DASAR TEORI
1
Rumus beda tinggi antara dua titik adalah sebagai berikut:
BT = BTB – BTA
Keterangan : BT = beda tinggi
BTA = bacaan benang tengah A
BTB = bacaan benang tengah B
Namun, apabila beda tinggi yang dicari adalah beda tinggi antara tempat alat dan
bacaan muka terakhir dari alat tersebut maka persamaan yang dipakai adalah:
BT = Hi – BTM
Keterangan: BT = beda tinggi
Hi = tinggi alat
BTM = bacaan tengah muka
Sebelum mendapatkan beda tinggi antara dua titik, diperlukan terlebih dahulu
pembacaan benang tengah titik tersebut, dengan menggunakan rumus :
BT = BA + BB / 2
Keterangan : BT = bacaan benang tengah
BA = bacaan banang atas
BB = bacaan benang bawah
Untuk mencari jarak optis antara dua titik dapat digunakan rumus sebagai berikut.:
J = (BA – BB) x 100
Keterangan : J = jarak datar optis
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
100 = konstanta pesawat
Dalam setiap pengukuran tidaklah lepas dari adanya kesalahan pembacaan angka,
sehingga diperlukan adanya koreksi antara hasil yang didapat di lapangan dengan hasil
dari perhitungan.
Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Merancang jalan raya, jalan baja, dan saluran-saluran yang mempunyai garis
gradien paling sesuai dengan topografi yang ada.
b. Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana.
c. Menghitung volume pekerjaan tanah.
d. Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.
e. Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.
2
Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini digunakan untuk menentukan ketinggian titik-
titik yang menyebar dengan kerapatan tertentu untuk membuat garis-garis ketinggian
(kontur).
1. Pengukuran sipat datar resiprokal (reciprocal levelling)
Pengukuran sipat datar resiprokal adalah pengukuran sipat datar
dimana alat sipat datar tidak dapat ditempatkan antara dua statiun.Misalnya
pengukuran sipat datar menyeberangi sungai/lembah yang lebar.
2. Pengukuran sipat datar teliti (precise levelling)
Pengukuran sipat datar teliti adalah pengukuran sipat datar yang
menggunakan aturan serta peralatan sipat datar teliti.
3
Gambar 2.1 Metode Sipat Datar Memanjang
Adapun yang perlu diperhatikan dalam pengukuran ini adalah sebagai berikut :
a. Usahakan jarak antara titik dengan alat sama.
b. Seksi dibagi dalam jumlah yang genap.
c. Baca rambu belakang, baru kemudian dibaca rambu muka.
d. Diukur pulang pergi dalam waktu satu hari.
e. Jumlah jarak muka=jumlah jarak belakang.
Kesalahan utama dalam sipat datar memanjang adalah kesalahan tidak dengan jumlah
pengukuran yang diadakan sedang jumlah pengukuran yang diambil tergantung pada
besarnya jarak yang diukur. Menyipat datar memanjang disengaja dan besarnya dianggap
sebanding keliling, biasanya untuk satu penyipatan datar yang memerlukan perbedaan tinggi
dua titik dengan jarak yang tidak jauh kita pilih. Jalan yang sama untuk penyipatan pergi dan
penyipatan pulang sehingga kita mendapat tinggi beberapa titik lagi yang penyipatan datar ini
berbentuk segi banyak. Suatu segi banyak ini dapat kita letakkan misalnya sekeliling suatu
lapangan, gedung dan lain sebagainya yang akan kita sipat lagi dengan teliti pada pengerjaan
lanjutan, pada banyak Negara sudah dilakukan suatu jaringan titik (Irvene, 1995).
4
2.6 Alat Ukur Metode Sipat Datar Optis
a. Dumpy level (type kekar)
Pada tipe ini sumbu tegak menjadi satu dengan teropong. Semua bagian pada
alat sipat datar tipe kekar adalah tetap. Nivo tabung berada di atas teropong, teropong
hanya dapat digeser dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar.
