Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

Perdarahan varises esofagus adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus.


Varises esofagus ditandai oleh pelebaran pembuluh darah vena di esofagus bagian
bawah. Varises esofagus terjadi jika adanya obstruksi aliran darah menuju hati. Varises
dan perdarahan variseal merupakan komplikasi sirosis yang merupakan akibat
langsung dari hipertensi porta. Hipertensi porta adalah suatu sindrom klinis yang
didefinisikan oleh adanya peningkatan patologis di tekanan vena porta, dimana Hepatic
Venous Pressure Gradient (HVPG) meningkat di atas nilai normal (1-5 mmHg).1,2
Prevalensi perdarahan varises esofagus di Amerika Serikat tahun 2010 sebesar 0-
40% pada sirosis kompensata dan 70-80% pada sirosis dekompensata, sementara itu
perkembangannya sekitar 7% per tahun, perdarahan variseal adalah 5% untuk varises
yang kecil dan 15% untuk varises yang besar.3 Angka kejadian perdarahan VE di
Indonesia yang dilaporkan dari SMF Penyakit Dalam RSU dr. Sutomo Surabaya tahun
2006, didapatkan dari 1673 kasus perdarahan saluran cerna atas penyebabnya 76,9%
pecahnya VE, 19,2% gastritis erosif, 1,0% tukak peptik, 0,6% kanker lambung, dan
2,6% karena sebab-sebab lain.4 Di Sulawesi Utara sampai saat ini belum ada data
akurat kasus perdarahan VE.
Penyebab paling sering perdarahan VE adalah HP akibat sirosis hepatis oleh
karena hepatitis dan alkohol.5 Secara umum HP akibat sirosis dengan VE tidak
memberikan gejala atau tanda klinis yang khas. Beberapa keluhan dan gejala yang
sering timbul biasanya berhubungan dengan penyakit hati antara lain; kulit berwarna
kuning, mudah lelah, lemah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat
badan, nyeri perut, dan perdarahan saluran cerna atas. Manifestasi klinik perdarahan
saluran cerna bagian atas akibat pecahnya VE bisa beragam tergantung lama,
kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung
terus menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang dengan anemia, hematemesis
dan atau melena, disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan
hemodinamik.6
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, ultrasonografi (USG) dan computer

1
tomografi (CT)-scan. Visualisasi langsung dengan endoskopi pada saluran cerna
bagian atas merupakan standar baku untuk diagnosis pasti suatu VE.7
Penatalaksanaan mencakup profilaksis primer untuk mencegah terjadinya
perdarahan esofagus yang pertama, penanganan perdarahan akut untuk memperbaiki
hemodinamik pasien dan profilaksis sekunder untuk mencegah berulangnya
perdarahan.8
Prognosis berhubungan erat dengan beratnya penyakit hati, dimana mortalitas
akibat perdarahan VE cukup besar yaitu 30-50 % pada serangan perdarahan
pertama dan angka kematian ini lebih besar pada HP akibat sirosis.9 Berikut ini
dilaporkan sebuah kasus Perdarahan Saluran Cerna Atas Variseal pada seorang laki-
laki berusia 65 tahun yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado.

