Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang

Toddler adalah periode anak antara usia 1-3 tahun dan

merupakan bagian dari periode awal anak (early childhood).

Perkembangan intelektual anak berada pada tahap sensori motorik

dimana anak bersifat egosentris dan pada tahap kognitif preoperasional

(menurut Piaget) yaitu kemampuan bahasa berkembang dan mulai

belajar untuk berkomunikasi sosial, karena pada tahap ini anak mampu

menggunakan simbol-simbol berupa kata-kata, mengingat masa lalu dan

sekarang. (WHO 2015).

Dunia anak adalah dunia bermain, saat bermain anak

mengembangkan seluruh aspek dalam dirinya. Anak memakai bermain

untuk mengatasi berbagai persoalan. Dalam permainan anak mengulang

suatu tindakan, mengatasinya, dan mengaturnya untuk mengadakan

keseimbangan dirinya ( Nurhayati 2013 ).

Bermain adalah kebutuhan dasar bagi anak dan merupakan

kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan, tanpa ada

tujuan dan sasaran yang hendak dicapai. Bermain muncul atas motivasi

dari dalam diri anak dan tidak perlu diajarkan lagi. (Surana Taufan, 2003).

Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan

kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-

1
lain. Anak tidak bisa memisahkan antara bermain dan bekerja. Bagi anak

bermain merupakan seluruh aktivitas anak termasuk bekerja, kesenangan,

dan merupakan metode bagaimana mereka mengenal dunia.

(Soetjiningsih, 1995)

Anak bermain dengan seluruh emosinya, perasaan dan

pikirannya. Kesenangan merupakan aspek pokok dalam bermain.

Bermain merupakan unsur utama dalam mendukung perkembangan anak

baik fisik, emosi, mental, intelektual, kreatifitas, dan sosial anak. (Surana

Taufan, 2003).

Permainan anak terbagi atas dua variasi permainan, yaitu

permianan aktif dan permainan pasif. Bermain aktif melibatkan

keterampilan fisik anak, sedangkan bermain pasif ideal untuk anak yang

lelah atau tidak mampu untuk melakukan aktifitas misalnya karena sakit

serta ideal untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya. (Surana Taufan,

2003).

Anak yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa tidak aman dan

tidak nyaman. Tidak mengerti kenapa harus dirawat, berpisah dengan

orang terdekat dan cemas dengan lingkungan yang baru. Reaksi anak

usia toddler terhadap penyakit dan hospitalisasi dapat berupa; rasa

cemas, kehilangan kontrol, dan takut akan nyeri dan perlukaan. (Whaley

and Wong, 1995. dalam Arisanty).

Pengetahuan dan pengalaman anak tentang hospitalisasi

merupakan hal yang baru dan asing. Anak dapat menganggap

2
hospitalisasi sebagai pengalaman yang menakutkan, sehingga anak

merasa terancam. Sehingga dibutuhkan cara-cara tertentu dalam bentuk

bermain yang dapat memperbaiki konsep anak tentang prosedur medis,

serta peralatan dan tujuan penggunaannya. (Wong DL., 1996).

Oleh karena itu rumah sakit berfungsi untuk melengkapi suatu

lingkungan dimana anak sakit dapat dibantu untuk mengatasi atau

meringankan penyakitnya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan

atau memperbaiki status fisik, mental, sehingga dapat berkembang dalam

keterbatasannya ( aswar 2014 ).

Lingkungan rumah sakit sebaiknya dimodifikasi sehingga

menyerupai lingkungan di rumah, memberikan kesempatan kepada anak

sakit mendapatkan kontrol yang diterima, membantu untuk merencanakan

schedule pelayanan dan perawatan, dan dapat berinteraksi dengan

keluarga dan anak sakit yang lain (Whaley and Wong, 1995. dalam

Arisanty).

Bermain mempunyai fungsi terapeutik, yaitu; memberikan

pelepasan stres dan ketegangan, memungkinkan ekspresi emosi dan

pelepasan impuls yang tidak dapat diterima dalam bentuk yang secara

sosial dapat diterima, mendorong percobaan dan pegujian situasi yang

menakutkan dengan cara yang aman, dan memudahkan komunikasi

verbal tidak langsung dan non verbal tentang kebutuhan, rasa takut, dan

keinginan (Wong DL., 1996).

