Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Mutu sebagai suatu konsep yang diterapkan dan dipraktekkan dengan cara dan
gaya yang sama pada setiap keadaan. Pada umumnya, mutu layanan kesehatan terfokus
pada konsep bahwa layanan kesehatan memiliki tiga landasan utama yaitu mutu, akses
dan biaya. Walaupun satu sama lain saling bergantug dan masing-masing dapat
berdampak pada yang lain, mutu berdampak lebih kuat pada dua landasan lainnya. Mutu
dapat dicapai jika layanan yang terjangkau dapat diberikan dengan cara yang pantas,
efisien dan hemat biaya. Layanan yang bermutu adalah layanan yang berorientasi
pelanggan (costumer oriented), tersedia (availabe), mudah didapat (accessible),
memadai (acceptable), terjangkau (affordable) dan mudah dikelola (controllable). Mutu
tercapai ketika kebutuhan dan harapan pelanggan terpenuhi.

Institusi pelayanan kesehatan yang mengembangakan program jaminan mutu secara


konsisten dan berkelanjutan akan mendapat manfaat :

- Meningkatnya efektivitas pelayanan kesehatan tersebut


- Terjaminnya efisiensi manajamen pelayanan kesehatan
- Masyarakat menerima produk jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhannya
- Para petugas kesehatan akan terlindungi jika terjadi gugatan hukum.
Tingkat kepuasan pelanggan institusi pelayanan kesehatan adalah added value bagi
dokter, paramedis, perusahaan farmasi, pemasok alat-alat kedokteran, termasuk pimpinan
institusi penyedia jasa layanan kesehatan. Value berasal dari jenis pelayanan yang
diberikan kepada pelanggan, atau sistem manajemen institusi tersebut, atau sesuatu yang
bersifat emosional. Kalau pelanggan mengatakan bahawa value mereka adalah pelayanan
kesehatan yang bermutu, kepuasan pelanggan adalah mutu pelayan kesehatan. Kalau
pelanggan mengatakan value mereka adalah kesembuhan dari serangan penyakit atau
gangguan kesehatan yang mereka derita maka kepuasan pelanggan kesehatan adalah
pelayan yang memberikan kesembuhan bagi mereka. Pelanggan yang puas akan berbagi
rasa dan pengalaman mereka kepada teman, keluarga dan tetangga. Ini akan menjadi
referensi yang baik kepada institusi penyedia pelayanan kesehatan.Kepuasan pelanggan
adalah tanggapan pelanggan terhadap kesesuaian tingkat harapan (ekspektasi) pelanggan

1
sebelum mereka menerima jasa pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka
terima. Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dapat disimpulkan sebagai selisih
kinerja institusi pelayanan kesehatan dengan harapan pelanggan.

1.2.Rumusan Masalah
1) Apa itu Mutu ?
2) Apa saja program penjaminan mutu ?
3) Apa saja alat-alat penilaian mutu ?

1.3.Tujuan
1) Mengetahui apa itu mutu
2) Mengetahui apa saja program penjaminan mutu
3) Mengetahui apa saja alat alat penilaian mutu

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Mutu Dalam Pelayanan Kesehatan

Mutu layanan kesehatan dapat didefenisikan dengan berbagai cara, dengan


implikasi yang berbeda bagi penyedia layanan kesehatan, pembayar pihak ketiga,
pembuat kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya. National Academies Institute of
Medicine (IOM) memberikan defenisi mutu layanan kesehatan sebagai derajat ketika
layanan kesehatan bagi individu dan populasi meningkatkan probablitas hasil akhir
kesehatan yang diinginkan dan konsisten dengan pengetahuan professional saat ini.
Defenisi ini menyoroti berbagai aspek mutu. Pertama, layanan kesehatan bermutu tinggi
harus mencapai hasil akhir kesehatan yang diinginkan bagi individu yang sesuai dengan
pilihan mereka yang beragam. Kedua, layanan kesehatan harus mencapai hasil akhir
kesehatan yang diinginkan bagi populasi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang
efisiensi pembuat kebijakan dan pembayar pihak ketiga. Terakhir, layanan kesehatan
harus sesuai dengan standar profesional dan bukti ilmiah, konsisten dengan keefektifan
fokus klinis dan penyedia layanan kesehatan.
Mutu sebagai suatu konsep yang diterapkan dan dipraktekkan dengan cara dan
gaya yang sama pada setiap keadaan. Pada umumnya, mutu layanan kesehatan terfokus
pada konsep bahwa layanan kesehatan memiliki tiga landasan utama yaitu mutu, akses
dan biaya. Walaupun satu sama lain saling bergantug dan masing-masing dapat
berdampak pada yang lain, mutu berdampak lebih kuat pada dua landasan lainnya. Mutu
dapat dicapai jika layanan yang terjangkau dapat diberikan dengan cara yang pantas,
efisien dan hemat biaya. Layanan yang bermutu adalah layanan yang berorientasi
pelanggan (costumer oriented), tersedia (availabe), mudah didapat (accessible),
memadai (acceptable), terjangkau (affordable) dan mudah dikelola (controllable). Mutu
tercapai ketika kebutuhan dan harapan pelanggan terpenuhi.
Yang dimaksud dengan pelanggan pelayanan kesehatan secara umum adalah
masyarakat (individu atau kelompok) atau institusi pengguna jasa pelayanan kesehatan,
yang membutuhkan pelayanan kesehatan atau yang punya potensi membayar jasa
pelayanan kesehatan. Mereka dimasukkan sebagai pelanggan dari luar (external
costumer) institusi. Institusi pelayanan kesehatan juga memiliki pelanggan dari dalam
(internal costumer) yaitu mereka yang bekerja di institusi pelayanan tersebut. Setiap

