Disusun Oleh
Kelas 3A
A. Latar Belakang
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang mengenai
seluruh organ tersebut.Apendisitis juga merupakan penyakit bedah mayor
yang paling sering terjadi. Walaupun dapat terjadi di setiap usia, namun
insiden yang paling sering terjadi adalah pada usia remaja dan dewasa
muda (Price & Wilson, 2006). Insiden terjadinya apendisitis akut di
Amerika Serikat pada tahun 2006 ditemukan sekitar 250.000 kasus.
Apendisitis akut terjadi 7% dari populasi Amerika Serikat, dengan insiden
1,1 kasus tiap 1000 orang per tahun (Eylin, 2009). Kasus apendiktomi di
Valencia, Spanyol selama periode 10 tahun (1998-2007) teridentifikasi
terjadi 44.683 kasus untuk apendiktomi (Andreu et.al., 2009). Menurut
Depkes RI tahun 2009, jumlah pasien yang menderita penyakit apendisitis
di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah penduduk di Indonesia.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada tahun
2009 apendisitis sendiri menduduki peringkat 10 penyakit rawat inap
RSUD se-Bali, tercatat 1156 kasus. Meningkat 87% pada tahun 2011
menjadi 2162 kasus dan menduduki peringkat 5 penyakit rawat inap
RSUD se-Bali. Di BRSU Tabanan pada 3 bulan terakhir (Juli - September
2013) terdapat 135 kasus apendisitis akut.Apabila dirata-ratakan terdapat
45 kasus apendisitis akut dalam sebulan.Dari jumlah kasus sebanyak 135
orang, 69 orang pasien dilakukan tindakan pembedahan atau apendiktomi
dan dirawat di ruang Bougenville (Juli– September 2013).Apabila
diagnosis apendisitis sudah jelas tindakan yang paling tepat dilakukan
adalah pembedahan apendiks. Pembedahan merupakan suatu tindakan
operatif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan di
obati dengan cara invasive.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari apendiksitis.
2. Untuk mengetahui etiologi dari apendiksitis
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari apendiksitis
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari apendiksitis
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari apendiksitis
6. Untuk mengetahui pathway dari apendiksitis
7. Untuk mengetahui komplikasi apendiksitis
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada apendiksitis
9. Apa saja penatalaksanaan pada apendiksitis
10. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan yang muncul post operasi
pada apendiksitis
11. Untuk mengetahui intervensi dari diagnosa apendisitis intra oprasi
BAB II
KONSEP DASAR MEDIK
A. Pengertian
Menurut Suratun (2010) Appendiks adalah ujung seperti jari yang
kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94 inci, melekat pada sekum tepat
dibawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan
diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif
dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi.
Menurut Corwin, Elizabeth (2009) Appendicitis adalah peradangan
akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini
bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu
itu bisa pecah. Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak
di perut kanan bawah.
Menurut Gruendemann (2006) Appendicitis perforasi adalah
merupakan komplikasi utama dari appendiks, dimana appendiks telah
pecah sehingga isi appendiks keluar menuju rongga perineum yang dapat
menyebabkan peritonitis atau abses.
Menurut Brunner Sudarth (2002) Appendiktomi adalah
pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau
pendekatan endoskopi.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
appendicitis adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, dan
panjangnya kira-kira 10 cm, paling sering dijumpai setelah obstruksi
appendik oleh tinja atau akibat terpuntirnya appendik atau pembuluh
darah.
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Faktor presipitasi menurut Inayah lin (2004) sebagai berikut :
a. Bakteri
b. Timbunan tinja yang keras (fekalit). Sumbatan dari lumen
appendiks yang menghambat pengeluaran mukus akan
mengakibatkan pembengkakan, infeksi dan ulserasi.
c. Tumor appendiks juga dianggap memiliki andil terhadap
munculnya appendicitis
d. Penelitian terakhir menemukan bahwa ulserasi mukosa akibat
parasit seperti E Hytoslitica, merupakan langkah awal
terjadinya appendicitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan
lebih sering dari sumbatan lumen.
e. Makanan rendah serat juga memiliki kemungkinan memiliki
kemungkinan menimbulkan appendicitis.
f. Tinja yang keras pada akhirnya akan menyebabkan konstipasi
yang akan meningkatkan tekanan didalam sekum sehingga
akan mempermudah timbulnya penyakit tersebut.
