Anda di halaman 1dari 25

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

NOMOR :
TANGGAL :

BAB I

DEFINISI

Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum


Kesehatan Indonesia (PERHUKI) adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan
penerapannya. Hal ini meyangkut hak dan kewajiban segenap lapisan masyarakat
sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara
pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, saranan, pedoman standar
pelayanan medik , ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber
hukum lainnya.

Hukum Kesehatan terdiri dari banyak disiplin diantaranya: hukum


kedokteran/ kedokteran gigi, hukum keperawatan, hukum farmasi klinik, hukum
apotik, hukum kesehatan masyarakat, hukum perobatan, hukum rumah sakit,
hukum kesehatan lingkungan dan sebagainya (Konas PERHUKI, 1993).

Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:


159b/Men.Kes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit adalah ”Sarana upaya kesehatan
yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan
untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian”.

Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya sebagian besar tenaga hukum


kedokteran yaitu ketentuan hukum yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan atau pemeliharaan kesehatan dalam menjalankan profesinya seperti
dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, nutrisionis, fisioterapis, ahli rekam
medik dan lain-lain.

1
Sedangkan menurut WHO, Rumah Sakit adalah suatu badan usaha yang
menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medis jangka pendek
dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, terpeutik dan
rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka, mereka yang mau
melahirkan dan menyediakan pelayanan berobat jalan.

Masing-masing disiplin ini umunnya telah mempunyai etik profesi yang


harus diamalkan anggotanya. Begitu pula rumah sakit sebagai suatu institusi
dalam pelayanan kesehatan juga telah mempunyai etika yang di Indonesia
terhimpun dalam Etik Rumah Sakit Indonesia (ERSI).

Dengan demikian dalam menjalankan pelayanan kesehatan masing-masing


profesi harus berpedoman pada etika profesinya dan harus pula memahami etika
profesi disiplin lainnya apalagi dalam wadah dimana mereka berkumpul (rumah
sakit) agar tidak saling berbenturan

2
BAB II

LATAR BELAKANG

Etik dan Hukum

Etik berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti ”yang baik, yang layak”.
Etik merupakan morma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok
profesi terentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.

Hukum adalah pereturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu


kekuaaan, dalam mengatur pergaulan hidup masyarakat.

Etik dan hukum memeiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengatur tertib
dan tentramnya pergaulan hidup dalam masyarakat.

Persamaan etik dan hukum adalah sebagai berikut:

1. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup


bermasyarakat.
2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia.
3. Mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat agar tidak
saling merugikan.
4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi.
5. Sumbernya adalah hasi pemikiran para pakar dan pengalaman para
anggota senior.

Sedangkan perbedaan Etik dan hukum adalah sebagai berikut:

1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi . Hukum berlaku untuk umum.


2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi. Hukum disusun
oleh badan pemerintah.
3. Etik tidak seluruhnya tertulis. Hukum tercantum secara terinci dalam kitab
undang-undang dan lembaran/berita negara.

3
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntunan. Sanksi terhadap
pelanggaran hukum berupa tuntutan.
5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK), yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan kalau
perlu diteruskan kepada Panitia Pembinaan Etika Kedokteran (P3EK),
yang dibentuk oleh Departemen Kesehatan (DEPKES). Pelanggaran
hukum diselesaikan melalui pengadilan.
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik.
Penyelesaian pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik.

4
Etika Rumah Sakit

Etika rumah sakit adalah etika terapan (applied ethics) atau etika praktis
(practical ethics), yaitu moralitas atau etika umum yang diterapkan pada isu-isu
praktis, seperti perlakuan terhadap etnik-etnik minoritas, keadilan untuk kaum
perempuan, penggunaan hewan untuk bahan makanan atau penelitian, pelestarian
lingkungan hidup, aborsi, etanasia, kewajiban bagi yang mampu untuk membantu
yang tidak mampu, dan sebagainya. Jadi, etika rumah sakit adalah etika umum
yang diterapkan pada (pengoperasian) rumah sakit.

Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna
yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian
formal tentang moralitas. Moralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral, dan
moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan perbuatan manusia yang
dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu
yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang
amat fundamental : bagaimana saya harus hidup dan bertindak? Peter Singer,
filusf kontemporer dari Australia menilai kata etika dan moralitas sama artinya,
karena itu dalam buku-bukunya ia menggunakan keduanya secara tertukar-tukar.

Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari
lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga
kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan
(ekspekatasi) profesi dan amsyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang
profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi
antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, profesional dan
terhormat.

Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan
tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan
staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemerintah dan pada tingkat akhir

5
walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil,
profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.

Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersamadan pedoman untuk


diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik dan
buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.

Etika Rumah Sakit adalah suatu etika praktis yang dikembangkan untuk
Rumah Sakit sebagai suatu institusi lahir pada waktu yang hampir bersamaan
dengan kehadiran etika biomedis. Atau dapat juga dikatakan etika institusional
rumah sakit adalah pengembangan dari etika biomedika (bioetika). Karena
masalah-masalah atau dilema etika yang baru sama sekali sebagai dampak atau
akibat dari penerapan kemajuan pesat ilmu dan teknologi biomedis, justru terjadi
di rumah sakit. Sebagai contoh, dapat disebut kegiatan reproduksi dibantu
transplantasi organ.

Hukum Rumah Sakit

Hukum kesehatan eksistensinya masih sangat relatif baru, dalam


perkembangannya di Indonesia, semula dikembangkan oleh Fred Ameln dan
Almarhum Prof. Oetama dalam bentuk ilmu hukum kedokteran. Perkembangan
kehidupan yang pesat di bidang kesehatan dalam bentuk sistem kesehatan
nasional mengakibatkan di perlukannya pengaturan yang lebih luas, dari hukum
kedokteran ke hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan (hukum kesehatan).

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam rangka memberikan kepastian


dan perlindungan hukum, baik bagi pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun
bagi penerima jasa pelayanan kesehatan, untuk meningkatkan, mengarahkan dan
memberikan dasar bagi pembangunan di bidang kesehatan diperlukan adanya
perangkat hukum kesehatan yang dinamis. Banyak terjadi perubahan terhadap
kaidah-kaidah kesehatan, terutama mengenai hak dan kewajiban para pihak yang
terkait di dalam upaya kesehatan serta perlindungan hukum bagi para pihak yang
terkait.

6
Sesuai dengan pengertian hukum kesehatan, maka hukum rumah sakit dapat
disebut sebagai semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya serta hak dan
kewajiban segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan
maupun dari pihak penyelenggara pelayanaan kesehatan yaitu rumah sakit dalam
segala aspek organisasi, sarana, pedoman medik serta sumber-sumber hukum
lainnya.

Selanjutnya apabila dilihat dari hubungan hukum yang timbul antara pasien dan
rumah sakit dapat dibedakan pada dua macam perjanjian yaitu :

a). Perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan
pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan dan di mana
tenaga perawatan melakukan tindakan perawatan.

b). Perjanjian pelayanan medis di mana terdapat kesepakatan antara rumah sakit
dan pasien bahwa tenaga medis pada rumah sakit akan berupaya secara maksimal
untuk menyembuhkan pasien melalui tindakan medis Inspannings Verbintenis
(Fred Ameln, 1991: 75-76).

Rumah sakit dalam menjamin perlindungan hukum bagi dokter/ tenaga


kesehatan agar tidak menimbulkan kesalahan medik dalam menangani pasien,
sekaligus pasien mendapatkan perlindungan hukum dari suatu tanggungjawab
rumah sakit dan dokter/ tenaga kesehatan.

Dalam kaitan dengan tanggung jawab rumah sakit, maka pada prinsipnya
rumah sakit bertanggung jawab secara perdata terhadap semua kegiatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan bunyi pasal 1367 (3) KUHPerdata.
Selain itu rumah sakit juga bertanggungjawab atas wanprestasi dan perbuatan
melawan hukum (1243, 1370, 1371, dan 1365 KUHPerdata) (Fred Ameln, 1991:
71).

7
Peran dan fungsi Rumah Sakit sebagai tempat untuk melakukan pelayanan
kesehatan (YANKES) yang profesional akan erat kaitannya dengan 3 (tiga) unsur,
yaitu yang terdiri dari :

1) Unsur mutu yang dijamin kualitasnya;

2) Unsur keuntungan atau manfaat yang tercermin dalam mutu pelayanan; dan

3) Hukum yang mengatur perumahsakitan secara umum dan kedokteran dan atau
medik khususnya (Hermien Hadiati Koeswadji, 2002: 118).

Dalam hal ini dokter dan tenaga kesehatan lainnya perlu memahami adanya
landasan hukum dalam transaksi terapetik antara dokter dengan pasien (kontrak-
terapetik), mengetahui dan memahami hak dan kewajiban pasien serta hak dan
kewajiban dokter dan adanya wajib simpan rahasia kedokteran, rahasia jabatan
dan pekerjaan (M.Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, 1999: 29).

