Gizi buruk merupakan salah satu spektrum dari kelainan yang disebut
malanutrisi energi protein (MEP). MEP merupakan salah satu dari empat masalah
gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah 5 tahun
(balita) serta pada ibu hamil dan menysui. Pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2013, terdapat 17,9% balita gizi kurang dan 5,7% gizi buruk. Berdasarkan Survei
Sosial-Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2007, 5,5% balita mengalami gizi buruk
dan 13% balita mengalami gizi kurang.1
Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, MEP
diklasifikasikan menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan MEP derajat
berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya
dijumpai gangguan pertumbuhan dan tampak kurus. Akan tetapi, gangguan
pertumbuhan dapat terjadi pada semua status gizi, demikian pula kata kurus yang
tidak dapat mencerminkan gizi kurang. Pada gizi buruk, di samping gejala klinis
didapatkan kelainan biokimia sesuai bentuk klinis. Pada gizi buruk didapatkan tiga
bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor. Gizi buruk
yaitu keadaan seorang anak yang sangat kurus dengan berat badan dibanding
panjang badan < -3 standar deviasi (SD) dari median kurva WHO. Selain itu, dapat
pula didapatkan edema nutrisional, serta untuk usia 5-59 bulan didapatkan lingkar
kengan atas (LLA) <110 mm.1,2,3
Kwashiokor, atau malanutrisi edematosa, adalah keadaan gizi buruk yang
terutama disebabkan oleh kurangnya asupan protein. Sementara marasmus me-
rupakan malnutrisi nonedematosa dengan wasting berat yang disebabkan terutama
oleh kurangnya asupan energi atau gabungan kurangnya asupan energi dan asupan
protein. Apabila anak menunjukan karakteristik dari kedua kondisi di atas, yaitu
adanya edema disertai wasting, maka kondisi gizi buruk ini disebut marasmik-
kwashiokor. 1,2,3
Berdasarkan Publikasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations, Juli
1996, How Nutrition Improves), penyebab gizi buruk (termasuk marasmus di
dalamnya) dapat ditinjau dari beberapa tingkatan, yaitu penyebab langsung,
penyebab tidak langsung, dan akar masalahnya.4