3
kelompok pelanggan ini perlul diberi pelayanan sebaik-baiknya oleh pihak manajemen
institusi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Jenis jasa pelayanan kesehatan yang disediakan oleh institusi penyedia pelayanan
kesehatan harus bersifat menyeluruh (comprehensive health service) yang meliputi
pelayanan kesehatan pencegahan (promotive health service), pengobatan (curative health
service), pengobatan (curative health service) dan rehabilitasi (rehabilitative health
service). Pelanggan individu dilayani di dalam gedung untuk pengobatan dasar atau
rehabilitasi medis. Petugas kesehatan menunggu kehadiran pelanggan ini (pelayanan
pasif). Untuk pelanggan kelompok masyarakat, diberikan pelayanan di luar gedung.
Pelayanan untuk kelompok masyarakat bersifat proaktif karena petugas kesehatan
mendatangi kelompok masyarakat untuk memberikan pelayanan.
Tingkat kepuasan pelanggan institusi pelayanan kesehatan adalah added value bagi
dokter, paramedis, perusahaan farmasi, pemasok alat-alat kedokteran, termasuk pimpinan
institusi penyedia jasa layanan kesehatan. Value berasal dari jenis pelayanan yang
diberikan kepada pelanggan, atau sistem manajemen institusi tersebut, atau sesuatu yang
bersifat emosional. Kalau pelanggan mengatakan bahawa value mereka adalah pelayanan
kesehatan yang bermutu, kepuasan pelanggan adalah mutu pelayan kesehatan. Kalau
pelanggan mengatakan value mereka adalah kesembuhan dari serangan penyakit atau
gangguan kesehatan yang mereka derita maka kepuasan pelanggan kesehatan adalah
pelayan yang memberikan kesembuhan bagi mereka. Pelanggan yang puas akan berbagi
rasa dan pengalaman mereka kepada teman, keluarga dan tetangga. Ini akan menjadi
referensi yang baik kepada institusi penyedia pelayanan kesehatan.Kepuasan pelanggan
adalah tanggapan pelanggan terhadap kesesuaian tingkat harapan (ekspektasi) pelanggan
sebelum mereka menerima jasa pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka
terima. Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dapat disimpulkan sebagai selisih
kinerja institusi pelayanan kesehatan dengan harapan pelanggan.

2.2 Program Jaminan Mutu


Jika institusi pelayanan kesehatan merencanakan untuk mengembangkan manajemen
mutu jasa pelayanannya, institusi tersebut harus lebih dahulu merumuskan tujuan umum
pengembangan mutu. Ada dua tujuan umum pengembangan mutu produk pelayanan
kesehatan yang perlu dirumuskan, yaitu tujuan antara dan tujuan akhir.
 Tujuan (sasaran) antara . Pimpinan dan staf institusi kesehatan merumuskan
masalah mutu produk jasa layanannya. Sebelumnya merumuskan tujuan
4
pengembangan mutum, masalah mutu proses dan produk (output) harus
diidentifikasi lebih dahulu. Rumusan masalah ini dijadikan dasar penetapan
tujuan peningkatan mutu. Strategi ini disebut benchmarking. Ada beberapa jenis
benchmark yaitu internal benchmark (membandingkan mutu antarbagian,
antarbidang, antarseksi). Benchmark yang membandingkan hasil yang pernah
dicapai tahun-tahun sebelumnya disebut historical benchmark. Ada juga
benchmark yang membandingkan jasa pelayanan antar institusi pelayanan
kesehatan swasta-pemerintah, antar kota, antar negara yang disebut external
benchmark.
 Tujuan (sasaran) akhir . Tujuan akhir menjaga mutu pelayanan institusi kesehatan
adalah meningkatnya mutu produk atau jasa pelayanan kesehatan dikaitkan
dengan kepuasan pengguna jasa pelayanan.

Institusi pelayanan kesehatan yang mengembangakan program jaminan mutu secara


konsisten dan berkelanjutan akan mendapat manfaat :

- Meningkatnya efektivitas pelayanan kesehatan tersebut


- Terjaminnya efisiensi manajamen pelayanan kesehatan
- Masyarakat menerima produk jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhannya
- Para petugas kesehatan akan terlindungi jika terjadi gugatan hukum.

Jika proses pengembangan program jaminan mutu sudah dimulai, terdapat 4 kriteria
yang harus diperhatikan oleh pimpinan institusi pelayanan kesehatan :

1. Berkesinambungan (continuous quality improvement). Semua kegiatan program


untuk menjaga mutu harus mengikuti urutan kegiatan dan siklus pemecahan
masalah yang sudah ditetapkan staf dan pimpinan.
2. Sistematis. Kegiatan yang dilaksanakan berurutan dan jelas sasaran yang ingin
dicapai.
3. Objektif. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus sesuai dengan standar mutu
yang sudah ditetapkan. Standar ini harus disesuaikan dengan kemampuan institusi
pelayanan kesehatan yang dikaitkan dengan pendanaan dan kemampuann SDM
yang ada.

