Anda di halaman 1dari 1

Lolek, Motivator Bagi Calon Imam.

Saya nimbrung dan bingung sebab saya tidak tahu bagaimana memulai tulisan tentang
lolek atau umumnya dikenal sebagai paus Yohanes Paulus II. Namun, ketika saya berpikir sejenak
dan berefleksi, saya pun jadi teringat lagi dengan sebuah film tentang kisah hidupnya semenjak
dia kecil. Berdasarkan film itu, saya menyimpulkan bahwa Lolek adalah sosok inspiratif di abad
ke 21 ini, dimana ketika dunia dilandai oleh krisis multidimensi, seperti perang dunia II, penyakit
menular, penderitaan yang berkepanjangan, komunisme dan sosialisme dan lain-lain. Lolek
seolah-olah hadir sebagai setetes penyejuk dahaga bagi setiap orang. Meskipun ia memiliki titel
yang sangat besar yaitu sebagai seorang Paus-pemimpin tertinggi secara hierarkis agama katolik-
namun ia tidak pernah memakai itu sebagai alat kekuasaan semata seperti para pemimpin pada
umumnya yang enggan turun dari tahta kekuasaannya dan bergabung bersama rakyatnya yang
menderita sengsara.1 Atas dasar inilah, saya merasa tertarik menelisik lebih jauh kisah hidup lolek
itu. Tulisan saya ini bukan berdasarkan kajian filosofis teoritis tentang hidupnya, sehingga anda
mungkin kecewa ketika tidak menemukan buku-buku sumber dalam tulisan saya ini. Tulisan ini
sebenarnya lebih mengarah pada sebuah refleksi atas film tentang Yohanes Paulus II sebagai
seorang tokoh yang sangat diimpikan oleh banyak orang. Karena itu, sebagai pertanyaan penuntun
dalam tulisan ini, saya pun merumuskannya demikian “Mengapa seorang lolek memiliki daya
kharismatik doa yang sangat kuat? Lantas, apa relevansi tokoh lolek bagi kehidupan rohani
panggilan saya selanjutnya?” semoga saja tulisan membantu anda dalam menjawab pertanyaan
tentang rohani anda.

Lolek semasa hidup


Dalam film yang pernah saya nonton, film tentang kisah hidup Yohanes Paulus II tentunya,
diceritakan bahwa ia, si lolek itu adalah anak yang sangat lugu. 2 Ia kebanyakan menikmati masa
kecilnya dengan bermain bersama teman-temannya. Walaupun ketika masih kecil, ia harus
merelakan kepergian ibunya untuk selama-lamanya lantaran penyakit yang tidak dapat dilawan
lagi.3 Kepergian ibunya itu tidak menyuruti semangat lolek dalam menjalankan masa kanak-
kanaknya, ia menghabiskan masa kanak-kanak itu dengan sangat baik hingga ia menjadi pemuda
yang tampan. Setelah ibunya meninggal, lolek sepenuhnya tinggal bersama dengan ayahnya di
sebuah apartemen gereja tua.

1
Rikus sius Potiwolo, Panggilan Religius Yohanes Paulus II (Maumere: Penerbit Ledalero, 2018), Hlm. 50.
2
Ibid.
3
Ibid, hlm. 59.

Anda mungkin juga menyukai