KASUS
Seorang laki-laki umur 65 tahun, suku Sangihe, pedagang, alamat Tona masuk ke
IRDM RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou melalui instalasi rawat darurat medik,
selanjutnya dirawat di ruangan Anggrek 1 pada tanggal 4 Juni 2018 untuk dilakukan
ligasi varises esofagus. Dari anamnesis didapatkan, pasien ada riwayat BAB hitam 1
minggu sebelum masuk rumah sakit, dengan frekuensi 3 kali dan volume kurang lebih
50-100 cc. Keluhan ini sudah pernah dialami penderita 3 bulan yang lalu dan timbul
lagi. Sebelumnya penderita sering merasa mual, nafsu makan menurun, cepat capai,
lemah badan. Sesak nafas dan nyeri perut tidak dialami penderita. Riwayat perut
membesar sejak 3 bulan yang lalu, tapi saat ini sudah berkurang. Buang air kecil lancar,
warna dan jumlah normal. Riwayat penyakit dahulu; pasien sudah didiagnosa dengan
varises esofagus grade III, gastropati hipertensi portal berdasarkan pemeriksaan
esofagogastroduodenoskopi tanggal 30 Mei 2018 dan sirosis hepatis dekompensata
berdasarkan pemeriksaan USG. Riwayat minum obat; propranolol 10 mg setiap 12 jam
peroral, spironolakton, lansoprazole 30 mg setiap 12 jam peroral dan sucralfat 10 ml
setiap 8 jam peroral sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat kebiasaan; pasien tidak
merokok dan tidak minum alkohol. Riwayat keluarga; hanya penderita yang sakit
seperti ini.

2
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 92 kali/menit, reguler, isi cukup,
respirasi 20 kali/menit, suhu badan 36,2 0C, tinggi badan 168 cm, berat badan 64 kg,
indeks massa tubuh (IMT) 22,6 kg/m2. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
tidak terdapat perdarahan subkonjungtiva, pupil bulat isokor diameter 3 mm, reflek
cahaya +, tidak ada perdarahan dari hidung, tidak ada defisit nervus kranialis. Lidah
tidak kotor, tonsil T1/T1 tidak hiperemi, faring tidak hiperemi, JVP 5+0, tidak terdapat
pembesaran kelenjar getah bening, trakhea letak ditengah. Dada simetris dalam
keadaan statis dan dinamis, tampak spider naevi, pelebaran pembuluh darah vena,
tampak ginekomasti. Pemeriksaan paru didapatkan fremitus raba kiri sama dengan
kanan, sonor kedua lapang paru, bunyi nafas vesikuler, tidak ada ronkhi maupun
wheezing, batas paru hati sela iga V kanan dengan peranjakkan diafragma 2 cm. Pada
pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak tampak namun teraba di ruang antar iga V garis
midklavikularis kiri, batas jantung kanan pada garis sternal kanan, batas jantung kiri
sesuai iktus kordis, suara jantung pertama dan kedua normal dan tidak terdengar bising.
Pemeriksaan abdomen datar lemas, hati tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tidak ada
pekak berpindah, lien tidak teraba, peristaltik usus meningkat. Ekstremitas hangat,
tampak eritema palmaris, tidak terdapat edema dan jari tabuh. Pemeriksaan rectal
touche didapatkan TSA cekat, mukosa licin, ampula rekti kosong, tidak ada nyeri
tekan; sarung tangan tidak ada darah, tidak ada lender, feses berwarna kuning.
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 04/06/2018 didapatkan leukosit 3.900/uL,
eritrosit 4.03 x106/uL, hemoglobin 11.1 mg/dL, hematokrit 33.6 %, trombosit 145.000
/uL, MCH 27.6 pg, MCHC 33.1 pg, MCV 83.4fL, natrium 141 mEq/L, kalium 3,7
mEq/L, chlorida 106 mEq/L, albumin 3,28 gr/dl, ureum 38 mg/dl, creatinin 0,9 mg/dl,
SGOT 34 U/L, SGPT 25 U/L, HbSAg non reaktif, anti HCV non reaktif, anti HIV
nonreaktif.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya maka ditegakkan diagnosa kerja pada pasien ini
sebagai varises esofagus berdarah et causa sirosis hepatis dekompensata, gastropati
hipertensi portal, trombositopenia. Pengobatan yang diberikan adalah berupa

