bilateral dengan diafragma datar. Diagnosis
biasanya diperkuat oleh bronkoskopi fleksibel dan cuci bronkoalveolar
dengan pewarnaan yang tepat untuk kista maupun tropozoit. Kadar laktat
dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa banding pada bayi termasuk
herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ),
virus sinsitial respiratori, dan infeksi pernafasan terkait mengi. Pengobatan
infeksi PPC harus dimulai seawal mungkin, tetapi prognosis jelek dan tidak
secara langsung dikorelasikan dengan jumlah limfosit CD4+.. Reaktivasi PPC
tampak semakin bertambah pada anak yang lebih tua yang mempunyai
perjalanan klinis infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC
(trimetropim-sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita
pediatri dengan angka limfosit-T CD4+ rendah (<25% angka absolut ).
Infeksi oportunistik penentu AIDS yang relatif sering kedua adalah
esofagitis akibat Candida albicans. Esofagitis Candida nampak sebagai
anoreksia atau disfagia, dikomplikasi oleh kehilangan berat badan, dan diobati
dengan amfoterisin B dan ketokonazol.
Infeksi oportunistik penting lain melibatkan ssstem saraf sentral,
sepertii Toxoplasma gondii. Infeksi Mycobacterium avium complex biasanya
menimbulkan gejala saluran cerna, dan herpes virus menimbulkan komplikasi
retina, paru, hati, dan neurologist. M. tuberculosis dan malaria yang tersebar
di seluruh dunia adalah patogen oportunistik pada penderita AIDS. Neoplasma
relatif tidak sering pada penderita terinfeksi HIV-1 pediatri.
(Behrman,dkk,2002: 1129 )
Manifestasi klinisnya antara lain :
1) Berat badan lahir rendah
2) Gagal tumbuh
3) Limfadenopati umum
4) Hepatosplenomegali
5) Sinusitis
6) Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7) Parotitis
8) Diare kronik atau kambuhan
9) Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10) Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11) Sariawan Orofaring
12) Trombositopenia
13) Infeksi bakteri seperti meningitis
14) Pneumonia Interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya
yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan
yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
b) Remaja
Kebanyakan remaja yang terinfeksi mengalami periode penyakit yang
asimtomatik yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Hal ini diikuti
tanda dan gejala yang dimulai beberapa minggu sampai beberapa bulan
sebelum tinbulnya infeksi oportunistik dan keganasan.Tanda dan gejala
tersebut antara lain:
1) Demam
2) Malaise
3) Keletihan
4) Keringat malam
5) Penurunan berat badan yang tidak nyata
6) Diare kronik atau kambuhan
7) Limfadenopati umum
8) Kandidiasis aral
9) Atralgia dan mialgia. ( Cecily L. Betz, 2002 : 211 )
c) Kategori Klinis HIV
1) Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV
2) Kategori A : Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini :
a) Limfadenopati
b) Hepatomegali
c) Splenomegali
d) Dermatitis
e) Parotitis
f) Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/ persisten, sinusitis,
atau otitis media
3) Kategori B : Gejala sedang
Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau
menunjukkan kekurangan kekebalan karena infeksi HIV . Contoh dari
kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
b. Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
c. Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6
bulan
d. Kardiomiopati
e. Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
f. Diare, kambuhan atau kronik
g. Hepatitis
h. Stomatitis herpes, kambuhan
i. Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum
berusia 1 bulan
j. Herpes zoster, dua atau lebih episode
k. Leimiosarkoma
l. Pneomonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid
pulmoner (LIP/PLH)
m. Nefropati
n. Nokardiosis
o. Varisela zoster persisten
p. Demam persisten >1 bulan
q. Toksoplasmosis, awitan sebelum berusia 1 bulam
r. Varisela, diseminata ( cacar air berkomplikasi )
4) Kategori C : Gejala Hebat
Anak dengan kondisi berikut :
a. Infeksi balterial multipel atau kambuhan
b. Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
c. Koksidioidomikosis, intestinal kronik
d. Penyakit sitomegalovirus ( selain hati, limpa, nodus ) dimulai pada
umur > 1 bulan.
e. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan).
f. Ensefalopati HIV.
g. Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau pneumonitis
atau esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan.
h. Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner.
i. Isosporiasis interstinal kronik (durasi > 1 bulan).
j. Sarkoma kaposi.
k. Limfoma, primer di otak.
l. Limfoma ( sarkoma burkitt atau sarkoa imunoblastik ).
m. Kompleks Mycobacterium avium atau Mycobacterium kansasii,
diseminata atau ekstrapulmoner.
n. Pneumonia Pneumocystis carinii.
o. Leukoensefalopati multifokal progresif.
p. Septikemia salmonella kambuhan.
q. Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur > 1 bulan.
r. Wasting Syndrome karena HIV. ( Cecily L. Betz, 2002 : 213 )