2. Faktor Predisposisi
Menurut Inayah lin (2004) sebagai berikut :
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena :
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
2) Adanya fekalit dalam lumen appendiks.
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian.
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
c. Peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks :
1) Appendik yang terlalu panjang.
2) Messo appendiks yang pendek.
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
4) Kelainan katub di pangkal appendik.
3. Patofisiologi
Menurut Subanada (2007) Appendiks terinflamasi dan
mengalami edema sebagai akibat terlibat atau tersumbat
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses) atau benda
asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara
progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan
bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terinflamasi berisi
pus.
Apendik belum diketahui fungsinya, merupakan bagian
dari sekum. Peradangan pada (akut) dapat menyebabkan
peritonitis. Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat
serius.Infeksi kronis dapat terjadi pada apendik, tetapi hal ini tidak
selalu menimbulkan nyeri di daerah abdomen.apendik dapat
terjadi oleh adanya ulserasi dinding mukosa atau obstruksi lumen
(biasanya oleh fecolif/faeses yang keras). Penyumbatan
pengeluaran sekret mukus mengakibatkan perlengketan, infeksi
dan terhambatnya aliran darah. Dari keadaan hipoksia
menyebabkan gangren atau dapat terjadi ruptur dalam waktu 24-
36 jam. Bila proses ini berlangsung terus-menerus organ disekitar
dinding apendik terjadi perlengketan dan akan menjadi abses
(kronik). Apabila proses infeksi sangat cepat
(Subanada,dkk,2007;Chandrasoma,2007)
Gambar 1. Anatomi Appendiks
(Faradillah 2009)
4. Pathway
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik appendicitis menurut Ovedoff (2002) adalah :
a. Nyeri mulai pertengahan abdomen, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah, sering terjadi dengan riwayat konstipasi.
b. Mual dan muntah terjadi karena perut yang tidak nyaman karena
penyumbatan di usus buntu
c. Demam ringan terjadi karena usus buntu mengalami peradangan
maka suhu tubuh akan naik sehingga menimbulkan demam
d. Nyeri tekan dan lepas pada titik Mc Burney, tanda persis dan
obstruktif positif pada beberapa kasus
e. Peningkatan kadar leukosit diatas normal lebih dari 10.000/dL
f. Pada perforasi akan ditemukan leukositosis, demam dan nyeri
g. Abses appendikular dengan terabanya suatu massa dapat timbul
24 sampai dengan 72 jam setelah gejala pertama.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Ovedoff (2002) ada beberapa pemeriksaan diagnosa pada
penyakit radang usus buntu. Pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh
Tim Kesehatan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit
radang usus buntu (Appendicitis). Pemeriksaan yang dilakukan antara
lain :
a. Pemeriksaan Fisik
Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya
pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak
mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi) di daerah perut
kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg Sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis appendicitis akut. Dengan tindakan
tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-
tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya
peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur
dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu rectal yang lebih
tinggi dari suhu axilla, lebih menunjang lagi adanya radang usus
buntu.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah
kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 –
7. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi menurut Syamsuhidajat (2010):
a. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya
perforasi. Perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis
spurulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat
meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri
tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun
sampai menghilang karena ileus paralitik.
b. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyakit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya
terjadi akibat penyebaran infeksi dari appendicitis. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria,
dan mungkin syok. Gejala : demam lekositosis, nyeri abdomen,
muntah, abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus
menghilang.
c. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi pendinginan oleh omentum. Umumnya massa appendiks
terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi
peritonitis generalisata. Massa appendiks dengan proses radang yang
masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu
masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan
pergeseran ke kiri. Massa appendiks dengan proses meradang telah
mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak
tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas
dengan nyeri tekan ringan, leukosit dan netrofil normal.
8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Faradillah (2009) Pembedahan diindikasikan bila
diagnosa appendikcitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV
diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan
setelah diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat appendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Appendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang
merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
A. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan
antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita,
pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan.
