Disusun oleh:
Ulfa Trimonika
22010117220043
Penguji:
dr. Dewi Ratih P, Msi.Med, Sp. A(K)
Pembimbing:
dr. Radita Kusumaningrum
i
HALAMAN PENGESAHAN
Penguji Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena atas rahmat dan
karuniaNya-lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus berjudul “Seorang Anak Laki-laki
Usia 7 Tahun 10 bulan dengan Suspek ISK Kompleks, Penyakit Ginjal Kronis Stadium 5,
Moderate Acute Malnutrition”
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menempuh
kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.
Penulis
Ulfa Trimonika
iii
Demam ± 5 hari dan nyeri
ketika buang air kecil
BAGAN PERMASALAHAN
DIAGNOSIS
Utama : Febris ± 5 hari susp isk kompleks
Komorbid : Hiperurisemia
Komplikasi : Chronic Kidney Disease Stage V, pasca implantasi ureter
dextra et Sinistra ec vesicouretral reflux
Pertumbuhan : Berat badan kurang, perawakan pendek
Perkembangan : Normal sesuai usia
Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap, booster (-)
Gizi iv
: Gizi kurang, BB kurang, perawakan pendek
Sosial Ekonomi : Cukup
DAFTAR ISI
vi
2.4.2 Riwayat Imunisasi.......................................................................................8
2. 5 Pemeriksaan Fisik....................................................................................... 12
2. 6 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................15
2. 7 Daftar Masalah............................................................................................17
2.8 Diagnosis......................................................................................................17
2.10 Prognosis....................................................................................................20
3.1.2 Diagnosis...................................................................................................34
3.1.2.1 Anamnesis..............................................................................................34
3.2.2 Etiologi......................................................................................................37
3.2.3 Diagnosis...................................................................................................37
3.2.4 Klasifikasi................................................................................................. 39
3.2.5 Tatalaksana................................................................................................40
vii
ASUHAN NUTRISI PEDIATRI....................................................................... 47
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 55
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronis (PGK) ditandai dengan adanya kerusakan ginjal struktural
maupun fungsional, atau dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dibawah 60
2
mL/min/1.73 m luas permukaan tubuh selama lebih dari 3 bulan. Prevalensi penyakit ginjal
kronis (PGK) pada anak mencapai 12,1 kasus/tahun/1 juta anak dengan rentang usia 8,8-13,9
dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Insidensi mencapai 10,9 kasus per satu juta anak,
6,7
dengan mayoritas stadium akhir.
Kelainan kongenital ginjal dan atau saluran kemih paling sering menyebabkan
6
penyakit ginjal kronik pada anak sebesar 49,1 %. Penderita usia lima tahun mayoritas
disebabkan oleh kelainan kongenital seperti hipoplasia, displasia ginjal (11%), dan uropati
obstruksi (22%). Sedangkan pada anak di atas usia 5 tahun, sering disebabkan oleh penyakit
6
didapat seperti glomerulonefritis atau penyakit yang diturunkan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis
penyebab demam pasien berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang serta kepustakaan.
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis dan
mengelola pasien penyakit ginjal kronik berdasarkan data yang diperoleh dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta kepustakaan.
1.3 Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar agar dapat
mendiagnosis dan mengelola pasien dengan gejala demam dan penyakit ginjal kronik dengan
tepat dan komprehensif serta mengetahui prognosis penyakit.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Umur : 39 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
2.3.6 Pedigree
7 Tahun 10 bulan
pasien
2
a. < 8 m per kapita
2
b. > 8 m per kapita (skor : 0)
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terluas :
a. Bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa diplester
b. Semen/ keramik/ kayu berkualitas tinggi (skor : 0)
3. Jenis dinding bangunan tempat tinggal terluas :
a. Bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah
b. Tembok/ kayu berkualitas tinggi (skor : 0)
4. Fasilitas untuk buang air besar :
a. Bersama/ umum/ lainnya
b. Sendiri (skor : 0)
5. Sumber air minum :
a. Sumur atau mata air tak terlindungi/ sungai/ air hujan
b. Air kemasan/ledeng/pompa/sumur atau mata air terlindungi (skor :
0)
6. Sumber penerangan utama :
a. Bukan listrik
b. Listrik (PLN/non PLN) (skor : 0)
7. Jenis bahan bakar untuk memasak sehari-hari :
a. Kayu/ arang/ minyak tanah
b. Gas/ listrik (skor: 0)
8. Berapa kali dalam seminggu rumah tangga membeli daging/ susu/ ayam :
a. Tidak pernah membeli/ satu kali (skor : 0)
b. Dua kali atau lebih
9. Berapa kali sehari biasanya rumah tangga makan :
a. Satu kali/ dua kali
b. Tiga kali atau lebih (skor : 0)
10.Berapa stel pakaian baru dalam setahun biasanya dibeli oleh/ untuk setiap/
sebagian besar anggota keluarga :
a. Tidak pernah membeli/ satu kali
b. Lebih dari satu kali (skor : 0)
11.Apabila ada anggota keluarga yang sakit apakah mampu berobat ke Puskesmas
atau Poliklinik :
a. Ya (skor : 0)
7
b. Tidak
12. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga :
a. Tidak bekerja/ pertanian padi/ palawija (skor :0)
b. Perkebunan/ peternakan/ perikanan/ industri/ perdagangan/ angkutan/ jasa
lainnya
Kesan : Imunisasi dasar program pemerintah lengkap sesuai usia, booster (+)
Food Recall
Tabel 2. Food Recall
Longitudinal
Berat badan lahir = 2800 gram
Tinggi badan lahir = 50 cm
Berat badan bulan lalu = 15,1 kg
Tinggi badan bulan lalu = 114 cm
Berat badan sekarang = 17,2 kg
Tinggi badan sekarang = 114 cm
Cross Sectional
Perkembangan
Screening Perkembangan
Saat ini pasien berusia 7 tahun 10 bulan. Pasien kelas 1 SD, namun pasien sering izin tidak
masuk sekolah karena sakit. Selama disekolah, anak mampu berkonsentrasi terhadap pelajaran.
Anak juga mampu bersosialisasi dengan keluarga dan teman sebayanya dengan baik.
Kesan : Perkembangan sesuai usia
2. 1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di Bangsal Anak CIL1, tanggal 24 Oktober 2018
pukul 16.00WIB.
