Anda di halaman 1dari 20

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

INDUKSI KIMIAWI PERSALINAN

OLEH :
TIFFANNY CHARLOTCICA KOCK C11113838

RESIDEN PEMBIMBING :
dr. Suwandi

SUPERVISOR PEMBIMBING :
Dr.dr. Eddy R. Moeljono, Sp.OG.K

DIBAWAKAN DALAM RANGKA


TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Tiffanny Charlotcica Kock
NIM : C111 13 838
Judul referat : Induksi Kimiawi Persalinan

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik di Departemen


Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2018

Konsulen Pembimbing, Residen Pembimbing,

Dr. dr. H. Eddy R. Moeljono, Sp. OG.K dr.Suwandi

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan adalah suatu proses dimana janin berpindah dari intrauterin ke
lingkungan ekstra uterin. Ini merupakan diagnosis klinik yang didefinisikan sebagai
permulaan dan menetapnya kontraksi yang bertujuan untuk menghasilkan pendataran
dan dilatasi serviks yang berkesinambungan. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab
atas proses ini saat ini belum sepenuhnya dipahami.
Induksi persalinan merujuk dimana kontraksi uterus diawali secara medis maupun
bedah sebelum terjadinya partus spontan. Berdasarkan studi-studi terkini, rasionya
bervariasi dari 9,5 – 33,7% dari semua kehamilan setiap tahun. Pada keadaan serviks
yang tidak matang, jarang terjadi keberhasilan partus pervaginam. Dengan demikian,
pematangan serviks atau persiapan induksi harus dinilai sebelum pemilihan terapi.
Menurut British Columbia Reproductive Care Program, ada beberapa indikasi
induksi persalinan, antara lain kehamilan posterm, penyakit ibu (diabetes, hipertensi),
pecah ketuban sebelum waktunya (PROM), kematian janin. Induksi persalinan ini
merupakan suatu intervensi aktif dengan potensi risiko baik pada ibu maupun janin.
Risikonya meliputi peningkatan risiko persalinan seksio sesaria, denyut jantung janin
yang abnormal, hiperstimulasi uterus, ruptur uteri, prolaps tali pusat, intoksikasi ibu,
dan medikolegal (oksitosin sering dipertimbangkan oleh pengadilan sebagai kofaktor
yang berhubungan dengan kondisi janin maupun neonatus yang abnormal).
Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering
dilakukan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1999a) berdasarkan
resiko persalinan yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali
untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan
psikososial). Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan
kenaikan angka kejadian tindakan sectio caesar.

3
BAB II
INDUKSI PERSALINAN

2. 1 Definisi
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu,
baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim
sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di
mana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut untuk wanita hamil yang
sudah inpartu.
Persalinan induksi merupakan tindakan yang banyak dilakukan untuk
mempercepat proses persalinan. Persalinan induksi dengan menambah kekuatan dari
luar tidak boleh merugikan ibu dan janinnya dalam usaha menuju well born baby dan
well health mother, sehingga diperlukan indikasi yang tepat, waktu yang baik, dan
disertai evaluasi yang cermat. Disamping itu, untuk menanggapi atau menghadapi
komplikasi dan tindakan lebih lanjut, induksi persalinan harus dilakukan di rumah sakit
yang memiliki fasilitas tindakan operasi.
Tujuan tindakan tersebut ialah mencapai his 3 kali dalam 10 menit, lamanya 40
detik.

2.2 Tujuan Induksi


Tujuan melakukan induksi antara lain :

 Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan

 Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan
penurunan janin tanpa menyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi
janin

 Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan
memaksimalkan kepuasan ibu.

4
2. 3 Etiologi
Induksi persalinan dilakukan karena :
Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari
sembilan bulan (kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi waktu 42
minggu, belum juga terjadi persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah
plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin
mempunyai resiko asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.

Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat


mengakibatkan :

1. pertumbuhan janin makin melambat.


2. Terjadi perubahan metabolisme janin.
3. Air ketuban berkurang dan makin kental.
4. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Resiko kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan
kehamilan aterm.

Komplikasi kehamilan lewat waktu :

Letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan perdarahan post
partum. Pada kehamilan lewat waktu perlu diperhatikan dalam penanganan sehingga
hasil akhir menuju well born baby dan well health mother dapat tercapai.

Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena
infeksi serius atau menderita diabetes. Wanita diabetes yang hamil memiliki resiko
mengalami resiko komplikasi. Tingkat kompliksai secara langsung berhubungan
dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama kehamilan dan dipengaruhi oleh
kompliksai diabetik sebelumnya, meliputi :

1. Aborsi spontan (berhubungan dengan kontrol glikemi yang buruk pada saat
konsepsi dan pada minggu-minggu awal kehamilan).
2. Hipertensi akibat kehamilan, mengakibatkan terjadinya preklampsi dan
eklampsi.
3. Hidramnion
4. Infeksi :

5
terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius, infeksi ini bersifat
serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan
ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni satu efek diabetogenik
pada kehamilan yang paling besar karena resistensi insulin meningkat. Dapat
mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi, mengakibatkan
cacat bawaan. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam
kandungan diduga akan beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.
Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan (ketuban
pecah dini). Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke
dalam kantong amnion. Temperatur ibu dan lendir vagina sering diperiksa (setiap satu
sampai dua jam) untuk penemuan dini infeksi setelah ketuban ruptur. Bawaan ukuran
janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan
beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.

Mempunyai riwayat hipertensi. Gangguan hipertensi pada awal kehamilan


mengacu berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai
resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan
hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering disebut
dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan dengan
penyakit yang sudah ada sebelum hamil. Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik
kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang memiliki
tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu penyakit vasospastik, yang
ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Tanda dan gejala dari
preeklamsi ini timbul saat masa kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin dan
plasenta lahir. Kira-kira 85% preeklamsia ini terjadi pada kehamilan yang pertama.
Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan pembuluh darah otak, gangguan
penglihatan (skotoma), perubahan kesadaran mental dan tingkat kesadaran.

Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan
gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa didahului ganguan
neurologis.

Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa hamil atau 24


jam pertama nifas tanpa tanda preeklamsia atau hipertensi kronis lainnya.Hipertensi
kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau
6
didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih
dari enam minggu pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis.

2.4 Indikasi Induksi Persalinan


A. Indikasi Janin :
1. Kehamilan lewat waktu
2. Ketuban pecah dini
3. Janin mati
B. Indikasi Ibu:
1. Kehamila lewat waktu
2. Kehamilan dengan hipertensi
3. Kehamilan dengan diabetes
2.5 Kontra Indikasi
1. Disproporsi sefalopelvik
2. Insufisiensi plasenta
3. Malposisi dan malpresentasi
4. Plasenta previa
5. Gemelli
6. Distensi rahim yang berlebihan
7. Grande multipara
8. Cacat rahim

Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah kondisi


ekstrauterin akan lebih baik dari pada intrauterin, atau kondisi intrauterin tidak lebih
baik atau mungkin membahayakan.
Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi rasa
sakit atau masalah-masalah lain yang membahayakan nyawa ibu.
Indikasi janin, misalnya: kehamilan lewat waktu (postmaturitas), inkompatibilitas
Rh. Pada saat usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari lebih dari saat perkiraan partus,
terjadi penurunan fungsi plasenta yang bermakna, yang dapat membahayakan
kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin).
Indikasi ibu, misalnya: kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin, misalnya,
preeklamsia berat.

7
2.6 Macam Induksi Persalinan
1. Medicinal
a. Infus Oksitosin
b. Prostaglandin
c. Cairan hipertonik intrauterin
2. Manipulatif / tindakan
a. Amniotomi
b. Stripping of the Membrane
c. Pemakaian rangsangan listrik
d. Rangsangan pada puting susu

2.7 Cara Induksi persalinan


Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara

1. Secara Medis

a. Infus oksitosin

Dewasa ini telah ada oksitosin sintesis (bebas dari faktor vasopresin ) yaitu
sintosinon dan pitosin. Dalam pemberian oksitosin perlu diingat bahwa enzim
oksitosinase yang diproduksi di plasenta dapat menginaktifkan secara cepat
oksitosin yang diberikan itu. Oksitosinase diperkirakan bekerja sebagai pelindung
kehamilan. Kadar oksitosinase dalam plasma wanita hamil meningkat dengan
tuanya kehamilan oksitosinase dalam plasma wanita hamil meningkat dengan tuanya
kehamilan dengan kadar yang bervariasi hingga menimbulkan keadaan kehamilan
yang bervariasi pula seperti abortus iminens, partus prematur dsb. Peranannya
dalam klinik masih tetap belum ditentukan.