Didalam memberikan pelayanan kepada pasien dan bermitra dengan dokter


rumah sakit memiliki hak dan kewajiban yang diatur sesuai dengan Kode Etik
Rumah Sakit (KODERSI), Surat Edaran Dirjen Yan Med No: YM 02.04.3.5.2504
tentang Pedoman Hak & Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit

8
BAB III

PANITIA ETIK DAN HUKUM RUMAH SAKIT

A. DEFINISI
Panitia Etika Rumah Sakit (PERS)
Etika Rumah Sakit Indonesia (ERSI) disusun oleh Persatuan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). ERSI ini memuat tentang kewajiban
umum rumah sakit, kewajiban rumah sakit terhadap masyarakat, kewajiban
rumah sakit terhadap pasien, kewajiban rumah sakit terhadap staf dan lain-
lain.
Pada saat ini beberapa rumah sakit telah mulai merasakan perlunya sebuah
badan yang menangani pelanggaran etik yang terjadi di rumah sakit. Di
rumah sakit besar di Indonesia telah ada badan yang dibentuk di bawah
nama Panitia Etika Rumah Sakit (PERS) yang di luar negeri disebut
Hospital Ethical Commitee dimana anggotanya terdiri dari staf medis,
perawatan, administratif dan pihak lain yang berkaitan dengan tugas rumah
sakit.

Fungsi Panitia Etika Rumah Sakit


Fungsi PERS ini adalah memberikan nasihat atau konsultasi melalui
diskusi atau berperan dalam menilai penyelesaian melalui kebijaksanaan,
pendidikan pada lingkungannya dan memberikan anjuran-anjuran pada
pelayan kasus-kasus sulit.
Dengan demikian PERS dapat memberikan manfaat :
1. Sebagai sumber informasi yang relevan untuk menyelesaikan masalah
etik di rumah sakit.
2. Mengidentifikasi masalah pelanggaran etik di rumah sakit dan
memberikan pendapat untuk penyelesaian.

9
3. Memberikan nasihat kepada direksi rumah sakit untuk meneruskan atau
tidak, perkara pelanggaran etik ke MKEK.
Tugas PERS adalah membantu para dokter, perawat dan anggota tim
kesehatan di rumah sakit dalam menghadapi masalah-masalah pelanggaran
etik maupun pemantapan pengalaman kode etik masing-masing profesi

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai panduan bagi seluruh staf untuk mengatasi masalah
etika dan hukum di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Semua karyawan dapat mengetahui panduan etik dan
hukum rumah sakit
b. Digunakan sebagai panduan untuk mengatasi masalah
etika dan hukum di semua unit kerja
c. Semua unit kerja dapat menggunakan cara/langkah
yang benar saat mengalami masalah etika dan hukum di
rumah sakit.
d. Agar dapat mengidentifikasi permasalahan etik dan
hukum rumah sakit.
e. Dapat mengatasi masalah etik dan hukum secara
proporsional

C. RUANG LINGKUP
Etika rumah sakit terdiri atas dua komponen :
• Etika administratif
• Etika biomedis
Secara umum masalah etik rumah sakit yang perlu diatur adalah
tentang:
1. Rekam medis
2. Keperawatan

10
3. Pelayanan laboratorium
4. Pelayanan pasien dewasa
5. Pelayanan kesehatan anak
6. Pelayanan klinik medik
7. Pelayanan intensif, anestesi dan euthanasia
8. Pelayanan radiologi
9. Pelayanan kamar operasi
10. Pelayanan rehabilitasi medik
11. Pelayanan gawat darurat
12. Pelayanan medikolegal dan lain-lain

Isu-isu etika administratif


Potensi isu etika administratif yang pertama terkait dengan
kepemimpinan dan manajemen di rumah sakit. Fungsi manajemen
mencakup antara lain kegiatan menentukan obyektif, menentukan arah dan
memberi pedoman pada organisasi. kegiatan-kegiatan kepemimpinan dan
manajemen ini paling sensitif secara etis. Artinya dalam pelaksanaannya
seorang pemimpin yang manajer puncak sangat mudah disadari atau tidak
melanggar asas-asas etika beneficence, nonmaleficence, menghormati
manusia dan berlaku adil. Apalagi jika Direktur Rumah Sakit berprilaku
diskrimatif dan menerapkan standar ganda. Ia menuntut orang lain
mematuhi standar-standar yang ditetapkan. Sedangkan ia sendiri tidak mau
memberi teladan sesuai dengan standar-standar itu
Potensi isu etika administratif berikutnya adalah tentang privasi.
Privasi menyangkut hal-hal konfidensial tentang pasien, seperti rahasia
pribadi, kelainan atau penyakit yang diderita, keadaan keuangan, dan
terjaminnya pasien dari gangguan terhadap ketersendirian yang menjadi
haknya. Adalah kewajiban etis rumah sakit untuk menjaga dan melindungi
privasi dan kerahasiaan pasiennya. Harus di akui, hal itu tidak selalu
mudah. Misalnya kerahasiaan rekam medis pasien sukar dijaga, karena
rumah sakit modern data dan informasi yang terdapat di dalamnya terbuka

