Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADA BERBAGAI TIPE USAHATANI KARET

DI DAS BATANG PELEPAT KABUPATEN BUNGO, JAMBI

Sunarti*)
*
) Staf Pengajar Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi
Telp. 08127443495; email: narti_jbi@yahoo.com

ABSTRACT

Land in Batang Pelepat watershed were generally cultivated for rubber farming.
The objectives of this research are to identify characteristics of rubber farming
systems types and analysis their effect on farmer’s income. This research was
carried out by survey method and data were analyzed using descriptive analysis.
The results of the research showed that rubber farming systems in Batang
Pelepat watershed were not able to fulfill indicators of feasible income.

Keyword: Rubber, Farming, Income, Watershed

PENDAHULUAN yang konvensional tersebut menyebabkan


produksi karet rendah. Hal ini dapat dilihat
Karet merupakan salah satu komoditi ekspor
dari produktivitas karet dan pendapatan petani
utama Provinsi Jambi yang permintaannya
karet di DAS Batang Pelepat yang masih
terus meningkat. Tahun 2000 volume ekspor
tergolong rendah (Balitbang Pertanian,
karet Jambi mencapai 1,38 juta ton (senilai
2005a). Berdasarkan data produktivitas
USD 889 juta). Sedangkan pada tahun 2005
beberapa kecamatan yang tercakup dalam
meningkat menjadi 2,02 juta ton dengan nilai
DAS Batang Pelepat diketahui bahwa
USD 2.854 juta (Disbun Provinsi Jambi,
produktivitas karet di DAS Batang Pelepat
2009). Volume ekspor tersebut dipenuhi dari
hanya 0,45 ton /ha (Disbun Provinsi Jambi,
lahan usahatani karet yang menyebar hampir
2005, data diolah); produktivitas ini berada di
ke berbagai wilayah Provinsi Jambi, termasuk
bawah produktivitas karet nasional yang
Kabupaten Bungo. Daerah aliran sungai
masing-masing mencapai 0,60 ton /ha
(DAS) Batang Pelepat yang terletak di
(Ditjenbun, 2004; Balitbang Pertanian,
kawasan hulu DAS Batanghari telah
2005b).
ditetapkan sebagai sentra produksi karet
nasional, yaitu Kecamatan Pelepat. Selain itu, Produktivitas karet yang rendah berpengaruh
Kecamatan Pelepat juga merupakan sasaran terhadap pendapatan masyarakat di DAS
Pemerintah Provinsi Jambi dalam Program Batang Pelepat yang sebagian besar berasal
Peremajaan Karet (Disbun Provinsi Jambi, dari usahatani karet. Pendapatan petani yang
2005; BPS, 2008). berasal dari usahatani karet berkisar Rp
320.000 – Rp 480.000/bulan; pendapatan
Usahatani karet di DAS Batang Pelepat
tersebut masih dibawah standar upah
umumnya merupakan usahatani karet rakyat
minimum regional Kabupaten Bungo (Rp
yang dikelola secara konvensional atau
716.000/bulan), meskipun luas pemilikan
tradisional karena petani memiliki modal
lahan di kawasan ini adalah 3,82 ha/KK
terbatas. Padahal produktivitas lahan di DAS
(PPLH UNJA, 2003).
Batang Pelepat tergolong rendah (sebagian
besar tergolong lahan marginal). Tingkat pendapatan yang diperoleh petani
Pengembangan pertanian (khususnya karet) di tergantung praktek budidaya (agroteknologi)
Kabupaten Bungo dihadapkan pada faktor- yang diterapkan, meliputi cara pembukaan
faktor pembatas berupa, retensi hara, lahan, pengolahan tanah, sistem tanam, input
ketersediaan unsur hara, toxisitas, terrain dan yang digunakan. Faktor-faktor tersebut akan
bahaya erosi. Oleh karena itu pengelolaan berpengaruh terhadap tingkat biaya dan