5
4. Terpadu. Kegiatan program jaminan mutu di sebuah institusi pelayanan kesehatan
tidak boleh terpisah dari kegiatan rutin manajemen instusi pelayanan kesehatan
tersebut (day to day management).

Dengan pendekatan dan analisis sistem, mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji
berdasarkan output (keluaran) sistem pelayanan kesehatan (intermediate output) dan
hasil akhir program jaminan mutu (outcome), Output sistem pelayanan kesehatan akan
dipengaruhi oleh tiga komponen sistem yang lain, yaitu :

1. Input – Masukan (dana, tenaga, dan sarana/prasarana).


Jumlah (kuantitas) dan kualitasnya (standard of personels and facilities) harus
mendapat prioritas perhatian pimpinan jika institusi pelayanan kesehatan
merencanakan akan mengembangkan mutu pelayanannya. Upaya untuk menjaga
mutu input oleh pimpinan (supervisi, monitoring langsung dan tidak langsung
sebelum proses dimulai) merupakan strategi pimpinan untuk menjaga (preventif
action) mutu proses dan output program jaminan mutu mencapai sasarannya secara
optimal.
2. Proses (tindakan medis dan nonmedis).
Semua rincian kegiatannya harus dituangkan ke dalam standard of conduct. Proses
ini harus tertulis sebagai dokumen penting masing-masing unit kerja institusi
pelayanan kesehatan. Semua dokumen ini harus mudah diperoleh dan dipahami
isinya oleh semua staf yang terkait dengan proses pengembangan program jaminan
mutu.
3. Lingkungan (kebijakan, institusi dan manajemen).
Kondisi lingkungan yang kondisi dengan program jaminan mutu disebut Standard
of organization and management. Dengan memanfaatkan standar ini, masalah
mutu pelayanan kesehatan akan dapat diidentifikasi lebih cermat. Dukungan pihak
manajemen untuk pengembangan program jaminan mutu pelayanan kesehatan
tidak kalah pentingnya dengan aspek tekhnis pelayanan kesehatan, yaitu aspek
medis dan asuhan keperawatan. Kalau dukungan pihak manajemen tidak memadai
sesuai dengan standar pelayanan, mutu pelayanan pasti akan turun.

2.3 PERBAIKAN MUTU


Sehubungan dengan program jaminan mutu yang dilakukan di institusi pelayanan
kesehatan, ketika siklus penerapan mutu layanan kesehatan telah diselesaikan, tugas

6
berikutnya setelah melakukan pemantauan dan penilaian adalah membuat rencana
kegiatan perbaikan. Tujuan melakukan pemantauan itu sendiri adalah mengukur
penyimpangan dari suatu ketentuan atau ambang batas agar organisasi dapat mempelajari
penyebab terjadinya penyimpangan tersebut dan menetapkan satu atau beberapa proses
kegiatan untuk mengurangi penyimpangan tersebut. Proses atau sekumpulan proses yang
dapat mengurangi penyimpangan tersebut adalah perbaikan mutu.
Menurut Siklus Mutu (Quality Cycle) yang dikembangkan oleh proyek Quality
Assurance Project oleh USAID, langkah-langkah berikut (atau paling tidak beberapa dari
langkah-langkah ini) harus sudah dilakukan sebelum proses perbaikan dapat dimulai :
1. Merencanakan mutu
2. Menyusun standar (dan indikator)
3. Mengkomunikasikan standar
4. Melakukan pemantauan (terhadap ambang batas)
5. Mengidentifikasi dan menentukan prioritas berbagai peluang untuk melakukan
perbaikan
6. Mendefenisikan kunci-kunci untuk peluang perbaikan
7. Membentuk sebuah tim
8. Menganalisis dan mempelajari berbagai peluang perbaikan bagi akar penyebab
masalah
9. Menyusun solusi dan tindakan untuk melakukan perbaikan
10. Menerapkan dan mengevaluasi upaya-upaya perbaikan, kemudian memulai
siklusnya dari awal lagi.
Langkah 5 hingga 10 semuanya berhubungan dengan proses perbaikan. Masing-
masing langkah melibatkan sejumlah kegiatan dan tugas.
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi layanan yang
diberikan oleh suatu organisasi kepada para pelanggannya, yaitu pendekatan kualitatif
dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memenuhi proses
evaluasi internal. Pendekatan ini utamanya berfokus pada proses “kerjakan dengan benar
pada kali pertama”. Proses evaluasi eksternal paling baik dinilai dengan pendekatan
kuantitatif, yang dapat menentukan seberapa besar kepuasan pasien. Pendekatan ini
meliputi pengumpulan dan analisis data mengenai sifat dasar dan ruang lingkup masalah
atau masalah-masalah potensial yang dihadapi konsumen. Data harus dikumpulkan
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan, serta menurut kecenderungan kejadian, dan

7
tingkat pengukuran ketidakpuasan pelanggan yang dikelompokkan menurut kategori dan
pengalaman tertentu.
Begitu sebuah peluang perbaikan telah dipilih, langkah selanjutnya dalam siklus
perbaikan adalah mendefenisikan peluang perbaikan dalam istilah yang lebih
operasional. Selain itu, peluang perbaikan harus dinyatakan melalui pernyataan yang
berisi istilah yang jelas dan sederhana sehingga dengan mudah dapat dilaksanakan oleh
anggota tim yang ditugaskan. Persyaratan lain dalam mendefenisikan peluang perbaikan
adalah bahwa pernyataan operasional tidak boleh mengandung pengajuan sebuah solusi,
atau mengidentifikasi penyebab, dan tidak boleh menyatakan tuduhan.