11
bagi begitu banyak petugas yang karena kewajibannya memang berhak
punya akses terhadap dokumen tersebut. Dapat juga terjadi dilema etika
administratif, jika terjadi keterpaksaan membuka kerahasiaan karena suatu
sebab di satu pihak lain kewajiban moral untuk menjaganya
Persetujuan tindakan medis (Informed consent). Masalah etika
administratif dapat terjadi, jika informed consent tidak dilaksanakan
sebagaimana seharusnya, yaitu persetujuan yang diberikan secara sukarela
oleh pasien yang kompeten kepada dokter untuk melakukan tindakan
medis tertentu pada dirinya, setelah ia diberi informasi yang lengkap dan
dimengerti olehnya tentang semua dampak dan resiko yang mungkin
terjadi sebagai akibat tindakan itu atau sebagai akibat sebagai tidak
dilakukan tindakan itu. Dalam banyak hal, memang tidak terjadi banyak
masalah etika, jika intervensi medis berjalan aman dan outcome klinis
sesuai dengan apa yang diharapkan semua pihak.
Tetapi, dapat saja terjadi suatu tindakan invansif ringan yang rutin
dikerjakan sehari-hari misalnya pendektomi erakibat fatal. Kasus demikian
dapat menjadi penyesalan berkepanjangan. Dapat juga terjadi dilema etik
pada dokter dirumah sakit, yang tega mengungkapkan informasi yang
selengkapnya kepada pasien, karena ia tahu jika itu dilakukan pasien akan
jadi bingung, panik, dan takut sehingga ia minta dipulangkan saja untuk
mencari pengobatan alternatif. padahal dokter percaya bahwa tindakan
medik yang direncanakan masih besar kemungkinannya untuk
menyelamatkan pasien.
Dilema etika administratif berikutnya di rumah sakit dapat terjadi
berhubung dengan faktor-faktor situasi keuangan. Contoh-contoh berikut
ini terjadi sehari-hari.
1. Apakah kemampuan pasien membayar uang muka adalah faktor
yang mutlak bagi rumah sakit untuk memberikan pertolongan
kepadanya. karena pertimbangan tertentu, pemilik atau manajeman
rumah sakit mengalokasikan dana yang terbatas untuk proyek
tertentu,dan dengan demikian mengakibatkan kebutuhan lain yang

12
mungkin lebih mendesak, lebih besar manfaatnya, dan lebih efektif
biaya.
2. Bagaimana sikap rumah sakit terhadap dokter tertentu sangat tinggi
tarif jasanya. Jika ditegur ia pasti akan marah, dan mungkin akan
hengkang kerumah sakit lain. padahal ia patient getter yang
merupakan ‘telur emas’bagi rumah sakit.
3. Bagaimana sikap terhadap pasien yang kurang tepat waktu melunasi
piutang periodiknya, padahal ia sangat memerlukan tindakan
khusus lanjutan.
4. Untuk rumah sakit milik pemodal, bagaimana sikap manajemen jika
ada konflik kepentingan antara kebutuhan pasien dengan
keingginan pemegang saham yang melihat sesuatu hanya dari
perhitungan bisnis.
5. Bagaimana jika ada konflik kepentingan antara pemilik, manajemen
dan para klinis yang akar masalahnya adalah soal keuangan dan
pendapatan. Bagaimana sikap manajemen terhadap dokter tertentu
yang dapat diduga melakukan moral hazard dengan berkolusi
dengan PBF.
6. Bagaimana sikap rumah sakit terhadap teknologi mahal; disatu
pihak diperlukan untuk meningkatkan posisi dan citra rumah sakit,
di pihak lain potensi moral hazard juga tinggi demi untuk
membayar cicilan kredit atau/ easing.