Keadaan umum : Baik, komposmentis, terpasang infus, nafas
spontan adekuat
Tanda Vital : TD : 100/60
P50 : 94/56
P90 : 106/68
P95 : 110/74
P95+12 : 122/83
HR: 152 kali/menit, reguler, isi, tegangan cukup
RR: 26 kali/menit
13
T : 38,3°C
Kepala : Mesosefal
Rambut : Hitam, allopesia (-)
Wajah : Normal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (+/+)
Sclera tidak ikterik
Pupil isokor 3mm/3mm,
Reflek cahaya (+/+)(normal),
Reflek kornea (+/+) (normal),
Mata cowong (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), epistaksis (-), napas cuping
hidung (-/-)
Telinga : Discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-),
Mulut : Mukosa kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),
lidah tremor (-)
Tenggorokan : T1-1, eksudat (-), faring hiperemis (-), membran
keputihan (-)
Leher : Simetris, pembesaran nnll (-)
Thoraks :
Paru
- Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tak ada bagian
: yang tertinggal waktu bernafas , retraksi (-)
- Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
- Auskultasi SD vesikuler (+/+) ‖ (+/+)
ST ronkhi (-/-) ‖ (-/-)
ST hantaran (-/-) ‖ (-/-)
14
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial linea
midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat,
thrill (-)
- Perkusi : Batas kanan: SIC II linea parasternal dextra
Batas kiri: SIC IV 2cm linea midclavicularis
sinistra
- Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar, venektasi (-), gerak usus tidak tampak,
tampak bekas luka operasi di suprapubic(+)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Supel, lemas, nyeri tekan (-), hepar lien tak
teraba, pekak sisi (+) normal, pekak alih(-), nyeri
ketok costovertebra (-)
- Perkusi :Timpani
Ekstremitas
Superior Inferior
Edema (pitting) -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary Refill Time <2”/<2” <2”/<2”
Nyeri sendi -/- -/-
Gerak +/+ +/+
Kekuatan 5/5/5 5/5/5
15
2. 2 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium Darah (23/10/2018)
Tabel 3. Pemeriksaan laboratorium darah dan kimia klinik
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Ket
Normal
Hematologi Paket (23-10-2018, 16.34)
Hemoglobin 8.1 gr/dL 10.50-15.00 L
Hematokrit 23.3 % 36-44 L
Eritrosit 2.83 juta/mmk 3-5.4 L
MCH 28.6 Pg 27-31
MCV 82.3 fL 77-101
MCHC 34.8 g/dL 29.00-36.00
Leukosit 15.9 ribu/mmk 5-13.5 H
Trombosit 208 ribu/mmk 150-400
RDW 17.5 % 11,60-14,80 H
MPV 8.8 fL 4,00-11,00
Kimia Klinik (23-10-2018, 16.34)
Glukosa Sewaktu 163 mg/dL 80-160 H
Albumin 3.9 g/dL 3.4-5.0
Ureum 368 mg/dL 15-39 H
Kreatinin 11.0 mg/dL 0,60-1,30 H
Asam Urat 11.7 mg/dL 3.5-7.2 H
Elektrolit
Natrium 132 mmol/L 136-145 L
Kalium 3.7 mmol/L 3,5-5,1
Chlorida 100 mmol/L 98-107
Calcium 1.7 mmol/L 2.12-2.52
Phospat 5.0 mg/dL 2.4-5.1
Anorganik
Kesan : anemia normositik normokromik, leukositosis, trombositosis, hematokrit
menurun, GDS meningkhat, hiperuremia, hiperkreatinemia, dan hiponatremi
Nilai LFG = =
× ( ) , ×
= 5,7 ml/min/1,73m2
16
2. 3 Daftar Masalah
6 Hb ↓ 23/10/2018
7 Hematokrit ↓ 23/10/2018
8 Leukositosis 23/10/2018
9 GDS ↑ 23/10/2018
10 LFG ↓ 23/10/2018
11 Hiponatremia 23/10/2018
12 Proteinuri 23/10/2018
13 Leukosituria 23/10/2018
14 Bakterinuria ++ 23/10/2018
15 Asam urat ↑ 23/10/2018
2.4 Diagnosis
1. Diagnosis utama :
o Suspek ISK Kompleks
2. Diagnosis komplikasi :
o Chronic kidney disease stage V
o Pasca operasi implantasi ureter dextra et sinistra ec vesicaureteral
reflux (1/10/18)
3. Diagnosis komorbid :
o Hiperurisemia
4. Diagnosis pertumbuhan dan perkembangan :
o Moderate Acute Malnutrition
o Perkembangan sesuai usia
5. Diagnosis imunisasi : Imunisasi dasar sesuai, booster (+)
18
4. Hiperurisemia
IpDx :S :-
O:-
IpRx :
Dietetik:
1.Diagnosa : Moderate Acute Malnutrition
2.Kebutuhan
BB saat ini: 17,2 kg
BB ideal : 20 kg
Kebutuhan kalori: BBI x 80 20 X 80 = 1600 kkal
Protein: BBI x 1,2 20 X 1 = 20 g
Lemak: BBI x 1,2 20 x 1 = 20 kkal
Cairan: 1360 cc
Anak laki-laki usia 7 tahun 10 bulan dengan BB:17,2 kg, TB 114 cm, BB ideal: 20kg
20
Kebutuhan 24 jam Cairan (1360cc) RDA: 90 kkal/kg protein: 1,2 g/kg Lemak:1,2 g/kg
Energi (1600 kkal) (20g) (20g)
D5 ½ NS 480 81,6
Nasi lunak 3 x ½ 150 609 22 19,9
Nephrisol dialisat 600 624 31,2
4 x 150
3. Jalur : oral
4. Sediaan : nasi (3x½), Nefrisol dialisat ( 4 x 150 ml)
5. Pemantauan : kenaikan BB harian, akseptabilitas, toleransi diet
2.6 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba di sela iga V
linea medioklavikular sinistra, tidak
melebar, tidak kuat angkat, thrill (-)
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas
normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal,
bising (-) , gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+), normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar
dan lien tak teraba, turgor kembali cepat
(+)
Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak
alih (-)
Genital : dalam batas normal
Ekstremitas :
Pucat -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral Hangat +/+ +/+
CRT <2’’/<2’’ <2’’/<2’’
Edema -/- -/-
22
A:
- CKD Stage V (LFG
5,7
2
ml/min/1,73m )
- Anemia normositik normokromik
(8,1)
- Suspek ISK Kompleks
- Moderate Acute Malnutrition
- Hiperurisemia
27/10/2018 S: demam (+) saat pagi, muntah(-), - Infus D10% 480/20 ml/jam +
demam mulai turun setelah diberi NaCl 3% (2) 57 ml Kcl (2) 29
parasetamol ml (H1)
O: - Inj : cefoperazone sulbactam
KU: sadar, baik 750 mg/12 jam (H1)
- PO : allopurinol 100mg/24
Kesadaran: compos mentis jam, Paracetamol Syrup 1 ¼
Tanda vital: cth, KSR 300 mg/8jam
HR: 141x/menit - Nasi lunak 3 x ½
RR: 24x/menit Nefrisol dialisat 4 x 150 ml
o Program:
T: 36,9 C
TD : 100/60 mmHg (P90) - Tunggu hasil kultur urin, cek
Mata: anemis (+/+) kimia klinik
Mulut: T1/T1, faring hiperemis (-), Monitoring:
mukosa kering (-), gusi berdarah (-) Evaluasi KU, tanda vital,
Hidung: discharge (-),nafas cuping kadar elektrolit,
hidung (-) akseptabilitas dan kenaikan