2.4 ALAT PENGUKUR MUTU

Alat atau Tools adalah salah satu kekuatan dalam manajemen kualitas. Alat
membantu kita bekerja lebih efisien dan efektif, tergantung dari apa yang bisa dibantu
dengan alat tersebut. Kita membutuhkan informasi yang lebih terstruktur dan mudah
dipahami dari sebuah koleksi data. Untuk keperluan tersebut diperlukan alat yang dapat
membantu kita mengolah data. Dalam konteks Manajemen Kualitas, alat yang dapat
digunakan untuk membantu mewujudkan kualitas dikenal dengan nama “Seven Basic
Tools of Quality”, dan “Seven New Tools of Quality” yang masing-masing dilengkapi
dengan “Seven Steps Methodology” atau bila digabung dikenal dengan nama “7 basic
tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah”.7 basic tools dan 7 new tools dalam
metodologi 7 langkah adalah alat-alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan lingkup
persoalan, menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih mudah untuk dipahami,
menelusuri berbagai kemungkinan penyebab persoalan dan memperjelas kenyataan atau
fenomena yang otentik dalam suatu persoalan.

Seven Basic Tools of Quality terdiri dari beberapa jenis alat yang lebih bersifat
eksploratif kuantitatif. Alat-alat tersebut yakni:

a. Check Sheet*/ Check List/ Tally Chart


Lembar isian merupakan alat bantu untuk memudahkan proses pengumpulan data.

8
Bentuk dan isinya disesuaikan dengan kebutuhan maupun kondisi kerja yang ada.
Untuk mempermudah proses pengumpulan data maka penlu dibuat suatu lembar
isian (check sheet), dengan memperhatikan sbb :
 Maksud pembuatan harus jelas
 Informasi apa yang ingin diketahui ?
 Apakah data yang nantinya diperoleh cukup lengkap sebagai dasar untuk
mengambil tindakan ?
 Stratifikasi harus sebaik mungkin
 Mudah dipahami dan diisi
 Memberikan data yg lengkap tentang apa yg ingin diketahui.
 Dapat diisi dengan cepat, mudah dan secara otomatis bisa segera dianalisa.
Kalau perlu disini dicantumkan gambar dan produk yang akan dicheck.
Ada beberapa jenis lembar isian yang dikenal dan umum dipergunakan untuk
keperluan pengumpulan data, yaitu antara lain: Production Process Distribution
Check Sheet, Lembar isian jenis ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang
berasal dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan
klasifikasi yang telah ditetapkan untuk dimasukkan dalam lembar kerja, sehingga
akhirnya akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi. Seperti halnya dengan
histogram, maka bentuk distribusi data berdasarkan frekuensi kejadian yg diamati
akan menunjukkan karakteristik proses yang terjadi

Contoh sebuah check list :

Teknisi laboratorium yang hadir (X) atau tidak hadir (o)

Hari Toni Agung Anton Budi Jono


Senin X 0 X X X
Selasa X X O X X
Rabu 0 X X X X
Kamis X X O X X
Jumat X X X X O
Sabtu X X O X X
Total (X) 5 5 3 6 5

9
b. Histogram
Merupakan sebuah diagram batang yang dimodifikasi, dengan data di sumbu X
adalah data kontinue dan batangnya saling berimpit satu sama lainnya.
Histogram berguna untuk menyajikan sebuah gambaran mengenai unsur-unsur data
dan untuk menunjukkan pola data. Histogram dibuat untuk menyajikan data.
Contohnya, sumbu X memperlihartkan waktu yang digunakan (dalam interval) untuk
kunjungan rutin pasien rawat jalan, sedangkan sumbu Y memperlihatkan jumlah
seluruh kunjungan rutin di dalam masing-masing interval waktu.
Sebuah histogram dibuat melalui beberapa langkah. Pada contoh diatas, kita
mengumpulkan data dengan membuat sebuah tabel kolom kunjungan pasien menurut
waktu yang digunakan (dalam menit) di bagian pasien rawat jalan. Kemudian kita
membagi-bagi waktu menjadi interval yang sama bergantung pada rentang waktu
yang digunakan dalam menit. Langkah berikutnya adalah membuat sebuah daftar
titik yang berisi jumlah kunjungan pasien yang masing-masingberada pada suatu
interval waktu yang diidentifikasi. Lalu, kita membuat sebuah histogram
menggunakan informasi di atas dengan menempatkan jumlah kunjungan pasien pada
sumbu Y, sedangkan interval-interval waktu ditempatkan pada sumbu X. Tiap-tiap
interval waktu akan mewakili lebar batang, sedangkan jumlah kunjungan pasien akan
menentukan tinggi batang.

