Demam Thypoid
OLEH:
Zulfi Ashari C11113066
Nurul Adibah Binti Hamran C11113821
Erlangga Wana Arfaqiano C11113550
Pembimbing Residen
dr. Syahrir Parawansyah N.
Dosen Pembimbing
Dr. Dr Risnah Halim, Sp. PD KPTI
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Konsulen Pembimbing
Mengetahui,
Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny A A
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun III Patowonua
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum Menikah
RM :143482
II. ANAMNESIS
Demam dialami kurang lebih 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam meningkat pada
sore hari dan turun pada pagi hari, riwayat demam sebelumnya tidak ada. Demam dan riwayat
demam tidak ada, sakit kepala ada saat demam meninggi. Batuk kadang kadang ,mual dan
muntah tidak ada, , ada mimisan dan gusi berdarah, pasien mengeluhkan susah BAB ,BAK kesan
normal , pasien rencana operasi tumor dengan benjolan pada mammae sejak 1 tahun yang lalu
Tidak di ketahui
5. Riwayat Kebiasaan
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 38,5 C
STATUS GENERALIS
1. Kepala
2. Mata
Bentuk : Normal
Gerakan : Normal
3. Telinga
Bentuk :Normal
4. Hidung
Gigi-geligi : Normal
Tonsil : Normal
Faring : Normal
6. Leher
8. Thorax
Paru-paru
Jantung
9. Abdomen
10. Genitalia
Inspeksi : Normal
Palpasi : Normal
11. Ekstremitas
IV. RESUME
Seorang perempuan 19 tahun datang ke rumah sakit dengan demam, demam dialami
kurang lebih 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam meningkat pada sore hari dan turun pada
pagi hari, riwayat demam sebelumnya tidak ada. Demam dan riwayat demam tidak ada, sakit
kepala ada saat demam meninggi. Batuk kadang kadang ,mual dan muntah tidak ada, , ada
mimisan dan gusi berdarah, pasien mengeluhkan susah BAB ,BAK kesan normal , pasien rencana
operasi tumor dengan benjolan pada mammae sejak 1 tahun yang lalu, pasien diketahui
mempunyai kebiasaan menggigit kuku.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : sakit sedang , compos mentis, gizi
cukup , tanda – tanda vital : tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 80 kali/menit, pernapasan 20
kali/menit, suhu 38.5 C, mukosa mulut hiperemis, lidah kotor, pada palpasi abdomen di dapatkan
nyeri tekan pada regio epigastrik,
Widal :
Demam Thypoid
- Malaria
- Dengue Hemorragic Fever
VII. PENATALAKSANAAN
- RL 20 TPM
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam :
Ad sanationam :
Ad fungsionam :
Laboratorium
Widal
O Negatif
H 1/160
AH Negatif
BH 1/320
OA 1/80
BO 1/160
CO 1/160
CH Negatif
Kesimpulan : Trombositopenia
Thypoid Abd
12 November 2017 S: Demam (+), mual (-), muntah (-), nuh (-) - RL 36 TPM
13 November 2017 S: Demam (+), mual (-), muntah (-), nuh (-) - RL 20 TPM
14 November 2017 S: Demam (-), mual (-), muntah (-), nuh (-) -
A: Demam thypoid
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Ianya merupakan penyakit
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Demam tifoid merupakan infeksi
sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica serovar typhi (S typhi). Salmonella enterica serovar
paratyphi A, B, dan C juga dapat menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid. Demam tifoid
dan paratifoid termasuk ke dalam demam enteric. (Nelwan, 2012)
Insidens penyakit ini sering dijumpai di negara-negara Asia dan dapat ditularkan melalui
makanan atau air yang terkontaminasi. Pada permulaan penyakit, biasanya tidak tampak gejala atau
keluhan dan kemudian timbul gejala atau keluhan seperti demam sore hari dan serangkaian gejala
infeksi umum dan pada saluran cerna. Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
dan pemeriksaan tambahan dari laboratorium. (Nelwan, 2012)
Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang, Gram negatif, tidak berspora, motil, berflagel,
berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 370C, bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur
pada media yang mengandung empedu. Isolat kuman Salmonella Typhi memiliki sifat-sifat gerak
positif.