Telinga: discharge (-) berat badan
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis,
retraksi subcostal (-/-), retraksi epigastrial
(-), retraksi suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar: vesikuler(+/+),
Suara tambahan: Ronkhi (-/-), Wheezing
(-/-)
Jantung
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+), normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar
dan lien tak teraba, turgor kembali cepat
(+)
Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak
alih (-)
genital : dalam batas normal
ekstremitas :
Pucat -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral Hangat +/+ +/+
CRT <2/<2 <2/<2
Edema -/- -/-
Pemeriksaan Darah Rutin
Elektrolit
Natrium 137 136-145
Kalium 2.6 (L) 3.5-5.1
Chlorida 101 98-107
Calcium 2.0 (L) 2.12-2.52
Phospat 3.1 2.4-5.1
Anorganik
2
LFG : 13,06 ml/min/1,73m
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+), normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar
dan lien tak teraba, turgor kembali cepat
(+)
Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak
alih (-)
Genital : dalam batas normal
Ekstremitas :
Pucat -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral Hangat +/+ +/+
CRT <2/<2 <2/<2
Edema -/- -/-
A:
- CKD Stage V (LFG 13,06
2
ml/mnt/1,73 m )
26
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+), normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar
dan lien tak teraba, turgor kembali cepat
(+)
Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak
alih (-)
Genital : dalam batas normal
Ekstremitas :
Pucat -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral Hangat +/+ +/+
CRT <2/<2 <2/<2
Edema -/- -/-
A:
- CKD Stage V on HD (LFG 19
2
ml/mnt/1,73 m )
- Anemia normositik normokromik
(10,2)
- Susp ISK Kompleks
- Moderate Acute Malnutrition
- Hipocalcemia (2,2)
- Hipokalemia (2,4)
- Hiponatremi (132)
- Trombositopenia (76000)
- Leukositosis (18600)
31/10/2018 S: demam (-), tadi malam demam sampai - Infus D10% 480/20 ml/jam +
0 NaCl 3% (2) 139 ml Kcl (2)
39 C, menggigil
O: 67 ml (H5)
- Inj : cefoperazone sulbactam
KU: baik
750 mg/12 jam (H5)
Kesadaran: compos mentis - PO : allopurinol 100mg/24
Tanda vital: jam, Paracetamol Syrup 1 ¼
cth, KSR 300 mg/8jam
HR: 86 x/menit - Nasi lunak 3 x ½
RR: 20x/menit Nefrisol dialisat 4 x 150 ml
o Program:
T: 36,5 C
TD : 110/60 mmHg (P90) - cek darah rutin
Mata : anemis (-/-),cowong (-/-) -cek kimia klinik, tunggu hasil
Mulut : T1-T1, faring hiperemis (-), kultur urin
mukosa kering (-), gusi berdarah (-)
Hidung : discharge (-), nafas cuping (-) Monitoring:
Telinga : discharge (-) Evaluasi KU, tanda vital,
Thoraks akseptabilitas dan kenaikan
berat badan, kadar elektrolit
Paru-paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis,
retraksi subcostal (-/-), retraksi epigastrial
(-), retraksi suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
29
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+), normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar
dan lien tak teraba, turgor kembali cepat
(+)
Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak
alih (-)
Genital : dalam batas normal
Ekstremitas :
Pucat -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral Hangat +/+ +/+
CRT <2/<2 <2/<2
Edema -/- -/-
2
LFG : 16,9 ml/min/1,73m
o
T: 36,5 C
TD : 110/60 mmHg (P90) Program:
- cek darah rutin dan kimia
A : CKD Stage V on HD (LFG 16,9
klinik
2
ml/mnt/1,73 m ) Monitoring:
- ISK Kompleks Evaluasi KU, tanda vital,
- Moderate Acute Malnutrition akseptabilitas dan kenaikan
- Anemia normositik normokromik berat badan, kadar elektrolit
(9,6)
- Hiponatremi (134)
- Trombositopeni (88.000)
- Hipokalemi ( 3,4)
- Hipocalcemia (1,9)
2/11/2018 S: demam (-), muntah (-), mual (-) - Infus D10% 240/10ml/jam +
O: NaCl 3% (2) 134 ml, KCl
otsu (2) 67ml (H7)
KU: baik
- Inj : cefoperazone sulbactam
Kesadaran: compos mentis 750 mg/12jam (H7)
Tanda vital: - PO : allopurinol 100mg/24
jam, Paracetamol Syrup 1 ¼
HR: 86 x/menit cth, KSR 300 mg/8jam
RR: 20x/menit - Nasi lunak 3 x ½
o Nefrisol dialisat 4 x 150 ml
T: 36,5 C
RR: 22x/menit
Program:
o
T: 36,9 C - cek darah rutin dan kimia
TD : 120/80 mmHg (P95-P95+12) klinik
- Antibiotik dilanjutkan
Pemeriksaan Darah Rutin Monitoring:
Pemeriksaan 05/11/2018 Nilai
00.31 rujukan Evaluasi KU, tanda vital,
Hemoglobin 9,7 (L) 10.50- akseptabilitas dan kenaikan
15.00 berat badan, kadar elektrolit
Hematokrit 30,3 (L) 36-44
Eritrosit 3,42 3-5,4
MCH 28,4 23.00-
31.00
MCV 88,6 27-101
MCHC 32 29.00-
36.00
Leukosit 18,5 (H) 5-13.5
Trombosit 156 150-400
RDW 17,3 (H) 11.60-
14.80
MPV 10,4 4.00-11.00
2
LFG : 10,11 ml/min/1,73m
A:
- CKD Stage V on HD (LFG 10,11
ml/mnt/1,73 m2)
- ISK Kompleks
- Moderate Acute Malnutrition
34
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Demam
3.1.1 Definisi Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Suhu tubuh normal
berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah bila
0 0 0
temperatur rektal diatas 38 C, aksilar diatas 37,5 C dan suhu diatas 38,2 C jika pengukuran
0
melalui membran timpani, sedangkan demam tinggi bila suhu tubuh diatas 39,5 C dan
0 2,3
hiperpireksia bila suhu > 41,1 C.
8
3.1.2 Diagnosis
3.1.2.1 Anamnesis
Demam : Metode pengukuran suhu tubuh harus menggunakan termometer.
Karakteristik demam yang harus diperhatikan adalah lama dan sifat demam, ruam kemerahan
pada kulit, kaku kuduk atau nyeri leher, nyeri kepala, nyeri saat buang air kecil atau
gangguan berkemih, nyeri telinga, tempat tinggal atau riwayat berpergian dalam 2 minggu
terakhir ke daerah endemis malaria.
3.1.2.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan ketika anak demam yaitu pemeriksaan keadaan umum
dan tanda vital, pernafasan, kaku kuduk, ruam kulit, selulitis atau pustule kulit, cairan keluar
dari telinga atau gendang telinga merah pada pemeriksaan otoskopi, nyeri sendi atau anggota
gerak, dan nyeri tekan local.