3
pemberian lansoprazole 30 mg setiap 12 jam peroral, spironolaktone 100 mg setiap 24
jam peroral, sucralfat sirup 10 ml setiap 8 jam peroral dan propranolol 10 mg setiap 12
jam peroral dan direncanakan untuk ligasi varises esophagus.
Hari keempat perawatan, dilakukan tindakan esofagogastroduodenoskopi
dilanjutkan dengan tindakan ligasi. Pada esofagogastroduodenoskopi menunjukkan
gambaran esofagus sepertiga proximal mukosa licin, sepertiga medial tampak varises
menutupi sebagian lumen esofagus, sepertiga distal tampak varises menutupi seluruh
lumen, varises berkelok-kelok, menonjol serta berwarna kebiru-biruan; pada daerah
lambung cardia normal; fundus normal; corpus mukosa edema, hiperemis, erosi;
antrum mukosa hiperemis, erosi; pilorus normal; pada duodenum first part normal,
second part normal, kesimpulan varises esofagus grade III dengan stigmata, gastropati
hipertensi portal. Kemudian scope dikeluarkan, dilakukan penyemprotan (wash)
yang dilanjutkan dengan ligasi pada lokasi tersebut. Varises yang dipilih diligasi,
dilekatkan pada inner binding silinder dengan pengisapan terus menerus, kemudian
gelang karet dilepaskan untuk melingkari dasar varises, selanjutnya pengisapan
dihentikan. Ligasi dilakukan pada tempat varises. Setelah ligasi dilakukan
pembersihan dengan hasil visualisasi tidak ada perdarahan aktif. Pasca ligasi
diberikan infus NaCl 0,9% 20 tetes per menit, asam tranexamat 500 mg setiap 8 jam
intravena, vitamin K 10 mg setiap 24 jam intramuskular (selama 1 hari), puasa 6 jam
setelah dilakukan ligasi selanjutnya diet bertahap mulai dari diet hati I kemudian
ditingkatkan sampai diet hati III. Selanjutnya dilakukan observasi tanda vital tiap 6
jam, observasi tanda perdarahan aktif, pemeriksaan darah lengkap tiap 8 jam.
Hari kelima perawatan, keluhan tidak ada, keadaan umum baik, kesadaran
kompos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, regular, isi cukup,
respirasi 20 kali/menit. Hasil laboratorium: hemoglobin 10,2 g/dl, leukosit 8.400/uL,
eritrosit 3.900.000/uL, hematokrit 34,5 %, trombosit 186.000/uL, gula darah puasa
96 mg/dl. Pasien didiagnosa akhir perawatan dengan Post Ligation hari ke 1 et cause
varises esophagus berdarah. Pengobatan yang diberikan lansoprazole 30 mg setiap 12
jam peroral, spironolakton 100 mg setiap 24 jam peroral, sucralfat sirup 10 ml setiap 8
jam peroral dan propranolol 10 mg setiap 8 jam peroral, diet hati II. Kemudian pasien

4
dipulangkan untuk kontrol kembali di poli Gastroenterohepatologi bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUP Prof. R.D. Kandou Manado. Pasien diberikan penjelasan
tentang penyakitnya dan efek samping obat yang digunakan, direncanakan
pemeriksaan laboratorium dan endoskopik berkala.

PEMBAHASAN
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal
pembuluh darah vena di esofagus bagian bawah. Esofagus adalah saluran yang
menghubungkan antara kerongkongan dan lambung. Varises esofagus terjadi jika
aliran darah menuju hati terhalang. Aliran tersebut akan mencari jalan lain, yaitu ke
pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah
pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh
darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises).1
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah kegawatdaruratan medis yang sering
dihadapi. Oleh karena itu, pendekatan yang baik dan terarah terhadap pasien dengan
perdarahan gastrointestinal sangat diperlukan. Di Amerika Serikat sekitar 36 hingga
102 pasien tiap 100.000 penduduk memerlukan rawat inap karena perdarahan saluran
cerna bagian atas. Dilaporkan bahwa dari 1673 kasus perdarahan saluran cerna atas di
SMF Penyakit Dalam RSU dr. Sutomo Surabaya tahun 2006, penyebabnya 76,9%
pecahnya VE, 19,2% gastritis erosif, 1,0% tukak peptik, 0,6% kanker lambung, dan
2,6% karena sebab-sebab lain. 4,10 Prevalensi dari varises esophagus berkisar dari 0-
40% pada sirosis kompensata dan 70-80% pada sirosis dekompensata, sementara itu
perkembangannya sekitar 7% per tahun. Angka kejadian pendarahan variseal adalah
5% untuk varises yang kecil dan 15% untuk varises yang besar.11
Beberapa studi epidemiologi menghubungkan umur dan jenis kelamin sebagai
faktor risiko terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas pada pasien sirosis, oleh
karena sering ditemukan pada usia 40 – 60 tahun serta lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan dengan wanita. Selain itu pula, terdapat prediktor penting yang
berhubungan dengan risiko perdarahan VE seperti tekanan portal, ukuran varises
dinding varises dan tegangannya, serta tingkat keparahan sirosis hati.12,13 Pada kasus

