1
BAB I. PENDAHULUAN
Konduksi adalah perpindahan kalor atau panas melalui perantara, di mana zat perantara
tersebut tidak ikut berpindah. Dalam arti kata lain, konduksi merupakan perpindahan kalor
pada suatu zat tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya.
Konduksi steady-state adalah bentuk konduksi yang terjadi ketika perbedaan temperatur
yang terjadi pada konduksi berlangsung spontan, maka setelah waktu kesetimbangan,
distribusi spasial temperatur pada benda terkonduksi tidak berubah-ubah lagi. Pada konduksi
steady state, jumlah panas yang memasuki suatu bagian sama dengan jumlah panas yang
keluar. Konduksi transient atau konduksi unsteady-state muncul ketika temperatur objek
berubah sebagai fungsi waktu. Analisis pada sistem transient lebih kompleks dan sering
dipakai untuk aplikasi dari analisis numerik oleh komputer.
Perpindahan kalor konduksi merupakan fenomena yag dapat ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Seperti, ujung logam akan terasa panas jika ujung yang lain dipanaskan,
misalnya saat kita mengaduk adonan gula, air panas, dan kopi dengan menggunakan sendok
logam. Kemudian saat kita memegang kawat logam kembang api yang sedang menyala,
knalpot yang akan panas ketika mesin motor dihidupkan, mentega yang akan meleleh ketika
diletakkan di wajan yang tengah dipanaskan, tutup panic yang terasa panas saat panci
digunakan untuk memasak, atau air yang akan mendidih saat dipanaskan menggunakan
panci logam, dan sebagainya.
Pada praktikum konduksi ini, praktikan diminta untuk mengukur suhu node dan air yang
keluar dari dua unit yang berbeda yang dimana masing-masing unit memiliki 3 jenis logam
yang berbeda, yaitu baja, alumunium, dan magnesium. Kemudian, praktikan dapat
menentukan koefisien perpindahan panas (k) dari logam dan menentukan hubungan antara
nilai k dan suhu (T) yang didapat.
2
BAB II. LANDASAN TEORI
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir
dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu
medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang
bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum.
Konduksi dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu konduksi tunak dan konduksi
tak-tunak:
A. Konduksi Tunak
Konduksi tunak (steady-state conduction) merupakan fenomena perpindahan kalor
secara konduksi ketika suhu yang dihantarkan tidak berubah atau distribusi suhu
konstan terhadap waktu (atau dT/dt = 0), sehingga kecepatan perpindahan kalor pada
saat kapanpun akan bernilai sama (kalor masuk sama dengan kalor keluar).
Gambar 2.1. Perpindahan panas konduksi pada dinding (J.P. Holman, hal 33)
Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi adalah
berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan persamaan berikut
𝑑𝑇
𝑞 = −𝑘𝐴 … (1)
𝑑𝑥
Keterangan:
Konstanta positif “k” disebut konduktifitas atau kehantaran termal benda itu, sedangkan
tanda minus disisipkan agar memenuhi hokum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor
mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala temperatur. Hubungan dasar aliran
panas melalui konduksi adalah perbandingan antara laju aliran panas yang melintas
3
permukaan isothermal dan gradient yang terdapat pada permukaan tersebut berlaku
pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap
waktu yang dikenal dengan hukum fourier.
𝑘 = 𝑘- 1 + 𝛽𝑇 … (2)
𝑘- 𝐴 𝛽
𝑞=− 𝑇2 − 𝑇3 + 𝑇2 2 − 𝑇3 2 … (3)
∆𝑥 2
Tetapan kesebandingan (k) adalah sifat fisik bahan atau material yang disebut
konduktivitas termal. Persamaan (1) merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas
termal. Berdasarkan rumusan itu maka dapatlah dilaksanakan pengukuran dalam
percobaan untuk menentukan konduktifitas termal berbagai bahan. Pada umumnya
konduktivitas termal itu sangat tergantung pada suhu.
