Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ISPA

A. Pengertian
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah
ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections
(ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan
akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2009)

 Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh


manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
 Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa
saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam
saluran pernafasan (respiratory tract)
 Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ISPA memiliki arti


sebagai berikut :

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk
dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga,
radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan
infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah
satunya adalah Pneumonia (WHO).

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan


seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.
Infeksi pernapasan jarang memilki ciri area anatomik tersendiri. Infesi sering
menyebar dari satu struktur ke struktur lainya karena sifat menular dari
membran mukosa yang melapisi seluruh saluran. Akibatnya,infeksi saluran
pernapasan akan melibatkan beberapa area tidak hanya satu struktur,
meskipun efek pada satu individu dapat mendominasi penyakit lain.

B. Epidemiologi
Berdasarkan DEPKES (2009) juga menemukan bahwa 20-30% kematian
disebabkan oleh ISPA. Faktor penting yang mempengaruhi ISPA adalah
pencemaran udara. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan
merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya
gangguan pernapasan. Tingginya tingkat pencemaran udara menyebabkan
ISPA memiliki angka yang paling banyak diderita oleh masyarakat
dibandingkan penyakit lainnya. Selain faktor tersebut, peningkatan
penyebaran penyakit ISPA juga dikarenakan oleh perubahan iklim serta
rendahnya kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat dalam masyarakat. maka
di dalam makalah ini akan dijabarkan secara lengkap semua hal yang
berkaitan dengan ISPA.

C. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Infeksi saluran pernafasan akut / ISPA bagian atas merupakan infeksi akut
yang menyerang hidung hingga faring.
2. Infeksi saluran pernafasan atas / ISPA bagian bawah merupakan infeksi
akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus
paru-paru.

Menurut Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA


sebagai berikut :

1. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
2. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

Sedangkan menrut suyudi 2002 ISPA dibedakan menjadi 3 klasifikasi yaitu

1. ISPA Ringan
2. ISPA Sedang
3. ISPA Berat

D. Etiologi
1. Virus Utama :
 ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
 ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza,
Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia
sekolah : Mycoplasma pneumonia.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah
sebagai berikut :
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2010).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak
penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit
ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2010)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah
lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi,
yang satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 2009). Pada
KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat
sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi
infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam
mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi
berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak
bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan
bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup
berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2010).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada
penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel
epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-
bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber
nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme
yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis
membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif
melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke
permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 2009).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk
tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan
yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani,
rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu
(WHO, 1989). Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor
resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di
rumah culster di Denmark (Koch et al, 2010).

b. Kepadatan hunian (crowded)


Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan
hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA
berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi
yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan
masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status
ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang
bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status
sosioekonomi (Darmawan,2009).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat
bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2010)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah
ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian
kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran
udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar
(SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah
pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah
pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak
ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau
gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah
pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran
menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran
tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang
untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini
menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang
sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra,
2003).

E. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke
atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang
melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran
pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri
patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri
ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat
menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-
tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam,
dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak
infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga
bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas,
sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di
saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri
dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan
pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui
pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan
integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.
F. Pathway ISPA

G. Tanda Dan Gejala


Penyakit ini biasanya ditandai adanya demam, adanya obstruksi hidung
dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi
menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 2010; 451).
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam
muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun.
Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu
tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,
terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan
menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan
lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whalley and Wong; 2009; 1419).

Menurut (Suyudi, 2002), Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya,


ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu
1. ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala
sebagai berikut:
 Batuk.
 Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya
pada waktu berbicara atau menangis).
 Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
 Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas.
2. Gejala ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala
ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
 Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
 Suhu lebih dari 390C.
 Tenggorokan berwarna merah
 Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
 Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
 Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
 Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
3. Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA
ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
 Bibir atau kulit membiru
 Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernapas
 Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
 Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
 Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
 Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
 Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
 Tenggorokan berwarna merah
Sedangkan Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun tanda dan
gejalanya berdasarkan klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada
saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau
meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk
usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4
tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah,
2004).

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha
serta irama dari pernafasan.
 Pola, cepat (tachynea) atau normal.
 Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan
abdomen.
 Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan
adanya bersin.
 Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.
 Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga
didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan
produksi dari sputum
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
 pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
 Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia, dan
 Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

I. Penatalaksanaan
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberian multivitamin dll.
2. Antibiotik :
 Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
 Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
 Menurut WHO :
3. Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin,
Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil
penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
4. Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

J. Komplikasi
ISPA ( Infeksi saluran pernafasan akut) sebenarnya merupakan self
limited disease yang sembuh sendiri dalam 5 ± 6 hari jika tidak terjadi invasi
kuman lain, tetapi penyakit ISPAyang tidak mendapatkan pengobatan dan
perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakitseperti : semusitis
paranosal, penutuban tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan
brhonco pneumonia dan berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang
meluas (Whalley and Wong, 2009 ).

