Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN BRONKHOPNEUMONIA

DIRUANG ANAK RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

Oleh :

Nama : Devy Sekar Tanjung

NIM : P07120216053

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2018

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : DEVY SEKAR TANJUNG

NIM : P07120216053

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN


BRONKHOPNEUMONIA DIRUANG ANAK RSUD RATU ZALECHA
MARTAPURA
PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK
BRONKOPNEUMONIA

A. DEFINISI BRONKOPNEUMONIA
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne C,2002).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, atau benda asing dengan manifestasi klinis panas yang tinggi, gelisah,
dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif
(Hidayat, 2008)
Bronkopnemonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu peradangan parenkim
paru yang melibatkan bronkus /bronkiolus yang berupa distribusi bercak-bercak (patchy
distribution. Konsolidasi bercak ini biasanya berpusat di sekitar bronkus yang mengalami
peradangan multifocal atau bilateral (Putri, 2010).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan terjadi pada jaringan paru melalui cara
penyebaran langsung dari saluran pernapasan atau hematogen sampai ke bronkus )Sujono
dan Sukarmin 2009 dalam Rufaedah 2010).
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang merupakan inflamasi
akut pada parenkim paru yang dimulai pada ujung bronkiolus dan mengenai ,lobuslus
terdekat (Muscari, 2005).
Bronkopneumonia merupakan infeksi bacterial atau varial yang disebbakan baik
mikroorganisme gram-positif ataupun gram-negatif yang ditandai dengan bercak-bercak
konsolidasi eksudatif pada parenkim paru (Mitchell et al, 2009).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di
bronkeoli terminal. Bronkopneumonia termasuk jenis infeksi paru yang disebabkan agen
infeksius dan terdapat pada daerah bronkus dan sekitar alveoli (Nurarif dan Kusuma, 2013).
Jadi bronkopneumonia adalah salah satu jenis infeksi atau inflamasi pada paru
(pneumonia) yang meluas ke daerah bronkus dan disebabkan oleh bakteri atau virus.

B. ETIOLOGI
Menurut perantaranya, bronkopneumonia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut :
1.Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri
gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah
serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti
pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001).
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan sebagai suatu peradangan pada parenkim
paru yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Penyebab paling sering adalah
stafilokokus, streptococcus, H. influenza, Proteus sp dan pseudomonas aeruginosa (Putri,
2011).

C. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris bagian
atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat
celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta
sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare. Batuk
biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-
mula kering kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik
tetapi dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik
tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan
kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus
dan sedang. (Ngastiyah, 2005).
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang mengalami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
5. Diafoesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

D. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif dan Hardhi (2013), untuk dapat menegakkan diagnosa
keperawatan dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan sputum
c. Analisa gas darah
d. Kultur darah
e. Sampel darah, sputum dan urin
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgen Thorax
b. Laringoskopi/ bronkoskopi
Sedangkan menurut Muscari (2005), temuan yang sering muncul pada saat
pemeriksaan diagnostik dan laboratorium antara lain sebagai berikut :
1. Foto sinar-x dada akan menunjukkan infiltrasi difus atau bercak, konsolidasi,
infiltrasi menyebar luas atau bercak berkabut, bergantung jenis pneumonia.
2. HDL dapat menunjukkan peningkatan SDP.
3. Kultur darah, pewarnaan Gram, dan kultur sputum dapat menentukan organisme
penyebab.
4. Titer antistreptolisin-O (ASO) positif merupakan pemeriksaan diagnostik
pneumonia streptokokus.

E. Patofisiologi
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui
saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke
alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus
atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara
progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi dalam
empat (4) tahap, antara lain :
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada perabaan
banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat masuk ke
dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi)
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah
fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdekatan
mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi konsolidasi di
dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada pleura masih ada bahkan
dapat berubah menjadi pus.
4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada
struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 dalam putri 2011).
Menurut Muscari (2005) Bronkopneumonia berasal dari pneumonia yang meluas
peradangannya sampai ke bronkus. Bronkopneumonia biasanya diawali dengan infeksi ringan
pada saluran pernapasan atas, seiring dengan perjalanan penyakit maka hal itu akan
menyebabkan peradangan parenkim.
F. Pathway