Pada konduksi tunak satu dimensi, dikenal istilah tahanan kontak termal. Tahanan
kontak termal terjadi ketika dua benda padat dihubungkan satu sama lain. Kontur benda
yang tidak berbentuk sempurna mengakibatkan terdapat ruang yang terisi udara pada
bidang kontak. Ruang udara ini menyebabkan profil suhu menurun secara tiba-tiba pada
bidang kontak. Pada kondisi ini, nilai kalor yang diterima/dilepaskan adalah sebagai
berikut:
4
𝑇3 − 𝑇5
𝑞= … (4)
∆𝑥6 1 ∆𝑥
+ + 9
𝑘6 𝐴 ℎ8 𝐴 𝑘9 𝐴
Dengan 1/hc merupakan koefisien kontak termal dan hc merupakan koefisien kontak.
Dengan Lg merupakan jarak ruang udara pada bidang kontak, Ac merupakan luas area
kontak, Av merupakan luas ruang udara, dan kf merupakan konduktivitas termal dluida
(udara). Penyusunan ulang persamaan akan menghasilkan persamaan berikut:
1 𝐴8 2𝑘6 𝑘= 𝐴>
ℎ8 = + 𝑘? … (5)
𝐿< 𝐴 𝑘6 + 𝑘= 𝐴
B. Konduksi Tak-Tunak
Konduksi tak-tunak (unsteady-state conduction) merupakan fenomena perpindahan
kalor secara konduksi ketika suhu yang dihantarkan berubah atau distribusi suhu tidak
konstan terhadap waktu (atau dT/dt tidak sama dengan 0). Besarnya aliran panas
dipengaruhi oleh faktor waktu. Konduksi tak-tunak terjadi sebelum konduksi tunak
sebagai peristiwa peralihan menuju keadaan setimbang. Pada konduksi tak-tunak,
dikenal persamaan berikut:
𝜕 2 𝑇 1 𝜕𝜃
= … (6)
𝜕𝑥 2 𝛼 𝜕𝜏
Persamaan (7) dapat dikerjakan dengan lebih sederhana melalui bantuan Bagan
Heissler. Konduksi tak-tunak juga dapat terjadi pada kondisi multidimensi. Untuk
mengerjakan permasalahan ini, dapat digunakan metode seperti pada kondisi tunak
multidimensi, yaitu metode analitis, metode grafis, dan metode numeris.
5
BAB III. DATA DAN ANALISIS
3.1. DATA
3.1.1. Unit 2
Node Percobaan 1 Percobaan 2
mV Tair (oC) mV Tair (oC)
1 6.91 29 7.69 29.1
2 4.3 29.1 4.73 29.3
3 1.934 28.8 2.25 29.2
4 1.708 29.1 1.99 29.1
5 1.47 29.1 1.69 29.1
6 1.25 29.1 1.45 29.2
7 0.84 29.1 1.02 29.1
8 0.63 29.1 0.74 29.1
9 0.42 29 0.49 29.1
10 0.32 29.1 0.25 29.1
3.1.2. Unit 3
Node Percobaan 1 Percobaan 2
mV Tair (oC) mV Tair (oC)
1 3.32 33.6 3.26 33.6
2 2.89 33.6 2.88 33.5
3 2.46 33.7 2.51 33.5
4 2.14 33.5 2.16 33.5
5 1.82 33.5 1.85 33.5
6 1.56 33.7 1.58 33.4
7 1.32 33.7 1.32 33.4
8 1.1 33.7 1.12 33.3
9 0.92 33.7 0.94 33.4
10 0.73 33.6 0.78 33.4
6
3.2. PENGOLAHAN DATA
3.2.1. Unit 2
Percobaan 1:
Percobaan 2:
Dimana nilai konversi mV me jadi satuan derajat celcius (oC) didapatkan dari rumus:
𝑇 ∘ 𝐶 = 24,82 × 𝑇 𝑚𝑉 + 29,74
Menghitung Trata-rata untuk node (Tmv) dan air (Tout) dalam Kelvin dari kedua data