6. PENDEKATAN DIAGNOSA
Pendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih sukar
dari pada orang dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya yang
tidak / kurang meyakinkan akibat banyaknya penyakit lain yang harus
dipikirkan sebagai diagnosa bandingnya, juga karena pemeriksaan
serologisnya yang sering membingungkan. Adanya antibodi terhadap HIV
(IgG) pada darah bayi dapat merupakan antibodi yang berasal dari ibunya,
karena antibodi ini dapat menembus plasenta, yang dapat menetap berada
dalam darah si anak sampai berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka
memerlukan pemeriksaan serial dan untuk mengevaluasi kebenaran terjadinya
infeksi bagi si bayi. Pada umumnya dikatakan, masih terdapatnya antibodi
sampai lebih dari 15 bulan menunjukkan adanya infeksi HIV pada bayi.
Terdapatnya antibodi kelas IgM atau IgA, mempunyai arti diagnostik yang
lebih tinggi, dengan sensitifitas dan spesifitas sampai 98%.
Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :
1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi.
2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan
3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti menurunnya T4 (ratio T4:T8)
4. Tidak didapatkan adanya penyebab lain dari defisiensi imun.
Terbukti adanya HIV baik secara serologi maupun kultur.
Pembuktian adanya HIV dapat dengan mencari antibodinya (IgG, IgM
maupun IgA) yang dapat dikerjakan dengan metoda Elisa maupun Weste
Blot. Dapat pula dengan menentukan Antigen p-24 dengan metoda Elisa,
ataupun DNA –virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan
ini tentunya mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi. Metoda lain yang
sedang dikembangkan adalah IVAP (In vitro Antibody Production), dengan
mencari sel-sel penghasil antibodi dari darah bayi.
WHO telah menetapkan kriteria diagnosa AIDS pada anak sebagai
berikut :
Seorang anak (<12 tahun) dianggap menderita AIDS bila :
1. Lebih dari 18 bulan, menunjukkan tes HIV positif, dan sekurang-
kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dengan 2 gejala minor. Gejala-
gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak
berkaitan dengan infeksi HIV.
2. Kurang dari 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor
dengan ibu yang HIV positif. Gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh
keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.
Tabel 1 : Definisi Klinis HIV pada anak di bawah 12 tahun (menurut WHO).
Gejala Mayor :
a) Penurunan berat badan atau kegagalan pertumbuhan.
b) Diare kronik (lebih dari 1 bulan)
c) Demam yang berkepanjangan (lebih dari 1 bulan)
d) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang parah dan menetap

Gejala Minor :
b) Limfadenopati yang menyeluruh atau hepatosplenomegali
c) Kandidiasis mulut dan faring
d) Infeksi ringan yang berulang (otitis media, faringitis
e) Batuk kronik (lebih dari 1 bulan)
f) Dermatitis yang menyelurh
g) Ensefalitis