Isu-isu Etika Biomeidis


Isu etika biomedis di rumah sakit menyangkut persepsi dan perilaku
profesional dan instutisional terhadap hidup dan kesehatan manusia dari
sejak sebelum kelahiran, pada saat-saat sejak lahir, selama pertumbuhan,
jika terjadi penyakit atau cidera, menjadi tua, sampai saat-saat menjelang
akhir hidup, kematian dan malah beberapa waktu setelah itu.
Sebenarnya pengertian etika biomedis dalam hal ini masih perlu
dipilah lagi dalam isu-isu etika biomedis atau bioetika yang lahir sebagai

13
dampak revolusi biomedis sejak tahun 1960-an, yang antara lain berakibat
masalah dan dilema baru sama sekali bagi para dokter dalam menjalankan
propesinya. Etika biomedis dalam arti ini didefinisikan oleh International
association of bioethics sebagai berikut; Bioetika adalah studi tentang isu-
isu etis,sosial,hukum,dan isu-isu lainyang timbul dalam pelayanan
kesehatan dan ilmu-ilmu biolagi (terjemahan oleh penulis).
Pengertian etika biomedis juga masih perlu dipilah lagi dalam isu-isu
etika medis’tradisional’ yang sudah dikenal sejak ribuan tahun, dan lebih
banyak menyangkuthubungan individual dalam interaksi terapeutik antara
dokter dan pasien. Kemungkinan adanya masalah etika medis demikianlah
yang dalam pelayanan di rumah sakit sekarang cepat oleh masyarakat (dan
media masa) ditunding sebagai malpraktek.

Isu-isu Bioetika
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis
dalam arti pertama (bioetika) adalah antara lain terkait dengan: kegiatan
rekayasa genetik,teknologi reproduksi,eksperimen medis, donasi dan
transpalasi organ, penggantian kelamin, eutanasia, isu-isu pada akhir
hidup, kloning terapeutik dan kloning repraduktif. Sesuai dengan definisi
di atas tentang bioetika oleh International Association of Bioethics
,kegiatan-kegiatan di atas dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu
biologi tidak hanya menimbulkan isu-isu etika,tapi juga isu-isu sosial,
hukum, agama, politik, pemerintahan, ekonomi,kependudukan,lingkungan
hidup,dan mungikin juga isu-isu di bidang lain.
Dengan demikian,identifikasi dan pemecaha masalah etika biomedis
dalam arti tidak hanya terbatas pada kepedulian internal rumah sakit saja-
misalnya Komite Etika Rumah Sakit dan para dokter saja seperti halnya
pada penanganan masalah etika medis ‘tradisional’- melainkan kepedulian
dan bidang kajian banyak ahlimulti- dan inter-displiner tentang masalah-
masalah yang timbul karena perkembangan bidang biomedis pada skala

14
mikro dan makro,dan tentang dampaknya atas masyarakat luas dan
sistemnilainya,kini dan dimasa mendatang (F.Abel,terjemahan K.Bertens).
Studi formal inter-disipliner dilakukan pada pusat-pusat kajian
bioetika yang sekarang sudah banyak jumlahnya terbesar di seluruh
dunia.Dengan demikian,identifikasi dan pemecahan masalah etika
biomedis dalam arti pertama tidak dibicarakan lebih lanjut pada presentasi
ini. yang perlu diketahui dan diikuti perkembangannya oleh pimpinan
rumah sakit adalah tentang ‘fatwa’ pusat-pusat kajian nasional dan
internasional,deklarasi badan-badan internasional seperti PBB, WHO,
Amnesty International, atau’fatwa’ Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional
(diIndonesia;AIPI) tentang isu-isu bioetika tertentu, agar rumah sakit
sebagai institusi tidak melanggar kaidah-kaidah yang sudah dikonsesuskan
oleh lembaga-lembaga nasional atau supranasional yang terhormat itu.
Dan jika terjadi masalah bioetika dirumah sakit yang belum diketahui
solusinya,pendapat lembaga-lembaga demikian tentu dapat diminta.

