Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh
perorangan, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu
keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Status kesehatan dipengruhi oleh faktor biologik,
lingkungan dan pelayanan kesehatan. Faktor biologik merupakan faktor yang berasal dari
dalam individu atau faktor keturunan misalnya pada penyakit alergi.
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis
kronis atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai
hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversible. Bronkitis kronis ditandai dengan
batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan
berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu
perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara.
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010
diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian.
Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru obstruksi kronis
pada tahun 2010 sebanyak 80-90 %. Data yang diperoleh di Rekam Medis Rumah Sakit
Margono Purwokerto pada bulan Januari sampai Maret 2014 didapatkan data sebanyak
30 % pasien menderita penyakit paru obstruksi kronis.
PPOK memerlukan pengobatan dan perawatan yang optimal sehingga perawat
memerlukan ketelatenan untuk dapat memelihara, mengembalikan fungsi paru dan
kondisi pasien sebaik mungkin. Penyakit ini akan terus mengalami perkembangan yang
progresif dan belum ada penyembuhan secara total. Maka dari itu, perawat terfokus untuk
melakukan perawatan yang meliputi terapi obat, perubahan gaya hidup, terapi pernafasan
dan juga dukungan emosional bagi penderita penyakit paru obstruksi kronis

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis?


2. Bagaimana etiologi,komplikasi dan manifestasi klinis PPOK?
3. Bagaimana WOC pada pasien PPOK?
4. Bagaimana Askep Teori pada pasien PPOK?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui pengertian Penyakit PPOK.


2. Mengetahui etiologi, komplikasi dan manifestasis klinis PPOK.
3. Mengetahui WOC pada pasien PPOK.
4. Mengetahui Askep Teori pada pasien PPOK.
5. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan
napas. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di
dalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang cukup
bagi bagian tubuh yang lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses
inflamasi yang berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan kelainan di dalam struktur
paru-paru, sehingga aliran udara terhambat secara permanen(itulah sebabnya disebut
“obstruktif kronis”).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary Disease


(COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk
satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronis, dan
emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow Limitation
(CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD).

Klasifikasi dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yaitu:

a. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis.
Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai
bagian dari penyakit sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus
abdominalis. Istilah bronkitis kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang
sifatnya menahun(berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik yang
berasal dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis
merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang

3
berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dan ekspektorasi sedikitnya
3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut.
b. Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang
ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan.
Sesuai dengan definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation.
Sebagai salah satu bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema
merupakan pelebaran asinus yang abnormal, permanen, dan disertai destruktif
dinding alveoli paru. Obstruktif pada emfisema lebih disebabkan oleh perubahan
jaringan daripada produksi mukus, seperti yang terjadi pada asma bronkitis kronis.
c. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma
didefinisakan sebagai suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan,
dimana terdapat banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel
epitel. Pada individu rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit
bernapas, dada sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan
di pagi hari.

2.2 Etiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronis


Etiologi PPOK yang sering ditemukan meliputi:
a. Kebiasaan merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan kebiasaan yang
salah.Namun sebagaian besar perokok tidak mampu menghilangkan kebiasaan ini.
Resiko mengalami serangan jantung 2 kali lebih besar bagi prokok berat atau yang
merokok 20 batang atau lebih dalam sehari. Bahkan, resiko menghadapi kematian
mendadak 5 kali lebih besar dari pada orang yang tidak merokok sama sekali. Namun
bagi mereka yang dapat berhenti merokok sama sekali, resiko ini dapat berkurang
hampir sama yang tidak merokok. Sejumlah kecil nikotin dalam rokok adalah racun
bagi tubuh. Nikotin yang terserap dalam setiap hisapan rokok memang tidak

4
mematikan, tetapi tetap membahayakan jantung. Terjadi pengerasan pembuluh nadi
serta mengacaukan irama jantung.

b. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis


Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat berupa
bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa batuk dan
demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada. Penanganan penyakit
ini dapat dilakukan dengan istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala atau
pengobatan kausal untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh dan
pencegahan penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan menutup mulut ketika
batuk, tidak meludah sembarang. Faktor berkumpulnya banyak orang misalnya di
tempat pengungsian tempat korban banjir, juga berperan dalam penularan ISPA.
Penyakit kulit juga hampir selalu di alami, terutama yang sering tergenang banjir.
Penyakit ini bisa berupa infeksi, alergi, atau bentuki lain. Pada musim banjir, maka
masala utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti ISPA, maka
faktor berkumpulnya banyak orang berperan dalam penularan infeksi kulit. Penyakit
saluran cerna lain, adalah demam tifoid, yang juga terkait dengan faktor kebersihan
makanan. Upaya untuk mengatasi tentu saja dengan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan.