3.1.2.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap dengan
differential count dan smear, apusan darah tepi, pemeriksaan urin dan kultur urin, pemeriksaan
35
foto dada sesuai indikasi, dan pemeriksaan lumbal pungsi jika menunjukan tanda meningitis
serta pemeriksaan feses.
3.1.2.4 Diagnosis banding
Diagnosis banding demam < 7 hari
a. Demam < 7 hari tanpa disertai tanda lokal
- Gangguan sirkulasi
- Leukositosis atau leukopenia
3.2.2 Etiologi
Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%) pada ISK
serangan pertama. Kuman lain penyebab ISK yang sering adalah Proteus mirabilis,
Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa,
5
Enterobakter aerogenes, dan Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus.
Pada ISK kompleks, sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah seperti
Pseudomonas, golongan Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus atau epidermidis.
5
Haemofilus influenzae dan parainfluenza dilaporkan sebagai penyebab ISK pada anak.
Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya ISK kompleks, diantaranya adalah:
9
Tabel 9. Faktor predisposisi terjadinya ISK kompleks
Outflow obstruction Kelainan ginjal
Striktur uretra Parut ginjal
Pelviureteric junction Refluks vesikoureter
Posterior urethral valves Displasia ginjal
Bladder neck obstruction Ginjal dupleks
Batu/tumor
Neuropathic bladder
Kista ginjal
Benda asing Metabolik
Indwelling catheter Imunosupresi
Batu Gagal ginjal
Selang nefrostomi Diabetes
5
3.2.3 Diagnosis
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin. Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin
adalah prosedur yang terpenting. Oleh sebab itu kualitas pemeriksaan urin memegang peran
utama untuk menegakkan diagnosis.
Pada anamnesis, ditemukan gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh
intensitas reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur pasien. Pada
umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam yang tinggi hingga menyebabkan
kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum
biasanya berkurang dan lebih ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran
38
kemih berupa polakisuria, disuria, urgency, frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit
perut, sakit pinggang, atau pireksia lebih jarang ditemukan.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan urin. Pemeriksaan urinalisis
meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein, dan darah. Leukosituria merupakan
petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria, tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya
ISK. Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam urin. Dalam
keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat ditemukan jika nitrat diubah
menjadi nitrit oleh bakteri. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan leukositosis,
peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah (LED), C-reactive protein
(CRP) yang positif, merupakan indikator non-spesifk ISK atas.
Pada pemeriksaan biakan urin, interpretasi hasil biakan urin bergantung pada teknik
pengambilan sampel urin, waktu, dan keadaan klinik. Untuk teknik pengambilan sampel urin
dengan cara aspirasi supra pubik, semua literatur sepakat bahwa bakteriuria bermakna adalah
jika ditemukan kuman dengan jumlah berapa pun. Namun untuk teknik pengambilan sampel
dengan cara kateterisasi urin dan urin pancar tengah, terdapat kriteria yang berbeda-beda.
Berdasarkan kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar tengah dipakai jumlah kuman
5
≥ 10 cfu per mL urin sebagai bakteriuria bermakna, Paschke dkk. (2010) menggunakan
3
batasan ISK dengan jumlah kuman > 50x 10 cfu/mL untuk teknik pengambilan urin dengan
midstream/clean catch.
Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan keluhan anak demam ± 5 hari dengan
0
suhu tubuh ≥ 38 C. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat berkemih. Nyeri dirasakan semenjak
pasien melepas kateter ± 2 minggu SMRS. BAK jernih (+) dan BAK sering dengan volume
sedikit. Mual, muntah, batuk, pilek, dan sesak disangkal. Nyeri kepala, nyeri otot, nyeri
sendi, nyeri dibelakang bola mata disangkal. Mimisan, keluar cairan dari telinga, muncul
ruam dikulit juga disangkal. BAB dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya nyeri ketok sudut costovertebra.
Pada pemeriksaan penunjang, dengan pemeriksaan darah rutin ditemukan adanya
peningkatan leukosit sebesar 15.900/mmk. Pemeriksaan urinalisis ditemukan protein sebesar
100 mg/dl, leukosit meningkat sebesar 439,1 /uL atau 15-20 LPB, dan adanya bakteri sebesar
1201 /uL atau ++. Pada kultur darah ditemukan adanya bakteri gram positif yaitu
Staphylococus aureus dan pada biakan urin ditemukan ada nya bakteri Staphylococus aureus
sebesar 50.000 cfu/ml.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien, gambaran klinis dan hasil pemeriksaan sesuai dengan gejala dan tanda pada
39
penderita ISK. Sedangkan pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil yang dapat
mendukung diagnosis ISK seperti adanya leukositosis pada pemeriksaan darah, ditemukan
leukosit, protein dan bakteri dalam jumlah yang tinggi pada analisis urin serta ditemukan
3
adanya bakteri S.aureus pada biakan urin sebesar 50x 10 cfu/mL dengan teknik urin pancar
tengah sesuai dengan klasifikasi ISK menurut Paschke dkk.
5
3.2.4 Klasifikasi
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan kelainan
saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik dan simtomatik.
ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik yaitu terdapatnya
bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik. ISK simtomatik dapat dibagi dalam dua
bagian yaitu infeksi yang menyerang parenkim ginjal, disebut pielonefritis dengan gejala
utama demam, dan infeksi yang terbatas pada saluran kemih bawah (sistitis) dengan gejala
utama berupa gangguan miksi seperti disuria, polakisuria, kencing mengedan (urgency).
Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK bawah. ISK atas
(upper UTI) merupakan ISK bagian atas terutama parenkim ginjal, lazimnya disebut sebagai
pielonefritis sedangkan ISK bawah (lower UTI) adalah bila infeksi di vesika urinaria (sistitis)
atau uretra. Batas antara atas dan bawah adalah hubungan vesikoureter.
Berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK
kompleks. ISK simpleks (simple UTI, uncomplicated UTI) adalah infeksi pada saluran kemih
yang normal tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran kemih yang menyebabkan
stasis urin. ISK kompleks (complicated UTI) adalah ISK yang disertai dengan kelainan
anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis ataupun aliran balik
(refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat berupa batu saluran kemih, obstruksi, anomali
saluran kemih, kista ginjal, bulibuli neurogenik, benda asing, dan sebagainya.
Pada pasien ini, dari hasil MICURATING CYSTO URETHROGRAFI (MCU) yang
dilakukan 13 September 2018 didapatkan gambaran adanya vesicoureter reflux kanan kiri
grade 5. Adanya vesicoureter reflux sesuai dengan salah satu penyebab dari ISK kompleks.
Sehingga diagnosis dari kasus ini adalah ISK Kompleks.