Jamur, virus, bakteri, protozoa

- Penderita yang dirawat di RS


- Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh
- Kontaminasi peralatan RS
Saluran pernapasan atas

Kuman berlebih di bronkus Kuman masuk melalui Stimulasi leukosit oleh Penge- Naiknya
peredaran darah pirogen eksogen luaran termo-
Pelepasan histamin (bakteri/virus/jamur) pirogen stat
Kuman terbawa di saluran cerna endogen Hipertermia
Peningkatan peristaltic (36,4-37,50 C)
Proses peradangan
Usus  Malabsorbsi
Rangsangan pada mukosa untuk memproduksi mukus Peningkatan flora normal dalam usus
Peningkatan metabolisme
Diare
Akumulasi secret di bronkus
Mucus bronkus meningkat Kehilangan cairan aktif
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas Bau mulut tidak sedap Infeksi saluran
Resiko kekurangan volume cairan
Suara napas tambahan (+) pernapasan bawah
Anoreksia
(Ronkhi, crackles.)
Intake kurang

Eksudat plasma masuk Dilatasi pembuluh darah


Ketidakseimbangan nutrisi alveoli Gangguan pertukaran gas
kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan difusi dalam plasma PaO2 pada bayi: 45-95 mmHg
PaCO2 normal pada bayi : 27-40 mmHg
Edema paru Iritan PMN eritrosit pecah
Edema antara kapiler dan alveoli

Pergeseran dinding paru Penurunan capiliance paru

Suplai O2 menurun

Hiperventilasi Hipoksia

Dispneu Metabolic anaerob meningkat

G. Penatalaksanaan Medis
Retraksi dada/ napas cuping hidung Akumulasi asam laktat

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan menurut Mansjoer (2000) :


Ketidakefektifan pola napas Fatique
1.RR normal
Oksigen 1-2
: 40-60 liter per menit
x/menit

2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melaui
Intoleransi aktivitas
(Nurarif dan Hardhi, 2013)
selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk transport muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit
Sedangkan penatalaksanaan umum keperawatan pada klien bronkopneumonia
adalah sebagai berikut menurut Hidayat (2008):
1. Latihan batuk efektif atau fisioterapi paru
2. Pemberian oksigenasi yang adekuat
3. Pemenuhan dan mempertahankan kebutuhan cairan
4. Pemberian nutrisi yang adekuat
5. Penatalaksanaan medis dengan medikasi, apabila ringan tidak perllu
antibiotic. Tetapi, apabila penyakit masuk stadium berat klien harus dirawat
inap. Makah al yang perlu diperhatikan adalah pemilihan antibiotic
berdasarkan usia, keadaan umum, dan kemungkinan penyebab. Antibiotic
yang mungkin diberikan adalah penosolin prokain dan kloramfenikol atau
kombinasi ampisilin dan kloksasilin atau eritromisin dan kloramfenikol dan
sejenisnya.

H. PEMERIKSAAN FOKUS
Pengkajian fokus
1. Demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
2. Keluhan utama
3. Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak nafas,
disertai batuk ada secret tidak bisa keluar.
4. Riwayat penyakit sekarang
5. Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama
minimum 3 bulan berturut turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum
(hijau, putih/kuning) dan banyak sekali.
6. Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernfasan, dada terlihat hiperinflasi
dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels, warna kulit pucat dengan
sianosis bibir, dasar kuku.
7. Riwayat penyakit dahulu
8. Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah menderita
kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat memicu
terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam
jangka panjang misalnya debu/ asap.
9. Riwayat penyakit keluarga
10. Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti merokok.
11. Pola pengkajian
1) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari ( terutama pada saat bangun) selama minimum 3
bulan berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau,
putih/ kuning) dan banyak sekali. Riwayat pneumonia berulang, biasanya
terpajanpada polusi kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya
rokok sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun,
serbuk gergaji) Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas,
penggunaan otot bantu pernafasan ( misalnya : meninggikan bahu,
retraksi supra klatikula, melebarkan hidung)
Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP
( bentuk barel), gerakan difragma minimal.
Bunyi : crackels lembab, kasar
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu keseluruhan.

2) Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantung /
takikardi berat, disritmia Distensi vena leher (penyakit berat) edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
Bunyi jantung redup ( yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP
dada).
Warna kulit / membrane mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat
dapat menunjukan anemia.
3) Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah
Nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema)
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
Tanda : Turgor kulit buruk
Berkeringat
Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.
4) Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise, Ketidakmampuan melakukan
aktifitas sehari- hari karena sulit bernafas. Ketidakmampuan untuk
tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi . Dispnea pada saat
istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan, Gelisah/ insomnia, Kelemahan umum / kehilangan
masa otot
5) Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Tanda : Perubahan pola hidup, Ansietas, ketakutan, peka rangsang
6) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan melakukan
aktifitas sehari- hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
7) Keamanan
Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / factor lingkungan. Adanya
infeksi berulang.

I. RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan dan
No Dx. Keperawatan Intervensi
Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifan Setelah di lakukan keperawatan 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal
bersihan jalan selama 2x24 jam diharapkan suctioning
napas b.d mucus bersihan jalan nafas efektif 2. Auskultasi suara napas sebelum
dalam jumlah dengan Kriteria hasil : dan sesudah suctioning

berlebihan 1. Mendemonstrasikan batuk 3. Informasikan kepada klien dan


efektif dan suara napas yang keluarga tentang suctioning
bersih, tidak ada sianosis 4. Minta klien napas dalam
dan dispneu (mampu sebelum melakukan suctioning
mengeluarkan sputum, 5. Berikan O2 dengan
mampu bernapas dengan menggunakan nasal
mudah, tidak ada pursed lip) 6. Anjurkan pasien untuk istirahat
2. Menunjukkan jalan napas dan napas dalam setelah kateter
yang paten (Klien tidak dikeluarkan dari nasotrakeal
merasa tercekik, irama 7. Monitor status oksigen pasien
napas, frekuensi 8. Anjurkan keluarga bagaimana
pernapasan dalam rentang melakukan suction
normal, tidak ada suara 9. Hentikan suction dan berikan
napas abnormal) oksigen apabila psien
3. Mampu mengidentifikasi menunjukkan bradikardi,
dan mencegah factor yang peningkatan saturasi O2, dll
dapat menghambat jalan 10. Buka jalan napas menggunakan
napas. teknik lift atau jaw thrust bila
perlu.
11. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
12. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan napas
buatan.
13. Lakukan fisioterapi dada bila
perlu.
14. Keluarkan secret dengan batuk
atau suction
15. Auskultasi suara napas, catat
adanya suara tambahan.
16. Berikan bronkodilator bila perlu
17. Atur intake cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan.
18. Monitor respirasi dan status O2
2. Gangguan Setelah di lakukan keperawatan 1. Buka jalan napas menggunakan
pertukaran gas b.d selama 2x24 jam diharapkan teknik lift atau jaw thrust bila
ventilasi-perfusi. Kriteria hasil : perlu.
1. Klien mampu 2. Posisikan pasien untuk
mendemonstrasikan memaksimalkan ventilasi
peningkatan ventilasi dan 3. Identifikasi pasien perlunya
oksigenasi yang adekuat pemasangan alat jalan napas
2. Memelihara kebersihan buatan.
paru-paru dan bebas dari 4. Lakukan fisioterapi dada bila
tanda-tanda distress perlu.
pernapasan 5. Keluarkan secret dengan batuk
3. Mendemonstrasikan batuk atau suction
efektif dan suara napas yang 6. Auskultasi suara napas, catat
bersih, tidak ada sianosis adanya suara tambahan.
dan dispneu (mampu 7. Berikan bronkodilator bila perlu
mengeluarkan sputum, 8. Atur intake cairan untuk
mampu bernapas dengan mengoptimalkan keseimbangan.
mudah, tidak ada pursed lip) 9. Monitor respirasi dan status O2
4. Tanda-tanda vital dalam 10. Monitor rata-rata kedalaman,
rentang normal irama dan usaha respirasi.
11. Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunana otot
tambahan, retraksi otot
subklavikular dan interkostal.
12. Monitor suara napas seperti
dengkur
13. Monitor pula pola napas
bradipneu, takipneu,
hiperventilasi,cheyne stoke
14. Monitor otot diafragma (gerakan
paradoksis)
15. Auskultasi suara napas, catat
area penurunan/ tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan.
16. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crackels
dan ronkhi pada jalan napas.
17. Auskultasi suara paru untuk
mengetashui hasil tindakan