c. Polusi udara
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari pencemaran udara
kota berasal dari industri. Jarang disadari, bahwa justru yang mempunyai andil sangat
besar adalah gas dan partikel yang di emifisikan ( dikeluarkan ) oleh kendaraan
bermontor. Padahal kendaraan bermontor jumlahnya semakin bertambah besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor sebagai sumber
pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Padahal, konstribusi gas buah dari cerobong
asap industri hanya berpisah 10-15%, sedangkan sisannya dari sumber pembakaran
lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dll
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO ( word helalth
organization) menetapkan beberapa jenis polutan yang di anggap serius. Polutan udara
yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan, serta mudah merusak harta benda
adalah partikulat yang mengandung partikel ( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di
oksida, dan nitrogen oksida. Kesemuanya di emisikan oleh kendaraan bermontor.

5
WHO memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup
udara kotor akibat emisi kendaraan bermontor, se3dangkan 10% sisannya menghirup
udara yang bersifat” marjinal”. Akibat menghirup udara yang tidak bersih ini lebih
fatal pada bayi dan anak-anak. Demikian pula pada orang dewasa yang beresiko
tinggi, misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta orang yang telah memiliki riwayat
penyakit paru dan saluran pernapasan menaun. Celakanya, para penderita maupun
kelurganya tidak menyadari bahwa berbagai akibat negatif tersebut berasal dari
pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermontor semakin memperhatinkan.

2.3 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat
dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
b. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
c. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
d. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
e. Hipoksemia intermiten atau kontinu
f. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
g. Deformitas toraks

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologist
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.
b) Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

a) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan


bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan
pink puffer.

6
b) Corakan paru yang bertambah.
c) Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang


bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways).
Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk
difusi berkurang.

2. Analisis

Gas darah Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis.
Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga
menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia
menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.

3. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III,
dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

5. Laboratorium darah lengkap, jik terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema

berat) dan eosinophil (asma).

Penatalaksanaan

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara

7
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi
B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau
doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow
rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat
infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang
kuat.
2. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
3. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan
salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam
dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 – 0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :

1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-


0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
dari fungsi faal paru.
3. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)
7. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

8
Tingkatan Keparahan :

Tingkat Nilai FEV1 dan gejala


0 Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan
Beresiko dispnea.
Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi),spirometri normal.
I FEV1/FVC < 70%, FEV1≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu ada
Ringan gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien
biasanya bahkan belum berasa paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%, 50% < FEV1 < 80%, gejalamya biasanya mulai
Sedang progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
III FEV1/FVC < 70%, 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang
Berat yang mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini
pasien mulai mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas
atau serangan penyakit.
IV FEV1/FVC < 70%, FVE1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi
Sangat kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1
berat > 30%, tapi pasien mengalami kegagalan pernafaasan atau gagal
jantung kanan/cor pulmonary. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat
terganggu dan serangan mungkin mengancam jiwa.

Komplikasi:
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis
b. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan takipnea.
c. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara
akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
d. Gagal Jantung

9
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
e. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respirator.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu pernapasan
dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.

2.4 WOC Pada Pasien PPOK

Peningkatan
kerja otot
pernafasan

Nafsu makan Ketidakefektifan pola


ketidak nafas
seimbangan
nutrisi kurang

10
2.5 Asuhan Keperawatan Pada Klien PPOK

Study kasus

Tn.R, 60 thn adalah seorang pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya
mulai pagi hingga malam. Kebiasaan Tn. R sambil menjajakan dagangannya adalah
merokok 2 bungkus. Hari ini Tn R datang ke IGD dengan keluhan pusing, sesak napas
dan batuk riwayat penyakit sekrang: 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-batuk sampai dahak
keluar semua. Sesak napas bila menaiki tangga. 2 hari terakhir, pasien mengeluh demam,
batuk, pilek, pusing, dan sesak napas. Nafsu makanpun semakin menurun Berdasarkan
anamnesia dan pemeriksaan spirometri dan foto thoraks, diagnose yang di tegakkan
klinis/ dokter adalah PPOK st III.