B. Tindakan operatif : appendiktomi
Aktivitas Keperawatan Pada Fase Intra Operasi
Aktivitas Keperawatan yang dilakukan selama tahap intra
operasi Berdasarkan (Majid,2011) meliputi 4 hal yaitu:
a. Safety Management
Tidakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan
bagi pasien selama prosedur pembedahan. Tidakan yang
dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya
1) Pengaturan Posisi Pasien
2) Monitoring Fisiologi
Monitoring fisiologi yang dilakukan oleh perawat
meliputi:
a) Memantau keseimbangan cairan
Penghitungan balance cairan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan cairan pasien
b) Memantau Kardiopulmonal
Pemantauan kardiopulmonal harus dilakukan
continue meliputi fungsi pernafasan, nadi, tekanan
darah, saturasi oksigen, dan pendarahan
3) Monitoring dan dukungan psikologis
a) Memberikan dukungan emosional pada paien
b) Berdiri di dekat pasien dan memberikan sentuhan
selama prosedur induksi
c) Mengkaji status emosional pasien
d) Mengkomunikasikan status emosional pasien
kepada tim medis (jika ada perubahan)
4) Pengaturan dan koordinasi nurssing care
Tindakan yang dilkukan pasien dalam mengatur dan
koordinasi asuhan keperawatan adalah:
a) Mengelola keamnan fisik
b) Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
Persiapan Perawat
Berdasarkan (Majid,2011) adalah:
a. Operator, perawat, instrument, dan asisten operator
melakukan cuci tangan dengan air mengalir, hibiscrub dan
disikat selama 3-5 menit
b. Menggunakan gown steril yang sudah disiapkan oleh
circulating nurse
c. Memakai gloving (sarung tangan) dibantu perawat
instrument
d. Circulating nurse membuka bungkus instrument dengan
tidak menyentuh bagian yang steril dan diterima oleh
scrub nurse
e. Memasang slop meja mayo, serta diperlak dan dialasi
dengan duk steril
f. Memasang mes dan kanul suction
g. Menyiapkan betadine 10% dan alcohol 70% didalam kom
dibantu circulating nurse
h. Setelah itu mendesinfeksi dan drapping (memasang duk
steril)
i. Mendekatkan meja instrument/mayo
j. Menyambung dan memfiksasi selang suction, elektrik
couter
k. Instrument operasi dan scrub nurse telah siap
Prosedur Operasi
Berdasarkan (Majid,2011) adalah:
1) Dilakukan desinfeksi didaerah yang akan dilakukan incisi
2) Desinfeksi yang pertama menggunakan kassa alcohol 70%
dengan cara mengoleskan dari titik dalam ke luar atau secara
seculer dan dilakukan berulang- ulang
3) Kemudian desinfeksi menggunakan betadin 10% dengan cara
seperti pada huruf b
4) Dilakukan drapping pada daerah pubis sampai menutupi daerah
ekstermitas bawah
5) Drapping kedua dari abdomen atas sampai menutup bagian
ekstermitas atas
6) Drapping ketiga pada daerah abdomen bagian samping kanan,
dan bagian sudut dipasang duk klem
7) Drapping keempat pada daerah abdomen bagian samping kiri dan
bagian sudutnya dipasang duk klem
8) Drapping terakhir yaitu menggunakan duk lubang besar yang
menutupi seluruh tubuh pasien kecuali bagian yang akan
dioperasi
9) Sebelum melakukan operasi operator memimpin berdoa
10) Operasi dimulai dengan incisi melalui titik Mc. Burney searah
garis layer 4-5 cm
11) Mengatasi pendarahan dengan cara diklem menggunakan pean
dan dicauter
12) Incisi diperdalam lapis demi lapis sampai fasia
13) Setelah sampai fasia incisi diperdalam sampai otot dan
peritonium
14) Sampai peritonium lalu dibuka dengan menggunakan gunting
jaringan, dan ambil steel depper cari appendik
15) Bila operasi apendikdi retro cecal, terlebih dahulu dibebaskan
menggunakan klem dan digunting selanjutnya dijahit ikat
dengan silk 2/0
16) Setelah apendik terbebas dilakukan tindakan apendiktomi
17) Dilakukan kontrol pendarahan dengan steel depper. Steel
depper yang dipakai dalam abdomen yang berhubungan
dengan usus dipakai kassa yang dibasahi NaCl
18) Sebelumnya keempat sisi peritonium dipegang dengan koher,
dilanjutkan control pendarahan setelah dinyatakan pendarahan
tidak ada peritonium dijahit dengan chromic O, dilanjutkan
otot dan fasia
19) Sebelum menjahit sub kutis dilakukan desinfeksi dengan kassa
betadin
20) Menjahit sub kutis menggunakan plain no 0
21) Jahitan kulit terakhir menggunakan benang dermalon/sik no
3/0
Komplikasi Intra Operasi
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu- waktu selama
tindakan pembedahan. Komplikasi yang paling sering muncul
berdasar (Majid,2011) adalah:
a. Hipotensi
Hipotensi yang terjadi selama pendarahan biasanya dilakukan
dengan pemberian obat- obatan tertentu (hipotensi di induksi).