Jumlah Kunjungan Rawat Jalan


30
25
20
15
jumlah pasien
10
5
0
jam 8 - jam 12 jam 12 - jam 4 jam 4 - jam 8 jam 8 - jam 12

c. Scatter Diagram / Diagram Pencar


Teknik ini berguna untuk menyajikan data dari dua variabel yang mungkin memiliki
hubungan (tetapi tidak selalu sebagai suatu dampak) satu sama lainnya. Data yang
dikumpulkan untuk setiap variabel kemudian ditempatkan pada suatu grafik dengan
satu variabel di sumbu X dan variabel lainnya di sumbu Y. jika suatu pola terbentuk,

10
suatu hubungan positif atau negatif dapat disimpulkan. Tekhnik ini dianggap sebagai
cara yang paling mudah dalam mencatat suatu analisis korelasi tanpa benar-benar
menghitung kekuatan signifikansi hubungan antar variabel-variabel tersebut. teknik
ini sangat mudah dibuat dan berguna untuk memperlihatkan pola data dan
memberikan data penunjang untuk membuat diagram sebab akibat. Walaupun
diagram pencar terkadang digunakan untuk menggambarkan pasangan data diskret
(misalnya, diagram jumlah), namun diagram tebar paling berguna untuk
menggambarkan data kontinue (misalnya waktu versus suhu badan pasien).

d. Pareto Diagram

Omachonu (1991), Alfredi Pareto (1897) yang merupakan seorang ahli ekonomi
Italia, dan M.C. Lorenz (1907), yaitu seorang ahli ekonomi Amerika membangun
suatu konsep yang menyatakan bahwa sebagian besar proporsi pendapatan total pada
suatu populasi hanya dinikmati oleh beberapa anggota populasi tersebut. Ahli mutu
yang bernama J. Juran menerapkan prinsip tersebut pada masalah-masalah mutu
yang dikelompokkan menjadi masalah-masalah yang banyak tetapi tidak penting,
dengan kata lain kebanyakan masalah disebabkan oleh hanya sedikit penyebab.
Prosedur yang mengelompokkan masalah-masalah mutu ini disebut sebagai
Analisis Pareto.

Konsep pareto lebih jauh lagi dikenal sebagai hukum 80-20. Konsep ini dapat
diterapkan dalam layanan kesehatan, misalnya dari 80% kesalahan pencatatan, 20%
disebabkan oleh staf. Contoh lain, 80% kesalahan pengobatan 20%nya disebabkan
oleh staf perawat dan seterusnya. Dengan menggunakan grafik batang dan grafik
garis, data dapat dianilisis lebih lanjut menurut prinsip Pareto tersebut. Untuk
melakukannya, ada beberapa langkah yang perlu diikuti untuk menyajikan data
dalam bentuk grafik yang sesuai dengan prinsip Pareto:

11
1. Identifikasi suatu masalah mutu yang akan dipelajari. Contohnya keluhan pasien
dalam layanan pemberian makanan.
2. Tentukan dan laksanakan suatu metode pengumpulan data. Misalnya survey
melalui surat.
3. Kelompokkan keluhan pasien menurut jenisnya, misalahnya suhu, rasa,
ketepatan waktu layanan, estetika dan lain-lain.
4. Hitunglah frekuensi keluhan menurut kategori tertentu, misalnya suhu 74
keluhan, rasa 43 keluhan, dan seterusnya
5. Letakkan frekuensi setiap kategori keluhan pada grafik batang dan susunlah
kategori-kategori itu menurut frekuensi yang terbanyak hingga terkecil dari kiri
ke kanan pada sumbu horizontal (sumbu X). Dua sumbu vertikal harus dibuat,
sumbu vertikal sebelah kiri (sumbu Y) akan dibagi menurut interval tertentu
hingga mencapai jumlah frekuensi tertinggi (contohnya 74), sementara garis
vertikal ke kanan dibagi menjadi besaran persentase dari 0% hingga 100%.
6. Jumlahkan nilai-nilai persentase grafik batang dan hitung nilai total kumulatif di
seluruh tiap-tiap grafik batang. Letakkan nilai totalnya pada grafik yang sama,
tetapi dalam bentuk grafik garis.

Diagram Pareto sangat diperlukan, tidak hanya untuk menampilkan penyebab suatu
masalah mutu tetapi juga menyediakan suatu alat diagnostik dan pemantauan bagi
tim mutu yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau kemajuan
langkah-langkah perbaikan mutu yang sedang dilakukan. Signifikansi diagram
Pareto semakin terbukti ketika digunakan sebagai motivasi untuk mencapai bentuk
akhir diagram batang mengenai keluhan pasien yang menjadi lebih datar.

12
e. Fish Bone Diagram / Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat adalah sebuah alat yang berguna untuk mengidentifikasi
penyebab dan sub penyebab masalah, disebut juga sebagai “diagram tulang ikan”
atau “diagram Ishikawa”. Diagram ini adalah diagram yang menampilkan akar
penyebab suatu masalah pada situasi dalam beberapa kategori penyebab terkait.
Tiap-tiap kategori tersebut selanjutnya menampilkan beberapa subkategori yang
masing-masingnya dapat bercabang lagi dan menjadi lebih banyak subkategori yang
menampilkan sejumlah penyebab yang terkait dengan masalah. Untuk membuat
diagram tulang ikan, digunakan beberapa alat perbaikan mutu lainnya, contohnya
brainstorming, survey dan lain-lain.
Diagram sebab-akibat dibuat oleh tim perbaikan mutu dalam beberapa langkah.
Begitu suatu masalah terjadi, masalah tersebut kemudian dicatat. Catatan tersebut
selanjutnya diperbaiki agar dapat mencerminkan realistis dan penyebab yang dapat
ditelusuri untuk dipelajari lebih mendalam. Sejumlah penyebab yang telah dicatat
tersebut kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kategori (dan subkategori) dan
ditampilkan pada sebuah diagram dengan panah-panah yang diarahkan ke masalah
utama. Berbagai kategori untuk mengelompokkan penyebab dapat ditentukan sendiri
oleh tim atau dapat mengacu pada daftar baku yang berisi berbagai kemungkinan
penyebab masalah menurut kategori. Sebuah daftar penyebab yang berbeda dapat