Syarat – syarat pemberian infuse oksitosin :

Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak


memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat – syarat
sebagai berikut:

8
A. Kehamilan aterm

B. Ukuran panggul normal

C. Tak ada CPD

D. Janin dalam presentasi kepala

E. Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka)

Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai score Bishop, yaitu bila nilai
Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.

Tabel 1. Skor Pelvik menurut Bishop

Skor 0 1 2 3

Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5-6

Pendataran serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80%

Penurunan kepala diukur -3 -2 -1,0 +1 +2


dari Hodge III (cm)

Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak

Posisi serviks Ke Searah Ke arah


belakang sumbu jalan depan
lahir

Teknik infuse oksitosin berencana


1) Semalam sebelum infuse oksitosin, hendaknya klien sudah tidur dengan
nyenyak.
2) Pagi harinya penderita diberi pencahar (Kandung kemih dan rektum
dikosongkan)
3) Infuse oksitosin hedaknya dikerjakan pada pagi hari dengan observasi yang
baik.
4) Disiapkan cairan dextrose 5% 500 ml yang diisi dengan 5 unit oksitosin.

9
5) Cairan yang sudah disiapkan mengandung 5 U oksitosin ini dialirkan secara
intravena melalui saluran infuse dengan jarum no 20 G.
6) Jarum suntik intravena dipasangkan di vena bagian volar lengan bawah
7) Tetesan permulaan di buat agar kadar oksitosin berjumlah 2m U permenit.
8) Timbulnya kontraksi rahim dinilai dalam setiap 15 menit. Bila dalam waktu 15
menit ini HIS tetap lemah, tetesan dapat dinaikan. Umumnya tetesan maksimal
diperbolehkan sampai mencapai kadar oksitosin 30-40 tetes/menit, maka
berapapun kadar oksitosin yang dinaikan tidak akan menimbulkan tambahan
kekuatan kontraksi lagi. Sebaiknya infuse oksitosin dihentikan.
9) Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk
kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda-tanda rupture uteri membakat,
maupun tanda-tanda gawat janin.
10) Bila kontraksi timbul secara teratur dan adekuat , maka kadar tetesan oksitosin
dipertahankan. Sebaliknya bila tejadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah
tetesan dapat dikurangi atau sementara dihentikan.
11) Infuse oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selasai
yaitu sampai satu jam sesudah lahirnya plasenta.
12) Evaluasi kemajuan janin pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa
dalam bila HIS telah kuat dan adekuat. Pada waktu pemberian infuse oksitosin
bila ternyata kemudian persalinan telah berlangsung, maka infuse oksitosin
dilanjutkan sampai pembukaan lengkap. Segera setelah kala II dimulai, maka
tetesan infuse oksitosin dipertahankan dan ibu di pimpin mengejan atau
dipimpin dengan persalinan buatan sesuai dengan indikasi yang ada pada waktu
itu. Tetapi bila sepanjang pemberiaan infuse oksitosin timbul penyulit pada ibu
maupun janin. Maka infuse oksitosin harus segera dihentikan dan kehamilan
segera diselesaikan dengan seksio sesarea.

Bahaya pemberian infus oksitosin :

 Aktivitas miometrium yang sangat meningkat. Hiperkontraktilitas yang timbul


5 menit atau lebih dapat menimbulkan tekanan intrauterin lebih 25 mmHg dan
ini dapat mempengaruhi pengaliran oksigen ke janin.
 Ruptur uterus terjadi pada grande multipara atau bekas seksio saesarea,
miomektomi atau bila ada disporporsi fetopelvik.

10
 Intoksikasi air. Pemberian infus oksitosin dengan cairan bebas elektrolit dalam
waktu yang lama membuat penderita mengandung air lebih banyak oleh
karena oksitosin dalam dosis 50 m U/ menit bekerja sebagai anti diuretik.
 Seksio saesarea pada distosia disebabkan kelainan his dilakukan pada :
- Pembukaan tidak ada kemajuan.
- Serviks yang sudah datar dan tipis menjadi tebal, bengkak dan biru.
- Tidak ada kemajuan dengan pemberian oksitosin secara hati – hati.
- Air ketuban bercampur mekonium pada letak kepala dan denyut
jantung janin menjadi lambat.
- Mulai adanya febris, takikardi, preeklampsia.