Hipotensi diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien
dengan tujuan menurunkan jumlah pendarahan pada bagian
yang dioperasi. Kewaspadaan perawat untuk memantau kondisi
fisiologis pasien, terudama fungsi kardiovaskuler agar hipotensi
yang tidak diinginkan tidak muncul atau jka hipotensi yang
bersifat malhipotensi bisa segera ditangani.
b. Hipotermi
Hipotermi adalah kondisi tubuh dibawah 36,6 C (normal: 36,6-
37,5 C). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja terjadi
akibat suhu rendah diruang operasi (25- 26 C, infus denga cairan
yang dingin, inhalasi gass- gas dingin, kavitas atau luka terbuka
pada tubuh, aktivitas otot menurun, usia lanjut, atau obat- obatan
yang digunakan. Untuk menghindari hipotermi tidak dinginkan
adalah dengan mengatur suhu ruangan operasi 25- 26 C, cairan
intervena dan irigrasi dibuat pada suhu 37 C., gaun dan selimut
operasi pasien yang basah harus segera diganti, penggunaan topi
operasi untuk mencegah hipotermi. Pencegahan ini dilakukan
dari periode intar operasi hingga pasca operasi.
c. Hipertermi malignan
Hipertermi malignan merupakan ganguan otot yang disebabkan
agen anastestik. Ketika diinduksi agen anastetik kalsium
didalam sarkoplasma akan dilepas ke membran luar yang
menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara normal, tubuh akan
melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan
kalsium didalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan
kembali relaksasi. Namun pada pasien hipertermi malignan,
mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot terus berkontraksi dan
tubuh mengalami hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi
kerusakan pada sistem saraf pusat. Untuk menghindari maka
diberikan oksigen 100%, natrium dantrolen, natrium bikarbonat,
dan agen relaksan otot dan lakukan monitoring tanda- tanda
vital, EKG, elektrolit, analisa gas darah
Data Fokus
a. Dilakukan pembedahan incisi 4-5 cm diabdomen sebelah
kanan bawah
b. Dipasang selang drainase diabdomen sebelah kanan bawah
Evaluasi
a. Tim operasi tetap menjaga kesterilan dan keamanan pasien
b. Selama operasi catat:
1) Oksigenasi
2) Jumlah urin
3) Pendarahan
9. Diagnosa Keperawatan
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
1. Jelaskan pada pasien tentang 1. Pasien dapat memahami dan
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Intra Operasi :
Pasien dilakukan pembedahan di perut bagian kanan bawah.ssat di oprasi ttv
pasien suhu 36,6oc nadi 80x/menit, RR : 22x/menit, terdapat instrument bedah
dekat dengan klien, posisi klien yang terlentang dengan kepala di hiperekstensi
saat di oprasi, pengunaan obat anastesi,insisi pada daerah perut kanan bawah
kurang lebih 7cm,perdarahan kurang lebih 200cc terpasang infuse O2lpm, badan
pasien teraba dingin pasien terlihaat pucat.
Post operasi :
Saat di ruang recovery room pasien dikaji menggunakan aldrete score hasilnya 9
sehingga pasien bisa dibawa ke bangsal untuk dilakukan perawatan post operasi.
Pasien mengeluhkan nyeri dengan skala 5, snyeri terus menerus, pasien tampak
meringis kesakitan, pasien tampak hati-hati saat berpindah. Pasien mengatakan
aktivitas pasien dibantu oleh keluarga diatas tempat tidur khusunya mandi.