Metoda ini mempunyai spesifisitas yang tinggi, tetapi sensitivitas “positive


predictive value”nya yang rendah. Pada umumnya digunakan hanya untuk
melakukan surveillance epidemiologi.
Untuk keperluan pencatatan dalam melaksanakan surveillance epidemiologi,
CDC telah membuat klasifikasi penderita AIDS pada anak sebagai berikut :
(lihat tabel 2)
Tabel 2. Klasifikasi infeksi HIV pada anak di bawah umur 18 tahun menurut
Center for Disease Control (CDC)
Klas Subklas / kategori
P-0 Infeksi yang tak dapat dipastikan (indeterminate infection)
P1 Infeksi yang asimtomatik
Subklas A : Fungsi immun normal
Subklas B : Fungsi immun tak normal
Subklas C : Fungsi immun tidak diperiksa
P-2 Infeksi yang simtomatik
Subklas A : Hasil pemeriksaan tidak spesifik (2/lebih gejala menetap
lebih 2 bulan)
Subklas B : Gejala neurologis yang progressip
Subklas C : Lymphoid interstitial pneumonitis
Subklas D : Penyakit infeksi sekunder
Kategori D-1 Infeksi sekunder yang spesifik, sebagaimana
tercantum dalam daftar definisi surveillance
CDC untuk AIDS
Kategori D-2 Infeksi bakteri serius berulang
Kategori D-3 Penyakit infeksi sekunder yang lain
Subklas E : Kanker sekunder
Kategori E-1 Kanker sekunder sebagaimana tercantum dalam
daftar definisi surveillance CDC untuk AIDS
Kategori E-2 Kanker lain yang mungkin juga disebabkan
karena infeksi AIDS
Subklas F : Penyakit-penyakit lain yang mungkin juga disebabkan
oleh infeksi H HIV

Anak-anak yang menderita penyakit dengan gejala klinis yang tidak sesuai
dengan kriteria diagnosa infeksi HIV disebut “AIDS Related Complex
(ARC)”. Pada umumnya gejalanya berupa : limfadenopati, peumonitis
interstitialis, diare menahun, infeksi berulang, kandidiasis mulutyang
menetap, serta pembesaran hepar, namun belum ada infeksi oportunistik atau
keganasan.
Untuk memudahan dalam membuat diagnosa ARC, oleh CDC telah pula
diberikan kriterianya seperti tercantum pada tabel 3

Tabel 3. Kriteria AIDS Related Complex (ARC) pada anak (CDC)


Kriteria Mayor :
- Pneumonitis interstitialis
- “Oral Thrush” yang menetap / berulang
- Pembesaran kelenjar parotis

Kriteria Minor :
- Limfadenopati pada 2 tempat atau lebih (bilateral dihitung 1)
- Pembesaran hepar dan lien
- Diare menahun / berulang
- Kegagalan pertumbuhan (“failure to thrive”)
- Ensefalopati idiopatik progresip

Kriteria Laboratorium :
- Peningkatan IgA / IgM dalam serum
- Perbandingan T4/T8 terbalik
- IVAP rendah

Diagnosa ARC ditegakkan apabila ada 1 kriteria mayor, 1 kriteria minor.


Serta 2 kriteria laboratorium selama lebih dari 3 bulan.

7. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK


1) Elisa : Enzyme-linked imunosorbent assay (uji awal yang umum) –
mendeteksi antibodi terhadap antigen HIV (umumnya dipakai untuk
skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
2) Western blot (uji konfirmasi yang umum) – mendeteksi adanya antibodi
terhadap beberapa protein spesifik HIV.
3) Kultur HIV – standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.
4) Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) – mendeteksi
asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk
mendiagnosis HIV pada bayi dan anak.
5) Uji antigen HIV – mendeteksi antigen HIV.
6) HIV, IgA, IgM – mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara
eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV
tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis
dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6
bulan.
1) Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak
yang terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.
2) Limfopenia.
3) Anemia, trombositopenia.
4) Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).
5) Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).
6) Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili )
7) Haemophilus influenzae tipe B
8) Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.
9) Penurunan persentase CD4+.
Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18 bulan
dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2 determinasi
terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase – HIV, atau antigen HIV,
maka dia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-
positif, berusia kurang dari 18 bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji
tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu
terinfeksi HIV yang ternyata antibodi HIV negatif dan tidak ada bukti
laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV, maka ia
dikatakan “Seroreverter”.
( Cecily L. B, 2002, 212 )
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
I. Penalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang
terbukti terinfeksi HIV.
Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala cairan yang berasal
dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya segala tindakan
terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan untuk tetap
memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan ada yang
menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting untuk senantiasa
memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai melahirkan, demikian juga
sang bayi sampai berumur lebih dari 2 tahun. Ada pula yang
menganjurkan untuk melakukan terminasi kehamilan, bagi ibu yang jelas
terkena infeksi HIV, karena kemungkinan penularan pada bayinya sampai
50%.
II. Penatalaksanaan bayi/anak yang telah tertular
1) Terhadap Etiologi
Diberikan obat-obata antiretroviral
Tabel 4. Macam-macam antiretroviral
Golongan obat Nama generik Singkatan
Nucleoside-reserve Azidotimidin/zidovudin AZT
Transcriptase Didanosin DDI
Stavudin D4T
Zalbitabin DDC
Lamivudin 3TC