3. Intoleransi aktivitas Setelah di lakukan keperawatan 1. Kolaborasikan dengan tenaga


b.d selama 2x24 jam diharapkan rehabilitasi medik dengan
ketidakseimbangan Kriteria hasil : merencanakan program yang
antara suplai dan 1. Berpartisipasi dalam aktivitas tepat.
kebutuhan oksigen fisik tanpa disertai 2. Bantu klien untuk
peningkatan tekanan darah, mengidentifikasi aktivitas yang
nadi dan RR mampu dilakukan.
2. Mampu melakukan aktivitas 3. Bantu memilih aktivitas yang
sehari-hari (ADLs) secara konsisten sesuai dengan
mandiri. kemampuan fisik, psikologi dan
3. Tanda-tanda vital normal social
4. Energy psikomotor 4. Bantu untuk mengidentifikasi
5. Level kelemahan dan mendapatkan sumber yang
6. Mampu berpindah: dengan diperlukan untuk aktivitas yang
atau tanpa bantuan alat diinginkan.
7. Status kardiopulmonari 5. Bantu klien membuat jadwal
adekuat latihan di waktu luang.
8. Sirkulasi status baik 6. Bantu keluarga untuk
9. Status respirasi: pertukaran mengidentifikasi kekurangan
gas dan ventilasi adekuat dalam beraktivitas
7. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual.
4. Ketidakseimbang Setelah di lakukan keperawatan 1. Kaji adanya alergi makanan
an nutrisi kurang selama 2x24 jam diharapkan 2. Kolaborasi dengan hali gizi untuk
dari kebutuhan Kriteria hasil : menentukan jumlah kalori dan

tubuh b.d 1. Adanya peningkatan berat nutrisi yang dibutuhkan pasien.

ketidakmampuan badan sesuai dengan tujuan 3. Anjurkan pasien untuk

menelan makanan 2. Berat badan ideal sesuai meningkatkan protein dan


dengan tinggi badan vitamin C
3. Mengidentifikasi kebutuhan 4. Berikan subtansi gula.
nutrisi 5. Yakinkan diit yang dimakan
4. Tidak ada tanda-tanda mal mengandung tinggi serat untuk
nutrisi mencegah konstipasi
5. Menunjukan peningkatan 6. Ajarkan pasien/keluarga untuk
fungsi pengecapan dari membue=at catatan makanan
menelan. harian
6. Tidak terjadi penurunan BB 7. Berikan informasi tentang
yang berarti kebutuhan nutrisi
8. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
9. BB pasien dalam batas normal
10. Monitor adanya penurunan
berat badan
11. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
12. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
13. Monitor lingkungan selama
makan
14. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
15. Monitor turgor kulit
16. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah.
17. Monitor mual dan muntah
18. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb dan kadar Ht
19. Monitor pucat, kemerahan dan
kekeringan jaringan konjungtiva
20. Catat adanya edema,
hipereremik, hipertonik papilla
lidah dan cavitas oral.
21. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet.
5. Hipertermia b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu setiap 4 jam
sekali
proses penyakit keperawatan selama 2x24 jam
2. Monitor kehilangan cairan
klien menunjukan 3. Monitor warna kulit dan
suhu
Thermoregulasi yang baik
4. Monitor tekanan darah,
dengan criteria hasil sebagai denyut jantung, dan
respirasi, jike dibutuhkan
berikut :
5. Monitor level kesadraan
6. Monitor nilai WBC, Hgb,
1. HR klien dalam rentang dan HCt
normal (Neonatus 120- 7. Monitor masukan dan
keluaran cairan
140 rpm) 8. Beri obat antiseptik, jika
2. Suhu tubuh klien dalam dibutuhkan
9. Beri obat penurun panas
batas normal (36,5 – 10. Ganti pakaian pasien
37,50 C untuk aksila) dengan pakaian tipis
11. Kaji peningkatan
3. Tidak ada perubahan pengeluaran dan masukkan
warna kulit dari cairan
12. Beri cairan IV
4. RR dalam batas normal 13. Aplikasikan compress
hangat dengan handuk di
(30-60 rpm) lipatan paha dan ketiak