Terdapat luka operasi diperut bagian kanan bawah.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengelompokan Data
Data subjektif Data objektif
1. pasien mengatakan nyeri 1. Pasien terpasang infus RL 20
P : Appendik tpm
Q : Nyeri semakin berat 2. Pasien dilakukan pembedahan di
R: perut bagian bawah kanan perut bagian kanan bawah
S: Skala nyeri 3 3. Pasien memakai baju oprasi
T: Nyeri dirasakan terus-menerus 4. TTV pasien
a.
2. Pasien mengatakan sehari muntah Suhu : 36,6oC
4x sehari b. Nadi : 80x / menit
3. Pasien mengatakan tidak tau c. RR : 22 x/ menit
penyakit yang didserita 5. Terdapat instrument bedah dekat
4. pasien mengatakan tidak bisa dengan klien
melakukan aktivitas secara 6. Posisi klien yang terlentang
mandiri dengan kepla di
5. pasien mengatakan nyeri hiperekstensisaat di oprasi
P : Appendik 7. Pengunaan obat anstesi
Q : Nyeri semakin berat 8. Insisi pada daerah perut kanan
R: perut bagian bawah kanan bawah kurang lebih 7 cm
S: Skala nyeri 5 9. Perdarahan kurang lebih 200cc
T: Nyeri dirasakan terus-menerus 10. Terpasang O2 3lpm
B. Analisa Data
1. Pre-Operasi
Data Senjang Etiologi Problem
DS : - pasien mengatakan Distensi jaringan Nyeri
nyeri intestinal
P : Appendik
Q : Nyeri semakin berat
R: perut bagian bawah
kanan
S: Skala nyeri 3
T: Nyeri dirasakan terus-
menerus
DO : pasien tampak
meringis menahan nyeri
DS : Pasien mengatakan Mual dan muntah Risiko Kekurangan
sehari muntah 4x sehari Volume Cairan
DO : pasien tampak lemas
DS : Pasien mengatakan Informasi kurang Kecemasan
cemasterhadap kondisinya,
pasien tidak mengerti
tentang sakit yang
dideritanya, skor cemas 18
(tingkat sedang)
DO : pasien tampak
bingung
2. Intra-Operasi
Data Senjang Etiologi Problem
DS : Prosedur pembedahan Resiko hiportermia
DO: perioperatif
- badan pasien
teraba dingin
- pasien terlihat
pucat
- Suhu : 36oC
Nadi : 80x / menit
RR : 22 x/ menit
DS : - Anestesi dan Resiko cedera
pembedahan
DO :
- Terdapat
instrument bedah
dekat dengan klien
- Posisi klien yang
terlentang dengan
kepala di
hiperekstensisaat
di operasi
- Penggunaan obat
anestesi
DS : - Trauma Risiko perdarahan
DO :
1. Insisi pada daerah
perut kanan bawah
kurang lebih 7 cm
2. Perdarahan
kurang lebih 500cc
Terpasang O2 3lpm
3. Post-Operasi
Data Senjang Etiologi Problem
DS : pasien mengatakan Kelemahan Defisit Perawatan Diri:
tidak bisa melakukan Mandi
aktivitas secara mandiri
khususnya mandi
DO : pasien tampak lemah
berbaring ditempat tidur
DS : - pasien mengatakan Agen cidera fisik Nyeri
nyeri (prosedur pembedahan)
P : luka post appendiktomi
Q : Nyeri semakin berat
R: perut bagian bawah
kanan
S: Skala nyeri 5
T: Nyeri dirasakan terus-
menerus
DO : pasien tampak
meringis menahan nyeri
DS : - Tidak adekuatnya Risiko Infeksi
prtahanan tubuh
DO :
- Pasien dilakukan
pembedahan di
perut bagian kanan
bawah
DS : - Faktor mekanik. Kerusakan integritas
DO : Luka bekas operasi jaringan
pasien tampak kotor
C. NURSING CARE PLAN
1. PRE-OPERASI
Perencanaan
No Diagnosa keperawatan
Tujuan Intervensi
1. Resiko kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda – tanda vital
cairan berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor intake dan output san
mual dan muntah diharapkan dapat mempertahankan konsentrasi urine
DS : Pasien mengatakan sehari keseimbangan volume cairan dengan 3. Beri cairan sedikit demi sedikit tapi
muntah 4x sehari kriteria hasil : sering
DO : pasien tampak lemas 2. Pasien tidak diare
3. Nafsu makan baik
4. Pasien tidak mual dan muntah