Protease Inhibitor (PI) Indinavir IDV


Ritonavir
Saquinavir

Non-Nucleoside-Reserve
Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Nevirapin
Pada pemberian pengobatan dengan antiretroviral sebagai indikator
pemakaian/ kemajuan sering dipakai perhitungan jumlah CD4 serta
menghitung beban viral (viral load)

Tabel 5. Terapi antiretroviral menurut tahapan klinis infeksi-HIV


Keadaan klinis penyakit Pedoman terapi
Sindroma Retroviral Akut (2-4 minggu PI + (1 atau 2 NRTI)
setelah terpajan)
Asimtomatik dengan beban virus Didanosin
< 10.000/ml Kombinasi 2 NRTI
Simtomatik / asimtomatik PI + (1 atau 2 NRTI)
Dengan beban virus > 10.000/ml
Berlanjutnya penyakit setelah terapi Pindah ke terapi PI – NRTI
dengan 2 NRTI

Pada wanita hamil dengan infeksi HIV dapat diberi AZT 2 kali
sehari peroral sejak minggu ke 36 kehamilan sampai persalinan tanpa
memandang jumlah CD4, serta dianjurkan untuk tidak menyusui
bayinya. Pada bayi yang baru lahir bila ibunya HIV positif, dapat
diobati dengan AZT sampai 6 minggu. Sebenarya pada bayi / anak
pengukuran viral-load penting karena rentang jumlah CD4 yang
sangat bervariasi selama masa pertumbuhannya.
Sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan AZT sampai
4 minggu. Zidovudin (Azidothymidine), mempunyai efek
mempengaruhi proses replikasi virus.
Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak 80, 120, 160 mg/m 2,
diberikan secara intravena setiap 6 jam, selama 1-2 bulan, diikuti
peroral selama 1-2 bulan dengan dosis satu sampai satu setengah
kali dosis intravena.
Efek samping obat berupa neutropenia dan anemia, biasanya segera
membaik dengan pengurangan dosis, atau penghentian pemberian
obat. Dengan pemberian obat ini penderita PCP 73% dapat bertahan
sampai 44 minggu.
Pada umumnya adanya perbaikan ditandai dengan :
a. Adanya peningkatan berat badan
b. Pengecilan hepar dan lien
c. Penurunan immunoglobulin (IgG,
IgM)
d. Peningkatan T4
e. Perbaikan klinis / radiologis
f. Peningkatan jumlah trombosit