percobaan:
7
Menghitung laju alir massa dengan rumus:
𝑽
𝑸=
𝒕
Q = laju alir volume; V = volume (ml); t = waktu (s)
𝒎 = 𝑸. 𝝆
𝑚 = laju alir massa; ρ = massa jenis air = 1000 kg/m3
𝑄_`abc = 𝑄d`eHfb
𝑚. 𝐶𝑝. 𝑇hid bHe − 𝑇Hj bHe = 𝑘. 𝐴. 𝑇jhk` H − 𝑇jhk` Hl3
𝑚. 𝐶𝑝. 𝑇hid bHe − 𝑇Hj bHe
𝑘=
𝐴. 𝑇jhk` H − 𝑇jhk` Hl3
𝐴 = 0.00079 𝑚2
𝐶𝑝 = 4185 𝐽/𝑘𝑔℃
8
Mencari kesalahan relatif (%KR) dengan rumus:
𝑘a`e8hwbbj − 𝑘_Hd`ebdie
𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛_Hd = 𝑥100%
𝑘_Hd`ebdie
𝑘_Hd 𝐵𝑎𝑗𝑎 = 52
𝑘_Hd 𝐴𝑙 = 202
𝑘_Hd 𝑀𝑔 = 156
Membuat profil suhu node dan profil suhu air keluaran terhadap delta x (dari table
diatas):
250
Grafik Suhu
Node dan Suhu
200 Air Keluaran
dengan Jarak
150
T node vs X
100 T air vs X
50
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
9
Menghitung nilai 𝑸𝒂𝒊𝒓 , 𝑸𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 , dan 𝑸𝒍𝒐𝒔𝒔 dari data yang telah kita peroleh:
𝑄bHe = 𝑚bHe 𝑥𝑐a bHe 𝑥∆𝑇 = 𝑚bHe 𝑥𝑐a bHe 𝑥 𝑇 bHe hid − 𝑇bHe Hj
𝑘_Hd`ebdie 𝑥𝐴𝑥𝑑𝑇b><
𝑄wb†bj =
𝑑𝑥
𝑄_hcc = 𝑄wb†bj − 𝑄bHe
1 æ Ac 2.k A .k B Av ö
hc = .çç ´ + ´ kf ÷÷
Lg è A (k A + k B ) A ø
Menghitung nilai 𝒌𝟎 dan 𝜷 dari grafik 𝒌 𝒗𝒔 𝑻𝒂𝒗𝒈 dengan metode Least Square dari
persamaan:
𝑘 = 𝑘- (1 + 𝛽𝑇)
𝑘 = 𝑘- + 𝑘- . 𝛽. 𝑇
𝑦 = 𝑐 + 𝑚 𝑥
10
Sehingga didapatkan grafik:
45.00000
40.00000
35.00000
y = -1.5527x + 97.212
30.00000 Aluminum
25.00000 Magnesium
20.00000
Linear (Aluminum)
15.00000
Linear (Magnesium)
10.00000
5.00000 y = 1.5446x - 91.498
0.00000
0 20 40 60 80 100
3.2.2. Unit 3
Percobaan 1:
Percobaan 2:
11
Dimana nilai konversi mV me jadi satuan derajat celcius (oC) didapatkan dari rumus:
𝑇 ∘ 𝐶 = 24,82 × 𝑇 𝑚𝑉 + 29,74
Menghitung Trata-rata untuk node (Tmv) dan air (Tout) dalam Kelvin dari kedua data
percobaan:
𝑽
𝑸=
𝒕
Q = laju alir volume; V = volume (ml); t = waktu (s)
𝒎 = 𝑸. 𝝆
𝑚 = laju alir massa; ρ = massa jenis air = 1000 kg/m3
𝑟b‘b_ − 𝑟b’†He
𝑑𝑟 =
𝑑𝑥
2.52 − 1.275
=
2.5
= 0.00498 𝑚
Besar jari-jari dan luas dari setiap node kemudian dapat dituliskan sebagai berikut:
12
Menghitung nilai k dari penurunan rumus azas Black:
𝑄_`abc = 𝑄d`eHfb
𝑚. 𝐶𝑝. 𝑇hid bHe H − 𝑇hid bHe Hl3 = 𝑘. 𝐴. 𝑇jhk` H − 𝑇jhk` Hl3
𝑚. 𝐶𝑝. 𝑇hid bHe H − 𝑇hid bHe Hl3
𝑘=
𝐴. 𝑇jhk` H − 𝑇jhk` Hl3
Nilai k literature untuk Cu = 385 W/moC sehingga nilai kesalahan literaturnya sebesar:
0.5689 − 385
%𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 = 𝑥 100% = 𝟗𝟗. 𝟖𝟓%
385
Menghitung nilai 𝒌𝟎 dan 𝜷 dari grafik 𝒌 𝒗𝒔 𝑻𝒂𝒗𝒈 dengan metode Least Square dari
persamaan:
𝑘 = 𝑘- (1 + 𝛽𝑇)
𝑘 = 𝑘- + 𝑘- . 𝛽. 𝑇
𝑦 = 𝑐 + 𝑚 𝑥
13
T vs k
5.0000
4.0000
3.0000
1.0000
