Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TB PARU DENGAN

MASALAH KEPERWATAN KETIDAKPATUHAN MINUM OBAT

Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo

Oleh:

SUCI WULANDARI

NIM 16612839

PRODI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman dari

kelompok mycobacterium tuberculosis dan biasanya menular (Kemenkes RI,

2014). Kuman Tuberculosis Paru mempunyai kuman batang aerob yang dapat

hidup terutama di paru-paru atau diberbagai organ tubuh lainnya, mempunyai

kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan

bakteri ini menjadi tahan asam (Nizar, 2010). Bakteri ini merupakan bakteri

basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu yang lama untuk

mengobatinya, disamping rasa bosan karena harus minum obat dalam waktu

yang lama seseorang penderita kadang-kadang juga berhenti minum obat

sebelum masa pengobatan selesai, hal ini dikarenakan penderita belum

memahami bahwa obat harus diminum seluruhnya dalam waktu yang telah

ditentukan, serta pengetahuan yang kurang tentang penyakit akan

mempengaruhi pengobatan (Suriadi dan Rita,2010)

Hampir 20 tahun setelah deklarasi World Health Organization (WHO)

bahwa TB adalah keadaan darurat kesehatan bagi masyarakat global, kemajuan

besar telah dicapai sehubungan dengan target global di tahun 2015 yang telah

ditetapkan dalam konteks MDGs, termasuk Indonesia yang masuk ke dalam

kelompok high burden countries (WHO, 2013)

Meskipun jumlah kematian akibat tuberkulosis menurun 22% antara

tahun 2000 sampai 2015, namun tuberkulosis masih menepati peringkat ke-10
penyebab kematian tertinggi di dunia pada tahun 2016 berdasarkan laporan

WHO . Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC

(CI 8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk.

Lima negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China,

Philipina, dan Pakistan seperti yang terlihat pada gambar berikut ini (WHO,

2017)

Indonesia salah satu Negara yang memiliki kasus TB terbanyak dengan

jumlah 420.994 kasus pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan

perempuan, ini terjadi tahun 2017. Provinsi Jawa Barat peringkat pertama

jumlah kasus TBC pada tahun 2016, yaitu dengan total 52.328 orang dengan

rincian 29.429 laki-laki dan 22.899 perempuan. Peringkat kedua diisi oleh Jawa

Timur dengan jumlah (45.239), disusul Jawa Tengah dengan jumlah (28.842),

DKI Jakarta (24.775), dan Sumatera Utara (17.798). Kasus TB paling rendah

dimiliki oleh Provinsi Gorontalo dengan 1.151 kasus (Kemenkes RI tahun

2016).

Pada tahun 2017 Jawa Timur masih menjadi provinsi dengan kasus TB

paru terbanyak kedua di Indonesia, dengan jumlah 48.323 orang dengan rincian

laki-laki 27.205 perempuan 21.118. Laporan Dinkes Jatim, pada tahun 2016

jumlah suspek TB di Kabupaten Ponorogo mencapai 5,454 orang sedangkan

BTA positif mencapai 280, laki-laki 186 dan perempuan 94. Angka terbanyak

di puskesmas Badegan menempati peringkat pertama dengan jumlah 27 orang

(Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2016). Penderita TB paru tahun 2016 juga masih

ditemukan kasus MDR (Multi Drug Resistent), keadaan ini disebabkan oleh

pasien yang alergi dan tidak tahan dengan efek samping, mereka memeriksakan
ke Dokter Rumah Sakit, tetapi kebanyakan tidak kembali ke Puskesmas atau

tidak meneruskan pengobatan di Rumah Sakit. Berdasarkan Profil Kesehatan

Kabupaten Ponorogo tahun 2016 daerah Sukorejo menempati peringkat ke dua

dengan penderita TB sebanyak 39 orang dan jumlah kematian selama

pengobatan menempati peringkat pertama selama satu tahun yakni sebanyak 4

orang. Pada tahun 2017 penderita TB paru didaerah Sukorejo mengalami

peningkatan sejumlah 62 orang, dengan jumlah kematian selama pengobatan 7

orang dan Drop Out pengobatan sebanyak 5 orang (Puskesmas Sukorejo,

2017).

Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri

berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

tuberculosis. Penularan melalui perantara ludah atau dahak penderita yang

mengandung basil tuberculosis paru (Depkes RI, 2012). Pengobatan TB paru

dapat dilaksanakan secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara penderita

TB Paru dan tenaga kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga penyembuhan

pasien dapat dilakukan secara maksimal (Resmiyati, 2011).

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu

atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat

badan menurun, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam

meriang lebih dari satu bulan. Gejala tesebut dapat dijumpai pada penyakit paru

selain TB, seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker parudan lain-

lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap

orang yang datang ke posyandu kesehatan dengan gejala tersebut diatas


dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Kemenkes RI, 2014).

Pengobata TB paru ada beberapa tahap sebagai berikut: a) Tahap

intensif, klien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung

untuk mencegah terjadinya resistensi obat bila pengobatan tahap intensif

tersebut diberikan secara tetap, biasanya klien menular menjadi tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar klien TB BTA negative

(konversi) dalam 2 bulan, b) tahap lanjutan, klien mendapat jenis obat lebih

sedikit, namun dalam jangka panjang waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan

penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya

kekambuhan (Kemenkes RI, 2014).

Pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien ada

tidaknya upaya dari diri sendiri atau motivasi dan dukungan untuk berobat

secara tuntas akan mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengkonsunsi obat

Apabila ini dibiarkan, dampak yang akan muncul jika penderita berhenti

minum obat adalah munculnya kuman tuberculosis yang resisten terhadap obat,

jika ini terus terjadi dan kuman tersebut terus menyebar pengendalian obat

tuberculosis akan semakin sulit dilaksanakan dan meningkatnya angka

kematian terus bertambah akibat penyakit tuberculosis (Amin dan Bahar,

2009).

Strategi untuk meningkatkan pengobatan TB di Indonesia,

dilaksanakan dengan stategi Directly Observed Treatment Shortcourse

(DOTS) yang disarankan oleh WHO yaitu: 1) komitmen politik oleh

pemerintah untuk melakukan kontrol TB, 2) deteksi dini melalui pemeriksaan


mikroskop dari pasien yang mengalami batuk lebih dari 2-3 minggu, 3)

pemberian kemoterap jangka pendek pada semua pasien yang hapusan

sputumnya positif, dibawah kondisi manajemen kasus yang tepat, 4) membuat

dan mempertahankan system penyediaan yang teratur, 5) membuat system

survailans dan monitoring yang efektif yang dapat menilai hasil pengobatan

(WHO, 2016).

Penyakit TB paru dapat disembuhkan dengan meminum obat secara

teratur dalan waktu yang telah ditentukan. Obat TBC memang sebaiknya

diminum dalam keadaan perut kosong. Waktu yang paling baik pemberian obat

TBC adalah 1 – 2 jam sebelum makan. Pasien yang menjalankan pengobatan

secara teratur sebaiknya perlu diawasi oleh anggota keluarga terdekat yang

tinggal serumah, yang setiap saat dapat mengingatkan pasien untuk minum

obat. Selanjutnya setiap penderita juga harus diawasi dalam meminum obatnya

yaitu obat diminum di depan seorang pengawas, Penderita juga harus

menerima dan menjalani pengobatan dalam sistem pengelolaan, penyediaan

obat anti tuberkulosis yang tertata dengan baik, termasuk pemberian regimen

OAT (obat anti tuberkulosis) yang adekuat. Dengan demikian berhasil atau

tidaknya pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien,

keadaan sosial ekonomi serta dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari

diri sendiri atau motivasi dari keluarga yang kurang memberikan dukungan

untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi kepatuhan pasien untuk

mengkonsunsi obat (Indan Enjang, 2008).

Peran petugas kesehatan sangat penting karena sering berinteraksi dan

memiliki tanggung jawab dalam hal proses penyampaian informasi mengenai


penyakit TB paru diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan sehingga

pasien memiliki motivasi yang kuat untuk menjalani pengobatan guna

mencegah kekambuhan. Dilihat dari kewajiban penderita TB paru dalam

berobat dan menjalani pengobatan harus mereka alami, selama waktu yang

telah ditentukan sehingga disini motivasi pasien sangat dibutuhkan.

Dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengambil kasus

tersebut dan dituangkan dalam sebuah Karya Tulis Ilmiah dengan judul

“Asuhan Keperawatan pada Pasien TB Paru dengan Masalah Keperawatan

Ketidakpatuhan Minum Obat di Wilayah Kerja Puskesmas Sukorejo Kabupaten

Ponorogo”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan fenomena di latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan

masalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien TB Paru Dengan

Masalah Keperawatan Ketidakpatuhan Minum Obat Di Wilayah Kerja

Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo”.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk melakukan Asuhan keperawatan pada Pasien TB paru dengan

masalah keperawatan Ketidakpatuhan Minum Obat Di Wilayah Kerja

Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo”.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengkaji masalah kesehatan pada pasien TB paru

b. Menganalisis dan mensintesis masalah keperawatan pada pasien TB

paru, terutama pada Ketidakpatuhan minum obat


c. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien TB paru, terutama

pada Ketidakpatuhan minum obat

d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien TB paru, terutama pada

Ketidakpatuhan minum obat

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien TB paru, terutama pada

Ketidakpatuhan minum obat

1.4 Manfaat

1. Bagi Pasien dan Keluarga

Manfaat bagi pasien dan keluarga adalah mendapat asuhan keperawatan

yang efektif, efisien dan sesuai dengan standart asuhan keperawatan yaitu

dengan kepatuhan minum obat pada pasien TB Paru serta memberikan

pengetahuan kepada keluarga apabila terjadi resistensi obat TB Paru,

keluarga secara mandiri mampu mengawasi waktu minum obat.

2. Bagi Perawat

Digunakan sebagai masukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada

pasien dengan TB paru dan meningkatkan serta mengembangkan profesi

keperawatan untuk menjadi perawat profesional.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penulisan studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk

meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan

khususnya dengan asuhan keperawatan pada pasien TB paru dengan

masalah keperawatan ketidakpatuhan minum obat.

4. Bagi Penelitian
Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan ataupun

gambaran tentang bagaimana hubungan antara kepatuhan minum obat

dengan TB Paru dan sebagai penambah wawasan dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien TB Paru.

Anda mungkin juga menyukai