2. EPIDEMIOLOGI
Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa dengan ketersediaan air
bersih dan sistem pembuangan yang baik yang sampai saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar
negara berkembang.1 Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus
dengan 216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000
populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika
Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika,
Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (serta
yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya. (Nelwan,
2012).
Manusia adalah satu-satunya penjamu yang alamiah dan merupakan reservoir untuk Salmonella
typhi. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup selama berhari-hari di air tanah, air kolam, atau air laut dan
selama berbulan-bulan dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan. Pada daerah
endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau permulaan musim hujan. Dosis yang
infeksius adalah 103 -106 organisme yang tertelan secara oral.Infeksi dapat ditularkan melalui makanan
atau air yang terkontaminasi oleh feses.
Di Indonesia, insiden demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19 tahun.
Kejadian demam tifoid di Indonesia juga.berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota
keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan,
menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianye tempat buang air besar dalam
rumah. Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departemen kesehatan RI tahun 2010, melaporkan
demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah
sakit di Indonesia (41,081 kasual). (Sudoyo, 2009)
3. ETIOLOGI
Penyebab demam tifoid adalah bakteria Salmonella typhi. SalmoMelayu adalah bakteri Gram
negatif, tidak berpasukan, mempunyai flagela, dan tidak membentuk spora. Bakteri ini akan mati pada
pemanasan 57c selama beberapa minit. Kuman ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk
pemeriksaan laboratorium, yaitu:
a) antigen O (somatik)
Merupakan kompleks fosfolipid protein polisakarida dari dinding sel luar bakteri yang tahan
terhadap pendidihan, alkohol dan asam. Salmonella dibagi menjadi kelompok A-I berdasarkan
antigen somatik ini. Aglutinasi untuk antigen O di dalam tubuh berlangsung lebih lambat dan
bersifat kurang imunogenik namun mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. Titer antibodi yang
timbul oleh antigen O ini selalu lebih rendah dan titer antibodi H.
b) antigen H (flagela)
Merupakan protein termolabil dan bersifat sangat imunogenik. Antigen ini rusak dengan pendidihan
dan alkohol tetapi tidak rusak oleh formaldehid. Terdapat dua bentuk antigen H, fase 1 dan fase 2.
Hanya salah satu dari kedua protein H ini yang disintesis pada satu waktu. Hal ini tergantung dari
rangkaian gen mana yang ditranskripsikan menjadi mRNA.
c) antigen Vi (selaput)
Antigen Vi (polisakarida kapsul) adalah antifagosit dan faktor virulensi yang penting untuk S. typhi.
Antigen ini merupakan antigen permukaan dan bersifat termolabil. Antigen ini digunakan untuk
serotipe S. typhi di laboratorium klinis. Antibodi yang terbentuk dan menetap lama dalam darah
dapat memberi petunjuk bahwa individu tersebut merupakan karier atau pembawa kuman. Selain S.
typhi, antigen ini juga terdapat pada S. paratyphi C dan S. dublin.
Demam tifoid disebabkan oleh penyebaran bakteri Salmonella enterica serotipe Typhi, atau
secara singkat dapat disebut Salmonella typhi. Nama S. typhi sendiri diperoleh dari bahasa Yunani
kuno, typhos, yang berarti asap atau kabut halus yang dipercaya dapat menyebabkan penyakit dan
kegilaan. Pada stadium lanjut dari demam tifoid, tingkat kesadaran pasien memang benar akan menjadi
berkabut (samar-samar). Menurut nomenklatur yang baru, Salmonella dibedakan menurut adanya
keterkaitan DNA-nya, sehingga sekarang hanya terdapat dua spesies Salmonella yaitu Salmonella
bongori dan Salmonella enterica. Salmonella enterica mempunyai 2000 serovar atau strain dan hanya
sekitar 200 yang berhasil terdeteksi di Amerika Serikat. Dari sekian banyak strain, Salmonella enterica
serovar Typhimurium (S. Typhimurium) dan Salmonella enterica serovar Entiritidis (S. Entiritidis)
adalah strain yang paling banyak diketemukan.
