Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu kandung empedu merupakan penyakit yang sudah di kenal sejak
ribuan tahun yang lalu.Pada abad ke-17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit
pada manusia.Batu empedu merupakan penyakit yang pada awalnya sering ditemukan
di negara Barat dan jarang di negara berkembang.Tetapi dengan membaiknya keadaan
sosial ekonomi, perubahan menu diet ala Barat serta perbaikan sarana diagnosis
khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit empedu di negara berkembang
termasuk Indonesia cenderung meningkat.

Penyakit batu kandung empedu ini sering ditemukan secara kebetulan saat
melakukan USG perut.Sensitivitas pemeriksaan secara USG ini terhadap penyakit
batu kandung empedu sekitar 95%.Prevalensi di Asia, berkisar antara 3 - 15%. Di
Indonesia angka kejadian penyakit batu kandung empedu ini diduga tidak berbeda
jauh dengan angka negara lain yang ada di Asia Tenggara, hanya saja baru
mendapatkan perhatian secara klinis, sementara penelitian batu empedu masih
terbatas.

Sekitar 80% dari batu empedu berasal dari batu kolesterol dan batu pigmen
terutama terdiri dari kalsium billiburate dan ini mengandung kolesterol kurang dari
20%.Batu kandung empedu dianggap sebagai gangguan pembuangan
kolesterol.Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap
berbentuk cairan.Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol
bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.Akibat dari endapan
ini akhirnya membentuk batu.

Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat sehubungan


dengan usia dan dua kali lebih tinggi pada pada wanita di bandingkan pada pria.
Perbedaan gender ini karena faktor hormon esterogen yang meningkatkansekresi
kolesterol empedu. Proses kehamilan meningkatkan resiko batu empedu karena
terjadinya gangguan pada proses pengosongan kandung empedu. Gangguan pada

1
proses ini disebabkan oleh penggabungan pengaruh antara hormon esterogen dan
hormon progesteron. Akibat penggabungan ini meningkatkan hipersekresi kolesterol
ke dalam empedu yang mempengaruhi pembentukan batu empedu.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kolelitiasis


Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang
mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau
saluran empedu.Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam
empedu, fosfolipid dan kolesterol.Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu
bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu
campuran.

2.2. EtiologiKolelitiasis
Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui
secara pasti.Namun, ada beberapa hal yang menjadi faktor predisposisi untuk
terjadinya kolelitiasis.

a. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin, menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi
resikonya dua kali terjadi pada wanita di bandingkan pada pria. Karena pada wanita
terdapat hormon progesteron dan esterogen yang apabila bergabung akan
mempengaruhi kolesterol di dalam empedu sehingga mengalami suatu proses untuk
pembentukan batu empedu.

b. Usia
Pada usia 40 tahun keatas lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis. Hal ini
terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam
empedu. Selain itu adanya proses aging, yaitu suatu proses menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

3
c. Kehamilan/Kesuburan
Pada saat proses kehamilan terjadi penggabungan pengaruh hormon
progesteron dan esterogen. Akibat penggabungan ini meningkatkan hipersekresi
kolesterol yang mengakibatkan kolesterol di dalam empedu mengalami proses
(predis proses) untuk pembentukan batu empedu. Bukan hanya pada masa kehamilan
tetapi pada saat terapi sulih hormon atau penggunaan pil KB juga memudahkan
terbentuknya batu.

d. Kegemukan
Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah
sekitar 25 -30% pada wanita dan 18-23% pada pria.Wanita dengan lemak tubuh lebih
dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami
obesitas.Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah
kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.

e. Diet Rendah Serat


Pola makan yang rendah serat tapi tinggi lemak serta kolesterol dapat
mengakibatkan beberapa penyakit, salah satunya adalah penyakit batu kandung
empedu.Dengan pola diet yang rendah serat ini menambah resiko terjadinya penyakit
batu kandung empedu.

2.3 Klasifikasi Batu Kolelitiasis


Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari
pigmen dan batu terutama yang tersusun dari kolesterol (Smeltzer dan Bare,
2002).Komposisi dari batu empedu merupakan campuran dari kolesterol, pigmen
empedu, kalsium dan matriks inorganik.

a. Batu kolesterol
Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari seluruh beratnya,
sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium.Batu kolesterol terjadi karena

4
konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi.Ini akibat dari kolesterol di
dalam darah cukup tinggi.

b. Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri
dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat, dan kalsium karbonat. Batu pigmen akan
terbentuk bila pigmen takterkonyugasi dalam empedu mengadakan presipitasi
(pengendapan) sehingga terjadi batu (Smeltzer dan Bare, 2002)
.