K. Pencegahan
Menurut Depkes RI, (2009) pencegahan ISPA antara lain:
1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik. Dengan menjaga kesehatan gizi
yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari penyakit yang
terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi
makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga
dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga
badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan
tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus
/bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.
2. Imunisasi. Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak
maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan
tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang
disebabkan oleh virus / bakteri.
3. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. Infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan
oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang
tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa
virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi
yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei
(sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara
droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit
penyakit).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ISPA

Pengkajian
1. Identitas Pasien : Meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat,
Pendidikan, Tanggal masuk RS, Tanggal pengkajian, No RM, Diagnosa
Medis, Nama orang tua, Pekerjaan, Agama, dll
2. Riwayat Kesehatan : Riwayat penyakit sekarang biasanya klien mengalami
demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu
makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
3. Riwayat penyakit dahulu biasanya klien sebelumnya sudah pernah
mengalami penyakit ini
4. Riwayat penyakit keluarga. Menurut anggota keluarga ada juga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
5. Riwayat social. Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum. Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit
berat.
 Tanda vital : Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
 Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala,
apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
 Wajah : Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
 Mata : Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera
ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam
penglihatan
 Hidung : Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada
hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada
gangguan dalam penciuman
 Mulut : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah
kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada
gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
 Leher : Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan
distensi vena jugularis
 Thoraks : Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan,
apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.

Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

1. Inspeksi
 Membran mukosa- faring tamppak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tampak batuk tidak produktif
 Tidak ada jaringan parut dan leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
2. Palpasi
 Adanya demam
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri
tekan pada nodus limfe servikalis
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3. Perkusi : Suara paru normal (resonance)
4. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru.
 Abdomen : Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak,
apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa
kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
 Genitalia : Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut
kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis,
apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora,
biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
 Integumen : Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit
kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba
panas
 Ekstremitas atas : Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik,
nyeri otot serta kelainan bentuk.

Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada


saluran pernafasan, aadanya sekret
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan
produksi sekret
3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami
oleh anak, hospitalisasi pada anak
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kehilangan cairan
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
8. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
intake inadekuat
9. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan
dengan kurang informasi

Intervensi keperawatan
Diagnosa Keperawatan. 1
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada
saluran pernafasan, aadanya secret
Tujuan: Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria hasil : Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen
ke paru-paru.
Intervensi:
 Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam
pernafasan. Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi
selanjutnya
 Berikan posisi yang nyaman pada pasien. Rasional : Semi fowler dapat
meningkatkan ekspansi paru dan memperbaiki ventilasi
 Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas. Rasional : Untuk
memperbaiki ventilasi
 Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode tachypnea.
Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi
Kolaborasi
 Pemberian oksigen. Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen
 Nebulizer. Rasional: Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran
secret
 Pemberian obat bronchodilator. Rasional: Untuk vasodilatasi saluran
pernapasan
Diagnosa keperawatan. 2
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik
dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan : Bebasnya jalan nafas dari hambatan secret
Kriteria Hasil : Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya
pengeluaran sekret, suara, napas bersih
Intervensi:
 Kaji bersihan jalan napas klien. Rasional : Sebagai indicator dalam
menentukan tindakan selanjutnya.
 Auskultasi bunyi napas. Rasional : Ronchi menandakan adanya sekret
pada jaan nafas
 Berikan posisi yang nyaman. Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi
sekret (semiprone dan side lying position).
 Lakukan suction sesuai indikasi. Rasional: membantu mengeluarkan secret
 Anjurkan keluarga untuk memberikan air minum yang hangat. Rasional:
membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikelurkan
Kolaborasi
 Pemberian ekspectorant. Rasional : Untuk mengencerkan dahak
 Pemberian antibiotic. Rasional: Mengobati infeksi sehingga terjadi
penurunan produksi sekret
Diagnosa Keperawatan. 3
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Nyeri terkontrol atau menghilang
Kriteria Hasil : Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri
menghilang, ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
Intervensi
 Kaji nyeri yang dirasakan klien , perhatikan respon verbal dan nonverbal.
Rasional: sebagai indicator dalam menentukan intervensi selajutnya
 Anjurkan keluarga memberikan minum air hangat. Rasional: Mengurangi
nyeri pada tenggorokan
 Berikan lingkungan yang nyaman. Rasional: meningkatkan kenyamanan
dan meningkatkan istirahat
Kolaborasi
 Pemberian antibiotik. Rasional: Mengobati infeksi
 Pemberian ekspectoran. Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret
sehingga mengurang rasa sakit saat batuk

Evaluasi
1. Pola nafas kembali efektif ditandai dengan usaha nafas kembali normal
dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
2. Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret ditandai dengan jalan nafas
yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara napas
bersih
3. Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang,
ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
4. Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan
koping ditandai dengan orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat,
mendiskusikan kondisi dan perawatan anak dengan tenang, terlibat secara
positif dalam perawatan anak
5. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh ditandai dengan suhu tubuh dalam
batan norma, keluarga melaporkan anaknya tidak demam
6. Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, TTV dalam batas normal
7. Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya sudah
dapat tidur, klien nampak segar
8. Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi
makan yang diberikan nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat
badan 15-20%
9. Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan orang tua
mengerti tentang penyakit anaknya, nampak tidak sering bertanya, terlibat
aktif dalam proses perawatan
Daftar Pustaka

Catzel, Pincus & Ian robets. (2010). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa
oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.

Whalley & wong. (2009). Nursing Care of Infant and Children Volume II book
1. USA: CV. Mosby-Year book. Inc

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 2009.

Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien

Suriadi,Yuliani R,2011,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta

Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (2010). Beberapa Masalah Perawatan
Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai