Anda di halaman 1dari 5

PAPER ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER II

“White Muscle Disease”

Kelompok

1. Frances J. Claudia 1409005115


2. I Gede Agus Eva Prawira A 1409005120
3. I Agus Bayu Sentana 1409005055
4. I Gede Pasek Palguna 1409005104
5. Lalu Syarif 1509005022
6. Gadis Ayu Septyawati 1509005029
7. Aidil Calvianto 1509005068
8. Ni Made Dwi Adnyana P 1509005096
9. Pt Ayutia Areningrat 1509005105
10. N L A Praharani P D 1509005107
11. I Nyoman Kusumajaya 1509005109
12. Ida Ayu Sri Devi Adnyaswari 1509005110

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
1. DEFINISI

White muscle disease (WMD) merupakan Penyakit gangguan pada otot sebagai

akibat dari kekurangan selenium dan vitamin E dalam pakan yang di konsumsi. Defsiensi

selenium dapat menyebabkan penyakit white muscle disease yang ditandai dengan bercak

putih pada otot. Hewan dengan keadaan ini menyebabkan kelemahan pada hewan, kekakuan

dan kerusakan pada otot dan hewan sulit untuk berdiri (Peterson dan Engle, 2005). Selenium

sebelumnya lebih dikenal sebagai mineral beracun namun menjadi jelas fungsinya setelah

tahun 1950, ketika dapat dibuktikan bahwa selenium dapat mencegahnya miopati pada sapi

dan domba dengan suplementasi selenium (McDonald et al., 2010). Pada tanaman selenium

didapat dalam bentuk seleno amino acid bersama dengan protein, dan kandungan selenium

dalam tanaman bervariasi tergantung kandungan selenium dalam tanah (Aminuddin, 1999).

Selenium memiliki hubungan yang erat dengan vitamin E yaitu bersama-sama dalam

melindungi membran biologis dari degenerasi (Peterson dan Engle, 2005).

Penyakit ini sering di temukan pada semua hewan besar ( kebanyakan pada kambing

dan Domba) yaitu ketika hewan besar tersebut baru lahir (gejala lemah tidak berkemampuan

untuk bangkit) dan ketika masa pertumbuhan. Gejala yang timbul ketika masa pertumbuhan

seperti kelainan otot, bungkuk, kaku, gemetar ketika berdiri, sulit bernafas dan hidung

berbusa. Dalam kondisi seperti itu, kualitas nutrisi pakan sangat bergantung pada rumput dan

hijauan yang tumbuh di padang penggembalaan, termasuk kandungan vitamin dan

mineralnya.

2. ETIOLOGI
Penyakit otot putih adalah miopati yang dihasilkan dari rendahnya tingkat selenium diet

dan vitamin E. Makanan yang tumbuh di daerah di mana tanah kekurangan selenium

mengakibatkan penurunan serapan oleh tanaman sehingga membuat kekurangan selenium pakan.

Kekurangan vitamin E dapat disebabkan oleh sejumlah besar asam lemak tak jenuh dan zat

pembentuk peroksida lainnya dalam makanan. Mekanisme lain untuk defisiensi selenium pada

sapi adalah hasil dari efek antagonis dari logam tertentu seperti perak, tembaga, kobalt, merkuri

dan timah.

3. GEJALA KLINIS

Umumnya white muscle disease terjadi secara sub akut yang ditandai dengan

melemahnya otot secara progresif, kekakuan ringan pada otot, nyeri saat berjalan, kaku,

penampilan membungkuk dan ketidakmampuan untuk berdiri, pada anak sapi yang dipaksa

berdiri akan gemetar, disfagia, trismus dan fasikulasi otot serta adanya gangguan metabolik yang

terkait seperti hiperkalemia,hiponatremia, hipokalsemia dan hipoklinmia. White muscle disease

juga dapat bermanisfestasi sebagai bentuk perakut, dimana kematian disebabkan oleh kolaps

kardiovaskuler dan edema paru-paru yang terjadi dalam beberapa jam serta menunjukkan tanda-

tanda klinis seperti recumbency secara tiba-tiba,takipnea dan dyspnea. Pada hewan muda tanda