6. Resiko Setelah dilakukan intervensi 1. Kaji cairan yang disukai klien


Kekurangan selama 3 x 24 jam klien terbebas dalam batasan diet.
dari resiko kekurangan cairan 2. Rencanakan target pemberian
Volume Cairan
dengan criteria hasil sebagai asupan cairan untuk setiap sif,
b.d kehilangan
berikut : misalnya siang 1000 ml, sore
volume cairan
1. Mempertahankan urine 800ml, dan malam 200ml.
aktif
3. Kaji pemahaman klien tentang
output sesuai usia dan BB
alasan atau pentingnya
2. Tanda-tanda vital dalam
mempertahankan hidrasi yang
batas normal
adekuat dan metode yang dapat
3. Tidak ada tanda-tanda
digunakan untuk
dehidrasi (elastisitas kulit
mempertahankan hidrasi yang
baik, mukosa lembab, dan
adekuat.
tidak ada rasa haus
4. Catat asupan dan haluaran.
berlebihan). 5. Pantau asupan cairan per oral,
minimal 1500ml/24 jam.
6. Pantau haluaran cairan,
minimal 1000-1500ml/24 jam.
Pantau penurunan berat jenis
urine.
7. Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama dan
dengan mengenakan pakaian
yang sama. Penurunan BB 2% -
4% menunjukkan dehidrasi
ringan; penurunan BB 5% - 9%
menunjukkan dehidrasi sedang.
8. Pantau kadar elektrolit urine
dan serum, BUN, dan
osmolalitas, kreatinin,
hematrokit, dan hemoglobin.
9. Jelaskan bahwa kopi, teh, dan
jus buah anggur merupakan
diuretik dan dapat
menyebabkan kehilangan
cairan.
10. Pertimbangkan pengeluaran
cairan lain akibat demam,
diare, dan drainase tubuh.
7. Ketidakefektifan Setelah dilakukan intervensi 5. Buka jalan napas menggunakan
pola napas b.d selama 3 x 24 jam klien akan teknik lift atau jaw thrust bila
hiperventilasi menunjukkan pola napas yang perlu.
efektif, dengan KH : 6. Posisikan pasien untuk
1. TTV dalam batas normal memaksimalkan ventilasi
2. Irama dan frekuensi napas 7. Identifikasi pasien perlunya
dalam rentang normal pemasangan alat jalan napas
3. Tidak suara napas tambahan buatan.
4. Tidak ada pernapasan bibir 8. Lakukan fisioterapi dada bila
dan cuping hidung perlu.
9. Keluarkan secret dengan batuk
atau suction
10. Auskultasi suara napas, catat
adanya suara tambahan.
11. Berikan bronkodilator bila perlu
12. Atur intake cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan.
13. Monitor respirasi dan status O2
14. Atur peralatan oksigenasi
15. Monitor aliran oksigen
16. Pertahankan posisi klien
17. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilusi
18. Monitor adanya kecemasan klien
terhadap oksigenasi
19. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
klien
20. Monitor kualitas nadi
21. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
22. Monitor suara paru
23. Monitor pola pernapasan
abnormal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Pocket Book of Hospital Care for Children: Guidelines for the management of
Common Childhood Illnesses 2th Edition. Switzerland: WHO.
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin Ed.3. Jakarta: EGC.
Dwijaya, A. 2012. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu dalam Pemberian Parasetamol
kepada Anak sebagai Penatalaksanaan Awal Demam di Kelurahan Tegal Sari Mandala II
Kecamatan Medan Denai Medan. Medan : Repository USU.
Ghofarina, Ruffaedah. 2011. Asuhan Keperawatan Anak pada An.Z dengan Bronkopneumonia di
R.Lukman RS Roemani Muhammadiyah Semarang. Digilib Unimus: Semarang.
Hertman, T.Heather. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika
diakse pada tanggal 30 Maret 2014 pukul 20.00 WIB.
M., Gloria Bulechek & Joanne M. Dochterman. 2008. Nursing Interventions Classification
(NIC). Ed. 5. Mosby : United States of America

Mitchell, Richard N et al. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins dan Cotran ed.7.
Jakarta : EGC.
Moorhead, Sue, dkk (ed). 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Ed. 5 . Mosby :
United States of America.

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta : Salemba Medika.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (North American Nursing Diagnosis
Association) NIC – NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Putri, ES.

Anda mungkin juga menyukai