Terapi yang diberikan:

Oksigen, setelah stabil, terapi yang di berikan adalah: codein 10 mg po 3x1 dan seretide
MDI tiap 6 jam tanda-tanda vital saat pasien MRS: suhu 38,5oC, TD 140/90 mmHg,
Nadi 100/menit,RR 25x/menit

A. Pengkajian

I.Identitas pasien
Nama = Tn. R
Umur = 60 th
Alamat = Sumbersari, Jember
Pekerjaan = Pedagang kaki lima
Diagnosa Medis = PPOK st III
Tanggal pengkajian = 29 Oktober 2016
II.Riwaya Kesehatan
1. Keluhan utama = pusing, sesak nafas, batuk
2. Riwayat penyakit sekarang = 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-batuk sampai
dahak keluar semua, sesak nafas bila menaiki tangga. 2 hari terakhir pasien
mengeluh demam, batuk pilek, pusing ,sesak nafas

11
3. Riwayat Kesehatan terdahulu =
- Klien saat kecil sudah menderita batuk berdahak yang lama sembuhnya
- Pengobatan Klien saat kecil hanya menggunakan obat-obatan
tradisional
4. Riwayat Kesehatan Keluarga = Tidak ada keluarga yang mengalami
penyakit pada paru-paru.
5. Riwayat Psikososial =
- Pekerjaan klien sebagai seorang pedagang kaki lima di pinggir jalan
besar, sehingga setiap hari sering terpapar asap kendaraan dan debu
jalanan
- Lingkungan rumah kien sempit, kurang ventilasi udara, sinar matahari
sedikit masuk
III.Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan kesehatan sangat penting. Namun, karena terhalang
masalah ekonomi maka klien memilih untuk menggunakan obat-obat
tradisional yaitu serai dan jahe. Pasien juga merupakan perokok berat.
2. Pola nutrisi dan Metabolik
Pasien mulai kehilangan nafsu makan ketika dia merasakan sesak nafas
dan setelahnya. Klien memilih untuk merokok daripada makan, sehingga
klien mengeluh berat badannya turun 8 kg.
3. Pola cairan dan metabolik
Pasien jarang minum air putih dan lebih sering minum teh nasgitel.
4. Pola istirahat dan tidur
Tidur malamnya terganggu karena beliau berjualan sampai larut malam.
5. Pola Aktivitas dan latihan
Klien bekerja aktif sebagai seorang pedagang kaki lima. Walaupun sakit
beliau tetap bekerja karena tuntutan ekonomi. Pasien masih bisa merawat
dirinya sendiri meski tidak selincah dulu.
6. Pola Eliminasi
Pasien mengatakan pola BAK 5-6 kali sehari dan BAB 1x sehari.
7. Pola Persepsi dan Kognitif
Pasien tidak mengalami gangguan sensasi seperti pendengaran,
penglihatan, pengecapan, peraba maupun penghidu.

12
8. Pola reproduksi dan seksual
Pasien adalah seorang ayah, dengan 1 orang istri dan memilki 4 orang
anak (3 SMK, 2 MTS, 5 MI dan 3 MI). Umur bapak Y 50 tahun. Sejak 3
bulan yang lalu dahaknya semakin parah dan sesak nafasnya sering
kambuh, serta mudah lelah sehingga gairah seksualnya menurun.
9. Pola persepsi dan konsep diri
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan bisa beraktivitas tanpa
terganggu penyakitnya. Pasien merasa malu apabila dia tidak bisa bekerja
dan harus membebankan keuangan keluarga pada istrinya yang bekerja
sebagai tukang pijat.
10. Pola Mekanisme Koping
Pasien merupakan orang yang bersifat tertutup dan suka menyelesaikan
masalahnya sendiri tanpa berbagi dengan orang lain. Bila dia marah atau
putus asa maka dia akan mengalihkan perhatiannya dengan merokok.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Pasien menganut agama Islam. Dia selalu menjalankan ibadahnya dengan
taat.

IV.Pengkajian Fisik
1. Status Kesehatan Umum
Keadaan Pasien : Pasien lemah dan sesak napas
Kesadaran : Komposmetis
Tinggi Badan : 165 cm
BB Sebelum Sakit : 58 kg
BB Sesudah Sakit : 50 kg
BB Ideal : 51 kg – 68 kg
TTV :
- T= 38,5 °C
- N= 100 x/m
- RR= 25 x/m
- TD = 140/90 mmHg
2. Pengkajian Fisik Thoraks
a. Inspeksi

13
- Kepala dan leher : kepala simetris, tidak ada krepitasi, muka
tampak lebih tua dari usia sesungguhnya. Leher tidak ada distensi
JVP
- Dada : peageon chest (dada burung), menggunakan otot-otot bantu
pernafasan
- Jari dan jempol : tidak ada clubbing, WPK < 2 detik
b. Palpasi
- Trakea : tidak ada krepitasi, tidak ada pembesaran
- Dinding dada : tidak simetris
- Thoracic excursion : gerakan pernafasan bersamaan antara dada
kanan dan kiri
- Tactile fremitus : getarannya sama antara kanan dan kiri
c. Auskultasi : terdengar suara wheezing
V.Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan spirometri dan foto thorax (+) PPOK ST III
2. Terapi yang di dapat
Oksigen, setelah stabil, terapi yang diberikan codein 10 mg po 3x1 dan
seretide MDI tiap 6 jam

B. Diagnosa
No Data Etiologi Problem
1. Ds : Klien mengatakan pusing, sesak Peningkatan Bersihan jalan
nafas, batuk. produksi sputum. napas tidak efektif.