Manifestasi klinis demam tifoid bergantung dari virulensi dan daya tahan tubuh. Suatu percubaan
pada manusia dewasa menunjukkan bahawa 10 mikroba dapat menyebabkan 50% sukarelawan
menderita sakit, meskipun 1000 mikrobs juga dapat menyebabkan penyakit. Masa inkubasinya adalah
10-20 hari, meskipun ada yang menyebut angka 8-14 hari. Adapun pada gejala gastroenteritis yang
diakibatkan oleh paratifoid, masa inkubasinya berlangsung lebih cepat, yaitu sekitar 1-10 hari.
Mikroorganisme ini dapat ditemukan pada tinja dan urin setelah 1 minggu demam ( hari ke-8
demam). Jika penderita diobati dengan benar, maka kuman tidak akan ditemukan pada tinja dan urin
pada minggu ke-4. Akan tetapi, jika masih terdapat kuman pada minggu ke-4 melalui pemeriksaan
kultur tinja, maka penderita dinyatakan sebagai carrier. (Widoyo, 2011)
4. Penularan
Prinsip penularan penyakit ini adalah melalui fekal-oral. Kuman berasal dari tinja atau urin
penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit yang tidak sakit) yang masuk ke dalam tubuh
manusia melalui air dan makanan. Mekanisme makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri
sangat bervariasi. Pernah dilaporkan di beberapa negara bahwa penularan terjadi kerana masyarakat
mengonsumi kerang-kerangan yang airnya tercemar kuman. Kontaminasi dapat juga terjadi pada
sayuran mentah dan buah buahan yang pohonya dipupuk dengan kekotoran manusia. Vektor berupa
serangga (antara lain lalat) juga berperanan dalam penularan penyakit.
Kuman Salmonella dapat berkembang biak untuk mencapai kadar infektid dan bertahan lama
dalam makanan. Makanan yang sudah dingin dan dibiar di tempat terbuka merupakan media
mikroorganisme yang lebih disukai. Pemakaian air minum yang tercemar kuman secara massal sering
bertanggung jawab terhadap terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB).
Selain penderita tifoid, sumber penularan utamanya berasal dari carrier. Di daerah endemik, air
tercemar merupakan penyebab utama penularan penyakit. Adapun di daerah non endemic, makanan
yang terkontaminasi oleh carrier dianggap paling bertanggung jawab terhadap penularan. (Widoyono,
2011)
5. PATHOGENESIS
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa tahapan.
Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung dan
masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat pada
mikrovili, kemudian melalui barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffl ing, actin
rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola intraseluler.
Kemudian Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam
pembuluh darah melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak
didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi
ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan
berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang.
Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan
disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus
menandai berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti
demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen. Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila
tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang,
kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal.
Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses infl amasi yang meng-akibatkan
nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi.
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan
berkesempatan untuk berproliferasi kembali. Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia
diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier. (Nelwan, 2012)
6. MANIFESTASI KLINIK
Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul keluhan atau gejala yang bervariasi
mulai dari yang ringan dengan demam yang tidak tinggi, malaise, dan batuk kering sampai dengan
gejala yang berat dengan demam yang berangsur makin tinggi setiap harinya, rasa tidak nyaman di
perut, serta beraneka ragam keluhan lainnya.