40
5
3.2.5 Tatalaksana
Secara garis besar, tatalaksana ISK terdiri atas:1.Eradikasi infeksi akut, 2. Deteksi dan
tata laksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih, dan 3. Deteksi
dan mencegah infeksi berulang.
Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah terjadinya
urosepsis dan kerusakan parenkhim ginjal. Jika seorang anak dicurigai ISK, berikan antibiotik
dengan kemungkinan yang paling sesuai sambil menunggu hasil biakan urin, dan terapi
selanjutnya disesuaikan dengan hasil biakan urin. Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada
pola resistensi kuman setempat atau lokal, dan bila tidak ada dapat digunakan profil kepekaan
kuman yang terdapat dalam literatur.
5
Tabel 10. Pilihan antimikroba oral pada infeksi saluran kemih
Jenis antibiotic Dosis per hari
Amoksisilin 20-40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis
Sulfonamid
Trimetroprim (TMP) dan 6-12 mg TMP dan 30-60 mg SMX
Sulfametoksazol (SMX) /kgbb/hari dibagi dalam 2
Sulfisoksazol Dosis 120-150 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4
dosis
Sefalosporin:
Sefiksim 8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
Sefpodiksim 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
Sefprozil 30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
Sefaleksin 50-100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis
Lorakarbef 15-30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
41
5
Tabel 11. Pilihan antimikroba parenteral pada infeksi saluran kemih.
Selain terapi kausal terhadap infeksi, pengobatan suportif dan simtomatik juga perlu
diperhatikan, misalnya pengobatan terhadap demam dan muntah. Anak yang sudah besar dapat
disuruh untuk mengosongkan kandung kemih setiap miksi. Higiene perineum perlu ditekankan
terutama pada anak perempuan. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin HCl
(Pyridium) dengan dosis 7 – 10 mg/kgbb/hari. Perawatan di rumah sakit diperlukan bagi pasien
sakit berat seperti demam tinggi, muntah, sakit perut maupun sakit pinggang.
2) Deteksi kelainan anatomi dan fungsional serta tatalaksananya
Deteksi kelainan anatomi atau fungsional ginjal saluran kemih dilakukan untuk mencari
faktor predisposisi terjadinya ISK dengan pemeriksaan fisik dan pencitraan. Pemeriksaan
pencitraan sangat penting untuk melihat adanya kelainan anatomi maupun fungsional ginjal
dan saluran kemih, yang merupakan faktor risiko terjadinya ISK berulang dan parut ginjal.
Berbagai jenis pemeriksaan pencitraan antara lain ultrasonografi (USG), miksio-
sistouretrografi (MSU), PIV (pielografi inravena), skintigrafi DMSA (dimercapto succinic
acid), CT-scan atau magnetic resonance imaging (MRI).
3) Deteksi dini dan mencegah infeksi berulang
ISK berulang dapat dicegah dengan meningkatkan keadaan umum pasien termasuk
memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan menghilangkan atau
mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan miksi yang teratur bermanfaat
mencegah ISK berulang. Pemberian antibiotik profilaksis merupakan upaya pencegahan ISK
berulang. Antibiotik profilaksis bertujuan untuk mencegah infeksi berulang dan mencegah
terjadinya parut ginjal.
42
K adalah konstanta (K= 0,33 untuk bayi berat lahir rendah di bawah usia 1 tahun, K=
0,45 untuk bayi berat lahir cukup bulan sampai 1 tahun, K= 0,55 untuk anak sampai
umur 13 tahun, K= 0,57 untuk perempuan 13-21 tahun, dan 0,70 untuk anak laki-laki
13 – 21 tahun).
TB=tinggi badan
43
Ginjal masih dapat beradaptasi terhadap kerusakan pada tahap awal penyakit dengan
meningkatkan LFG oleh nefron normal yang tersisa, namun makin lama peningkatan tekanan
hidrostatik pada dinding kapiler dan efek toksik protein yang melintasi dinding kapiler
menyebabkan kerusakan glomerulus progresif. Nefron menjadi sklerosis dan seiring
berjalannya waktu, jumlah nefron yang sklerosis akan semakin banyak, sehingga terjadi
peningkatan beban ekskresi pada nefron yang masih bertahan. Kondisi ini akan terus berulang
dan semakin banyak nefron yang rusak hingga berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT).
6
Respon ginjal untuk etiologi-etiologi penyakit ginjal kronis pada umumnya sama.
Seorang anak yang dicurigai menderita penyakit ginjal kronik, dalam anamnesis dapat
dititikberatkan pada tanda-tanda yang meningkatkan risiko, seperti : bayi dengan berat lahir
rendah, riwayat keluarga dengan penyakit ginjal atau hipertensi, gangguan pertumbuhan,
poliuri, polidipsi, hipertensi, riwayat diagnosis congenital anomalies of the kidney and
urinary tract (CAKUT), kelainan urologis, infeksi saluran kemih berulang, anemia yang
tidak diketahui sebabnya, kejang, gangguan cairan dan elektrolit. Usia saat timbulnya gejala
serta lamanya gejala klinis berlangsung perlu diperhatikan.
Hasil pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada penderita penyakit ginjal kronik
yaitu : gangguan pertumbuhan, hipertensi yang timbul akibat hipervolemia, tanda-tanda
hipervolemia lain seperti edema, ronkhi, hepatomegali, irama gallop, tanda perikarditis, efusi
perikardia, anemia, dan deformitas tulang ekstremitas. Pemeriksaan fisik pada pasien kasus
ini didapatkan gangguan pertumbuhan. Status gizi pasien kasus ini adalah gizi kurang, berat
th 10
badan kurang, perawakan pendek. Tekanan darah pasien normal berada pada persentil 90 .
Tidak didapatkan edema pada ekstremitas pasien superior maupun inferior. Pemeriksaan
abdomen pasien tidak didapatkan adanya pembesaran organ hepar.
Keberadaan penyakit ginjal kronik harus ditegakkan berdasarkan adanya kerusakan
ginjal dan tingkat fungsi ginjal. Pemeriksaan terbaik dalam menentukan fungsi ginjal adalah
melalui penghitungan laju filtrasi ginjal atau glomerular filtration rate (GFR) dengan
menggunakan klirens kreatinin atau konsenstrasi kreatinin serum. Pada pasien ini
didapatkan serum kreatinin 11 mg/dL sehingga didapatkan laju filtrasi glomerulus 5,49 %.
Hasil ini menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal pada pasien ini dan digolongkan
11
menjadi peyakit ginjal kronik stadium 5.