Do: 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-


sampai dahak keluar semua, RR
25 x/menit.
2. Ds : 2 hari terakhir pasien mengeluh Penyakit kronis Resiko tinggi
demam, batuk, pilek, pusing, dan penyebaran infeksi
sesak nafas.

Do : pemeriksaan spirometri dan

14
foto thorax diagnosa PPOK St
III suhu : 38,5 °C, TD : 140/ 90
mmHg, nadi : 100 x/menit

3. Ds : pasien mengeluh demam Penyakit Hipertemia


Do : suhu 38,50C , RR 25 x/menit ,
nadi 100 x/menit, TD 140/ 90 mmHg

4. Ds : sesak nafas bila menaiki tangga. Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas


Do : Nadi 100x/m, RR 25x/m, antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5. Ds : 2 hari terakhir pasien mengeluh Hiperventilasi Ketidakefektifan
sesak nafas. pola nafas
Do : Nadi 100x/m, RR 25x/m,

C. Intervensi dan Implementasi


No Diagnosa Intervensi Implementasi
1. Bersihan jalan napas tidak  Posisikan pasien  Memberikan posisi
efektif b.d peningkatan untuk fowler atau semi
produksi sputum memaksimalkan fowler
ventilasi.  Menghitung respirasi
Kriteria hasil :  Monitor respirasi setiap 3 jam sekali
 Secara verbal tidak ada dan status O2.  Memberikan obat
keluhan sesak  Kolaborasi dalam ipratropium
 tidak ada batuk dan pemberian bromida dg dosis
jumlah sputum normal pengobatan atas 20mcg 2 hirup 3-4
 jumlah pernafasan dalam indikasi. kali per hari.
batas normal sesuai usia bronkodilator  Mengajarkan klien
 Demonstrasikan menahan dada dan
atau bantu klien batuk efektif dalam
melakukan posisi tegak lurus.
latihan napas

15
dalam.

2. Ketidak efektifan pola napas  Posisikan pasien  Memberikan posisi


b.d hiperventilasi. untuk fowler atau semi
memaksimalkan fowler
Kriteria hasil : ventilasi.  Menghitung
 Mampu batuk efektif.  Identifikasi pasien frekuensi nafas.
 Mampu bernafas perlunya  Memberikan terapi
dengan mudah. pemasangan alat ogsigenasi dengan
 Frekuensi pernafasan nafas buatan. menggunakan
dalam rentang normal.  Monitor respirasi nasal kanul.
 TTV dalam rentang dan status O2.
normal.

3. Hipertermia b.d penyakit.  Kompres pasien  Memberikan kompres


Kriteria hasil: pada lipat paha dan dengan handuk di
 Suhu tubuh aksila bagian lipat paha dan
rentang normal  Monitor suhu aksila
 Nadi dan RR sesering mungkin.  Menghitung suhu
dalam rentang  Monitor tekanan setiap 2 jam sekali
normal darah, nadi dan RR  Menghitung tekanan
 Tidak ada  Kolaborasi darah, nadi dan RR
pusing pemberian cairan setiap 2 jam sekali.
intravena.  Memberikan cairan
intravena sesuai
anjuran dokter.
4. Intoleransi aktivitas b.d.  Kolaborasi  Memberikan terapi
ketidakseimbangan antara dengan tenaga Oksigen dengan
suplay dan kebutuhan oksigen rehabilitasi medik kecepatan aliran 1
Kriteria hasil: dalam atau 2 ltr/mnt.
 Mampu mealkukan merencanakan  Melakukan
aktivitas sehari-hari progam terapi komunikasi
secara mandiri yang tepat. terapeutik.