Isu-isu Etika Medis


Seperti sudah disinggung diatas, masalah etika medis tradisional
dalam pelayanan medis dirumah sakit kita lebih banyak dikaitkan dengan
kemungkinan terjadinya malpraktek, terutama oleh dokter. Padahal, etika
disini terutama diartikan kewajiban dan tanggung jawab institusional
rumah sakit. Kewajiban dan tanggung jawab itu dapat berdasar pada
ketentuan hukum (Perdata, Pidana, atau Tata Usaha Negara) atau pada
norma-norma etika

15
BAB IV

KEBIJAKAN DAN PENGORGANISASIAN

A. KEBIJAKAN
Pelaksanaan program Panitia Etik Dan Hukum Rumah Sakit mengacu pada
SK Direktur ………… tentang Pembentukan Tim Etik Dan Hukum RUMAH
SAKIT KUSUMA HOSPITAL

B. PENGORGANISASIAN
Kegiatan Panitia Etik Dan Hukum Rumah Sakit diselenggarakan secara
terorganisir dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Direktur RUMAH SAKIT KUSUMA HOSPITAL bertanggung jawab
menetapkan kebijakan Panitia Etik Dan Hukum Rumah Sakit
b. Ketua Panitia Etik Dan Hukum Rumah Sakit bertanggung jawab atas
seluruh program Panitia Etik Dan Hukum Rumah Sakit
c. Sekretaris Panitia Etik Dan Hukum Rumah Sakit bertanggung jawab
mendokumentasikan semua program dan pelaksanaan program Panitia
Etik Dan Hukum Rumah Sakit
d. Prosedur penyampaian dugaan pelanggaran etik dan hukum:
(1) Dugaan terjadinya pelanggaran dapat diperoleh dari:
a. pengaduan tertulis dan/atau
b. temuan dari atasan Pegawai yang diduga melakukan pelanggaran
(2) Setiap orang atau pemangku kepentingan (stakeholders) yang
mengetahui adanya dugaan pelanggaran dapat menyampaikan
pengaduan kepada atasan langsung Pegawai yang melakukan
pelanggaran dengan tembusan kepada
Manager Pengembangan Pegawai dan Sumber Daya Manusia
(PPSDM).
(3) Penyampaian pengaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan jenis pelanggaran yang
dilakukan, beserta bukti-bukti pelanggaran dan identitas pelapor.

16
(4) Atasan pegawai yang menerima pengaduan dan/atau mengetahui
adanya dugaan Pelanggaran Etik dan Hukum wajib meneliti
pengaduan tersebut dan menjaga kerahasian identitas pelapor.
(5) Dalam melakukan penelitian atas pengaduan dan/atau dugaan
pelanggaran Etik & Hukum, atasan dari Pegawai yang melakukan
pelanggaran secara hirarki wajib meneruskan kepada Panitia Etik Dan
Hukum Rumah Sakit
(6) Atasan Pegawai yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana
dimaksud ayat (3) dan ayat (4) dianggap melakukan pelanggaran dan
dikenakan sanksi.
(7) Panitia Etik Dan Hukum Rumah Sakit mengambil keputusan setelah
memeriksa Pegawai yang diduga melanggar etik dan hukum.
(8) Panitia Etik Dan Hukum Rumah Sakit mengambil keputusan setelah
Pegawai yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.
(9) Keputusan Panitia Etik Dan Hukum Rumah Sakit diambil secara
musyawarah mufakat.
(10) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(9) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(12) Keputusan Panitia Etik Dan Hukum Rumah Sakit bersifat final.
(13) Panitia Etik Dan Hukum Rumah Sakit wajib menyampaikan
keputusan hasil pemeriksaan ke Direktur melalui Manager PPSDM
sebagai bahan dalam memberikan sanksi moral dan/atau sanksi
lainnya kepada Pegawai yang bersangkutan.

17
BAB V
MASALAH ETIKA DAN HUKUM DI RUMAH SAKIT

Masalah etika dan hukum di rumah sakit yang paling marak saat ini adalah
malpraktek. Malpraktek (medis) sebenarnya adalah istilah hukum yang berarti
kesalahan dalam menjalankan profesi. Berkhouwer dan Borstman (dikutip oleh
Veronica Komalawati) mengatakan, seorang dokter melakukan kesalahan profesi,
apabila ia tidak memeriksa, tidak membuat penilaian, tidak melakukan tindakan
atau tidak menghindari tindakan (tertentu), sedangkan dokter-dokter yang baik
pada umumnya pada situasi yang sama akan melakukan pemeriksaan, membuat
penilaian, melakukan tindakan atau menghindari tindakan (tertentu).

Kita dapat melihat bahwa: Pertama, definisi ini bersifat relatif. Baik
buruknya seorang dokter menjalankan profesinya dibandingkan dengan rata-rata
dokter lain. Tentu ini ada kelemahan-kelemahannya, dapat saja seorang dokter
yang inovatif di tuduh melakukan malpraktek karena ia melakukan hal-hal yang
tidak biasa dilakukan kebanyakan dokter lain, padahal yang ia lakukan adalah
baik dan bermanfaat bagi pasien. Soal standar profesi tidak disinggung dalam
devinisi itu,mungkin karena belum ada, karena buku dua ahli hukum Belanda itu
diterbitkan lebih daripada setengah abad yang lalu dalam tahun 1950.