13
dibuat melalui penggunaan setiap kategori berikut ini : manusia, material, mesin,
metode dan tindakan.

f. Control Chart/ Grafik


Diagram kendali merupakan alat yang dirancang untuk memantau suatu proses
selama suatu periode waktu untuk mempelajari kecenderungan dan variasinya.
Diagram ini dirancang untuk menampilkan kestabilan proses di sekitar
kecenderungan yang telah terjadi sebelumnya (yang dapat diterima). Diagram ini
dapat mengukur perubahan kecil di dalam proses yang dipantau. Dengan diagram
kendali, kita dapat melakukan analisis pada suatu perubahan proses dan dapat
mengetahui jika ada faktor yang mempengaruhi kecenderungan proses yang
dipantau.
Diagram kendali dapat membantu upaya proses perbaikan yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi saat-saat ketika proses berada di luar kendali, yaitu diluar
batas yang diperhitungkan. Oleh karena itu diagram kendali dapat digunakan untuk
mengidentifikasi peluang untuk memperbaiki suatu proses. Diagram ini juga berguna
untuk menentukan apakah menyimpangnya suatu proses dari jalur yang seharusnya
(rata-ratanya) disebabkan oleh penyebab-penyebab khusus atau umum. Penyebab
khusus memiliki kecenderungan terjadi secara sporadis dan akut sehingga
membutuhkan kewaspadaan tim manajemen. Di pihak lain, penyebab umum

14
merupakan penyebab jangka panjang yang tidak memiliki kemampuan mengacaukan
kestabilan sebuah proses, namun dapat menghasilkan dampak kecil, yaitu
menyimpangkan suatu proses dari seharusnya. Penyebab umum penyimpangan
pelaksanaan suatu proses merupakan hasil dari interaksi beberapa penyebab selama
suatu periode waktu. Penyebab umum harus dipelajari oleh tim perbaikan mutu yang
tepat pada sebuah organisasi.Diagram kendali berguna untuk mengendalikan
penyimpangan agar tetap berada pada nilai pengukuran yang masih dapat diterima
Diagram kendali pada dasarnya adalah diagram tren dengan tambahan tiga garis
horizontal. Satu garis mewakili nilai rata-rata yang digambarkan antara garis batas
kendali atas (rata-rata +2 simpangan baku) dan garis batas kendali bawah (rata-rata –
2 simpangan baku). Sebuah proses dikatakan terkendali jika garis kecenderungannya
terletak diantara garis batas atas dan garis batas bawah di sekitar rata-rata. Dalam
kasus tersebut, penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh penyebab umum
sehingga diperlukan intervensi yang dilakukan oleh tim mutu. Namun jika garis
kecenderungan berada di luar garis batas kendali atas dan garis batas kendali bawah,
prosesnya dinyatakan di luar kendali. Dalam kasus ini, penyebab yang membuat
proses berada di luar batas kendali dianggap sebagai penyebab khusus sehingga
merupakan tanggung jawab pihak manajemen untuk menyelesaikannya.
Namun terdapat unsur tambahan pada konsep ini. Proses juga dianggap berada di
luar kendali jika paling sedikit ada tiga titik yang letaknya berurutan pada garis
kecenderungan proses yang terletak di bawah atau paling sedikit ada tiga titik yang
berurutan terletak di atas garis rata-rata, walaupun garis kecenderungan proses masih
berada di antara garis batas kendali atas dan batas kendali bawah. Sekali lagi,
penyebab khusus dikaitkan pada tipe kecenderungan seperti ini.
Garis batas kendali bukan merupakan suatu standar atau suatu ambang batas. Batas
kendali adalah ukuran yang menggambarkan perjalanan atau karakter suatu proses.
Oleh karena itu, suatu proses yang dikendalikan tidak selalu berarti merupakan suatu
proses yang baik, dan suatu proses yang tidak dikendalikan tidak selalu merupakan
suatu proses yang buruk.

15
New 7 tools atau dikenal juga dengan 7 management tools mulai diperkenalkan
sekitar tahun 1970-an. Tujuan awalnya adalah untuk mengembangkan teknik-teknik
pengendalian kualitas dengan menggunakan pendekatan desain. New 7 tools ini
dikembangkan untuk dapat mengorganisasikan data-data verbal secara terstruktur.
Berbeda dengan basic 7 tools yang digunakan untuk mengorganisasikan data numerik.
Penggunaan new 7 tools ini tidak bertentangan dengan basic 7 tools, melainkan saling
mendukung. Ketujuh alat manajemen kualitas yang masuk kelompok ini antara lain:

a. Interrelationship Diagram
Disebut juga sebagai diagram keterkaitan masalah, adalah alat untuk menganalisis
hubungan sebab dan akibat dari berbagai masalah yang kompleks sehingga kita dapat
dengan mudah membedakan persoalan apa yang merupakan driver (pemicu
terjadinya masalah) dan persoalan apa yang merupakan outcome (akibat dari
masalah).

b. Affinity Diagram
Affinity diagram adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan sejumlah besar
gagasan, opini, masalah, solusi, dan sebagainya yang bersifat data verbal melalui sesi