3
Bermain selama proses hospitalisasi membantu dalam

memfasilitasi pengusaan lingkungan yang tidak familiar pada anak . Anak

dipisahkan dari lingkungan keluarga dan masuk alam lingkungan rumah

sakit, yang merupakan lingkungan yang asing baginya. Sehingga bermain

dapat dijadikan sebagai suatu cara untuk membuat anak menjadi familiar

dengan lingkungan yang baru ini. Bermain juga dapat digunakan untuk

mengurangi stres yang dialami anak terhadap perpisahan.( Depkes RI

2014).

Data yang di peroleh dari dinas kesehatan

provinsi(2016).Sulawesi utara bahwa masi ada 75% rumah sakit yang

belum memiliki sarana atau tempat bermain anak-anak untuk mengurangi

tingkat kecemasan.

Data dinas kesehatan kotakotamobagu bahwa masi ada 85%

rumah sakit yang ada di kotamobagu yang belum memiliki fasilitas dan

sarana tempat bermain anak yang sedang di rawat untuk menghilangkan

kecemasan dan rasa nyeri.

Hal tersebut dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh

Arisanty Henny (2004) di Rumah Sakit Kota Bandung menemukan bahwa

bermain berpengaruh terhadap penurunan kecemasan, penurunan rasa

takut akan nyeri dan perlukaan serta kehilangan kontrol.

Yang paling penting dalam proses hospitalisasi, bermain dapat

dijadikan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan terapeutik. Tindakan

medis ataupun tindakan keperawatan yang akan dilakukan sebaiknya

4
memperhatikan aspek pertumbuhan dan perkembangan anak terutama

mengenai kebutuhan bermain. Sehingga tindakan yang dilakukan dapat

diterima oleh anak (Wong DL., 1996).

pengamatan peneliti saat melaksanakan keperawatan bahwa

belum banyak rumah sakit Ruma Sakit Monompia yang belum

menyiapkan fasilitas dan aktivitas bermain dalam rangka memberikan

proses terapeutik pada anak. Anak dibiarkan untuk menerima tindakan

medik dan tindakan keperawatan seperti halnya orang dewasa. Sehingga

anak menolak tindakan yang akan dilakukan terhadapnya. Bahkan tidak

sedikit petugas kesehatan yang langsung memberikan tindakan restrain

tanpa menjelaskan maksud dan tujuan restrain dilakukan pada anak.

Tindakan yang paling sering dilakukan di rumah sakit adalah

pemberian obat per oral. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk

meneliti “Apakah ada pengaruh bermain terhadap penerimaan anak usia

toddler pada tindakan pemberian obat per oral di Rumah Sakit Umum

Monompia kotamobagu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas peneliti merumuskan masalah dengan

pertanyaan sebagai berikut; “Apakah ada pengaruh bermain terhadap

penerimaan anak usia toddler pada tindakan pemberian obat per oral di

Rumah Sakit Umum Monompia Kotamobagu.

5
C. Tujuan Penelitan

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bermain

terhadap penerimaan anak usia toddler pada tindakan pemberian obat

per oral.

2. Tujuan khusus

a. Teridentifikasinya gambaran sikap anak pada tindakan pemberian

obat per oral sebelum dilakukan intervensi bermain

b. Teridentifikasinya gambaran sikap anak pada tindakan pemberian

obat per oral setelah dilakukan intervensi bermain

c. Teranalisisnya pengaruh pemberian intervensi bermain terhadap

sikap penerimaan anak pada pemberian obat peroral

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pendidikan

Mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya pengaruh

bermain terhadap penerimaan usia toddler pada tindakan pemberian

obat per oral.

2. Bagi institusi pelayanan kesehatan

Sebagai masukan yang bermakna dalam rangka

meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien anak usia toddler

dalam memberikan tindakan pemberian obat per ora

3. Bagi tenaga kesehatan

6
Menambah wawasan tentang pengaruh bermain terhadap

penerimaan anak usia toddler pada tindakan pemberian obat per oral.

4. Bagi penelitian

Sebagai acuan bagi peneliti lain yang berminat dalam

masalah pemberian kegiatan bermain dalam melakukan kegiatan

pemberian obat per oral dalam melakukan penelitian selanjutnya.

5. Bagi peneliti

Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti yang

merupakan pemula dalam melakukan penelitian, terutama mengenai

pengaruh bermain terhadap penerimaan anak usia toddler pada

tindakan pemberian obat per oral.

Anda mungkin juga menyukai