Kedua, walaupun tidak secara eksplisit dinyatakan, dalam definisi ini dengan
kesalahan profesional ditonjolkan tentang kelainan; dokter tentu tidak melakukan
pemeriksaan. tidak membuat penilaian, tidak melakukan tindakan, dan tidak
menghindari tindakan tertentu. Ini sesuai dengan pemahaman, bahwa malpraktek
adalah sama dengan negligence.

Sesuai dengan konteks makalah ini, tentang malpraktek dengan latar


belakang pelanggaran hukum tidak dibicarakan lebih jauh. Fokus utama adalah
pada masalah etika medis di rumah sakit.

1. Etika dalam hal ini diartikan sebagai kewajiban dan tanggung jawab.

18
2. Etika rumah sakit adalah etika institusi, jadi kewajiban dan tanggng jawab itu
adalah institusional, bukan individual.

3. Namun, eksekutif puncak rumah sakit- sebagai yang oleh pemilik melalui
Governing Body (Badan Pengampu, Majelis Wali Amanah, Dewan Pembina,
atau nama jenis yang lain) diberi kekuasaan mengelola dan tanggung jawab
rumah sakit, dengan sendirinya juga adalah penanggung jawab moral dan etika
institusional.

4. Etika medis berhubungan dengan hidup dan kesehatan. Objek kewajiban dan
tanggung jawab pada etika medis adalah hidup dan kesehatan manusia dan
kelompok manusia dilingkungan luar rumah sakit. itu berarti pasien staf serta
karyawan rumah sakit,dan masyarakat.

5. Masalah etika rumah sakit timbul apabila terjadi pelanggaran terhadap asas-asas
etika (umum)dan Kode Etik Rumah Sakit, yang adalah uraian lebih operasional
dari asas-asas etika.

6. Asas-asas etika yang diterapkan pada etika rumah sakit sebagai etika praktis
adalah:

 Rumah sakit berbuat kebaikan (benifecence) dan tidak menimbulkan


mudharat atau cidera (nonmalifecence) pada pasien, staf dan
karyawan,masyarakat umum,serta lingkungan hidup. Dua asas etika klasik
ini sudah ada dalam lafal Sumpah Hipprokrates sejak lebih 23 abad yang
lalu. Dua asas ini adalah juga ajaran semua agama. Ajaran islam hampir
selalu menyebut dua asas itu dalam satu kalimat (Amar ma ‘arupnahi
mungkar).dalam ajaran agama hindu, nonmaleficence adalah Ahimsa.
 Asas menghormati manusia (respect for persons) berarti menghormati
pasien,staf dan karyawan,serta masyarakat dalam hal hidup dan kesehatan
mereka. itu berarti menghormati otonomi (hak untuk mengambil
keputusan tentang diri sendiri),hak-hak asasi sebagai warga negara, hak

19
atas informasi,hak atas privasi,hak atas kerahasiaan,seta harkat dan
mertabat mereka sebagai manusia dan lain-lain.
 Asas keadilan (justice): keadilan sosial, keadilan ekonomi, dan perlakuan
yang ‘fair’terhadap pasien, staf dan karyawan, serta masyarakat umum.

Identifikasi Masalah Etika Di Rumah Sakit

Kurt Darr mengatakan, bahwa seorang eksekutuf rumah sakit tidak perlu sampai
mengikuti kursus tentang pilosofi atau etika untuk dapat mengidentifikasikan
masalah etika, walaupun kursus-kursus demikian akan banyak menolong. yang
penting,harus ada kepekaan, kebiasaan melakukan refleksi (an inquiring mind),
dan etika pribadi (personal etics)yang cukup baik. tiga pertanyaan berikut ini
dianjurkan diajukan pada diri sendiri untuk mengidentifikasikan kemungkinan
adanya etika pada kasus tertentu.

 Apakah pasien, staf dan karyawan, atau masyarakat umum dalam kasus
tertentu itu diperlakukan seperti saya ingin diperlakukan dalam kasus
seperti itu? ini dinamakan The Golden Rule.
 Apakah pasien, staf dan karyawan, serta masyarakat umum cukup
dilindungi terhadap kemungkinan cidera dalam keberadaan dan pelayanan
di rumah sakit?
 Apakah penjelasan tentang informed conset kepada pasien cukup memberi
informasi baginya tentang apa yang akan dilakukan pada dirinya?