2. Gangguan rasa nyaman nyeri setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri secara komprehensif
berhubungan dengan distensi keperawatan selama 3x24 jam 2. Ukur tanda – tanda vital
jaringan intestinal diharapkan rasa nyeri teratasi dengan 3. Anjurkan relaksasi nafas dalam
DS : - pasien mengatakan nyeri kriteria hasil : 4. Pertahankan istirahat dengan posisi
P : Appendik 1. Skala nyeri hilang atau semi fowler
Q : Nyeri semakin berat berkurang (0-1) 5. Beri analgesik
R: perut bagian bawah 2. Wajah tanpak rileks
kanan
S: Skala nyeri 3
T: Nyeri dirasakan terus-
menerus
DO : pasien tampak meringis
menahan nyeri
3. Kecemasan berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pada pasien tentang latihan –
dengan kurangnya keperawatan selama 3x24 jam latihan yang akan digynakan setelah
pengetahuan tentang proses diharapkan pasien akan memahami operasi
penyakitnya berhubungan manfaat perawatan post operatif dan 2. Menganjurkan aktivitas yang
dengan informasi kurang pengobatannya dengan kriteria hasil : progresif dan sadar mrnghadap
DS : Pasien mengatakan tidak 1. Menyatakan pemahaman proses periode istirahat setelah operasi
tau penyakit yang didserita penyakit, pengobatan dan potensial 3. Diskusikan kebersihan insisi yang
DO : pasien tampak bingung komplikasi neliputi pergatian verband,
pembatasan mandi dan penyembuhan
latihan.
2. INTRA-OPERASI
Perencanaan
No Diagnosa keperawatan
Tujuan Intervensi
Resiko hipertermia perioperatif Setelah dilakukan tindakan asuhan Pengaturan suhu perioperatif :
DS :- keperawatan selama…:
DO: 1. Identifikasi pada pasien adanya factor
1. badan pasien teraba 1. mengidentivikasi factor resiko resiko mengalami suhu tubuh yang
dingin hipotermia abnormal (misalnya,anastesi
2. pasien terlihat pucat 2. mengidentifikasi tanda dan gejala jeneral,umum,trauma besar,pasien
3.
Suhu : 36C hipotermia dengan luka bakar,berat badan
Nadi : 80x / menit 3. mengidentifikasi kondisi yang rendah,factor pribadi atau resiko
RR : 22 x/ menit kesehatan yang menurunkan keluarga mengalami hipotermi
produksi panas maligna)
4. memonitor lingkungan terkait 2. Berikan dan atur penggunaan
factor yang menurunkan penghangat (misalnya penghangat
panasmemodifikasi mengunakan dorongan udara)
lingkunganterkait factor yang 3. Identifikasi dan diskusikan tipe
menurunkan panas tubuh anastesi yang direncnakan untuk
5. mempertahankan keutuhan kulit pasien bersama dengan tim bedah
6. memodifikasi asupan cairan sesuai 4. memonitor tada vital,termasuk suhu
kebutuhan tubuh inti secra continu
7. memakai pakaian yang sesuai
untuk melindungi kulit
Resiko cindera berhubungan Selama tindakan operasi keamanan 1. Identifikasi hal-hal yang
dengan anastesi dan dapatdpenuhi dngan kriterahasil membahayakan di lingkungan
pembedahan 2. Gunakan peralatan perlindungan
DS : - 1. Respon segera staf teradap cedera, untukmembatasi mobilitas fisik atu
DO : 2. klien diidentifikasi sebelm akses pada situasiyang
1. Terdapat instrument mendapat pengobatn, membahayakan
bedah dekat dengan 3. penggunaan alat alat keamanan 3. Modifikasi lingkungan untuk
klien untuk mencega cidera , meminimalkan bahan berbahaya dan
2. Posisi klien yang 4. strategi-strategi pencegahan jatuh beresiko
terlentang dengan kepla ,tanda tanda peringatan adanya 4. Inisiasi dan atau lakukan program
di hiperekstensisaat di lingkungan yang berrsiko tinggi di skiing terhadap bahan yang
oprasi tujukan dengan jelas membahayakan lingkungan (logam