16 J-SEP Vol 3 No 1 Maret 2009


produksi usahatani. Menurut Sunarti (2009), Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai
usahatani karet rakyat di DAS Batang Pelepat bulan Nopember 2006 hingga Januari 2007.
terdiri atas 5 tipe yang menerapkan praktek
Penelitian ini memerlukan alat tulis dan
budidaya (agroteknologi) yang berbeda, yaitu
kuesioner untuk mengumpulkan data melalui
campuran karet-manau-kayu sungkai, karet-
survei. Data sekunder berupa tipe usahatani
kayu balam-kayu medang, monokultur karet I
karet yang terdapat di DAS Batang Pelepat.
(tanpa penutup tanah), monokultur karet II
Data sekunder dijadikan pedoman untuk
(permukaan lahan ditutupi semak belukar) dan
mengumpulkan data primer berupa struktur
campuran karet-gaharu. Semua tipe usahatani
biaya dan penerimaan setiap tipe usahatani
tersebut diawali dengan penanaman padi gogo
karet. Data tersebut diperoleh melalui
di sela tanaman karet selama 2 tahun pertama.
wawancara dengan responden petani dan
Berdasarkan hasil penelitian Juarsah (2008),
pejabat terkait. Sampel responden petani
sistem tanam tumpangsari karet dengan
ditetapkan secara proportional stratified
tanaman padi gogo, kedelai dan jagung pada
random sampling. Stratifikasi petani
awal tanam tanaman karet pada lahan milik
ditetapkan berdasarkan tipe usahatani karet
peladang berpindah di Jambi, Sumatera
yang teridentifikasi dengan jumlah responden
Selatan dan Sulawesi Selatan diketahui bahwa
petani adalah 10% dari populasi petani setiap
sistem tanam tumpangsari karet dengan
tipe usahatani karet tersebut. Sedangkan
kedelai dapat meningkatkan produksi tanaman
responden pejabat terkait ditetapkan secara
hingga 51,10% dan kelayakan usahatani
purposive, yaitu petugas penyuluh lapangan
hingga mencapai B/C sebesar 1,82; lebih
(PPL), kepala desa di lingkungan DAS Batang
tinggi dibandingkan dengan padi dan jagung.
Pelepat dan Kepala Dinas Kehutanan dan
Berdasarkan perspektif petani rubber
Perkebunan.
agroforestry system (RAS) di Kabupaten
Sanggau diketahui bahwa sistem tumpangsari Struktur biaya usahatani diketahui melalui
(agroforestri) pada tanaman karet pengumpulan data jenis, volume dan harga
membutuhkan biaya produksi yang lebih besar input. Selain itu juga dikumpulkan data jumlah
dibandingkan sistem monokultur. Namun produksi tanaman yang ditanam pada setiap
sistem tanam tersebut dapat meningkatkan tipe usahatani karet dan harga produksi setiap
pendapatan petani dan mengurangi resiko komoditi untuk menentukan total penerimaan
kegagalan (Suhatini et al., 2009). usahatani. Pendapatan petani adalah selisih
total penerimaan dengan total biaya usahatani.
Penelitian ini bertujuan untuk
Harga yang digunakan dalam analisis adalah
mengidentifikasi tipe usahatani (karakteristik
harga yang berlaku di lokasi penelitian selama
teknik budidaya) karet yang diterapkan petani
5 tahun terakhir dan diasumsikan tetap.
dan menganalisis pendapatan pada setiap tipe
usahatani karet di DAS Batang Pelepat. Data yang diperoleh dianalisis secara
Penilaian pendapatan setiap tipe usahatani deskriptif dengan membandingkan pendapatan
berdasarkan struktur biaya usahatani pada yang diperoleh petani pada setiap tipe
gilirannya dapat digunakan pula untuk menilai usahatani karet dengan standar pendapatan
efisiensi biaya usahatani. Penilaian tersebut untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum
selanjutnya juga dapat digunakan sebagai (PKFM) dan kebutuhan hidup layak (PKHL).
pertimbangan untuk memperbaiki teknik Penentuan standar PKFM dan PKHL
budidaya (agroteknologi) yang diterapkan memerlukan data jumlah anggota keluarga dan
petani secara efisien. harga beras yang berlaku. Standar PKFM
dihitung berdasarkan nilai ambang kecukupan
pangan (beras) untuk tingkat pengeluaran
METODE PENELITIAN
rumah tangga di pedesaan berkisar antara 240
Penelitian dilaksanakan di DAS Batang – 320 kg/orang/tahun (Sajogyo dan Sajogyo,
Pelepat yang terletak di Kabupaten Bungo, 1990). Sedangkan standar PKHL adalah 250%
Provinsi Jambi. Lokasi pengamatan intensif PKFM (Sinukaban, 2007).
dilakukan pada salah satu sub DAS, yaitu
DAS Batang Pelepat dengan luas 48.465 ha.