2) Terhadap Infeksi Sekunder


1. Infeksi Protozoa
Yang terpenting terhadap : Penumocystis carinii, Toxoplasma dan
Cryptosporidium.
a) Terhadap Pneucystis Carinii, penyebab pneumonia
(Pneumocystis Carinii Pneumonia/PCP)
(1) Pentamidin (IV/IM) 4 mg/kg/hr, selama 2 minggu, dosis
tunggal.
(2) Efek samping berupa : neuse, diare, hipotensi,
hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal
(3) Cotrimoxazole (IV/oral), 20 mg/kg/hr, dibagi dalam 4
dosis. Hati-hati bagi bayi kurang dari 3 bulan. Pada infeksi
yang berat dapat diberikan kortikosteroid.
b) Terhadap Toxoplasma
Dapat menyebabkan CNS syndrome akibat lesi serebral /
space occupying lesions
(1) Pyrimethamine (oral), 12,5-25
mg/hari
(2) Sulfadiazin (oral) 2-4 gr/hari
c) Terhadap Cryptosporidium
Dapat menyebabkan diare kronik. Obat kausal spiramycine,
yang penting pengobatan suportif dan simtomatik terutama
rehidrasi.
2. Infeksi Jamur
Manifestasi klinik berupa kandidiasis, pada umumnya memberikan
respon yang baik dengan nystatin topikal amfoterisin B. 0,3 – 0,5
mg/kg/hari, ketoconazole 5 mg/kg/hr.
3. Infeksi Virus
Yang penting : Virus herpes, cytomegalovirus (CMV), papovavirus
(penyebab progressive multifocal leucoencephalopaty / PML)
a. Acyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 3 dosis diberikan
selama 7 hari.
b. Gancyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 2 dosis baik
untuk CM
Di samping obat-obat di atas, perlu dipertimbangkan pemberian :
1. Vaksinasi dengan vaksin influenza A dan influenza B, setiap
tahun.
2. Pemberian amantidin untuk pencegahan infeksi virus influenza A.
3. Immunoglobulin Varicella-Zoster 125 u/kg (maksimum 625 u).
Diberikan dalam waktu 96 jam setelah kontak dengan penderita.
4. Immunoglobulin campak : 0,5 ml/kg (maksimum 15 ml) dalam
waktu 6 hari setelah kontak dengan penderita
4. Infeksi Bakteria
Yang penting adalah : Mycobacterium TBC, Mycobacterium avium
intra cellulare, streptococcus, staphylococcus, dll. Diatasi dengan
pemberian antibiotika yang spesifik. Kadang-kadang dipertimbangkan
pemberian immunoglobulin.
3. Mengatasi Status Defisiensi Immun
Pada umumnya pemberian obat-obatan pada keadaan ini tidak banyak
memberikan keuntungan. Obat yang pernah dicoba :
c. Biological respons modifier, misalnya alpha / gamma interferron,
interleukin 2, thymic hormon, tranplantasi sumsum tulang,
transplantasi timus.
d. Immunomodulator misalnya isoprinosine.
4. Mengatasi Neoplasma
Neoplamsa yang terpenting adalah sarkoma kaposi. Kalau masih
bersifat lokal, diatasi dengan eksisi dan radio terapi, kalau sudah
lanjut, hanya radioterapi, dikombinasi dengan kemoterapi /
interferron.
5. Pemberian Vaksinasi
Pada penelitian ternyata, bahwa anak yang terkena infeksi HIV, masih
mempunyai kemampuan immunitas terhadap vaksinasi yang baik
sampai berumur 1-2 tahun. Kemampuan ini menurun setelah berusia
di atas 2 tahun, bahkan ada yang mengatakan menghilang pada
umur 4 tahun. Karenanya vaksinasi rutin sesuai dengan “Program
Pengembangan Immunisasi yang ada di Indonesia dapat tetap
diberikan, dengan pertimbangan yang lebih terhadap pemberian
vaksin hidup, terutama BCG dan Polio.

Tabel 2 Penetapan kategori imun berdasarkan usia dan jumlah CD4


Kelompok Usia :
Kategori Imun Jumlah CD4 dan Persentase
0 – 11 bulan 1 – 5 tahun 6 – 12 tahun
1) Tidak ada tanda- >1500 >1000 >500
tanda supresi >25% >25% >25%
2) Tanda-tanda 750-1499 500-999 200-499
supresi sedang 15-25% 15-25% 15-25%
3) Tanda supresi <750 <500 <200
hebat <15% <15% <15%
9. PENCEGAHAN
Pemberian zidovudin selama kehamilan efektif dalam menurunkan
resiko infeksi janin dari wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 pada minggu ke
14-34 kehamilan yang belum mendapat obat ini karena memiliki limfosit CD4
yang jumlahnya lebih dari 200 sel/mm³tanpa gejala klinis AIDS. Ibu
mendapat terapi zidovudin oral ( 100 mg lima kali sehari ) selama sisa masa
kehamilan.
Saat persalinan obat diberikan secara intravena ; dosis awal 2 mg/kg
diberikan selama 1 jam dan disertai dengan infus sebanyak 1 mg/kg/jam
hingga bersalin.
Bayi baru lahir mendapat terapi antivirus selama 6 minggu ( sirup
zidovudin dosis 2 mg/kg setiap 6 jam ) mulai pada 8-12 jam pascalahir. Hal
ini mengakibatkan penurunan resiko relatif sebesar 67,5% .
( Behrman, dkk, 1999 : 653 )
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata dimasa
perinatal sekitar usia 9 –17 tahun.
Keluhan utama dapat berupa :
1. Demam dan diare yang berkepanjangan
2. Tachipnae
3. Batuk
4. Sesak nafas
5. Hipoksia
Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
1. Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
2. Diare lebih dan satu bulan
3. Demam lebih dan satu bulan
4. Mulut dan faring dijumpai bercak putih
5. Limfadenopati yang menyeluruh
6. Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
7. Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
8. Dermatitis yang mnyeluruh
Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah ( dari orang yang
terinfeksi HIV / AIDS ). Pada ibu atau hubungan seksual. Kemudian pada riwayat
penyakit keluarga dapat dimungkinkan :
1. Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan obat
2. Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV ( 50 % TERTULAR )
3. Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20 dari
kehamilan
4. Adanya penularan pada proses melahirkan
5. Terjadinya kontak darah dan bayi.
6. Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI
7. Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife )
Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya :
1. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
2. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
3. Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
4. Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang berulang
5. Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang tidak
steril
6. Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan
Gambaran klinis pada anak nonspesifik seperti :
1. Gagal tumbuh
2. Berat badan menurun
3. Anemia
4. Panas berulang
5. Limpadenopati
6. Hepatosplenomegali
7. Adanya infeksi oportunitis yang merupakan infeksi oleh kuman, parasit,
jamur atau protozoa yang menurunkan fungsi immun pada immunitas selular
seperti adanya kandidiasis pada mulut yang dapat menyebar ke esofagus,
adanya keradangan paru, encelofati dll