0.0000
0 20 40 60 80 100 120
-1.0000
-2.0000
-3.0000
3.3. ANALISIS
Percobaan ini menggunakan dua unit, yaitu unit 2 dan unit 3. Sebelum memulai percobaan,
unit 2 dan 3 disiapkan dan dinyalakan terlebih dahulu selama sekitar 30 menit agar voltase
dan laju alir air pendingin stabil sehingga dapat meminimalisasi kesalahan pengukuran pada
saat percobaan. Masing-masing unit terhubung dengan pemanas yang memberikan kalor
hasil konversi dari energi listrik, sehingga hal ini memungkinkan terjadinya perpindahan
kalor secara konduksi. Kedua unit ini terhubung dengan selang air yang digunakan untuk
mengalirkan air sebagai penerima/penyerap kalor dari unit pemanas. Kondisi air yang keluar
dari pemanas dapat merepresentasikan kalor yang dilepaskan oleh unit berdasarkan hukum
kekekalan energi.
14
Prosedur pertama yang dilakukan ialah mengukur laju alir air pendingin sebagai basis dalam
perhitungan nilai konduktivitas termal pada setiap unit. Pengukuran laju alir air
membutuhkan variabel volume air yang keluar dari selang air pada waktu yang telah
ditentukan. Dalam hal ini, gelas ukur digunakan untuk mengukur volume air dan stopwatch
digunakan dalam pencatatan waktu. Pengukuran laju alir untuk setiap interval waktu
besarnya adalah konstan, hal ini dilakukan untuk memastikan aliran air dalam kondisi
Steady.
Pada unit 2, terdapat variasi jenis logam dengan luas permukaan yang sama, diantaranya
adalah baja (pada node 1 dan 2), alumunium (pada node 3 sampai 6), dan magnesium (pada
node 7 sampai 10). Adanya variasi jenis logam berfungsi untuk mempelajari nilai
konduktivitas termal dari masing-masing bahan dan koefisien kontak antar bahan tersebut.
Pada bidang kontak antara dua bahan yang berbeda (baja-Al dan Al-Mg) terjadi penurunan
suhu secara tiba-tiba karena adanya tahanan kontak termal. Tahanan kontak termal ini
dipengaruhi oleh faktor kekasaran antara dua permukaan logam yang menyebabkan fluks
kalor yang melewati daerah tersebut menjadi terhambat. Selain itu, terbentuknya celah udara
sempit pada bidang kontak juga menyebabkan tahanan terbesar terhadap aliran kalor karena
konduktivitas gas sangat kecil dibandingkan dengan zat padat/logam. Pada unit 2 juga
dilakukan pengukuran terhadap suhu yang diinterpretasikan pada tegangan yang terukur
pada masing-masing node. Setiap node terhubung dengan termokopel yang berfungsi
sebagai sensor suhu pada titik tersebut melalui milivoltmeter. Data yang diperoleh
digunakan untuk menghitung nilai koefisien temperatur untuk konduktivitas termal (𝛽).