J-SEP Vol 3 No 1 Maret 2009 17


HASIL DAN PEMBAHASAN petani untuk terus memperluas kepemilikan
lahan.
Karakteristik Tipe Usahatani dan Petani
Karet Pendapatan Petani Karet berdasarkan Tipe
Usahatani
Usahatani di DAS Batang Pelepat terdiri atas 5
tipe, yaitu sesap karet I (SK I), sesap karet II Berdasarkan analisis usahatani dapat diketahui
(SK II), monokultur karet I (MK I), bahwa pendapatan petani karet berkisar Rp
monokultur karet II (MK II) dan karet-gaharu 5,45 hingga Rp 59,36 juta/ha/tahun.
(KRG). SK I merupakan campuran karet, Pendapatan tertinggi akan diperoleh dari tipe
manau dan kayu sungkai dan SK II adalah KRG, tetapi saat ini tanaman belum
campuran karet, kayu balam dan kayu menghasilkan, sedangkan pendapatan terendah
medang. MK adalah tanaman karet dengan diperoleh dari tipe MK II, yaitu Rp 5,45
permukaan tanah relatif terbuka dan dikelola juta/ha/tahun. Tipe usahatani karet di DAS
lebih intensif dibandingkan dengan tipe Batang Pelepat mempunyai struktur biaya,
usahatani lainnya. MK II adalah tanaman karet penerimaan dan pendapatan yang berbeda
yang dibiarkan tumbuh bersama dengan karena dikelola dengan agroteknologi yang
tumbuhan semak belukar. KRG adalah berbeda (Tabel 2). Diversifikasi tanaman pada
campuran karet dengan gaharu yang tipe usahatani memberikan kontribusi terhadap
merupakan program Dishutbun Kabupaten pendapatan usahatani (dengan asumsi
Bungo dan telah menerapkan teknik budidaya pengelolaan sama). Berdasarkan analisis
yang sesuai dengan rekomendasi, tetapi belum usahatani diketahui bahwa pendapatan pada
disertai teknik KTA (Sunarti, 2009). Usahatani tipe usahatani campuran lebih tinggi
di DAS Batang Pelepat umumnya belum dibandingkan pendapatan pada usahatani
menerapkan agroteknologi yang ideal dengan monokultur karet II. Pendapatan pada tipe SK,
ciri khas penanaman padi ladang pada dua KRG dan MK I lebih tinggi dibandingkan
tahun pertama untuk memenuhi kebutuhan dengan MK II. Namun pendapatan pada tipe
pangan pokok petani sebelum karet MK I lebih tinggi dibandingkan dengan tipe
berproduksi dan tanaman pinang sebagai SK dan MK II, karena produksi karet yang
tanaman pagar (Tabel 1). Tipe usahatani yang diperoleh pada tipe MK I lebih tinggi (sama
tidak dikelola secara intensif seperti SK dengan KRG). Hal ini disebabkan oleh
menurut Joshi et al. (2001) berpengaruh positif pengelolaan yang lebih intensif dibandingkan
terhadap kondisi hidrologi DAS dan dengan tipe SK dan MK II (Tabel 1).
keanekaragaman hayati, tetapi tidak didukung
oleh produktivitas yang optimal. Tabel 2 Distribusi Biaya, Penerimaan dan Pendapatan
Setiap Tipe UTKKS di DAS Batang Pelepat
Berdasarkan hasil penelitian, jumlah rumah Biaya Penerimaan Pendapatan
tangga (RT) tani di DAS Batang Pelepat Tipe UTKKS (Juta (Juta (Juta
adalah 2.014 atau sekitar 93,50% dari jumlah Rp/ha/thn) Rp/ha/thn) Rp/ha/thn)
KK yang ada di DAS Batang Pelepat. Petani Sesap Karet I 1,24 7,36 6,12
Sesap Karet II 1,10 6,90 5,80
di DAS Batang Pelepat sebagian besar (1.836 Monokultur Karet I 1,95 9,79 7,84
KK atau 91,04%) adalah petani karet yang Monokultur Karet II 1,42 6,87 5,45
menerapkan beberapa tipe usahatani, yaitu SK Karet-Gaharu (TBM)* 2,74 62,10 59,36
I (630 KK atau 31,34%), SK II (526 KK * Hasil Prediksi karena tanaman belum menghasilkan
atau 25,87%), MK I (200 KK atau 9,95%), Berdasarkan hasil penelitian standar PKFM
MK II (460 KK atau 22,95%), KRG (20 KK dan PKHL di DAS Batang Pelepat masing-
atau 0,99%). Hasil penelitian juga masing adalah Rp 7,20 juta/KK dan Rp 18,00
menunjukkan bahwa petani karet di DAS juta/KK. Pendapatan petani karet di DAS
Batang Pelepat memiliki lahan seluas ± 5 ha, Batang Pelepat yang berasal dari 2 ha lahan
tetapi yang dikelola hanya seluas 2 ha. Hal ini belum dapat memenuhi PKHL, kecuali petani
disebabkan oleh keterbatasan modal yang yang menerapkan tipe KRG. Tingginya
dimiliki petani (Rp 3,00 juta/KK/tahun). pendapatan dari tipe KRG disebabkan oleh
Produksi dan pendapatan yang rendah serta tingginya nilai ekonomi gubal gaharu, yaitu
menjamin kehidupan keturunannya di masa Rp 2,00 juta/kg (Dephut, 2002; Sumarna,
yang akan datang merupakan pendorong bagi 2005), namun pengembangannya sangat