Peningkatan ekskresi protein (proteinuria) persisten umumnya merupakan penanda
untuk kerusakan ginjal. Proteinuri dapat terjadi pada keadaan peningkatan permeabilitas
dinding kapiler glomeruli dan atau peningkatan tekanan intraglomerular. Keadaan ini
mengakibatkan penurunan integritas membran basal glomerulus, sehingga protein molekul
44
besar yang normalnya dicegah masuk melalui selektifitas muatan listrik dan perbedaan berat
molekul dapat lolos masuk proses ekskresi dan ditemukan diurin. Metode dipstick dapat diterima
untuk mendeteksi proteinuria. Pasien dengan hasil tes protein dipstick positif (+1 atau lebih)
harus dikonfirmasi melalui pengukuran kuantitatif (rasio protein terhadap kreatinin atau rasio
11
albumin terhadap kreatinin) dalam 3 bulan. Pada pasien kasus ini didapatkan proteinuri +1 yang
dapat menandakan adanya kerusakan ginjal terjadi pada pasien.
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya anemia
sebagai salah satu manifestasi klinis kronis penyakit ginjal kronik. Pemeriksaan kimiawi
serum menilai kadar ureum dan kreatinin sebagai yang terutama dalam diagnosis dan
monitoring, sedangkan pemeriksaan kadar natrium, kalium, kalsium, fosfat, bikarbonat,
alkalin fosfatase, hormon paratiroid, kolesterol, fraksi lipid yang berguna dalam terapi dan
11
pencegahan komplikasi.
Pada pasien kasus ini didapatkan anemia normositik normokromik, kadar ureum dan
kreatinin serum yang meningkat. Peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum
mengindikasikan adanya penurunan fungsi filtrasi ginjal, hal ini didukung dengan penurunan
11
nilai laju filtrasi glomerulus pasien.
USG ginjal, Retograde Pielography, CT Scan Abdomen, MRI, radionuklir merupakan
sarana pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Pada pasien dengan ukuran
ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara non invasif tidak bisa
ditegakkan, dapat dilakukan biopsi ginjal. Tujuannya mengetahui etiologi, terapi, prognosis,
13
dan mengevaluasi terapi yang diberikan.
Pemeriksaan penunjang radiologis yang umumnya dilakukan pada pasien gagal ginjal
adalah pemeriksaan dengan ultrasonografi. USG saat ini digunakan sebagai pemeriksaan pertama
secara rutin pada keadaan gagal ginjal yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang
parenkim, sistem collecting dan pembuluh darah ginjal. Gagal ginjal kronik pada umumnya
diikuti dengan kenaikan kadar kreatinin dan menimbulkan gambaran ultrasonografi gagal ginjal
13
kronik. Pasien pada kasus ini dilakukan pemeriksaan USG Abdomen di RSUP Dr. Kariadi
tahun 2016 dan didapatkan gambaran ginjal kanan dan kiri yang membesar.
Secara umum tata laksana PGK terdiri dari memperlambat perburukan fungsi ginjal,
mencegah dan mengobati komplikasi, serta mengganti fungsi ginjal dengan dialisis dan
6
transplantasi bila terindikasi.
Berbagai masalah yang dapat dan perlu ditangani dalam penyakit ginjal kronis
dijelaskan sebagai berikut:
a. Hipertensi
45
Indikasi terapi hipertensi apabila tekanan darah anak lebih dari persentil 95 menurut
jenis kelamin, usia, dan tinggi badan. Terapi yang diberikan berupa nonfarmakologis dan
farmakologis. Non farmakologis antara lain diet rendah garam dengan jumlah garam yang
disarankan adalah 0,5-1 mEq/kg BB/hari atau kirakira 2 g NaCl/hari untuk remaja dengan
berat badan 20- 40 kg, penurunan berat badan, dan olahraga dengan disarankan latihan
aerobik teratur selama 30-60 menit per hari. Terapi farmakologis penanganan hipertensi dapat
menggunakan diuretika, beta blocker adrenergic, agonis adrenergic alfa, vasodilatir perifer,
calsium channel blocker dan angiotensin converting agent ( ACE) inhibitor. Terapi ACE
inhibitor (angiotensin-converting enzyme inhibitor) melindungi nefron yang tersisa dari
cedera lebih lanjut dan memperlambat penurunan fungsi ginjal. Antagonis reseptor
13
angiotensin juga memiliki sifat renoprotektif.
b. Diet
Penanganan dislipidemia pada anak dengan penyakit ginjal kronis dan LDL puasa
>100 mg/dl yaitu intervensi gaya hidup, seperti latihan sedang, reduksi konsumsi lemak
13
jenuh dan kolesterol, direkomendasikan untuk 6 bulan pertama. Pembatasan protein
2
dimulai jika LFG 15-20 ml/1,73 m . Jumlah protein disesuaikan dengan usia dan tingkat
penurunan LFG. Umumnya diberikan 1,4 g/kgBB/hari untuk bayi dan 0,8-1,1 g/kgBB/hari
10
untuk anak. Jumlah kalori yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan menurut usia.
c. Gangguan Elektrolit
Kebutuhan elektrolit harian untuk natrium dan kalium dapat dilihat dalam tabel,
sementara kebutuhan harian untuk kalsium adalah 0,3 mmol/kg BB per hari dalam kondisi
normal dan 1 mmol/kg BB per hari jika terdapat defisiensi kalsium.
Kondisi Terapi
Hiponatremia (konsentrasi - Hiponatremia berat simptomatik
natrium plasma < 135 3% NaCl, 4-5 ml/kg dalam 15-30 menit;
mmol/L) atau hitung defisit natrium dan berikan
dalam 4 jam
- Hiponatremia asimptomatik
Jumlah Na yang sama menurut perhitungan
di atas, dalam 24 jam
Hipovolemia dengan Pemulihan cairan ekstraselular dengan
hiponatremia natrium dan air
Hipervolemia dengan Restriksi air dan garam
hiponatremi - ACE inhibitor, diuretik loop pada gagal
jantung kongestif
46
d. Anemia
Koreksi anemia pada penyakit ginjal kronis dapat dilakukan melalui pemberian
androgen untuk meningkatkan produksi eritropoietin oleh hepatosit, EPO (human
recombinant erythropoietin), dan suplemen besi. Kadar hemoglobin target yang disarankan
oleh K/DOQI adalah 11-12 g/dl (hematokrit 33-36%). Pemeliharaan kadar hemoglobin ini
perlu dilakukan dengan pemberian besi yang cukup untuk mempertahankan TSAT
(transferring saturation) lebih dari 20% (kisaran 20-50%) dan kadar feritin serum di atas 100
13
ng/ml (kisaran 100-800 ng/ml).
e. Osteodistrofi ginjal
2
Osteodistrofi ginjal perlu dicurigai ketika LFG turun di bawah 50 ml/menit/1,73 m .
Terapi vitamin D diindikasikan pada pasien dengan kadar 1,25 dihidroksikolekalsiferol di
bawah kadar target menurut stadium penyakit ginjal kronis. Ergokalsiferol perlu diberikan
pada pasien dengan kadar 25-hidroksi-vitamin D yang rendah. Pasien dengan kadar 25-
hidroksivitamin D normal namun dengan peningkatan kadar PTH dapat diberi 0,01-0,05
13
μg/kg BB/24 jam kalsitriol.
f. Gagal tumbuh
Pertumbuhan perlu dievaluasi secara teratur pada anak-anak dengan penyakit ginjal
kronis. Terapi rhGH diindikasikan pada anak dengan penyakit ginjal kronis dengan hambatan
pertumbuhan (< -2 SD). Dosis yang biasa digunakan adalah 0.05 mg/kg/hari, secara subkutan
selama 6 hari dalam satu minggu.