3. Pengunaan obat anstesi berat dan radon)
5. Edukasi individu dan kelompok yang
berresiko tinggi terhadap bahan
berbahaya yang ada di lingkungan
Resiko perdarahan Selma dilakuan tndakan oprasi stats Pencegahan perdarahan
berhubungan dengan trauma sirkulasi pasien stabil dengan criteria hasil:
DS : - 1. Monitor dengan ketat resiko terjadinya
DO : 3. tekaan darah dalam rentang norml perdarahan pasien
b. Insisi pada daerah perut 120;140/80-90 mmHg 2. Catat nilai hemoglobin dan hematokrit
kanan bawah kurang 4. tkanan nadi 60-90x/menit sebelum dan setelah pasien kehilangan
lebih 7 cm 5. tidak ada suara nafas tambahan darah sesuai idikasi
c. Perdarahan kurang 3. Monitr tanda tanda vital
lebih 500cc ortostatik,termasu tekaan darah
d. Terpasang O2 3lpm 4. Pertahankan agar pasien tetap tirah
baring jika terjadi perdarahan aktif
5. Berikan produk produk penggantian
darah (misalnya;trombosit dan plasma
beku segar (FFP)) dengan cara yang
tepat
4. POST-OPERASI
Perencanaan
No Diagnosa keperawatan
Tujuan Intervensi
1. Defisit perawatan diri mandi Setelah dilakukan tindakan setelah 1. Memandikan pasien setiap hari
berhubungan dengan dilakukan tindakan keperawatan sampai pasien mampu
kelemahan selama 3x24 jam diharapkan pasien melaksanakan sendiri
DS : pasien mengatakan tidak mampu merawat diri dengan kriteria 2. Ganti pakaian yang kotor dengan
bisa melakukan aktivitas secara hasil : yang bersih
mandiri khususnya mandi 1. Aktivitas kehidupan sehari-hari 3. Berikan edukasi pada pasien dan
DO : pasien tampak lemah (ADL) dapat dilakukan secara keluarganya tentang pentingnya
berbaring ditempat tidur mandiri. kebersihan diri
2. Bersih dan wangi bebas dari bau 4. Berika pujian pada pasien tentang
badan kebersihannya
3. Kuku rapi dan bersih 5. Berikan dan atur posisi serta
tempat tidur
2. Nyeri akut berhubungan setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri secara komprehensif
dengan agen cidera fisik keperawatan selama 3x24 jam 2. Ukur tanda – tanda vital
(prosedur pembedahan) diharapkan rasa nyeri teratasi dengan 3. Anjurkan relaksasi nafas dalam
DS : - pasien mengatakan nyeri kriteria hasil : 4. Pertahankan istirahat dengan
P : apendiktomi 1.Skala nyeri berkurang menjadi 3 posisi semi fowler
Q : Nyeri semakin berat 2.Wajah tanpak rileks 5. Beri analgesik
R: perut bagian bawah
kanan
S: Skala nyeri 5
T: Nyeri dirasakan terus-
menerus
DO : pasien tampak meringis
menahan nyeri
3. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Bersihkan lapangan operasi dari
dengan tidak adekuatnya selama 3x24 jam diharapkan tidak beberapa organisme yang mungkin
pertahanan tubuh. terjadi infeksi dengan kriteria hasil : ada m elalui prinsip-prinsip
DS : - 1. Tidak ada tanda – tanda infeksi pencukuran
DO : post operatif (tidak lagi panas, 2. Beri obat pencahar sehari sebelum
- Pasien dilakukan kemerahan) operasi dan dengan melakukan
pembedahan di perut klisma
bagian kanan bawah 3. Anjurkan pasien mandi dengan
sempurna
4. Edukasi tentang pentingnya
kebersihan diri pasien
4. Kerusakan integritas jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi keadaan luka
berhubungan dengan faktor selama 3x24 jam diharapkan masalah 2. Lakukan perawatan luka
mekanik. kerusakan integritas jaringan tidak 3. Kolaborasi dalam pemberian diit
DS : pasien mengatakan luka terjadi dengan kriteria hasil : tinggi protein
didaerah operasi kotor 1. Balutan luka lembab dan bersih
DO : Luka pasien tampak kotor 2. Luka tampak kering
3. Luka tidak ada pus
DAFTAR PUSTAKA