18 J-SEP Vol 3 No 1 Maret 2009


dibatasi oleh pengetahuan petani untuk untuk kehidupan petani (Rp 5,45 – 7,84
mengelola tanaman tersebut karena petani juta/ha/tahun), kecuali tipe tumpangsari
hanya terbiasa mengelola tanaman karet. karet-gaharu (tanaman belum
Pengembangan tipe KRG di DAS Batang menghasilkan) yang diprediksi
Pelepat masih bergantung pada fasilitas memberikan pendapatan sebesar Rp
pemerintah, padahal menurut Sinukaban 59,36 juta/ha/tahun.
(2007) pertanian berkelanjutan harus dapat
Saran
dikembangkan oleh petani secara mandiri.
Usahatani karet di DAS Batang Pelepat masih
Pengembangan agroteknologi usahatani karet
memerlukan pengembangan agroteknologi agar
di kawasan ini masih sangat diperlukan untuk
produktivitas dapat ditingkatkan sehingga
menjamin kesejahteraan petani dan
pendapatan petani juga dapat ditingkatkan.
terpenuhinya permintaan ekspor. Penggunaan
Pengembangan agroteknologi tersebut perlu
takaran pupuk seperti yang direkomendasikan
disusun berdasarkan perencanaan yang
oleh BPP Sembawa (2003) berupa 250 – 350 g
mempertimbangkan aspek biofisik (lahan),
urea/pohon/tahun, 125 – 260 g SP-
sosial ekonomi petani dan kelembagaan secara
36/pohon/tahun dan 100 – 300 g
simultan.
KCl/pohon/tahun dapat menghasilkan
produksi karet yang lebih tinggi, yaitu sekitar
1.360 kg/ha. Oleh karena itu rekomendasi DAFTAR PUSTAKA.
pemupukan ini dapat dipertimbangkan dalam [Balitbang] Badan Penelitian dan
penyempurnaan agroteknologi usahatani karet Pengembangan Pertanian. 2005a.
di DAS Batang Pelepat. Namun masih Penyusunan Sistem Informasi
memerlukan kajian karena tidak semua Sumberdaya Lahan Pertanian
rekomendasi agroteknologi dapat diterapkan Kabupaten Bungo. Laporan
di berbagai lokasi karena penerapan Penelitian. Badan Penelitian dan
agroteknologi perlu disesuaikan dengan Pengembangan Pertanian.
kondisi biofisik (lahan) dan sosial ekonomi Departemen Pertanian. Bogor.
petani (local specific).
[Balitbang] Badan Penelitian dan
Pengembangan agroteknologi mempunyai Pengembangan Pertanian. 2005b.
konsekuensi terhadap peningkatan biaya, Prospek dan arah pengembangan
namun berdasarkan hasil penelitian petani di agribisnis karet. Badan Penelitian
DAS Batang Pelepat mempunyai modal tunai dan Pengembangan Pertanian.
sebesar Rp. 3,00 juta. Semua tipe usahatani Departemen Pertanian. Jakarta.
yang telah diterapkan oleh petani hanya
membutuhkan biaya Rp. 1,10 – 2,74 juta/ha. [BPP] Balai Penelitian Perkebunan Sembawa.
Oleh karena itu pengembangan agroteknologi 2003. Sapta Bina Usahatani Karet
setiap tipe usahatani karet (kecuali KRG) pada Rakyat. Pusat Penelitian Karet, Balai
lahan petani seluas 1 – 2 ha masih dapat Penelitian Perkebunan Sembawa.
dimungkinkan dengan memanfaatkan modal Palembang.
petani. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Peta
Komoditi Utama Sektor Primer dan
Pengkajian Peluang Pasar serta
SIMPULAN DAN SARAN Peluang Investasinya di Indonesia.
Simpulan http :
//www.regionalinvesment.com/sipid/
1. Usahatani karet di DAS Batang Pelepat
id/karet_sentrawilayah.pdf [21
terdiri atas 5 tipe yang belum disertai
Pebruari 2009]. Jakarta.
dengan teknik budidaya yang sesuai
rekomendasi. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2002.
Budidaya Tanaman Penghasil
2. Semua tipe usahatani karet yang terdapat
Gaharu. Direktorat Jendral
di DAS Batang Pelepat belum
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
memberikan pendapatan yang layak