Keterangan :
1. Teropong. 10. Sumbu ke-1.
2. Nivo tabung. 11. Tombol Fokus.
3. Pengatur Nivo.
4. Pengatur dafragma.
5. Kunci Horizontal.
6. Skrup Kiap
7. Tribrach.
8. Trivet.
9. Kiap (Leveling Head).
b. Reversible level (type reversi)
Pada tipe ini teropongnya dapat diputar pada sumbu mekanis dan disangga
oleh bagian tengah yang mempunyai sumbu tegak. Pada alat ini teropongnya dapat
diputar pada sumbu mekanis dan disangga oleh bagian tengah yang mempunyai
sumbu tegak. Di samping itu teropong dapat diungkit dengan skrup (no 13) sehingga
garis bidik dapat mengarah ke atas, ke bawah, maupun mendatar. Sumbu mekanis,
5
disamping sebagai sumbu puitar teropong merupakan garis penolong untuk membuat
garis bidik sejajar dengan dua garis jurusan nivo reversi.
6
Tipe ini sama dengan tipe kekar, hanya di dalam teropongnya terdapat akat
yang disebut kompensator untuk membuat agar garis bidik mendatar. Berbeda dengan
3 tipe sebelumnya, pada type otomatik ini tidak terdapat nivo tabung untuk
mendatarkan garis bidik sebagai penggantinya di dalam teropong dipasang alat yang
dinamakan kompensator.
Bila benang silang diafragma telah diatur dengan baik, sinar mendatar dan masuk
melalui pusat objektip akan selalu jatuh depat di titik potong benang silang
diafragma, walaupun teropong miring (sedikit). Dengan demikian, dengan
dipasangnya kompensator antara lensa objektip dan diafragma garis bidik menjadi
mendatar. Walaupun demikian type otomatik mempunyai kekurangan yaitu mudah
dipengaruhi getaran, karena sebagai kompensatornya dipergunakan sistim pendulum.
7
dengan nivo yang berfungsi untuk mendapatkan sipatan mendatar dari kedudukan alat
dan unting-unting untuk mendapatkan kedudukan alat tersebut di atas titik yang
bersangkutan. Kedua alat ini digunakan bersamaan dalam pengukuran sipat datar. Rambu
ukur diperlukan untuk mempermudah/membantu mengukur beda tinggi antara garis
bidik dengan permukaan tanah. (Yogie, 2010)
8
Gambar 2.6 Tripod (kaki tiga)
3. Theodolit
Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan
tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan waterpass yang
hanya memiliki sudut mendatar saja.
9
Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Farrington
1997).
4. Nivo
Pada waktu melakukan pengukuran dengan alat-alat ilmu ukur wilayah, baik
pengukuran mendatar maupun pengukuran tegak, haruslah sumbu kesatu tegak lurus
dan sumbu kedua tegak lurus pada sumbu kesatu.Untuk mencapai keadaan dua sumbu
itu, digunakan suatu alat yang dinamakan nivo.Menurut bentuknya nivo dibagi dalam
dua macam yaitu nivo kotak dan nivo tabung.
Nivo kotak terdiri atas kotak dari gelas yang dimasukkan dalam montur dari
logam sedemikian higga bagian atas tidak tertutup.Kotak dari gelas itu diisi dengan
eter atau alkohol dan diatas di bagian dalam tutup kotak diberi bentuk bidang
lengkung dari bulatan dengan jari-jari yang besar.Bagian kecil kotak itu tidak berisi
zat cair sehingga bagian ini kelihatan sebagai gelembung.Pada bagian tengah tutup
dinyatakan dengan satu atau lebih lingkarang yang konsentris.
Gambar 2.8
Nivo tabung terdiri atas tabung dari gelas yang berbentuk silinder dengan
bidang dalamnya yang atas digosok, hingga mempunyai bentuk bidang bulanan
dengan jari-jari yang besar.Irisan memanjang bidang dalam atas menjadi mempunyai
bentuk busur lingkaran. Setelah tabung diisi dengan eter kecuali sebagian kecil yang
tidak diisi, kedua ujung tabung ditutup dengan menggunakan api colok. Bagian yang
tidak diisi dengan zat cair eter akan berisi uap eter jenuh dan dari atas kelihatan lagi
sebagi gelembung. (Soetomo, 1992).
5. Pita Ukur
10
Pita Ukur terbuat dari fiberglass dengan panjang 30-50 m. Pita ukur ini dilengkapi
dengan tangkai yang berfungsi untuk mengukur jarak antara patok yang satu dengan
patok yang lain.