Kumpulan gejala-gejala klinis tifoid disebut juga dengan sindrom demam tifoid. Di bawah ini
merupakan gejala klinis yang sering pada demam tifoid, diantaranya adalah:
a) Demam
Demam merupakan gejala utama tifoid. Pada awal onset, demam kebanyakan samar-samar,
selanjutnya suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih rendah atau normal, sore dan malam lebih
tinggi. Intensitas demam makin tinggi dari hari ke hari yang disertai gejala lain seperti sakit kepala
yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual dan
muntah. Pada minggu berikutnya, intensitas demam semakin tinggi bahkan terkadang terus-
menerus. Bila pasien membaik maka pada minggu ketiga suhu badan berangsur turun dan dapat
normal kembali pada akhir minggu. Akan tetapi, demam khas tifoid seperti ini tidak selalu ada.
Pada penderita sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir
kering dan terkadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor dan ditutupi oleh selaput putih. Ujung
dan tepi lidah kemerahan dan tremor tetapi pada penderita anak jarang ditemukan. Penderita
umumnya sering mengeluh nyeri perut, terutama di regio epigastrik, disertai mual dan muntah.
Pada awal sakit sering terjadi meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya kadang-
kadang juga timbul diare. Beberapa pasien mengalami diare encer yang buruk berwarna hijau
kekuningan (pea soup diarrhea). Pasien seperti ini bisa masuk kedalam keadaan tifoid yang
dikarakteristikkan dengan gangguan kesadaran.
c) Gangguan Kesadaran
Pada umumnya terdapat gangguan kesadaran yang berupa penurunan kesadaran ringan. Sering
didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti berkabut. Bila klinis berat, tidak jarang
penderita sampai pada kondisi somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis (Organic
Brain Syndrome). Pada penderita dengan tifoid toksik, gejala delirium lebih menonjol.
d) Hepatosplenomegali
Hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri tekan.
Bradikardia relatif tidak sering ditemukan. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam
tifoid adalah rose spot (makula yang berwarna rose) yang biasanya ditemukan di regio abdomen
atas, batuk kering, serta gejala-gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi.
Rose spot ini biasanya muncul pada 30% pasien diakhir minggu pertama dan menghilang tanpa
jejak setelah 2-5 hari. Pada anak, rose spot jarang ditemukan dibandingkan dengan epistaksis.
Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami komplikasi, terutama pada yang sudah sakit selama
lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang sering dijumpai adalah reaktif hepatitis, perdarahan
gastrointestinal, perforasi usus, ensefalopati tifosa, serta gangguan pada sistem tubuh lainnya
mengingat penyebaran kuman adalah secara hematogen. Bila tidak terdapat komplikasi, gejala klinis
akan mengalami perbaikan dalam waktu 2-4 minggu. (Newan, 2012), (Widoyono, 2011)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengetahuan mengenai gambaran klinis penyakit sangat penting untuk membantu mendeteksi dini
penyakit ini. Pada kasus-kasus tertentu, dibutuhkan pemeriksaan tambahan dari laboratorium untuk
membantu menegakkan diagnosis.
Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan laboratorium didasarkan pada 3 prinsip, yaitu:
• Isolasi bakteri
• Deteksi antigen mikroba
• Titrasi antibodi terhadap organisme penyebab.
a) Kultur darah
Merupakan gold standard metode diagnostik dan hasilnya positif pada 60-80% dari pasien, bila
darah yang tersedia cukup (darah yang diperlukan 15 mL untuk pasien dewasa). Untuk daerah
endemik dimana sering terjadi penggunaan antibiotik yang tinggi, sensitivitas kultur darah rendah
(hanya 10-20% kuman saja yang terdeteksi).
b) Pemeriksaan Widal
Adalah untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen Salmonella typhi. Biasanya antibodi antigen O
dijumpai pada hari 6-8 dan antibodi terhadap antigen H dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit.
Widal bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penyakit. Diagnosis didasarkan atas
kenaikan titer sebanyak 4 kali pada dua pengambilan berselang beberapa hari atau bila klinis
disertai hasil pemeriksaan titer Widal di atas rata-rata titer orang sehat setempat.
c) Pemeriksaan Tubex
dapat mendeteksi antibodi IgM. Hasil pemeriksaan yang positif menunjukkan adanya infeksi
terhadap Salmonella. Antigen yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah O dan hanya dijumpai
pada Salmonella serogroup D. (Nelwan, 2012)
8. PENATALAKSANAAN
Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan gejala, mencegah
komplikasi, dan menghindari kematian.1 Yang juga tidak kalah penting adalah eradikasi total bakeri
untuk mencegah kekambuhan dan keadaan carrier. (Nelwan, 2012)
Pemilihan antibiotik tergantung pada pola sensitivitas isolat Salmonella typhi setempat. Sebagian
besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai,
pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus
dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi di samping observasi
kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik merupakan
pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi S. typhi berhubungan dengan keadaan
bakterimia.
Antibiotik yang digunakan sebagai kontrol positif pada penelitian ini adalah seftriakson.
Seftriakson merupakan salah satu pilihan antibiotik untuk pengobatan demam tifoid Seftriakson ini
termasuk golongan antibiotik sefalosporin generasi ketiga dan merupakan antibiotik spektrum luas
untuk bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
a) Aktivitas Antimikroba
Seftriakson bekerja dengan cara menganggu sintesis transpeptidase dinding sel bakteri dengan
cara berikatan dengan Penicillin-binding protein (PBP, sebuah enzim). Dinding sel bakteri secara
utuh membungkus membran sitoplasma, mempertahankan bentuk dan integritas sel, dan mencegah
sel lisis dari tekanan osmotik yang tinggi. Dinding sel bakteri terbentuk dari polimer kompleks
polisakarida dan polipeptida yang saling bertautan (cross-linked), yakni peptidoglikan. Polisakarida
berisi gula amino yang berganti-ganti, yakni asam N-asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramik.
Terdapat lima asam amino peptida yang berhubungan dengan gula N-asetilmuramik. Peptida ini
berakhir di D-alanil-D-alanin. Penicillin-binding protein menghapus alanin terminal dalam proses
pembentukan cross-linked dengan peptida di dekatnya. Cross-linked ini memberikan dinding sel
struktur yang kokoh. Antibiotik β-laktam, salah satunya golongan sefalosporin, memiliki struktur
yang analog dengan senyawa D-ala-D-ala dan dapat berikatan secara kovalen dengan tempat aktif
PBP. Hal ini akan menghambat reaksi transpeptidase sehingga sintesis peptidoglikan berhenti dan
menyebabkan kematian sel. Antibiotik β-laktam hanya dapat membunuh bakteri ketika mereka
tumbuh dan mensintesis dinding sel secara aktif.
Seftriakson diberikan dengan dosis 1-2 g/hari selama 7-14 hari secara intravena untuk pasien
demam tifoid dewasa (Fauci dkk., 2008). Antibiotik ini tersedia dalam bentuk powder hingga
reconstitute untuk injeksi (0.25, 0.5, 1, 2, 10 g per vial).
10. komplikasi
Perforasi usus pada tempat inokulasi, biasanya pada ileum, terjadi pada 0,5-3% dan
perdarahan gastrointestinal beratterjadi pada 1- 10% anak dengan demam tifoid.
Ensefalopati toksik, trombosis serebral, ataksia serebelar akut, neuritis optik, afasia,
ketulian, serta kolesistitis akut dapat terjadi
Pneumonia biasa terjadi selama stadium kedua penyakit, tetapi disebabkan oleh
superinfeksi.
11. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung tepatnya terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada
tidaknya komplikasi. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10% biasanya karena keterlambatan
diagnosis, perawatan, dan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
3. Nelwan, Tatalaksana Terkini Demam Tifoid, Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM-Jakarta, CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012.