J-SEP Vol 3 No 1 Maret 2009 19


Sosial Departemen Kehutanan. Sajogyo dan P. Sajogyo. 1990. Sosiologi
Jakarta. pedesaan. Jilid 2. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada Press.
[Disbun] Dinas Perkebunan Provinsi Jambi.
2009. Program Rehabilitasi Karet di Sinukaban N. 2007. Agricultural Development
Provinsi Jambi : Upaya untuk In Indonesia. Di dalam : Soil and
meningkatkan Perekonomian Water Conservatioan in Sustainable
Daerah. Development. Ed ke-1. Direktorat
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/E Jenderal RLPS. Hlmn 97–119.
A4A2A03/98EF/B8A5A/11/EBEB/0 Bogor.
91/db/9966/Boks1/pdf . [21 Maret
Suhatini, R, Yudiono, S, Dolorosa, E dan
2009].
Ilahang. 2009. Karakteristik
[Disbun] Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. Usahatani pada Sistem Wanatani
2005. Statistik Perkebunan Jambi Berbasis Karet di Kabupaten
tahun 2004. Dinas Perkebunan Sanggau.
Provinsi Jambi. Jambi http://www.worldagroforestry.org/se
a/Project/CFC/Downloadle/Paper/Ra
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Bina Produksi
ma_Usahatani_Draft/PDF, [21 Maret
Perkebunan. 2004. Statistik
2009].
Perkebunan Indonesia. Karet dan
Kelapa Sawit. Ditjen Perkebunan. Sumarna, Y. 2005. Budidaya Gaharu. Penebar
Jakarta. Swadaya. Jakarta.
Joshie L, Wibawa G, Vincent G, Boutin D, Sunarti. 2009. Karakteristik Agroteknologi
Akiefnawati R, Manurung G dan Usahatani Karet di DAS Batang
Noordwijk MV. 2001. Wanatani Pelepat Kabupaten Bungo Provinsi
kompleks berbasis karet. Bogor : Jambi. Di dalam : Makalah Seminar
ICRAFT. Nasional BKSPTN wilayah Barat
http://www.icraft.cgiar.org/sea [2 tentang Ilmu-Ilmu Pertanian.
Maret 2006]. Tanggal 13 – 16 April 2009. Banten.
Juarsah I. 2008. Implementasi sistem pola
tanam usahatani konservasi petani
peladang berpindah terhadap
peningkatan produktivitas lahan dan
pendapatan petani. In : Murtilaksono
K, Agus F, Tarigan SD, Dariah A,
Nurida NL, Santoso H, Sinukaban, N
dan Gintings A Ng, editor. Prosiding
Seminar dan Kongres Nasional
MKTI VI; Safari Garden Hotel,
Cisarua, Bogor, 17 – 18 Desember
2007. Masyarakat Konservasi Tanah
dan Air Indonesia (MKTI). Hlmn
237 – 246. Jakarta.
[PPLH UNJA] Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup Universitas Jambi. 2003.
Analisis dampak lingkungan
perkebunan kelapa sawit dan pabrik
pengolahannya di Kecamatan
Pelepat, Kabupaten Bungo, Provinsi
Jambi. Laporan Penelitian. PT Aman
Pratama Makmur Lestari dan PPLH
Universitas Jambi. Jambi.

20 J-SEP Vol 3 No 1 Maret 2009

Anda mungkin juga menyukai