11
4. Kebanyakan orang pada waktu mengukur menggunakan satu mata saja. Mata itu
akan lelah, yang lambat laun akan mengakibatkan kasarnya pembacaan. apalagi
bila nivo harus di lihat tersendiri, karena tidak terlihat di dalam medan lihat
teropong, sehingga kurang tepatnya meletakan gelembung nivo di tengah-tengah.
2.8.2 Kesalahan dari Alat
1. Karena garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo. Hal ini dapat di
hindarkan dengan menempatkan alat di tengah-tengah rambu belakang dan
rambu muka (dp = dm) atau usahakan jumlah jarak rambu belakang = jumlah
jarak muka.
2. Kesalahan karena garis nol skala dan kemiringan rambu. Misalnya letak garis nol
skala pada rambu A dan B tidak betul,maka hasil pembacaan pada rambu A
harus di koreksi Ka dan pada rambu B sebesar Kb.
2.8.3 Kesalahan yang Bersumber Pada Alam
1. Kesalahan karena melengkungnya sinar (refraksi), Sinar cahaya yang datang dari
rambu ke alat penyipat datar karena melalui lapisan-lapisan udara yang berbeda
baik kepadatan, tekanan maupun suhunya maka sinar yang datang bukanlah lurus
melainan melengkung.
2. Kesalahan karena melengkungnya bumi. Sesuai dengan prinsip dasar pengukuran
beda tinggi, maka beda tinggi antara titik A dan B sama dengan jarak antara
bidang nivo melalui titik A dan bidan nivo yang melalui b.
3. Kesalahan karena masuknya statip alat penyipat datar ke dalam tanah. Alat
penyipat datar selama pengukuran mungkin saja bergerak ke samping ataupun ke
bawah, sehingga gelembung nivo pada alat penyipat datar tidak di tengah lagi,
dengan demikian garis bidik tidak mendatar lagi. Meskipun demikian alat
penyipat datar dapat saja bergerak ke dalam tanah tetapi gelembung nivo tetap di
tengah. Masuknya statip penyipat datar ke dalam tanah akan memberi pengaruh
pada hasil pengukuran.
4. Kesalahan karena panasnya sinar matahari dan getaran udara. Alat penyipat datar
apabila selalu kena sinar matahari maka akan menimbulkan perubahan pada
gelembung nivo sehingga akan mengakibatkan kesalahan pada hasil
pengukuran. Untuk menghindari hal tersebut pada waktu pengukuran alat
penyipat datar harus di lindungi dengan payung. Pengaruh getaran udara ini
dapat di hindari dengan melakukan pengukuran pada waktu lapisan udara tenang
yaitu waktu pagi dan sore.
12
2.3.4 Kesalahan tak terduga
Semua kesalahan-kesalahan selain kedua jenis kesalahan di atas dapat di
klasifikasikan sebagai kesalahan tak terduga dan kesalahan semacam ini tidak di
ketahui penyebabnya secara pasti. Walaupun kadang-kadang dapat di ketahui
penyebabnya, akan tetapi pengurainnya kedalam masing-masing factor
penyebabnya sangatlah sukar. Dalam hal demikian maka di usahakan agar di
peroleh kesalahan yang bersifat gelobal, sedemikian rupa sehingga menghasilkan
nilai yang mendekati nilai yang sebenarnya. Dalam pekerjaan pengukuran,
kesalahan tak terduga biasanya dip roses sebagai rangkaian distribusi normal
dengan nol sebagai harga rata-ratanya. Untuk estiminasi harga sangat mungkin
biasanya dengan menggunakan metode kuadrat terkecil.
13
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2008.PengukuranBedaTinggi.Terdapatpada:
http://geomatika07.wordpress.com/2008/07/18/pengukuran-beda-tinggi/. Diakses pada
tanggal 2 Desember 2018 pukul 20.33 WIB)
Irvene, W. 1995.Pengujian untuk Konstruksi.Edisi kedua. Bandung:ITB Press.
Sosrodarsono, S., dan Takasaki, M. 2005.Pengukuran Topografi dan Teknik
Pemetaan.Jakarta:Pradnya Paramita.
Wahyudi, Noor. 2006. Ilmu Ukur Tanah.Lab. Dasar Ukur Tanan Teknik Sipil.Banjarbaru.
Yogie. 2010. Rambu Ukur. Terdapat pada http://yogie-civil.blogspot.com/2010/06/rambu-
ukur_14.html (diakses pada tanggal % April 2016 pukul 21.02 WIB).
14