2.4. Diagnosa Kolelitiasis


2.4.1 Anamnesa
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap
makanan berlemak.

5
Pada yang simptomatis, pasien biasanya datang dengan keluhan utama berupa,
a. Pasien mengeluhkan nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut
kanan atas dan nyeri menyebar pada punggung.
b. Keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas.
c. Mengalami mual dan muntah.
d. Kadang pasien datang dengan mata dan tubuh kuning, badan gatal – gatal, urin
berwarna seperti teh dan feses berwarna seperti dempul.

2.4.2 Pemeriksaan Fisik


Pasien akan mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum
didaerah letak anatomis kandung empedu Diketahui dengan adanya tanda Murphy
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.

2.4.3 Pemeriksaan Laboratorium


Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium.Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi lekositosis. Apabila terjadi Sindrom Mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum
yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledokus. Kadar fosfatase
alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkat sedang
setiap kali terjadi serangan akut.

2.4.4 Pemeriksaan Radiologi


a. USG
Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas
yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatic maupun ekstra hepatic. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung
empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada
dengan palpasi biasa.

6
b. Kolesistografi
Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup
baik karena relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.Cara ini memerlukan
lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi.Pemeriksaan
kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

2.5. Komplikasi
a. Kolesistisis, kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung
empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan
kandung empedu.
a. Kolangitis, kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena
infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-
saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
b. Hidrops, obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops
kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom
yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus
sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang
normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
c. Empiema, merupakan kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

2.6. Pengobatan
2.6.1. Non Farmakologis
- Tirah Baring
o Dianjurkanistirahat di tempattidur.
- Diet
o Diet rendah lemak (Lemak 30 gr/hari.)
o Kalori yang cukup dari karbohidrat dan protein.
o Vitamin yang larut dalam lemak A, D, E, K.
o Air putih: 2 – 3 liter/hari

7
2.6.2. Farmakologis
2.6.2.1. Disolusio Batu Empedu
Terapi asam empedu oral pada dasarnya tidak efektif untuk melarutkan,
a. Batu empedu pigmen, yang menggambarkan sekitar 20% batu radiolussen,
b. Batu empedu radioopak atau yang mengandung kalsium.
c. Batu empedu dengan garis tengah > 1,5 cm
d. Batu empedu dalam kandung empedu yang sulit pada pemeriksaan KSO.

Terapi dengan asam kenodeoksikolat (asam kenat, CDCA) oral atau asam
ursodeoksikolat 7beta – epimernya (UCDA) untuk melarutkan batu empedu kolesterol
atau campuran menghasilkan disolusi lengkap atau parsial.Efek terapeutik utama
CDCA diduga akibat penurunan aktivitas HMG – KoA reduktase yang pada giliranya
menyebabkan penurunan sintesis kolesterol hati. Pemberian UCDA tampaknya
menghasilkan fase Kristal cair lameler dalam empedu yang memungkinkan kolesterol
dari batu terdispersi melalui cara – cara fisiokimiawi. Asam ursodeoksikolat juga
dapat menahan nukleasi Kristal kolesterol.UCDA secara terapeutik lebih efektif pada
dosis yang lebih rendah (5 – 10 mg/kgBB/Hari) daripada CDCA.

Pada pasien dengan batu radiolusen bergaris tengah kurang dari 15 mm


dengan kandung empedu berfungsi baik yang diseleksi dengan cermat, pemberian
UCDA atau kombinasi UCDA dan CDCA menghasilkan disolusi lengkap dalam 2
tahun pada sekitar 50 – 60% kasus. Angka keberhasilan sekitar 70 – 80% terjadi pada
pasien batu radiolusen terapung kecil.

Setelah batu empedu benar – benar hilang dengan CDCA atau UCDA dan
pengobatan dihentikan, akan terjadi rekurensi. Namun, dapat dicegah dengan UCDA
dalam dosis 3 mg/kgBB atau 200 – 300 mg/hari dapat memperlambat atau
mengurangi rekurensi.

2.6.2.2. Litotripsi Batu Empedu


Batu empedu dapat dipecah oleh gelombang kejut ekstrakorporeal yang
dihasilkan dengan perangkat elektromagnetik, elektrohidraulik, atau

8
piezoceramic.Litotripsi gelombang kejut ini yang dikombinasi dengan terapi litolitik
medis merupakan terapi yang aman dan efektif bagi pasien batu kandung empedu
tertentu. Kriteria seleksi pasien biasanya adalah:
a. Riwayat kolik biliaris
b. Batu radiolusen
c. Kandung empedu yang berfungsi dengan opasifikasi pada pemeriksaan
kolesistografi oral atau pengosongan yang normal pada pemeriksaan skintigrafi
kolesistokinin
d. Jumlah batu maksimum tiga buah tetapi lebih baik batu tunggal < 20 mm
e. Tidak ada kolesistitis akut, kolangitis, sumbatan saluran empedu, pancreatitis
akut, dan kehamilan.
.
2.6.3. Tindakan
Walaupun penanganan batu empedu asimtomatik masih diperdebatkan, pada
sebagian besar pasien resiko timbulnya gejala atau komplikasi yang memerlukan
tindakan pembedahan cukup kecil (dalam kisaran 1 – 2 per tahun). Dengan demikian,
anjuran untuk kolesistektomi profilaktik pada pasien batu empedu sebaiknya
didasarkan pada penilaian tiga faktor, yaitu:
a. Adanya gejala yang cukup sering atau parah sehingga mengganggu kehidupa
sehari – hari pasien,
b. Adanya komplikasi penyakit batu empedu sebelumnya.
c. Adanya kelainan yang menimbulkan predisposisi timbulnya komplikasi batu
empedu.

Pasien yang memiliki batu empedu yang besar (garis tengah melebihi 2 cm)
dan pasien batu empedu dengan anomali kantung empedu congenital juga dapat
menjadi kandidat kolesitektomi profilaktif.Beberapa pakar menganjurkan
kolesistektomi rutin pada semua pasien berusia muda dengan batu
asimtomatik.Kolesistektomi laparoskopik merupakan pendekatan dengan akses –
minimal untuk mengangkat kandung empedu beserta batunya.

9
BAB III
STATUS ORANG SAKIT
3.1 IDENTITAS
 Nama : Herliana Harahap
 Umur : 20 Tahun
 JenisKelamin : perempuan
 Status kawin : Belum Menikah
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Karyawan
 Alamat : Gunung Tua
 Suku : Batak

3.2 ANAMNESA
 Keluhan Utama : Nyeri Perut Kanan Atas
 Telaah

10
o Nyeri perut kanan atas sudah dialami sejak 1 hari ini.
o Nyeri muncul mendadak dan dirasakan terus – menerus.
o Nyeri menjalar ke ulu hati dan bagian punggung kanan belakang.
o Nyeri bertambah berat apabila bergerak dan menarik napas.
o OS juga mengeluhkan mual (+), muntah (+) berupa makanan yang
dimakan, muntah hanya > 3 kali.
o Keluhan demam, BAB cair, BAB berwarna seperti dempul, batuk,
mata/badan kuning disangkal oleh OS.
o BAK (+) Normal.
o BAB (-) Sejak 1 hari yang lalu.
 RPT : Tidak Ada
 RPO : Tidak Ada
 RPK : Tidak Ada

3.3 STATUS PERESENT


KeadaanUmum KeadaanPenyakit KeadaanGizi
Sensorium:Compos Anemia: Tidak TB : 155 cm
Mentis
TD: 110/80 mmHg Ikterus: Tidak BB : 55 kg
Nadi: 80 x/menit Sianosis: Tidak
Nafas: 24 x/ menit Dyspnoe: Tidak
Suhu: 37oC Edema: Tidak x 100%
Eritema: Tidak
Turgor: Baik
Sikap Tidur Paksa: Tidak x 100%

RBW : 100%
Kesan : Normoweight

PemeriksaanFisik
 Kepala
o Mata :
 Konjungtiva : Normal
 Sklera : Normal
 Leher : Dalam Batas Normal
 Thorax : Dalam Batas Normal
 Abdomen
o Inspeksi : Dalam Batas Normal

11
o Auskultas : Bising usus (+) Normal
o Palpasi
 Nyeri tekan hipokondrium dekstra (+)
 Nyeri tekan epigastrium (+)
o Perkusi : Pekak hati (+)
 Ekstremitas
o Atas : Dalam Batas Normal
o Bawah : Dalam Batas Normal

