Anda di halaman 1dari 26

Pertemuan 6 - 7

By : Rizki Kumalasari, ST., MT


Email : rizki.miningusn@gmail.com

Fakultas Sains dan Teknologi


Universitas Sembilanbelas November Kolaka
2018
Outline
 Alat Pelindung Diri (APD)
 Bahan Beracun Berbahaya
 Kebakaran dan Pemadaman Kebakaran
 Ergonomi
Alat Pelindung Diri
APD merupakan kelengkapan yang wajib digunakan
saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk
menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang
sekelilingnya.

Meurut Suma’mur PK, 1989: 298), jenis APD banyak


jenisnya. Penggunaan APD ditentukan berdasarkan
kesesuaian potensi bahaya yang ada.
Jenis APD dapat dipilih sesuai jenis dan tempat kerja :

a. Kaca mata pengaman (safety glasses)


b. Penutup telinga (ear plug/ ear muff)
c. Safety helmet
d. Tali keselamatan (safety belt)
e. Sepatu karet (sepatu boot)
f. Sepatu pelindung (safety Shoes)
g. Sarung tangan
h. Tali pengaman (safety harness)
i. Masker (respirator)
j. Pelindung wajah (face shield)
k. Jas hujan (rain coat)
Tujuan dan Manfaat Alat Pelindung Diri
Tujuan penggunaan APD adalah untuk melindungi
tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat
mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja.

Manfaat APD bagi perusahaan :


1. Meningkatkan produksi perusahaan dan efisiensi
optimal
2. Menghindari hilangnya jam kerja
3. Penghematan biaya terhadap ongkos pengobatan
dan pemeliharaan kesehatan
4. Penatalaksanaan penggunaan APD
Dasar Hukum Penggunaan Alat Pelindung Diri
Undang – undang No. 1 Tahun 1970 tentang K3
a. Pasal 9 ayat (1), mewajibkan manajemen
perusahaan menunjukkan dan menjelaskan :
 Kondisi-kondisi dan bahaya yang dapat timbul
dalam tempat kerja
 Semua pengaman dan alat perlindungan
diharuskan dalam tempat kerja
 Alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja ybs
 Cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam
melaksanakan pekerjaannya
Dasar Hukum Penggunaan Alat Pelindung Diri
Undang – undang No. 1 Tahun 1970 tentang K3
a. Pasal 9 ayat (1)
b. Pasal 12(b), mengatur mengenai kewajiban dan hak
tenaga kerja untuk memakai APD
c. Pasal 14 (c), memerintahkan manajemen
perusahaan untuk menyediakan secara cuma-cuma
semua APD yang diwajibkan pada tenaga kerja yang
berada dibawah pimpinannya dan menyediakan
bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja
tersebut disertai dengan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas
atau keselamatan kerja
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
Per 03/ Men/ 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Keja.
Sebagaimana termuat pada pasal 1 ayat (2) dan pasal 2
ayat (1).
a. Pasal 1 ayat (2) tentang Tujuan Pelayanan Kesehatan
Kerja : “Melindungi tenaga kerja terhadap setiap
gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan
atau lingkungan kerja “.
b. Pasal 2 ayat (1) tentang Tugas Pokok Pelayanan
Kesehatan Kerja : “memberikan nasehat mengenai
perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
pemilihan APD yang diperlukan dan zat gizi serta
penyelenggaraan makanan ditempat kerja “.
Bahan Beracun Berbahaya
Definisi dari limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995)
ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses
produksi baik pada skala rumah tangga, industri,
pertambangan dan sebagainya yang mengandung
bahan berbahaya dan beracun karena sifat (toxicity,
flammability, reactivity dan corrosivity) serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
Bentuk limbah dapat berupa gas dan debu, cair atau
padat. Contoh limbah B3 adalah logam berat seperti Al,
Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia
seperti pestisida, sianida, sulfide, fenol dan sebagainya.

Sebagian dari limbah industri berkategori hazardous


waste yang diatur oleh PP No. 18 Tahun 1999, PP No. 85
tahun 1999.

Pengelolaan limbah B3 bedasarkan PP No. 19 Tahun


1994 dibaharui dengan PP No. 12 Tahun 1995 dan
diperbaharui kembali dengan PP No. 18 Tahun 1999
yang dikuatkan lagi dengan Permen No. 74 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Limbah B3.
Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran kerusakan lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta
melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah
tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.
Sumber, Jenis dan Kategorisasi B3
PP No. 12 Tahun 1995, sumber penghasil limbah
didefinisikan sebagai setiap orang atau badan usaha
yang menghasilkan limbah B3 dan menyimpannya
untuk sementara waktu didalam lokasi atau area
kegiatan sebelum limbah B3 diserahkan kepada pihak
yang bertanggung jawab untuk dikumpulkan dan
diolah.
Sumber, Jenis dan Kategorisasi B3
PP No. 12 Tahun 1995, kategori limbah B3 berdasarkan
sumber terdiri atas :
1. Limbah B3 dari sumber spesifik
2. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan,
bekas kemasan dan buangan produk yang tidak
memenuhi spesifikasi
Sumber, Jenis dan Kategorisasi B3
kategori limbah B3 berdasarkan karakteristik terdiri
atas :
1. Mudah meledak
2. Mudah terbakar
3. Bahan reaktif
4. Berbahaya/harmful
5. Menyebabkan infeksi
6. Bersifat korosif
7. Bersifat irritatif
8. Beracun
9. Karsinogenik
10. Bahan radioaktif
Pengelolaan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 terdiri :