Adapun suhu air yang keluar pada setiap node dengan menggunakan thermometer berguna
untuk mengetahui kalor yang diterima oleh air dari unit pemanas berdasarkan prinsip
kekekalan energi.
Pada unit 3, terdapat satu jenis logam yaitu Cu dengan variasi luas penampang yang semakin
besar seiring dengan kenaikan node. Unit 3 merupakan tabung vertikal sehingga panas yang
mengalir dari bawah ke atas. Pengukuran terhadap suhu di setiap node diinterpretasikan
dengan tegangan dalam satuan mV yang terukur pada termokopel sebagai sensor suhu.
Dengan prinsip sama seperti unit 2, suhu pemanas yang terukur pada termokopel dan suhu
air yang tercatat pada thermometer di setiap node digunakan untuk menganalisis nilai k dan
15
𝛽 pada unit 3. Adapun variasi luas penampang berfungsi untuk meninjau pengaruh luas
penampang terhadap nilai konduktivitas termal k berdasarkan asas Black.
Unit 2
Pengukuran temperatur air pendingin pada setiap node di unit 2 mengalami sedikit kenaikan
suhu namun cenderung konstan dari 1 sampai 10. Data yang diperoleh dari hasil percobaan
mengalami fluktuasi yang dapat dipengaruhi oleh faktor penyambungan logam yang terdiri
dari beberapa jenis logam yang berbeda sehingga nilai konduktivitas termalnya pun akan
berbeda.
Semakin turunnya suhu yang terukur pada termokopel untuk setiap node yang semakin jauh
dengan pemanas, terjadi bersamaan dengan semakin meningkatnya suhu air pendingin yang
keluar. Hal ini disebabkan oleh transfer panas yang terjadi antara pipa dengan air, di mana
16
kalor yang dilepas pipa dianggap sama dengan kalor yang diterima air untuk menaikkan
suhunya berdasarkan penerapan asas Black dalam perhitungan.
Pengaruh suhu terhadap konduktivitas termal tiap logam didapat sebagai berikut:
• Pada logam baja, memiliki nilai k percobaan paling kecil karena memiliki delta T node
yang paling besar di antara bahan – bahan logam.
• Pada logam aluminum (Al), kenaikkan suhu keluaran air pendingin menyebabkan
fluktuasi nilai konduktivitas termal (k).
• Pada logam magnesium (Mg), kenaikan suhu keluaran air pendingin menyebabkan
fluktuasi nilai k.
Terjadinya fluktuasi nilai k pada setiap bahan logam dapat disebabkan oleh terjadinya
penurunan suhu di setiap node dan terjadi fluktuasi suhu keluaran air pendingin. Untuk
logam Al, fluktuasi nilai k terjadi akibat kenaikkan suhu keluaran air pendingin dan suhu
node logam Al yang terus menurun. Sedangkan untuk logam Mg, fluktuasi nilai k
disebabkan oleh fluktuasi suhu keluaran air pendingn dan perbedaan jarak antar noda (∆𝑥)
yang tidak seragam. Faktor – faktor inilah yang menyebabkan besarnya perbedaan nilai k
percobaan dengan nilai k literatur.
Unit 3
17
terjadi dikarenakan pada node 10 memiliki jarak yang paling jauh dari pemanas dan pada
node 1 memiliki jarak yang paling dekat dari pemanas. Sehingga perpindahan kalor terjadi
dari node 1 menuju node 10 dan di node 10 temperatur bernilai paling kecil. Perpindahan
kalor ini bergerak secara vertikal karena bentuk alat yang memanjang ke atas.