Relaksasi uterus

Merelaksasikan uterus adalah usaha yang sulit, misalnya pada keadaan akan
terjadi partus prematurus, abortus. Maka wajar pada pemberian infus pitosin
diadakan pengawasan yang ketat jangan sampai terjadi hiperaktivitas miometrium.
Retodrine yang berasal dari isoxsuprine dan mempunyai sifat menimbulkan relaksasi
uterus diberikan 50 – 200 µg/ menit secar intravena. Jika telah berhasil maka dosis
40 µg/ menit dengan infus dapat dikurangi dan diterusakan dengan pemberian
peroral. Pengaruh kardiovaskuler terhadap ibu dalam bentuk sedikit peningkatan
tekanan sistolik dan sedikit sekali penurunan diastolik menimbulkan tekanan nadi
meningkat dan penderita mengalami takikardi yang masih dapat ditolelir. Juga janin
mengalami takikardi tapi tidak membahayakan. Menenangkan uterus masih
merupakan suatu usaha di bidang obstetri.

b. Prostaglandin
Prostagladin dapat merangsang otok – otot polos termsuk juga otot-otot rahim.
Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2
alpha. Untuk induksi persalinan dapat diberikan secara intravena, oral. Pada
kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif. Pengaruh
sampingan dari pemberian prostaglandin ialah mual, muntah, diare.

11
Induksi persalinan dengan Misoprostol
Mekanisme kerja molekuler prostaglandin dalam mematangkan serviks sampai
saat ini masih belum jelas.
Beberapa tahun berikutnya :
1. Memodulasi kegiatan fibroblast dan selanjutnya mengendalikan sifat-sifat
biofisik dan biokimia matriks ekstra seluler.
2. Menginduksi produksi asam hyaluronat oleh fibroblast serviks sehingga
meningkatkan hidrasi dan mengibah komposisi glikoaminoglokan/
proteoglikan.
3. Sebagai bahan kemotaktik yang menyebabkan infiltrasi lekosit dan makrofag
kestroma serviks.

Karakteristik misoprostol
Mempunyai struktur kimia Methyester prostaglandin E1(methyl 11, 16-
dihygroxy-16 methyl-9 oxoprost-13-2n-i-oate), berikatan secara selektif dengan
reseptor prostaniol EP2 dan EP3, dan metabolitr aktifnya adalah asam misoprostol.

Ada 2 macam kemasan yaitu :


1. 200 mcg (Indonesia)
2. 100 mcg

 Di pasarkan untuk pencegahan/pengobatan tukak lambung.


Absobsi cepat dan efektif baik secar oral, vaginal maupun rektal. Pada
penggunaan pervaginam, terjadi peningkatan bertahap maksimum 60-120 menit dan
pada menit ke 240 masih 60% kadar puncak, ada kemungkinan akumulasi pada kadar
lebih dari 400 mcg setiap 8-12 jam. Penelitian lain menyatakan bahwa konsentrasi
plasma maksimal dicapai 34 menit setelah pemberian sedangkan pada pervaginam di
capai 80 menit, yang berbeda adalah pada pemberian pervaginam terjadi perpanjangan
konsentrasi dalam serum sehingga peningkatan tonus bertahan lebih lama.
Sangat murah atau bandingkan dengan prostin E2, mudah disimpan dan
dipindahkan tanpa pendingin sehingga cepat saji, merupakan obat untuk pematangan
serviks dan perangsang miometrium yang efektif.
Keamanan