5
ini, pasien adalah seorang laki-laki, umur 65 tahun, dalam riwayat penyakit dahulu
didapatkan hasil pemeriksaan USG menyokong sirosis dengan gambaran HP serta hasil
pemeriksaan endoskopi menyimpulkan varises esofagus grade III dengan stigmata.
Pecahnya varises esofagus adalah komplikasi yang berat dan paling sering dari HP
akibat sirosis dimana hal ini terjadi oleh karena peningkatan tekanan vena portal yang
merupakan gabungan dari peningkatan resistensi vaskuler hepatik dan peningkatan
aliran darah portal kolateral. Faktor predisposisi dan pemicu perdarahan varises masih
belum sepenuhnya jelas. Dugaan bahwa esofagitis dapat memicu perdarahan varises
telah ditinggalkan. Faktor-faktor penting yang bertanggung jawab atas terjadinya
perdarahan varises adalah tekanan porta, ukuran varises, dinding varises dan
tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit hati. Berdasarkan penyebabnya HP
2,3
dibedakan menjadi dua yaitu HP sirosis dan HP non sirosis. Sirosis hati sendiri
paling banyak diakibatkan oleh hepatitis, alkohol, steato hepatitis non alkoholik.5,14-16
Pada kasus ini, terjadinya perdarahan VE karena HP akibat sirosis dan kemungkinan
disebabkan oleh non alkoholik Fatty Liver.
Varises esofagus biasanya tidak bergejala, kecuali jika sudah pecah dan berdarah.
Gejala atau tanda klinis HP akibat sirosis dengan VE yang sering timbul biasanya
berhubungan dengan penyakit hati, antara lain; kulit berwarna kuning, mudah lelah,
lemah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat badan, nyeri perut, dan
perdarahan saluran cerna. Demikian pula dengan menifestasi klinis yang sering kali
muncul adalah akibat dari kerusakan hati dan komplikasi hipertensi portal seperti
anemia, ikterus, spider naevi, ginekomastia, eritema palmaris, asites, atrofi testis,
edema, venektasi, varises gastroesofagus dan splenomegali.6,17 Pada pasien ini
sebelumnya ditemukan keluhan BAB hitam berulang, sering merasa mual, nafsu
makan menurun, mudah lelah dan lemah badan. Selain itu adanya riwayat pembesaran
perut 3 bulan yang lalu.
Diagnosa pasti perdarahan VE dilakukan berdasarkan visualisasi langsung
endoskopi pada saluran cerna bagian atas, yang harus didahului dengan anamnesis
lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan penunjang
lainnya. Hasil visualisasi langsung endoskopi pada pasien ini dilakukan sesaat sebelum