Jika salah satu atau lebih dari tiga pertanyaan itu terjawab dengan “tidak”,ada
indikasi masalah etika pada kasus yang dihadapi. Pertanyaan-pertanyaan
selanjutnya adalah:

 Adakah pasal-pasal dalam Kode Etik Rumah Sakit yang dilanggar?


 Adakah asas-asas etika umum yang dilanggar?
 Jika masih perlu untuk lebih memastikan: Teori etika mana yang dapat
dipakai untuk pembenaran keputusan atau tindakan rumah sakit yang
menimbulkan masalah etika administratif atau etika biomedis.

20
Sama halnya dengan proses pemecahan masalah secara umum, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tepat adalah bagian penting proses itu.

Pemecahan Masalah Etika Di Rumah Sakit

Setelah berhasil mengidentifikasikan adanya masalah etika administratif,


masalah bioetika, masalah medis tradisional, atau gabungan berbagai masalah
etika itu dirumah sakit, langkah berikutnya adalah mencari solusi untuk masalah-
masalah itu. Perlu segera ditambahkan, bahwa pemecahan masalah etika secara
umum tidak mudah. Pada dasarnya ada dua model untuk pemecahan masalah
secara umum; model terprogram (rasional) dan model tak terprogram.

Model rasional terprogram mungkin dapat diterapkan pada pemecahan


banyak masalah manajemen umum, tetapi rasio saja tidak selalu berhasil
diterapkan pada pemecahan masalah etika. Masalah etika administratif tertentu di
rumah sakit yang menyangkut proses atau prosedur mungkin dapat lebih mudah
dipecahkan secara rasional. Tetapi, masalah etika biomedis yang menyangkut
substansi atau prinsip sering kali sangat sensitif, karena itu rasio saja tidak selalu
efektif. Diperlukan kebijaksanaan yang umumnya tidak dapt diprogramkan.

Dianjurkan langkah langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan masalah


etika rumah sakit:

1. Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam komponen-


komponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga ditemukan
akar masalah.Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari masalah etika
yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan pada manusia, kepemimpinan,
manajemen, budaya organisasi, sarana, alat, sistem, prosedur, atau faktor-faktor
lain.

2. Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan
(root cause analysis),untuk menetapkan arah pemecahannya.

21
3. Menetapkan beberapa alternatif untuk pemecahan akar masalah.

4. Memilih alternatif yang situasional terbaik untuk pemecahan masalah itu.

5. Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah


dilaksanakan.

6. Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau


terulang lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah etika
baru adalah jika manusia sebagai penyebab akar masalah yang berulang-ulang
dikeluarkan dari rumah sakit

22
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Panitia Etik & Hukum Rumah Sakit Kusuma Hospital wajib mencatat dan
melaporkan kegiatan yang sudah dilaksanakan baik ada pegawai yang mendapat
masalah maupun tidak kepada Direktur secara berkala. Hal ini dilakukan guna
mengevaluasi keberhasilan program yang telah ditentukan.

23
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI

Sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan organisasi maka standar yang


sudah ditetapkan oleh Panitia Etik dan Hukum RS akan dilakukan evaluasi secara
terus menerus dan berkesinambunganserta dilakukan penyempurnaan berdasarkan
kemampuan dan visibilitas pengukurannya.
Seluruh jajaran managemen RUMAH SAKIT KUSUMA HOSPITAL
secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi program Panitia Etik dan
Hukum RS dan mengawal agar tidak terjadi pelanggaran etik dan hukum.
Panitia Etik dan Hukum RS secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan
evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur yang digunakan di RUMAH SAKIT
KUSUMA HOSPITAL .

24
BAB VIII
PENUTUP

Upaya pencegahan pegawai mengalami perkara etik dan hukum di Rumah


Sakit tidak bisa diwujudkan hanya dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan
saja, akan tetapi dibutuhkan upaya peningkatan sistem dan pemikiran yang
holistik.
Upaya pencegahan dilakukan disemua jenjang struktural maupun unit
pelayanan medik, unit penunjang medik, administratif dan managemen.
Salah satu indikator tercapainya program Panitia Etik dan Hukum RS adalah
tidak adanya pegawai yang bermasalah dengan etik dan hukum dalam
menjalankan tugas dan fungsinya.

Ditetapkan di : Pamekasan
Pada tanggal : 25 Juli 2018
DIREKTUR
RUMAH SAKIT KUSUMA HOSPITAL

dr. Tri Susandhi Juliarto, M.MKes

25

Anda mungkin juga menyukai