16
curah pendapat (brainstorming), kemudian mengelompokkannya ke dalam
kelompok-kelompok yang sesuai dengan hubungan naturalnya. Metode ini
diciptakan pada tahun 1960-an oleh Jiro Kawakita, seorang antropolog Jepang,
sehingga sering disebut juga metode KJ (sesuai inisial penemunya, Kawakita Jiro).
Metode ini biasa digunakan untuk menentukan dengan akurat (pinpointing) masalah
dalam situasi yang kacau (chaotic) dengan harapan dapat menghasilkan strategi
solusi untuk penyelesaian masalah tersebut. Oleh karena itu, metode ini
membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam organisasi. Affinity diagram
selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk membuat sebuah fishbone diagram.

c. Tree Diagram
Tree diagram adalah teknik yang digunakan untuk memecahkan konsep apa saja,
seperti kebijakan, target, tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau
aktivitas-aktivitas secara lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang
lebih rendah dan rinci. Tree Diagram dimulai dengan satu item yang bercabang
menjadi dua atau lebih, masing-masing cabang kemudian bercabang lagi menjadi
dua atau lebih, dan seterusnya sehingga nampak seperti sebuah pohon dengan
banyak batang dan cabang.
Tree Diagram telah digunakan secara luas dalam perencanaan, desain, dan
pemecahan masalah tugas-tugas yang kompleks. Alat ini biasa digunakan ketika
suatu perencanaan dibuat, yakni untuk memecahkan sebuah tugas ke dalam item-
item yang dapat dikelola (manageable) dan ditugaskan (assignable). Penyelidikan
suatu masalah juga menggunakan tree diagram untuk menemukan komponen rinci
dari setiap topik masalah yang kompleks. Penggunaan alat ini disarankan jika risiko-
risiko dapat diantisipasi tetapi tidak mudah diidentifikasi. Tree diagram lebih baik

17
ketimbang interrelationship diagram untuk memecah masalah, yang mana masalah
tersebut bersifat hirarkis. Oleh karena itu, gunakan alat ini hanya untuk masalah-
masalah yang dapat dipecahkan secara hirarkis.

d. Matrix Diagram
Matrix diagram adalah alat yang sering digunakan untuk menggambarkan tindakan
yang diperlukan untuk suatu perbaikan proses atau produk. Matrix diagram selalu
terdiri dari baris dan kolom yang menggambarkan hubungan dua atau lebih faktor
untuk mendapatkan informasi tentang sifat dan kekuatan dari masalah sehingga kita
bisa mendapatkan ide-ide untuk memecahkan masalah.

18
e. Matrix Data Analysis
Matrix data analysis adalah alat yang digunakan untuk mengambil data yang
ditampilkan dalam matrix diagram dan mengaturnya sehingga dapat lebih mudah
diperlihatkan dan menunjukkan kekuatan hubungan antar variabel. Hubungan antara
variabel data yang ditampilkan pada kedua sumbu diidentifikasi dengan
menggunakan simbol-simbol untuk derajat kepentingan atau data numerik untuk
evaluasi.

19
f. Arrow Diagram / Activity network diagram
Activity network diagram adalah alat yang digunakan untuk merencanakan atau
menjadwalkan proyek. Untuk menggunakannya, kita harus mengetahui urutan tugas-
tugas beserta durasinya. Beberapa versi activity network diagram yang luas
pemakaiannya adalah: CPM (critical path method), PERT (program evaluation and
review technique), dan PDM (precedence diagram method)

g. PDPC (Process Decision Program Chart)


PDPC adalah diagram untuk memetakan rencana kegiatan beserta situasi yang
mungkin terjadi sehingga PDPC bukan saja dibuat untuk tujuan pemecahan akhir
dari suatu masalah, tetapi juga untuk menanggulangi kejutan risiko yang mungkin
terjadi. Dengan kata lain PDPC digunakan untuk merencanakan skenario, jika pada
situasi tertentu terjadi masalah, kita telah merencanakan bagaimana kemungkinan
penyelesaian masalahnya sehingga kita siap untuk menanganinya.

Selanjutnya Methodology of Seven Steps terdiri dari:

1. Menentukan Pokok Masalah


2. Memahami Situasi dan Menentukan Target/ Sasaran/ Tujuan
3. Menyusun Rencana Aktvitas

20
4. Menganalisa Faktor-Faktor dengan tahapan Investigasi Penyebab dan Efek,
Investigasi Kondisi saat ini dan masa lalu, Percobaan Stratifikasi, Melihat perubahan
dengan berjalannya waktu, Melihat Keterkaitan
5. Menyusun dan Mengimplementasikan Aktivitas perbaikan
6. Memastikan efektivitas dan efisiensi
7. Melakukan Standardisasi dan Pola Kontrol

Setiap tahapan dalam metodologi 7 langkah membutuhkan analisa-analisa yang


bisa dibantu oleh tools-tools ini. Perbedaan keduanya adalah jika 7 basic tools lebih ke
eksplorasi kuantitatif (statistik) sedangkan 7 new tools lebih ke eksplorasi kualitatif.
Aplikasi alat-alat bantu tersebut di atas, tidak hanya terbatas dalam lingkup QMS (Quality
Management System) saja. Karena, kalau saja para pakar yang menekuni disiplin ilmu
lainnya, seperti misalnya : ahli politik, ahli ekonomi, ahli pemasaran dan lain sebagainya,
berkenan untuk mempelajari secara massif penggunaan alat-alat bantu ini dan
memahaminya secara baik, mereka dapat memanfaatkannya untuk melengkapi keilmuan
dan kemampuan analisisnya.