6
tindakan ligasi yang menunjukkan gambaran esofagus sepertiga proximal mukosa
licin, sepertiga medial tampak varises menutupi sebagian lumen esofagus, sepertiga
distal tampak varises menutupi seluruh lumen, varises berkelok-kelok, menonjol serta
berwarna kebiru-biruan; pada daerah lambung cardia normal; fundus normal; corpus
mukosa edema, hiperemis, erosi; antrum mukosa hiperemis, erosi; pilorus normal; pada
duodenum first part normal, second part normal, kesimpulan varises esofagus grade III
dengan stigmata, gastropati hipertensi portal. Pembagian besarnya varises esofagus
adalah grade I varises yang kolaps jika esophagus dikembangkan dengan udara, grade
II varises antara grade I dan III, grade III varises yang cukup besar untuk menutup
lumen. Perdarahan VE biasanya berhenti spontan tanpa intervensi terapeutik pada
sekitar 40-50% kasus rupturnya VE. Namun perdarahan tersebut dapat berulang
dengan interval tidak teratur yang makin lama makin sedikit jika kolateral telah
terjadi.2,7,9 Pada kasus ini didapatkan riwayat BAB hitam berulang sebagai indikasi
adanya perdarahan varises yang rekuren.
Terdapat berbagai pemeriksaan penunjang yang perlu diperhatikan dan sebaiknya
dilakukan dalam menegakkan suatu diagnosa perdarahan VE pada HP akibat sirosis
seperti, pemeriksaan laboratorium yang meliputi hematologi rutin morfologi darah
tepi, faal hemostatis, uji serologi, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal dan biomarker lain
yang berkaitan dengan penyebab dan tingkat keparahan dari suatu sirosis hati serta
untuk maksud mendeteksi dan mengontrol perdarahan. Selain itu, pemeriksaan lain
seperti radiologi, USG (Doppler), dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendukung
penegakan diagnosis dan membantu mengetahui struktur anatomi hati dalam hal ini
lesi fokalnya, progresifitas suatu varises dan kelainan pembuluh darah intrahepatik
termasuk untuk persiapan tindakan yang lebih invasif seperti transjugular intrahepatic
portosystemic stent shunt (TIPSS) serta transplantasi. Demikian pula dengan
pengukuran tekanan varises dengan cara langsung, angiografi, dan magnetic resonance
imaging hanya dianjurkan untuk keperluan penelitian meskipun bernilai prognostik,
bermanfaat untuk memprediksi rupturnya varises dan mendeferensiasi penyebab lain
dari perdarahan varises esofagus.9 Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium lengkap, radiologi, USG dan endoskopi.

7
Secara umum, indikasi dilakukan ligasi yaitu varises esofagus yang pernah
berdarah, untuk menghilangkan varises esofagus sampai derajat 0, pengobatan pertama
pada varises esofagus derajat II, III sebelum terjadinya perdarahan. Pada pasien dari
hasil esofagogastroduodenoskopi terdapat varises esophagus grade III-IV dengan
stigmata. Dilakukan teknik ligase esophagus dengan teknik Rubber Band.
Penatalaksanaan VE pada HP akibat sirosis mencakup profilaksis primer untuk
mencegah terjadinya perdarahan esofagus yang pertama, penanganan perdarahan
akut untuk memperbaiki hemodinamik pasien dan profilaksis sekunder untuk
mencegah berulangnya perdarahan. Profilaksis primer dilakukan oleh karena tingginya
angka kematian akibat perdarahan pertama. Sehingga menjadi logis jika dilakukan
pengembangan dan penelitian untuk mencegah terjadinya perdarahan tersebut. Terapi
profilaksis utama adalah terapi farmakologik seperti propanolol yang menurut
beberapa penelitian mampu menurunkan mortalitas melalui efektivitasnya dalam
menurunkan gradien tekanan portal, menurunkan aliran darah vena azigos dan tekanan
varises. Hal ini dicapai dengan membuat vasokonstriksi splanknik dan penurunan curah
jantung. Terapi endoskopik seperti ligasi varises dan tindakan pembedahan juga dapat
dilakukan pada profilaksis primer meskipun tidak mempengaruhi mortalitas. Secara
khusus, jika terjadi perdarahan varises yang tidak teratasi makan peran TIPSS
menunjukkan hasil yang sangat memuaskan dalam mengendalikan perdarahan dengan
cepat.
Bentuk terapi selanjutnya adalah profilaksis sekunder yang bertujuan untuk
mencegah berulangnya perdarahan varises. Dalam beberapa penelitian, pemberian
propanolol atau nadolol tanpa terapi aktif menunjukkan penurunan perdarahan ulang
yang bermakna. Terapi endoskopi berupa ligasi dianjurkan untuk mengeradikasi
varises setelah perdarahan teratasi. Dalam hal berkurangnya perdarahan ulang dari
suatu varises, terapi TIPSS lebih efektif dibandingkan terapi endoskopik meskipun
tidak memperbaiki kelangsungan hidup dan berkaitan dengan lebih banyak
ensefalopati. Terapi pembedahan seperti pintasan portakaval dapat dilakukan baik
secara non-selektif maupun selektif dengan maksud mengalihkan aliran darah portal ke
dalam sirkulasi sistemik sehingga mengurangi aliran darah hepar.8,18 Pada pasien ini,