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Mata
a) Adanya cotton wool spot ( bercak katun wol ) pada retina
b) Retinitis sitomegalovirus
c) Khoroiditis toksoplasma
d) Perivaskulitis pada retina
e) Infeksi pada tepi kelopak mata.
f) Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
g) Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal /
multiple
2. Pemeriksaan Mulut
a) Adanya stomatitis gangrenosa
b) Peridontitis
c) Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar kemudian
menjadi biru dan sering pada platum (Bates Barbara 1998 )
3. Pemeriksaan Telinga
a) Adanya otitis media
b) Adanya nyeri
c) Kehilangan pendengaran
4. Sistem pernafasan
a) Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
b) Sesak nafas
c) Tachipnea
d) Hipoksia
e) Nyeri dada
f) Nafas pendek waktu istirahat
g) Gagal nafas
5. Pemeriksaan Sistem Pencernaan
a) Berat badan menurun
b) Anoreksia
c) Nyeri pada saat menelan
d) Kesulitan menelan
e) Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
f) Faringitis
g) Kandidiasis esofagus
h) Kandidiasis mulut
i) Selaput lendir kering
j) Hepatomegali
k) Mual dan muntah
l) Kolitis akibat dan diare kronis
m) Pembesaran limfa
6. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
a) Suhu tubuh meningkat
b) Nadi cepat, tekanan darah meningkat
c) Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopatikarena HIV
7. Pemeriksaan Sistem Integumen
a) Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar )
b) Haemorargie
c) Herpes zoster
d) Nyeri panas serta malaise
e) Aczematoid gingrenosum
f) Skabies
8. Pemeriksaan sistem perkemihan
a) Didapatkan air seni yang berkurang
b) Annuria
c) Proteinuria
d) Adanya pembesaran kelenjar parotis
e) Limfadenopati
9. Pemeriksaan Sistem Neurologi
a) Adanya sakit kepala
b) Somnolen
c) Sukar berkonsentrasi
d) Perubahan perilaku
e) Nyeri otot
f) Kejang-kejang
g) Encelopati
h) Gangguan psikomotor
i) Penururnan kesadaran
j) Delirium
k) Meningitis
l) Keterlambatan perkembangan
10. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
a) Nyeri persendian
b) Letih, gangguan gerak
c) Nyeri otot ( Bates Barbara 1998 )

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kemudian pada pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan
adanya anemia, leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4
dibawah 200, fase AIDS normal 1000-2000 permikrositer., tes anti body anti-HIV
( tes Ellisa ) menunjukan terinfeksi HIV atau tidak, atau dengan menguji antibodi
anti HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, Lateks, Agglutination,dan western blot.
Penilaian elisa dan latex menunjukan orang terinfeksi HIV atau tidak, apabila
dikatakan positif harus dibuktikan dengan tes western blot.
Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24 ( dengan
polymerase chain reaction - PCR ). Kulit dideteksi dengan tes antibody ( biasanya
digunakan pada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV ).