12
Dibandingkan dengan kontrol, misoprostol menimbulkan takhisistole dan
hiperstimulasi 2 kali lebih banyak, meskipun hal ini juga tregantung dosis 25 mcg
mengurangi hiperstimulasi. Tidak ada perbedaan jumlah bayi yang di rawat di NICU
dan mempunyai skor Apgar yang rendah, dibandingkan dengan kelompok kontrol.
 Keberhasilan
Meningkatkan sklor pekvik secra bermakna pada pemberian oral atupun
perbaginam. Terdapat peningkatn yang bermakna jumlah pasien yang melahirkan
pervaginam dalam 12 jam dan jumlah pasien yang melahirkan dalam 24 jam.
Penggunaan misoprostol juga telah memperpendek waktu antar pasang pertama
sampai melahirkan dalam 5 jam dan interval mulai induksi sampai melahirkan.
Dampak terhadap angka bedah sesar induksi misoprostol dengan amn dapat
menurunkan angka bedah sesar dibanding induksi obat lain. Angka persalinan dengan
bedah sesar secra bermakna lebih rendah pada pemberian peroral.
 Dampak terhadap angka bedah sesar
Induksi Misoprostol dengan aman dapat menurunkan angka sesar dibanding
induksi dengan obat lain. Angka persalinan dengan bedah sesar secara bermakna lebih
rendah pada pemberian peroral.
 Oral atau vagina
Pemberian misoprostol secara efektif dapat mematangkan serviks dan
menginduksi persalinan pada ketuban pecah prematur. Bila dibandingkan dengan
pemberian pervaginam, maka jumlah pasien yang melahirkan dalam waktu 12 dan 24
jam, lama pasang sampai persalinan, adanya takhistole dan hiperstimulasi, rendahnya
skor Apgar dan perawatan di NICU, tidak berbeda secra bermakna. Pemberian
pervaginam lebih efektif dibanding pemberian oral atau kombinasi oral dan vaginam
tetapi hiperstimulasi dan takhisistole dilaporkan lebih banyak pada pemberian
pervaginam.
 Pematangan serviks secara poliklinis
Karena sebagian besar pasien mengalami persalinan dan kebutuhan adanya
pemantauan janin maka pematangan secara poliklinis tidak direkomendasikan.
 Dosis
Meskipun angka penyulit dengan dosis 25 mcg lebih rendah dan efektivitasnya
sama dengan penyulit yang lebih rendah tetapi secara teknis sulit mendapatkan 25

13
mcg. Dosis 50 mcg, tiap 8 jam mungkin dapat digunakan sebgai jalan tengah sambil
menunggu masuknya misoprostol dosis 100 mcg.
Penggunaan untuk bekas bedah sesar
Mengigat datanya masih belum cukup, maka pembrian misoprostol untuk
kasus bekas bedah sesar sampai saat ini tidak dianjurkan.

 Prosedur penggunaan misoprostol untuk induksi persalinan :


1. Buat prosedur tetap penggunaan misoprostol, termasuk prosedur bila ada
penyulit
2. Pertindik yang dimengerti dan disetujui, pertindik ini juga berisi informasi
mengenai status off-labelnya
3. Pemeriksaan kardiotopografi, sebelumnya harus normal
4. Harus dengan syarat, indikasi dan kontra indikasi yang jelas dan bukan untuk
akselerasi. Periksa sendiri hasil rekaman kardiotopografi dan skor pelvis
5. Dosis 25-50 mcg tiap 6 sampai 8 jam pervaginam maksimal 4 x pemberian.
Pemberian oral dianjurkan dengan dosis yang sama.
6. Jangan melakukan manipulasilain misalnya pemberian uteritonika lain
ataupun kristeler
 Indikasi pemberian misoprostol :
Semua keadaan yang memerlukan terminasi kehamilan, misalnya:
1. Kehamilan lewat waktu
2. Intra uterin fetal death (IUFD)
3. Preeklampsi/eklampsi
4. KPP
5. Kehamilan dengan penyakit tertentu misalnya diabetes militus, KP, asma

c. Cairan hipertonik intra uteri


Pemberian cairan hipertonik intramnnion dipakai untuk merangsang kontraksi
rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat
berupa cairan garam hipertonik 20% , urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian
urea dicampur dengan prostagladin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot

14
rahim. Cara ini dapat menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya
hipernatremia, infeksi dan gangguan pembekuan darah.

2. Secara manipulatif
a. Amniotomi

Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di


bagian bawah depan ( fore water ) maupun dibagian belakang ( hind water ) dengan
suatu alat khusus (drewsmith catheter ). Sampai sekarang belum diketahui dengan
pasti bagaimana pengaruh amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.

 Beberapa teori mengemukakan bahwa :


- Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga
kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks.
- Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim kira –
kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnnya
oksigenesi otot- otot rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot
rahim.
- Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks
dimana didalamnya terdapat banyak syaraf – syaraf yang merangsang
kontraksi rahim.

 Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda – tanda
permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara – cara lain untuk
merangsang persalinan, misalnya dengan inpus oksitosin.

 Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit – penyulit sebagai berikut
:
- Infeksi
- Prolapsus funikuli
- Gawat janin
- - Tanda – tanda solusio palsenta ( bila ketuban sangat banyak dan
dikeluarkan secara tepat).

15
 Tehnik amniotomi :
Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir
sampai sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis
servikalis, maka posisi jari diubah sedemikian rupa, sehingga telapak tangan
menghadap kearah atas. Tangan kiri kemudian memasukan pengait khusus kedalam
jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang telah ada didalam. Ujung pengait
diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang didalam. Tangan yang
diluar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat menusuk dan
merobek selaput ketuban. Selain itu menusukkan pengait ini dapat juga dilakukan
dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk tangan
kanan, kemudian dimasukkan kedalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Pada
waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala janin kedalam pintu
atas panggul. Setelah air ketuban mengalir keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan
kiri, sedangkan jari tangan yang didalam melebar robekan selaput ketuban. Air
ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinya
prolaps tali pusat, bagian – bagian kecil janin, gawat janin dan solusio plasenta.
Setelah selesai tangan penolong ditarik keluar dari jalan lahir.

Gambar 1: Amniotomi

b. Melepas selaput ketuban dan bagian bawah rahim ( stripping of the membrane)
1. Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan ketuban
dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin

16
dengan jari tangan. Cara ini dianggap cukup efektif dalam merangsang
timbulnya his.
2. Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah :
- Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari.
- Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah, tidak boleh dilakukan.
- Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul.

c. Pemakaian rangsangan listrik


Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan yang lain
ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi
rangsangan pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini
bermacam – macam, bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa
– bawa dan ibu tidak perlu tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu
dijelaskan dan disetujui oleh pasien.
d. Rangsangan pada puting susu (breast stimulation )
Sebagaimana diketahui rangsangan puting susu dapat mempengaruhi hipofisis
posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan
pengertian ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan dengan merangsang
puting susu. Pada salah satu puting susu, atau daerah areola mammae dilakukan
masase ringan dengan jari si ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut,
maka sebaiknya pada daerah dapat ½ jam – 1 jam, kemudian istirahat beberapa jam
dan kemudian dilakukan lagi, sehingga dalam 1 hari maksimal dilakukan 3 jam.
Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua payudara bersamaan,
karena ditakutkan terjadi perangsangan berlebihan. Menurut penelitian di luar negeri
cara induksi ini memberi hasil yang baik. Cara – cara ini baik sekali untuk
melakukan pematangan serviks pada kasus – kasus kehamilan lewat waktu.

2.8 PATOFISIOLOGI

Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit
penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban
pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan

17
oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif
terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak
sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim.
Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko
kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan
38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan
dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.

2.9 Manifestasi Klinik


Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi
mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan
nyeri. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan
dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan
dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi
kemudian dilakukan operasi caesar.

2.10 Komplikasi
Induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena jika perlu
memecahkan ketuban, cukup aman bagi ibu apabila syarat – syarat di penuhi. Kematian
perinatal agak lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal ini mungkin
dipengaruhi pula oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan induksi
persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal dan perlu dilakukan seksio
sesarea, harus selalu diperhitungkan.

18
BAB III

KESIMPULAN

Secara kesimpulan, induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang
belum inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Persalinan induksi dengan menambah kekuatan
dari luar tidak boleh merugikan ibu dan janinnya dalam usaha menuju well born baby dan
well health mother, sehingga diperlukan indikasi yang tepat, waktu yang baik, dan disertai
evaluasi yang cermat. Disamping itu, untuk menanggapi atau menghadapi komplikasi dan
tindakan lebih lanjut, induksi persalinan harus dilakukan di rumah sakit yang memiliki
fasilitas tindakan operasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arwono. Ilmu Kebidanan. P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2012

Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins G. Obstetrics


Complication. In Williams Obstetrics. New York:McGraw Hill; 2001

Matrin, Tucker Susan. 2008. Pemantauan Janin. EGD. Jakarta. 2009

Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph. Synopsis Obstetri. Jakarta. 2009

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo.


Jakarta. 2014

Supridi, teddy. Kedokteran Obstetri dan Ginekologi. EGD. Jakarta. 2009

20

Anda mungkin juga menyukai