8
sebelumnya sudah menggunakan obat propranolol untuk menurunkan gradient tekanan
portal, sedangkan untuk menangani perdarahan varises dilakukan terapi endoskopi
berupa ligasi varises dan selanjutnya diberikan beta-bloker nonselektif sebagai
profilaksis sekunder. Infeksi sering terjadi setelah perdarahan varises esofagus pada
pasien sirosis dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas, sehingga
semua pasien yang datang dengan episode perdarahan varises harus mendapat
profilaksis antibiotik dimulai sejak masuk rumah sakit. Sekitar 20% pasien sirosis
dengan perdarahan saluran cerna atas dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit
mengalami infeksi bakterial dan meningkat sampai 35-66% dalam dua minggu.
Ligasi varises sebaiknya diulang setiap 1-2 minggu sampai varises hilang dengan
pemeriksaan endoskopi dan kembali dilakukan 1-3 bulan setelah varises hilang serta
setiap 6-12 bulan untuk memantau terjadinya varises berulang. Komplikasi ligasi
dihubungkan dengan penggunaan overtube termasuk robeknya mukosa esofagus,
ruptur varises dengan pendarahan masif dan perforasi esofagus. Penempatan overtube
menyebabkan luka di esofagus dengan cara pencubitan mukosa di antara gastroskop
dan ujung overtube ketika endoskopi digunakan sebagai obturator untuk menfasilitasi
overtube atau reinsersi berulang dari gastroskop.
Prognosis untuk terjadinya perdarahan ulang, kegagalan mengatasi perdarahan dan
lama perawatan berkaitan pula dengan infeksi bakterial.8,19 Prognosis perdarahan VE
pada HP akibat sirosis biasanya berhubungan erat dengan beratnya penyakit hati.
Sesuai konsensus Baveno I-IV, untuk menilai tingkat keparahan hati sering digunakan
skor Child-Pugh. Survival rate selama 1 tahun setelah perdarahan varises biasanya
32-80%.9,24 Skor Child-Pugh pada pasien ini adalah 8 termasuk dalam kelas B.
Berdasarkan hal tersebut maka prognosis pasien ini adalah buruk.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus dengan perdarahan varises esofagus pada seorang
laki-laki berusia 65 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang serta visualisasi langsung dengan endoskopi pada

9
saluran cerna bagian atas. Prognosis pasien ini adalah buruk karena beratnya sirosis
dan komplikasi yang terjadi.

CONCLUSION
A case of a 65-year-old man with varices esophageal bleeding has been reported.
Diagnosis was based on anamnesis, physical examination and other investigations as
well as direct visualization by endoscopy in the upper gastrointestinal tract. The
prognosis is poor due to the severity of cirrhosis and complications that occur and are
exacerbated by other diseases.

10

Anda mungkin juga menyukai