D. DIAGNOSA DAN INTERVENSI

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Resiko terjadinyaTujuan : Bebas dariNIC : Kontrol Infeksi
 Pertahankan teknik septik dan antiseptik (cuci
infeksi pada anakinfeksi oportuniskit tangan sebelum dan sesudah tindakan)
dengan HIV /AIDSNOC: Status imun  Pantau tanda-tanda vital
berhubungan denganKriteria Hasil :  Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan,
perhatikan batuk spasmedik kering pada
adanya penurunan Mencapai masa
inspirasi dalam
system imun tubuh penyembuhan luka / Periksa adanya luka / lakuasi infasif, dan tanda-
lesi tanda inflamasi.
 Tidak demam dan Gunakan sarung tangan dan shout selama kontak
langsung yang akresi / sekresi
bebas dari Pantau studi laboratorium, JDL dan periksa
pengeluaran / sekresi kultur / sensivitas lesi, darah, urine dan spuntum
purulen dan tanda- Berikan antibiotik, entijamun / agen antimikroba.
tanda lain dari
infeksi.
2 Nutrisi kurang dan Tujuan : KebutuhanNIC : Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh nutrisi pada anak Kaji BB dasar
berhubungan denganterpenuhi  Observasi koordinasi menghisap dan refleks
anoreksia NOC:Status Nutrisi menelan
Kriteria Hasil :  Insfeksi rongga mulut
 Terlihat adanya Anjurkan pemberian makan alternatif dan
pertumbuhan BB konsulkan ibu mengenai resiko menyusui
anak  Tinjau ulang diet sesuai usia dan tambahan
 Nila-nilai makanan padat dan kemampuan perkembanan
laboratorium dalam Berikan nistat sesuai indikasi
batas normal  Berikan makanan enteral / parenteral dengan
 Bebas dari tanda tepat.
malnutrisis / gagal
untuk tumbuh (GUT)
 untuk mengetahui
cara pemberian
makan dan
kebutuhan khusus
untuk anak.
3 Kurangnya volume Tujuan : KebutuhanNIC : Manajemen Cairan
cairan tubuh pada anakvolume cairan Kaji tanda-tanda vital
berhubungan denganterpenuhi  Catat pningkatan suhu dan durasi demam, berikan
adanya infeksiNOC:Keseimbangan kompres hangat sesuai indikasi
oportunitis saluranCairan  Kaji turgor, membran mukosa dan rasa haus
pencernaan (diare ) Kriteria Hasil :  Kaji intake dan output
 Membran mukosa Hilangkan makan yang potensial menyebabkan
lembab diare
 Anak tampak rileks  Berikan cairan / elektrolit melalui NGT / IV
 Turgor kulit baik  Pantau He / Hb
 Tanda-tanda vital Berikan obat sesuai indikasi seperti anti ementik,
stabil anti diare, anti piretik
 Haluaran adekuat.
4 Gangguan integritas Tujuan : Integritas kulitNIC:
kulit berhubungan kembali normal  Kaji tiap hari, catat warna, turgor, sirkulasi dan
dengan defisit NOC: sensori
imunologis, resti : Kriteria Hasil :  Pertahankan higiene kulit mis : masase dengan
penurunan tingkat  Tidak ada lagi lesi lotion dan krim
aktivitas, perubahan  Permukaan kulit Autr posisi secara teratur, ganti seprei sesuai
sensasi, malnutrisi, normal. kebutuhan
perubahan status  Pertahankan sprai bersih, kering dan tidak
metabolisme. berkeringat
 Bersihkan area perianal
 Gunting kuku anak secara teratur
 Berikan matras / tempat tidur busa
 Berikan obat-obatan topikal / sistemik sesuai
indikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, dkk (1999) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC

Betz, Cecily L (2002) Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E (2001) Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. Edisi 2.


Jakarta : EGC

Rampengan & Laurentz (1997) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC

Robbins, dkk (1998) Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta : EGC

RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR (2000), Instalasi Rawat Inap Anak, Surabaya.

Syahlan, JH (1997) AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media

Wartono, JH (1999) AIDS Dikenal Untuk Dihindari. Jakarta : Lembaga


Pengembangan Informasi Indonesia

Anda mungkin juga menyukai