Pada zaman dahulu kala, di kampung Todo, hiduplah seorang gadis yang amat terkenal
dengan kecantikannya. Nama gadis itu adalah Rueng, ia tidak hanya tersohor karena
kecantikannya tetapi juga terkenal karena kebajikan serta budi baiknya dalam membantu sesama.
Karena ketenarannya itu banyaklah laki-laki yang datang untuk meminangnya. Namun, sungguh
malang nasib setiap pemuda yang datang melamar gadis dara itu sebab cinta mereka ditolaknya
secara baik-baik.
Suatu ketika, berita tentang gadis itu terdengar di telinga Raja Todo. Sang Baginda raja
juga pun berminat untuk meminang si gadis itu. Pikirnya cinta miliknya pasti langsung diterima.
Namun, nasib malang juga pun harus dipikul sang raja sebab Rueng juga menolak cintanya. Rasa
amarah serta benci Sang Raja terhadap Rueng dikuburnya secara dalam-dalam sebab ia pasti suatu
saat akan membalas perlakuan si gadis kampung itu.
Sampai suatu waktu, pesta penti pun terjadi di kampung Todo. Raja Todo pun mengundang
Raja Mataram untuk datang ke acara itu. Di halaman kampung, gendang serta gong bertabuh
memeriahkan acara penti. Si Rueng, tidak ketinggalan juga dalam menyambut acara tersebut. Ia
pun ikut menari sanda serta congka sae. Ternyata tariannya tersebut meluluhkan hati Sri Raja
Mataram kala melihat paras serta lekukan tubuh gadis tersebut. Ia pun berminat meminang Rueng
untuk dijadikannya sebagai istri. Apalah daya, nasib naas juga menimpa Sang Raja. Rueng
menolak cinta sang Raja Mataram secara menta-menta. Tidak terima diperlakukan seperti itu Raja
Mataram serta Raja Todo berunding untuk membunuh gadis dara itu. Termakan dengan dendam
lamanya, Raja Todo sangat setuju dengan keinginan Raja Mataram. Si Rueng pun akhirnya
dibunuh serta juga dikuliti. Konon, dikisahkan bahwa kulitnya itu dijadikan sebagai gendang. Dan
gendang itu sampai saat ini disimpan di rumah adat Todo.