Kemampuan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah yang
dahsyat dalam mengemukakan fakta/fenomena inilah yang menyebabkan para pakar
dalam setiap proses kegiatan mutu sangat tergantung pada alat-alat bantu ini. Meskipun
demikian, keberhasilan dalam menggunakan 7 basic tools dan 7 new tools dalam
metodologi 7 langkah sangat dipengaruhi oleh seberapa massif pengetahuan si pengguna
akan alat bantu yang dipakainya. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki, akan semakin
tepat dalam memilih alat bantu yang akan digunakan.

Itulah sebabnya, ada 2 hal pokok yang perlu menjadi pedoman, sebelum
menggunakan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah, yaitu : efisien
(tepat) dan efektif (benar). Efisien, maksudnya adalah ketepatan dalam memilih alat bantu
yang sesuai dengan karakteristik persoalan yang akan dibahas. Efektif, artinya bahwa
penggunaan alat bantu tersebut dilakukan dengan “benar”, sehingg persoalan menjadi
lebih jelas, mudah dimengerti dan memberikan peluang untuk diperbaiki.

Pengelompokkan 7 alat pertama dapat dikatakan brillian, karena mempermudah


proses analisa dengan tetap mengacu kepada prinsip manajemen kualitas yaitu berbicara
dengan fakta. 7 basic tools merupakan koleksi alat-alat statistik yang berbasis matematika,

21
tetapi masih mudah untuk diajarkan, sehingga 7 alat kualitas bisa diimplementasikan ke
bidang non-engineering dan diajarkan tanpa harus membutuhkan tingkat pendidikan
tinggi.

Pengelompokkan 7 alat kedua (7 New Tools) timbul karena adanya kebutuhan


untuk memecahkan permasalahan kualitatif pada tingkatan manajemen. Apa permasalahan
kualitatif? Misalnya,

 Ketidaksamaan cara pandang yang berujung kepada perdebatan yang berlebihan,


(affinity diagram)
 Perlunya alat bantu untuk mengelompokkan permasalahan atau solusi, (affinity
diagram)
 bagaimana caranya mengetahui resiko pelaksanaan? (PDPC)
 bagaimana kita tahu ada pekerjaan yang paralel dan ada pekerjaan yang genting
sehingga tidak boleh mundur? (arrow diagram)
 Apakah permasalahan ini berdiri sendiri atau berhubungan yang lain? kok coba
disolusikan selalu berulang kembali timbul masalah yang sama? (interrelationship
diagraph dan matrix diagram)

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mutu layanan kesehatan dapat didefenisikan dengan berbagai cara, dengan


implikasi yang berbeda bagi penyedia layanan kesehatan, pembayar pihak ketiga,
pembuat kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya. National Academies Institute of
Medicine (IOM) memberikan defenisi mutu layanan kesehatan sebagai derajat ketika
layanan kesehatan bagi individu dan populasi meningkatkan probablitas hasil akhir
kesehatan yang diinginkan dan konsisten dengan pengetahuan professional saat ini.
Defenisi ini menyoroti berbagai aspek mutu. Pertama, layanan kesehatan bermutu tinggi
harus mencapai hasil akhir kesehatan yang diinginkan bagi individu yang sesuai dengan
pilihan mereka yang beragam. Kedua, layanan kesehatan harus mencapai hasil akhir
kesehatan yang diinginkan bagi populasi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang
efisiensi pembuat kebijakan dan pembayar pihak ketiga. Terakhir, layanan kesehatan
harus sesuai dengan standar profesional dan bukti ilmiah, konsisten dengan keefektifan
fokus klinis dan penyedia layanan kesehatan.

Alat atau Tools adalah salah satu kekuatan dalam manajemen kualitas. Alat
membantu kita bekerja lebih efisien dan efektif, tergantung dari apa yang bisa dibantu
dengan alat tersebut. Dalam konteks Manajemen Kualitas, alat yang dapat digunakan
untuk membantu mewujudkan kualitas dikenal dengan nama “Seven Basic Tools of
Quality”, dan “Seven New Tools of Quality” yang masing-masing dilengkapi dengan
“Seven Steps Methodology” atau bila digabung dikenal dengan nama “7 basic tools dan 7
new tools dalam metodologi 7 langkah”.7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi
7 langkah adalah alat-alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan lingkup persoalan,
menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih mudah untuk dipahami, menelusuri
berbagai kemungkinan penyebab persoalan dan memperjelas kenyataan atau fenomena
yang otentik dalam suatu persoalan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Muninjaya, MPH, A.A. Gde (2010). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wagner, Cordula, etc (1999). A Measuring Instrument for Evaluation of Quality Systems.
International Jurnal for Quality in Health Care Vol.11 Number 2; pp 119-130

Al-Assaf, A. F. (2009). Mutu Pelayanan Kesehatan : perspektif internasional. Jakarta : EGC.

Buchbinder, Sharon B. (2014). Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta : EGC

Goetsch, David L. (2002). Manajemen Mutu Total. Jilid 1. Jakarta : PT. Prenhallindo

24

Anda mungkin juga menyukai