47
Pengobatan pengganti untuk penderita penyakit ginjal kronis yaitu dialisis dan
transplantasi ginjal. Tanda-tanda klinis untuk segera memulai dialisis adalah sindrom uremia
yang nyata seperti muntah-muntah, kejang, penurunan kesadaran hingga koma; kelebihan cairan
yang menimbulkan gagal jantung, edema paru dan hipertensi; dan asidosis yang tidak dapat
dikoreksi dengan pemberian bikarbonat intravena. Dialisis juga dapat mulai dilakukan bila
ditemukan kadar ureum darah ≥ 200-300 mg/dl atau kreatinin 15 mg/dl, hiperkalemia ≥ 7 mEq/l,
13
atau bikarbonat plasma ≤ 12 mEq/l. Pada pasien ini terapi untuk penyakit ginjal kronis dengan
hemodialisis. Hemodialisis dipilih karena pasien masuk kedalam penyakit ginjal kronik stadium 5
2
akibat didapatkan kadar kreatinin 11 mg/dl dan LFG 5,7 ml.min/1,73m .
Hemodialisis dapat dilakukan secara akut bila terjadi kelebihan cairan, seperti edema paru
atau gagal jantung kongestif, atau terjadi kondisi serius yang mengancam jiwa pasien, seperti
hiperkalemia, asidosis metabolik, hipo atau hipernatremia. Indikasi transplantasi ginjal antara lain
gagal ginjal tahap akhir dengan gagal tumbuh berat atau mengalami kemunduan klinis setelah
mendapat pengobatan yang optimal. Kontraindikasi absolut bagi transplantasi ginjal adalah
keganasan aktif, terutama jika telah bermetastasis. Infeksi HIV dan potensi rekurensi penyakit
10,13
ginjal juga perlu dipertimbangkan dalam rencana transplantasi.
Penentuan status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U standar baku antropometri
12
WHO-NCHS.
Tabel 13. Standar baku antropometri
HAZ = -2,29 SD
WAZ = -2,98 SD
WHZ = -2,24 SD
BMI for Age = -2,06 SD
Kebutuhan 24 jam Cairan (1360cc) RDA: 90 kkal/kg protein: 1,2 g/kg Lemak:1,2 g/kg
Energi (1600 kkal) (20g) (20g)
D5 ½ NS 480 81,6
Nasi lunak 150 609 22 19,9
3x½
a. Promotif
Adalah upaya penyuluhan yang bertujuan untuk merubah kebiasaan yang kurang baik
dalam masyarakat agar berperilaku sehat dan ikut serta berperan aktif dalam bidang
kesehatan. Dalam kasus ini, upaya promotif yang dapat dilakukan yaitu:
1. Pengetahuan tentang Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi pada ginjal dan saluran kemih,
salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak selain infeksi saluran napas atas dan
diare. ISK perlu mendapat perhatian para orangtua karena ISK merupakan penyakit yang
sering menyebabkan gagal ginjal pada anak yang mengakibatkan anak memerlukan tindakan
cuci darah (dialisis) dan cangkok ginjal (transplantasi ginjal). Selain itu, ISK dapat
menyebabkan berbagai gejala yang tidak menyenangkan dan komplikasi, seperti demam,
nyeri pinggang, nyeri ketika berkemih, hipertensi (tekanan darah tinggi), dan infeksi di
seluruh tubuh (sepsis) yang menyebabkan kematian. Oleh karena itu edukasi mengenai
infeksi saluran kemih perlu diberikan agar orang tua waspada dan segera membawa anaknya
ke pelayanan kesehatan terdekat. Hal ini dapat dilakukan dengan penyuluhan atau media
massa, seperti poster, atau brosur.
c. Kuratif
Adalah upaya untuk mendiagnosis seawal mungkin dan mengobati secara tepat dan
rasional terhadap individu yang terserang penyakit. Upaya kuratif yang dilakukan pada
penderita ini meliputi:
1. Terapi Suportif
a. Kecukupan kebutuhan cairan dan
elektrolit Infus D5 ½ NS
b. Infus D10% 480/20 ml/jam + NaCl 3% (2) 57 ml Kcl (2) 29 ml (saat terjadi
hiponatremi, hipokalemi)
2. Medikamentosa
Infeksi Saluran Kemih :
- Inj. Ampicillin 350 mg/ 12jam, setelah keluarnya hasil kultur darah maka
pengobatan diganti menjadi Inj. cefoperazone sulbactam 750 mg/12 jam
- Per oral : Parasetamol Syr 1¼
cth Hiperuremia
- Per oral : Allopurinol 100mg/24 jam
3. Dietetik
Pada kasus ini, kebutuhan cairan 24 jam adalah 1360 cc. Digunakan Infus D5 ½ NS 5
tetes per menit makro, dengan kandungan cairan 480 cc dan 81,6 kkal. Selain itu, anak juga
diberikan nasi lunak 3 kali sehari dan susu 4 kali @150 cc d. Rehabilitatif
Adalah upaya untuk menolong atau membantu anak terhadap ketidakmampuannya dengan
berbagai usaha, agar anak sedapat mungkin kembali pada lingkungannya baik lingkungan sosial
maupun keluarga. Untuk menjaga anak tetap sehat, maka orang tua diberitahu untuk:
Menjaga kualitas dan kuantitas gizi anak sehari-hari.
Menjaga higienitas dan sanitasi tetap bersih agar anak tidak mudah terkena infeksi
e. Psikososial
Aspek psikososial adalah aspek yang berkaitan dengan emosi, sikap, pengetahuan,
perilaku, keterampilan, nilai-nilai sosial budaya, kepercayaan, dan adat istiadat di lingkungan
sekitar anak. Meliputi mikrosistem, minisistem, mesosistem, dan makrosistem.
Mikrosistem meliputi interaksi anak dengan ibunya atau pengasuhnya. Ibu/pengasuh
berperan dalam pendidikan, gizi, imunisasi, dan pengobatan sederhana pada anak. Ibu
memegang peranan penting terhadap proses tumbuh kembang anak dan perawatan anak
ketika anak sakit. Rendahnya pengetahuan ibu tentang kesehatan mempengaruhi sikap
52
yang diambil ketika anak sakit, seperti usaha mengobati sendiri, juga menyebabkan
kurangnya perhatian terhadap makanan dan tumbuh kembang anak.
Minisistem meliputi interaksi anak dengan anggota keluarga lain, lingkungan, tetangga,
keadaan rumah dan suasana rumah dimana anak tinggal.
Mesosistem merupakan lingkungan yang meliputi wilayah yang lebih luas. Meliputi
pelayanan kesehatan, pendidikan, tetangga, dan teman.