klinis yang terlihat harus diwaspadai karena dapat merupakan tanda klinis dari penyakit lainnya

yang bersifat fatal seperti septicemia,asfiksia neonatal, pneumonia botulism, tetanus, trauma dan

atritis septic. Biasanya pada sapi yang menderita white muscle disease kurang merespon

terhadap pemberian terapi antibiotik dan kematian dapat terjadi sebagai akibat dari akumulasi

cairan di paru-paru.
Penyakit white muscle disease ini sering terjadi pada sapi yang baru lahir atau anak sapi

dengan menunjukkan tanda klinis seperti lahir pada usia 4 hingga 6 minggu. Hal ini disebabkan

oleh induk sapi yang mengalami defisiensi selenium selama kehamilan dapat melahirkan

keturunan yang menderita defisiensi mineral, dengan begitu fetus yang terkandung dalam induk

sapi dapat mengalami lahir mati atau lemah dan mati (still birth) pada masa awal kebuntingan.

Pada beberapa kasus yang ekstrim, kerusakan permanen dapat terjadi dan dapat berkontribusi

terhadap masalah kesehatan kronis pada sapi dewasa. Pada sapi betina dapat terjadi retensi

membran janin sampai 24 jam yang dapat berkontribusi terhadap infeksi rahim dan mengganggu

kemampuan perkembangbiakan selanjutnya.

4. DIAGNOSA

White muscle disease berdasarkan dari gejala klinis yaitu terjadinya peningkatan kadar

enzim otot (CK dan AST), menurunnya kadar vitamin E dan selenium dalam makanan, jaringan,

dan serum serta terjadi degenerasi otot. Pada sapi yang terinfeksi white muscle disease dapat

didiagnosis berdasarkan tanda dan lesi yang khas. Namun pada kasus yang ringan pemeriksaan

laboratorium seperti pemeriksaan histologi dan kadar glutathione peroxidase, AST dan CK

mungkin diperlukan. Pada saat dilakukan nekropsi, otot yang terinfeksi menjadi pucat, dan

pemeriksaan histologis menunjukkan degenerasi hialin dan nekrosis segmental. Dalam hal ini,

hewan sering berbaring dan mengalami kelemahan.

5. TREATMENT

Ternak yang mengalami white muscle disease dapat diobati dengan pemberian sodium

selenite dan vitamin E dalam emulsi steril. Senyawa ini dapat diberikan secara SC atau IM, pada

1 mg selenium dan 50 mg (68 IU) vitamin E per 18 kg (40 lb) beratbadan. Jika perlu, pengobatan

dapat diulang dua minggu kemudian, tetapi tidak lebih dari empat dosis total harus diberikan.
Pada anak sapi yang terkena defisiensi vitamin E, pengobatan sederhana dapat dilakukan dengan

pemebrian suplemen makanan menggunakan α-tokoferolatauzat kaya vitamin E dapatdigunakan.

Sapi biasnya dapat disembuhkan dari penyakit ini dengan menggunakan 600 mg α-tocopherol;

diikuti dengan dosis harian 200 mg. kandungan lemak takjenuh harus dihilangkankan dari diet

karena hal ini dapat menyebabkan kekurangan vitamin E.

6. PENCEGAHAN

Untuk mencegah penyakit ini pemeberian Se sebagai suplemen secara injeksi dapat

dilakukan secara berulang sebanyak delapan sampai dua belas kali tiap tahunnya. Untuk

membuatnya lebih praktikal, penambahan Se kedalam konsentrasi garam mineral sampai

120ppm dapat dilakukan. Metode ini lebih efektif dalam menjaga keseimbangan selenieum pada

pada ternak melalui konsumsi dietnya. Mengkonsumsi campuran garam mineral sebanyak satu

ons sehariakan membuat tubuh mengkonsum sisekitar tiga milli gram perhari dan hal tersebut

merupakan limit yang wajar. Penambahan selenium pada produk pakan juga dapat dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan selenium harian pada sapi. Namun perludi ingat bahwa jumlah

selenium yang diberikan pada sapi adalah tiga milligram perhari perhewan. (John Maas, 2007)

Anda mungkin juga menyukai