• Pengendalian (controlling)
• Pengurangan (reduction)
• Pengumpulan (collecting)
• Penyimpanan (storage)
• Pengangkutan (transportation)
• Pengolahan (treatment)
• Pembuangan akhir (final disposal)
Pengelolaan Limbah B3
Proses Pengelolaan limbah B3 secara fisika dan kimia
bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah B3
dan/ atau menghilangkan sifat/ karakteristik limbah B3
dari berbahaya menjadi tidak berbahaya. Cara ini
biasanya menghasilkan produk olahan berupa cairan,
gas, debu, atau padatan. Produk-produk olahan
tersebut harus memenuhi baku mutu yang berlaku
tentang pengendalian pencemaran sesuai dengan
kelasnya.
Pengolahan limbah B3 berdasarkan karakteristik dan
kandungan limbah :
1. Proses kimia, meliputi ; redoks, elektrolisa,
netralisasi, pengendapan, stabilitas, adsorpsi,
penukaran ion dan pirolisa
2. Proses fisika, meliputi ; pembersihan gas,
pemisahan cairan dan penyisihan komponen-
komponen spesifik dengan metode kristalisasi,
dialisa, osmosis balik, dll.
3. Proses stabilisasi/ solidifikasi ; membatasi daya
larut, penyebaran dan daya racun sebelum dibuang
4. Proses insinerasi ; pembakaran materi limbah
menggunakan alat khusus insinerator dengan
efisiensi pembakaran mencapai 99,99% atau lebih.
Kebakaran dan Pemadaman Kebakaran
Tiga unsur terjadinya api :
1. Oksigen
2. Panas
3. Bahan bakar

CH4 + O2 + (x) panas  H2O + CO2 + (y) panas


Kebakaran dan Pemadaman Kebakaran
Kebakaran digolongkan menjadi beberapa kelas :
1. Kelas A (Solid Fire), kebakaran pada bahan-bahan ;
kayu, kertas, sampah dan kain.
2. Kelas B (Liquid Fire), kebakaran pada zat cair yang
mudah terbakar seperti minyak, cat, vernis.
3. Kelas C (Gas dan Steam Fire), kebakaran yang
terjadi pada gas seperti butana, propane, oxy
acetalane, gas (LPG)
4. Kelas D (Metal Fire), kebakaran yang terjadi pada
unsur-unsur logam seperti potassium, sodium,
kalsium, titanium dan magnesium.
Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Jenis APAR
• kayu, kertas, kain, plastik, sampah, dll  Air
• bahan cair yang mudah terbakar yang tak larut 
Busa khusus
• bahan cair yang mudah terbakar yang larut di air 
Busa , CO2, kimia kering, halon 1211
• bahan gas : LPG, LNG  CO2, kimia kering, halon 1211
• peralatan yang bermuatan listrik  CO2, kimia
kering, halon 1211
Alat Pemadam Api Berat (APAB)
APAB dikenal dengan istilah mobile fire extinguisher.
Perbedaan APAB dan APAR terletak pada tekanannya.
APAR memiliki tekanan langsung dalam arti medium
pemadam kebakaran seperti karbondioksida, foam AFF
(Aqueous Film Forming, dan dry chemical powder telah
bercampur menjadi satu dengan nitrogen kering.
Dalam APAB, tekanan yang ada adalah tekanan tidak
langsung (sistem catridge) dalam arti tekanan tidak
dicampur menjadi satu dengan medium pemadam
kebakaran.
Alat Pendeteksi Kebakaran
a. Heat and smoke detector
Merupakan alat pendeteksi kebakaran berbasis kerja
asap dan berbasis kerja panas.
b. Rotary hand bell
Merupakan jenis alarm yang jika terjadi kebakaran,
maka kaca penutup tombol alarm harus pecah dan
sirine tanda kebakaran akan berbunyi.
Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ergo yang
berarti kerja dan nomos yang berarti aturan atau
hukum. Ergonomi secara istilah berarti ilmu serta
penerapannya yang berusaha untuk menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau
sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktifitas dan
efisiensi yang setingngi-tingginya melalui pemanfaatan
manusia seoptimal-optimalnya (Nurmianto, 1996).
Terdapat 12 prinsip ergonomi :
1. Bekerja dalam posisi atau postur normal
2. Mengurangi beban berlebihan
3. Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam
jangkauan
4. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh
5. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan
6. Minimalisasi gerakan statis
7. Minimalisasi titik beban
8. Mencakup jarak ruang
9. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman
10. Melakukan gerakan, olahraga, dan perenggan saat
bekerja
11. Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti
12. Mengurangi stress
Tanda-tanda sistem kerja yang tidak ergonomi :
1. Hasil kerja (kualitas dan kuantitas) tidak memuaskan
2. Sering terjadi kecelakaan kerja atau kejadian hampir berupa
kecelakaan
3. Pekerja sering melakukan kesalahan
4. Pekerja mengeluhkan adanya nyeri atau sakit pada leher,
bahu, punggung, atau pinggang
5. Alat kerja atau mesin yang tidak sesuai dengan karakteristik
fisik pekerja
6. Pekerja terlalu cepat lelah dan butuh istirahat yang panjang.
7. Postur kerja yang buruk
8. Lingkungan kerja yang tidak teratur
9. Pekerja mengeluhkan beban kerja yang berlebihan
10. Komitmen kerja yang rendah
11. Rendahnya partisipasi pekerja dalam memberikan saran
Evaluasi Ergonomi
 antropometri
 biomekanika
 fisiologi
 pencegahan dan pengendalian bahaya

Anda mungkin juga menyukai