Untuk hubungan antara luas node dan nilai k, dapat dilihat bahwa semakin besar nodenya,
maka luas node tersebut akan semakin besar. Berdasarkan azas Black pada perhitungan,
semakin besar luas node, maka semakin kecil nilai k atau luas node berbanding terbalik
dengan nilai k. Namun, terdapat salah satu nilai k (pada node 9) yang tidak sesuai dengan
nilai k lainnya (tidak sesuai dengan azas Black). Hal tersebut dikarenakan ketidaktelitian dan
kesalahan praktikan dalam melakukan percobaan. Nilai k yg berbeda tersebut didapat dari
pengambilan data pada temperatur air keluar yang tidak konsisten. Kesalahan tersebut akan
lebih dibahas pada analisis kesalahan.
18
BAB IV. KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan konduksi ini, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
sebagai berikut.
1. Dengan mengabaikan heat loss, diperoleh nilai k untuk tiap logam, yaitu:
- Baja, dengan k = 2,82 W/moC, dengan kesalahan literatur 94,5745%
- Alumunium, dengan k = 19,76 W/moC dengan kesalahan literatur 20,215%
- Magnesium, dengan k = 26,76 W/moC dengan kesalahan literatur 82,848%.
2. Pada unit 3, konduktivitas tembaga yang diperoleh adalah sebesar 0,5689 W/moC dengan
kesalahan literatur sebesar 99,85 %.
3. Konstanta β yang diperoleh pada unit 2 adalah:
- Alumunium diperoleh nilai β sebesar −0,01688 s-1
- Magnesium diperoleh nilai β sebesar −0,01597 s-1
Konstanta β yang diperoleh pada unit 3 adalah sebesar -0,0159098 s-1 sehingga diartikan
dengan adanya penurunan konduktivitas logam ketika suhu meningkat.
4. Untuk nilai hc yang didapat dari percobaan adalah sebagai berikut:
- hc dengan k percobaan baja-Al = 593766,97 m2.K/oC, dengan kesalahan literatur
94,51%
- hc dengan k percobaan Al-Mg = 2273589,3 m2.K/oC, dengan kesalahan literatur
87,158%
5. Konduktivitas termal merupakan ukuran kemampuan zat dalam menghantarkan kalor,
makin besar nilai k makin cepat perpindahan kalor
6. Konduktivitas termal bergantung pada suhu, pada umumnya kenaikan termperatur pada
logam mengakibatkan penurunan nilai konduktivitas termal.
7. Berdasarkan asas Black, nilai konduktivitas termal juga dipengaruhi oleh luas
penampang bahan dengan hubungan berbanding terbalik. Semakin meningkatnya luas
penampang, maka nilai konduktivitas termal menjadi semakin menurun.
8. Mekanisme perpindahan panas konduksi steady, disebabkan oleh perbedaan temperatur
yang berlangsung spontan. Hal ini ditunjukkan ketika mencapai waktu keseimbangan,
distribusi temperatur pada suatu logam tidak berubah-ubah lagi.
9. Mekanisme perpindahan panas konduksi unsteady berlangsung sebelum tercapainya
keseimbangan di mana temperatur logam masih berubah terhadap waktu.
10. Pada percobaan ini, kalor yang dilepaskan oleh bahan sama dengan kalor yang diterima
oleh air dengan sedikit deviasi.
11. Adanya tahanan kontak termal pada sambungan logam dengan q/A yang sama,
menyebabkan terhambatnya fluks kalor yang melewati titik singgung tersebut. Semakin
besar tahanan kontak, maka akan semakin menurunkan kemampuan menghantarkan
panas logam sehingga mengakibatkan penurunan temperatur yang tiba-tiba.
12. Suatu bahan yang memiliki koefisien muai besar akan semakin mudah memuai sehingga
kemampuan menghantarkan panas akan semakin baik.
19
BAB V. DAFTAR PUSTAKA
Incropera, Frank P. and David P. DeWitt. 2005. Heat and Mass Transfer. Singapore: John
Wiley & Sons (Asia) Pte.
Mikheyev, M., “Fundamentals of Heat Transfer”, John Willey & Sons Inc., New York,
1986.
20