Ibu secara rutin dan teratur memeriksakan kesehatan dan memantau perkembangan
penyakit anaknya.
Keluarga mampu memberi semangat untuk kesembuhan anaknya dengan
memotivasi untuk rajin meminum obat.
Guru dan teman-teman anak mengerti penyakit yang diderita anak sehingga dapat
memberikan motivasi dan dorongan untuk sembuh. Anak sering tidak masuk sekolah
karena penyakit yang dideritanya, namun sekarang sudah mulai rutin masuk sekolah
kembali meskipun terkadang masih tidak masuk karena mudah lelah.
Makrosistem yaitu berkaitan dengan kebijakan pemerintah, sosial budaya masyarakat,
dan lembaga non pemerintahan yang ikut andil dalam usaha tumbuh kembang anak yang
optimal.
53
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien sudah terdiagnosa Chronic Kidney Disease sejak tahun 2017 oleh dokter
spesialis anak. Tahun 2017 orangtua pasien mengeluhkan nafsu makan anak semakin lama
semakin menurun. Sejak kecil pasien memang sulit untuk makan, namun untuk minum susu
tidak ada masalah. Januari 2017, jika diberikan makan nasi, pasien hanya menghabiskan ≤ 6
sendok nasi, minum air putih dan susu juga tidak sekuat biasa. Kemudian pasien melakukan
pemeriksaan ke dokter spesialis anak di Pekalongan, dilakukan pemeriksaan darah rutin dan
cek urin, didapatkan hasil Hb rendah dan terdapat kadar ureum serta kreatinin yang tinggi.
Pasien kemudian dirujuk ke RS Budi Rahayu dan dilakukan pemeriksaan USG Abdomen,
didapatkan gambaran ginjal kanan dan kiri membesar. Pasien kemudian dirujuk ke RSUP Dr.
Kariadi dan dilakukan pemeriksaan cek darah rutin, urin dan Micturating Cysto Urethrografi
(MCU). Hasil dari pemeriksaan urin didapatkan adanya peningkatan ureum dan kreatinin
serta pemeriksaan MCU didapatkan gambaran adanya vesicoureter reflux kanan kiri grade V.
Kemudian pasien didiagnosis Chronic Kidney Disease stage V. Saat ini pasien rutin
menjalankan cuci darah satu minggu sekali setiap selasa di RSUP Dr. Kariadi. Pada tanggal 1
Oktober 2018, pasien menjalani operasi implant ureter kanan dan kiri di RSUP Dr. Kariadi
karena adanya vesicoureter reflux kanan kiri grade V yang didapatkan dari hasil Micturating
Cysto Urethrografi (MCU).
± 5 hari SMRS pasien di keluhkan demam. Demam naik turun, suhu pasien ≥ 38 C.
Demam sempat turun ketika diberi parasetamol, namun kemudian naik lagi. Parasetamol
diminum sebanyak 3 kali sehari sejak demam muncul hingga pasien dibawa ke rumah sakit. Anak
juga tampak lemas. Lemas membaik dengan tiduran. Kejang, batuk dan pilek disangkal.
54
Mual, muntah, sesak napas, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri
dibelakang bola mata disangkal. Mimisan, keluar cairan dari telinga, muncul ruam dikulit
juga disangkal. BAB dalam batas normal. Pasien juga mengeluhkan nyeri ketika BAK. Nyeri
dirasakan semenjak pasien melepas kateter ± 2 minggu SMRS. Pasien sudah menggunakan
kateter ± 15 hari semenjak akan dilakukan operasi dan dipertahankan sampai 2 minggu
setelah operasi. Kateter pasien diganti tiap 2 minggu selama pasien di rawat inap di RSDK.
BAK jernih (+), BAK sering dengan volume sedikit, BAK berbuih (-), nyeri pada pinggang
(-), bengkak (-).
Tidak ada anggota keluarga dengan demam lama, riwayat sakit ginjal dan hipertensi.
Pasien berasal dari keluarga tidak miskin menurut kriteria BPS. Dari riwayat perinatal anak
lahir secara spontan ditolong oleh bidan dari ibu G 3P2A0 usia kehamilan 38 minggu. BBL
2800 gram dan PBL 50 cm. Dari riwayat makan dan minum didapatkan kesan kualitas dan
kuantitas makan kurang. Status antropometri menurut WHO didapatkan WAZ: -2,98, HAZ:
-2,29 SD, WHZ -2,24 dan BMI -2,06. Didapatkan kesan anak gizi kurang, berat badan
kurang, perawakan pendek. Perkembangan anak normal sesuai usia.
Pada pemeriksaan fisik di bangsal C1L1 RSDK, keadaan umum anak anak sadar
composmentis, terpasang infus, nafas spontan adekuat. Suhu badan anak 38,3°C, nadi 152x /
menit dengan isi dan tegangan cukup, tekanan darah 100/60, dan frekuensi nafas 26x / menit.
Kepala mesosefal, pemeriksaan rambut dalam batas normal, konjungtiva palpebra nampak
anemis, pemeriksaan telinga, hidung, mulut, dan leher dalam batas normal. Pemeriksaan
thorax dalam batas normal. Pada abdomen didapatkan luka operasi pada bagian suprapubic.
Urogenitalia dan ekstremitas dalam batas normal.
Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan hasil anemia, leukositosis,
trombositosis, dan hematokrit menurun. Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan GDS
meningkat, hiperuremia, hiperkreatinemia, hiponatremi, phospat anorganik meningkat dan laju
2
filtrasi glomerulus sebesar 5,7 ml/min/1,73m .
Pasien diberi Infus D5 ½ NS 480/20/jam, Injeksi ampicillin 350 mg/12 jam dan per
oral paracetamol sirup 1 ¼ cth, allopurinol 100mg/24 jam. Pada tanggal 27 Oktober 2018
setelah dilakukan pemeriksaan kimia klinik, pasien diberi Infus D10% 480/20 ml/jam + NaCl
3% (2) 57 ml Kcl (2) 29 ml serta antibiotic diganti menjadi injeksi cefoperazone sulbactam
750 mg/12 jam setelah keluar hasil kultur urin.
Prognosis ad fungsionam, ad sanam pada penderita ini adalah dubia ad malam,
sedangkan prognosis ad vitam pada penderita ini dubia ad bonam sebab anak akan terus
hemodialisis akibat Chronic Kidney Disease Stage V. Hemodialisis dan transplantasi ginjal
55
menjadi pengobatan untuk Chronic Kidney Disease Stage V, saat ini pasien sudah rutin
melakukan hemodialiasid di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
DAFTAR PUSTAKA
21
12. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2012.
13. Ervina L, Bahrun D, Lestari HI. Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik pada Anak. MKS
Univ Sriwij. 2015;47(2):144–9.
14. KDOQI clinical practice guideline for nutrition in children with CKD: 2008 update.
Am J Kidney Dis. 2009;53(3 suppl 2):S11-104.