16
 Tanda-tanda vital normal  Bantu pasien  Menghitung tanda
 Sirkulasi status baik untuk tanda vital 3 jam
 Status respirasi : mengembangkan sekali.
pertukaran gas dan motivasi diri dan  Menjelaskan perlunya
ventilasi adekuat penguatan. keseimbangan
 Monitor aktivitas dan istirahat.
perubahan tanda
tanda vital.
 Memberikan
edukasi untuk
memenuhi
kebutuhan secara
mandiri.
5. Resiko tinggi penyebaran  Ajarkan keluarga  Menjelaskan kepada
infeksi b.d Penyakit kronis. dan pasien tanda keluarga pasien tanda
dan gejala infeksi. dan gejala infeksi
Kriteria hasil :  Monitor tanda dan  Memberikan edukasi
 Klien bebas dari tanda gejala infeksi kepada pasien berseta
dan gejala infeksi. sistemik dan lokal keluarga tentang
 Tidak munculnya  Kolaborasi dengan penyakit infeksi.
tanda-tanda infeksi dokter pemberian  memberikan
sekunder. obat anti mikroba. antibiotik.
 Klien dapat  menghitung TTV
mendemonstrasikan setiap 3 jam sekali.
kegiatan untuk
menghindarkan infeksi.

D. Evaluasi

Dx Tgl/jam Tindakan TTD Catatan TTD


Keperawatan Perawat perkembangan Perawat

17
Bersihan jalan 29  Memberikan S : klien
napas tidak efektif oktober posisi fowler mengatakan
b.d peningkatan 2016 atau semi fowler batuk secara
produksi sputum  Melakukan efektif
suction O: RR
 Menghitung 18x/menit
respirasi setiap 3 A: masalah
jam sekali teratasi
P: intervensi
dihentikan
Ketidak efektifan 29  Memberikan S : klien
pola napas b.d oktober posisi fowler mengatakan
hiperventilasi. 2016 atau semi fowler mampu batuk
 Menghitung efektif dan
frekuensi nafas. bernafas
 Memberikan dengan mudah.
terapi ogsigenasi O: RR
dengan 19x/mnt, N
menggunakan 80x/ mnt,
nasal kanul. TD 110/90
mmHg,
S 37,5 C
A : masalah
teratasi
P: itervensi
dihentikan
Hipertermi b.d 29  Memberikan S:klien
penyakit oktober kompres mengatakan
2016 dengan demam
handuk di menurun
bagian lipat O: T 37oC , RR
paha dan 20x/menit, TD
aksila 120/90 mmHg

18
 Menghitung A: masalah
suhu setiap 2 teratasi
jam sekali P : intervensi
 Menghitung dihentikan
tekanan
darah, nadi
dan RR setiap
2 jam sekali
Intoleransi 29  Memberikan S : klien
aktivitas b.d. oktober terapi mampu
ketidakseimbangan 2016 Oksigen melakukan
antara suplay dan dengan aktivitas secara
kebutuhan oksigen kecepatan mandiri
aliran 1 atau 2 O:
ltr/mnt. RR =19x/mnt.
 Melakukan N = 80x/ mnt
komunikasi TD = 110/90
terapeutik. mmhg
 Menghitung S = 37,5 C
tanda tanda A : masalah
vital 3 jam teratasi
sekali. P : intervensi

 Menjelaskan dihentikan

perlunya
keseimbangan
aktivitas dan
istirahat.

Resiko tinggi 29  Menjelaskan S: klien


penyebaran infeksi oktober kepada mengatakan
b.d Penyakit 2016 keluarga tidak
kronis pasien demam,pusing,

19
tanda dan batuk., sesak
gejala napas, pilek.
infeksi O : T 37ºC, TD
 Memberikan 120/80mmH
edukasi g
kepada A: masalah
pasien teratasi
berseta P : Intervensi
keluarga dihentikan
tentang
penyakit
infeksi

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK
adalah asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema paru-paru. Diagnosa yang utama
pada penderita PPOK yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi
sputum

3.2 Saran

Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik


terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu,
perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik, dalam hal ini melakukan
penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien
terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta : MediAction

Ahmad. 2016. Asuhan Keperawatan PPOK.


https://www.academia.edu/30868326/asuhan_keperawatan_ppok. Diakses tanggal 13
Desember 2017

Hargustra, Angga. 2012. Askep PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik.


http://anggahargustra.blogspot.co.id/2012/05/asuhan-keperawatan-adapasienppok.html.
Diakses tanggal 06 Desember 2017

Nuramalia, Syifa. 2017. Daftar Keperawatan NANDA, NIC, NOC.


https://id.scribd.com/document/366041163/Daftar-Diagnosa-Keperawatan-NANDA.
Diakses tanggal 06 Desember 2017

Pingitan. 2014. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan PPOK


http://gadiespingitan.blogspot.co.id/2014/08/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan.html. Diakses tanggal 06 Desember 2017

22

Anda mungkin juga menyukai