PemeriksaanPenunjang
o Darah
 Hb : 10 gr%
 Leukosit : 6300 µ/L
 Eritrosit : 5 x 10^6/ µL
 Trombosit : 229.000/ µL
o Indeks Eritrosit
 MCV : TDP
 MCH : TDP
 MCHC : TDP
o Hitung Jenis Leukosit
 Eosinofil :0%
 Basofil :0%
 N. Stab :0%
 N. Seg : 74 %
 Limfosit : 24 %
 Monosit :2%
o Laju Endap Darah : 12 mm/jam
o Glukosa Darah
 Glukosa Darah Sewaktu : 101 mg/dL
o Fungsi Hati
 Bilirubin Total : 1,19 mg/dL
 Bilirubin Diret : 0,62 mg/dL
 AST/SGOT : 19 U/I
 ALT/SGPT : 39 U/I
 Protein Total : 8.33 g/dL
o Urin : TDP
o Tinja : TDP

12
 Pemeriksaan Radiologi
o RongenParu
 Kesan : Cor/Pulmodalambatas normal

o USG Abdomen

13
 Hepar : Hepar besar, bentuk normal, permukaan rata, echo
parenkim biasa, tak tampak SOL.
 Ginjal :Besardanbentukkeduaginjal normal. Tidaktampakbatu.
 Lien : Membesar, homogen.
 Gall – Bledder : Terlihat batu 1,68 dan 1,25
 Kesan : Cholelitiasis, Splenomegali e.c ?

14
3.4 Diagnosa
Kolelitiasis

3.5 Terapi
o Aktifitas : Tirah Baring
o Diet : Diet MII (Rendah Lemak)
o Medikomentosa
 IVFD RL 30 gtt/i
 Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam
 Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam
 Inj. Ondansetron 4 mg/12 jam
 Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam

BAB IV

DISKUSI KASUS

15
4.1 Gejala Klinis Pada Kolelitiasis
NO. Keluhan Teori Kasus
1 Nyeri di epigastrium atau Ya Ya
nyeri kolik pada perut
kanan atas
2 Menjalar ke punggung Ya Ya
3 Sakit saat menarik napas Ya Ya
4 Mual dan Muntah Ya Ya

4.2 PemeriksaanFisik Kolelitiasis


PemeriksaanFisik Teori Kasus
Abdomen
Nyeri tekan hipokondriaka Ya
dekstra
Palpasi Murphy’s Sign Ya

4.3 PemeriksaanPenunjang Pada Pasien Kolelitiasis

Pemeriksaan Abnormalitas pada Teori Kasus


Penunjang Kolelitiasis
Bilirubin Direct (dapat Ya Ya
meningkat/Normal)
Bilirubin Total (dapat Ya Ya
meningkat/Normal)
Laboratorium
Alkali Phospatase (dapat Ya TDP
meningkat/Normal)
Amylase Serum (dapat Ya TDP
meningkat/Normal))
Hepar: Dalam Batas Ya Ya
Normal
Ultrasonografi Kandung Empedu:
Tampak Batu Ya Ya
Kolesistografi Untuk melihat gambaran Ya TDP
batu radiolussen

4.4 KESIMPULAN

16
Telah dilaporkan seorang pasien perempuan, usia 20 tahun dengan diagnosa
kolelitiasis yang diperkuat dengan pemeriksaan USG didapati dalam kantung empedu
terlihat batu ukuran 1,68 cm da 1,25 cm, splenomegali membesar homogen.
Pemeriksaan laboratorium didapati bilirubbin total 1,19 mg/dL, bilirubbin indirect
0,62/dL. Pasien sudah mendapatkan penanganan dengan baik dan sudah
diperbolehkan pulang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ginting, Setiamenda. 2011. A Description Characteristic Risk Factor Of The


Kolelitiasis Disease In The Colombia Asia Medan Hospital

17
2011http://uda.ac.id/jurnal/files/Jurnal%206%20-%20MENDA%20II.pdf. Di
Akses pada tanggal 6 Februari 2016.
2. Hadi, Sujono.Gastroenterologi.Bandung.PT Alumni.2008 hal 613 - 651
3. Isselbacher, Kurt J., dkk. 2000. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Dalam
Volume 4. Jakarta, EGC.
4. Robbins, dkk., 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta, EGC.
5. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta,
EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai