Oleh:
03014052
Pembimbing:
November 2018
KATA PENGANTAR
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu kelainan atau penyakit di
orofaring dan esofagus. Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti
odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah,
regurgitas, hematemesis, melena, hipersalivasi, batuk dan berat badan yang cepat
berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan adalah sensasi makanan yang
tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan.1
Berdasarkan penyebabnya disfagi dibagi atas: disfagia mekanik, disfagia
motorik, dan disfagia oleh ganguan emosional. Disfagia mekanik disebabkan
adanya sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing, disfagia
motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang berperan dalam proses
menelan dan keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat ganguan emosi atau
tekanan jiwa yang berat.1,2
Evaluasi endoskopi yang fleksibel dari menelan (FEES) sekarang mungkin
merupakan alat yang paling sering digunakan untuk penilaian disfagia obyektif di
Jerman. Kelainan yang sering ditemukan yaitu aspirasi dan literatur menunjukkan
bahwa FEES memiliki sensitifitas yang baik untuk mengevaluasi kelainan aspirasi
ini. 6,9
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum mole,
batas bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut,
sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapa di
rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fosa tonsil
serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual, dan foramen
sekum.1
2
3. Laringofaring
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior
ialah laring, batas inferior ialah esophagus, serta batas posterior ialah vertebra
servikal. Pada pemeriksaan laring tidak langsung dengan kaca tenggorok atau
dengan laringoskop pada pemeriksaan langsung, maka struktur pertama yang
terlihat di bawah dasar lidah adalah valekula. Valekula disebut juga sebagai
“kantong pil”.1
Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan,
resonansi suara, dan untuk artikulasi. Dalam fungsi menelan terdapat tiga fase yaitu
fase oral, fase faringal, dan fase esofagal.1
2.2 Definisi disfagia
Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan
gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut
ke lambung.2 Disfagia merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial yang
diakibatkan oleh kedua kondisi kelainan yaitu anatomi dan pada tahap proses
menelan.3
2.3 Etiologi
Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa
tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus,
serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya oleh pembesaran
kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran
jantung, dan elongasi aorta. Letak arteri subklavia dekstra yang abnormal juga dapat
menyebabkan disfagia, yang disebut disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul bila
terjadi penyempitan lumen esofagus. Pada keadaan normal, lumen esofagus orang
dewasa dapat meregang sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila dilatasi
ini tidak mencapai diameter 2,5 cm.2
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang
berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan
3
saraf otak n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta
gangguan peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia. Kelainan otot polos
esofagus akan menyebabkan gangguan kontraksi dinding esofagus dan relaksasi
sfingter esofagus bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab
utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan
otot faring, dan scleroderma esofagus. Keluhan disfagia dapat juga timbul karena
terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat (faktor psikogenik).
Kelainan ini disebut globus histerikus.2
2.4 Manifestasi klinis
Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti odinofagia (rasa nyeri waktu
menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena,
anoreksia, hipersalivasi, batuk dan berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi
klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher
atau dada ketika menelan. Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia
mekanik, disfagia motorik, disfagia oleh gangguan emosi.2
Tanda dan gejala disfagia oral atau faring yaitu;4
4
Gejala gastroesophageal reflux disease (GERD), termasuk sensasi panas di
dada, sendawa dan regurgitasi asam lambung. Gejala disfagia lainnya yaitu
kelemahan umum dan gangguan status mental.4
5
dari rongga mulut melalui dorsum lidah ke orofaring akibat kontraksi otot intrinsik
lidah. Kontraksi m.levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan
dorsum lidah diperluas, palatum molle terangkat dan bagian atas dinding posterior
faring akan terangkat pula. Bolus kemudian akan terdorong ke posterior karena
lidah yang terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring
sebagai akibat kontraksi m. levator palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m.
palatoglossus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh konraksi m.
palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.2
Aktivitas fase oral adalah persiapan untuk memulai proses menelan. Saliva
merupakan stimulus proses menelan. Bila didapat mulut kering (xerostomia),
makan menelan akan lebih sukar. Pada fase persiapan oral yang merupakan fase
pertama, makanan akan dikunyah dan dimanupulasi menjadi bolus kohesif
bercampur dengan saliva dan dilanjutkan dengan fase transfortasi oral berupa
pendorongan bolus yang telah terbentuk ke belakang (hipofaring). Saat melewati
pilar anterior, refleks menelan akan timbul dan makanan masuk ke faring.5
Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan fase oral antara lain;5
1. Keluar air liur (drooling = sialorrhea) yang di sebabkan gangguan
sensori dan motorik pada lidah, bibir dan wajah.
2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat di
sebabkan oleh defisiensi sensori pada rongga mulut dan atau gangguan
motorik lidah.
3. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan
meningkatkan sensitivitas gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.
4. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung
dari saraf kranial.
5. Gangguan proses mengunyah dan ketidasanggupan memanipulasi
bolus.
6. Gangguan mendorong bolus ke faring
7. Aspirasi cairan sebelum proses menelan di mulai yang terjadi karena
ganggaun motorik dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke
faring sebelum refleks menelan muncul
6
8. Rasa tersedak (choking) oleh batuk (coughing) pada saat fase faring
Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu
perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring
bergerak ke atas oleh kontraksi m. stilofaring, m. salfingofaring,
m.tirohioid dan m. palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis,
sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika,
plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m.
ariepiglotika dan m. aritenoid obliqus. Bersamaan dengan itu terjadi
penghentian aliran udara ke laring karena refleks yang menghambat
pernapasan sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke saluran napas.
Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena
valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.5
Dua keadaan yang penting dalam menjaga keamanan fase faring adalah; 5
1. Proteksi saluran napas yang adekuat selama proses menelan sehingga
makanan tidak masuk ke jalan napas
2. Penyelesaian satuseri proses menelan berlangsung cepat sehingga
pernapasan dapat segera dimulai.
Fase faringeal dapat dibagi menjadi tiga tahap;5
a. Tahap pertama
Tahap pertama dimulai segera setelah timbul refleks menelan berupa
kontraksi pilar, elevasi palatum molle dan kontraksi otot kontriktor faring
superior yang menimbulkan penonjolan pada dinding faring atas.
Fungsi dari tahap pertama adalah untuk membentuk bolus masuk ke
faring dan mencegah masuknya bolus ke nasofaring atau kembali ke
mulut.
b. Tahap kedua
Pada tahap kedua terjadi proses fisiologi berupa kontraksi otot faring
dengan peregangan ke arah atas, penarikan pangkal lidah ke arah depan
untuk mempermudah pasase bolus, elevasi laring karena kontraksi otot
hioid tepat di bawah penonjolan pangkal lidah, adduksi pita suara asli
dan palsu, dan penutupan epiglotis ke arah pita suara.
7
Fungsi dari tahap ini adalah menarik bolus ke arah faring sehingga
dapat menyebar masuk ke valekula yang terletak di atas epiglotis
sebelum di dorong oleh gerakan peristaltik. Bolus akan melewati dan
mengelilingi epiglotis turun dan masuk ke sfingter krikofaring
dilanjutkan dengan gerakan os hioid dan elevasi laring ke arah atas dari
lekukan tiroid.
c. Tahap ketiga
Bolus akan terdorong melewati sfingter krikofaring dalam keadaan
relaksasi dan masuk ke esofagus. Proses fisiologi yang terjadi berupa
peristaltik faring dan relaksasi sfingter krikofaring.
Dampak kelainan pada fase faringeal adalah choking, coughing dan aspirasi.
Hal ini dapat terjadi bila refleks menelan gagal teraktivitasi sehingga fase faring
tidak berlangsung terjadi, refleks menelan terlambat, sehingga dapat terjadi aspirasi
sebelum proses menelan dimulai, proteksi laring tidak adekuat akibat recurrent
laryngeal palsy, efek operasi pada struktur orofaring, adanya pipa trakeostomi yang
membatasi elevasi laring. 5
Fase esofageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke
lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya
rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi
m.krikofaring, sehingga introitus esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke
dalam esofagus. Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi
lebih kuat, melebihi tonus introitus esofagus pada waktu istirahat, sehingga
makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari. 5
Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh
kontraksi m. konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus
makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus. Dalam keadaan
istrirahat sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8
mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung, sehingga tidak akan terjadi regurgitasi
isi lambung. Pada akhir fase esofageal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika
dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal.
Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali.5
8
Gambar 1. Fisiologi menelan2
9
Gambar 2. Proses menelan12
10
Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan gambaran yang
lebih jelas untuk diagnostik. Disfagia yang hilang dalam beberapa hari dapat
disebabkan oleh peradangan. Disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan dengan
penurunan berat badan yang cepat dicurigai adanya keganasan di esophagus. Bila
disfagia ini berlangsung bertahun-tahun untuk makanan padat perlu dipikirkan
adanya kelainan yang bersifat jinak atau di esophagus bagian distal (lower
esophageal muscular ring).2
Lokasi rasa sumbatan di daerah dada dapat menunjukkan kelainan
esophagus bagian torakal, tetapi bila sumbatan terasa di leher, maka kelainannya
dapat di faring atau esophagus bagian servikal. Gejala lain yang menyertai disfagia,
seperti masuknya cairan ke dalam hidung waktu minum menandakan adanya
kelumpuhan otot-otot faring.2
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan daerah leher dilakukan
untuk melihat dan meraba adanya massa tumor atau pembesaran kelenjar limfe
yang dapat menekan esophagus. Daerah rongga mulut perlu diteliti, apakah ada
tanda-tanda peradangan orofaring dan tonsil selain adanya massa tumor yang dapat
mengganggu proses menelan. Selain itu diteliti adanya kelumpuhan otot lidah dan
arkus faring yang disebabkan oleh gangguan pusat menelan maupun pada saraf otak
n. V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII. pembesaran jantung sebelah kiri, elongasi aorta,
tumor bronkus kiri dan pembesaran kelenjar limfe mediastinum juga dapat
menyebabkan keluhan disfagia.2
Pada pemeriksaan penunjang beberapa modalitas yang dilakukan ialah;2
1. Radiologi
Pemeriksaan penunjang foto polos esophagus dan yang memakai zat
kontras, dapat membantu menegakkan diagnosis kelainan esophagus.
Pemeriksaan ini tidak invasif. Dengan pemeriksaan fluoroskopi, dapat
dilihat kelenturan dinding esophagus, adanya gangguan peristaltic,
penekanan lumen esophagus dari luar, isi lumen esophagus dan kadang-
kadang kelainan mukosa esophagus.
Pemeriksaan kontras ganda dapat memperlihatkan karsinoma
stadium dini. Untuk memperlihatkan adanya gangguan motilitas esophagus
11
dibuat cine-film atau video tapenya. Tomogram dan CT scan dapat
mngevaluasi bentuk esophagus dan jaringan di sekitarnya.
MRI dapat membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan disfagia
motorik
2. Esofagoskopi
Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi
lumen esophagus dan keadaan mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop
yang kaku (rigid esophagoscope) dam esofagoskop yang lentur (flexible
fiberoptic esophagoscope). Karena pemeriksaan ini bersifat invasif maka
perlu persiapan yang baik. Dapat dilakukan anestesi local atau umum.
3. Pemeriksaan Manometrik
Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik
esophagus. Dengan mengukur tekanan dalam lumen esophagus dan tekanan
sfingter esophagus dapat dinilai gerakan peristaltik secara kualitatif dan
kuantitatif.
12
makanan cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien dalam proses menelan.
Tahap pemeriksaan dibagi dalam 3 tahap :
1. Pemeriksaan sebelum pasien menelan (preswa/lowing assessment)
untuk menilai fungsi muskular dari oromotor dan mengetahui kelainan
fase oral.
2. Pemeriksaan langsung dengan memberikan berbagai konsistensi
makanan, dinilai kemampuan pasien dan diketahui konsistensi apa yang
paling aman untuk pasien
3. Pemeriksaan terapi dengan meng-aplikasikan berbagai maneuver dan
posisi kepala untuk menilai apakah terdapat peningkatan kemampuan
menelan.
Dengan pemeriksaan FEES dinilai 5 proses fisiologi dasar seperti :5
1. Sensitivitas pada daerah orofaring dan hipofaring yang sangat berperan
dalam terjadinya aspirasi.
2. Spillage (preswallowing leakage): masuknya makanan ke dalam
hipofaring sebelum refleks menelan dimulai sehingga mudah terjadi
aspirasi.
3. Residu: menumpuknya sisa makanan pada daerah valekula, sinus
piriformis kanan dan kiri, poskrikoid dan dinding faring posterior
sehingga makanan tersebut akan mudah masuk ke jalan napas pada saat
proses menelan terjadi ataupun sesudah proses menelan.
4. Penetrasi: masuknya makanan ke vestibulum laring tetapi belum
melewati pita suara. Sehingga menyebabkan mudah masuknya makanan
ke jalan napas saat inhalasi
5. Aspirasi : masuknya makanan ke jalan napas melewati pita suara yang
sangat berperan dalam terjadi komplikasi paru
Pemeriksaan Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing menggunakan
nasofaringolaringoskopi serat optik lentur untuk melihat laring dan faring saat
menelan dan sekarang merupakan metode pilihan pertama untuk mempelajari
gangguan menelan karena berbagai keuntungan yang ditawarkan yaitu mudah
digunakan, ditoleransi dengan sangat baik, memungkinkan pemeriksaan bedside
13
dan ekonomis. Namun, prosedur diagnostik ini juga disertai risiko, konsekuensi
yang paling mungkin termasuk ketidaknyamanan, tersedak dan muntah, sinkop
vasovagal, epistaksis, perforasi mukosa, efek samping dari anestesi topikal dan
spasme laring. Terdapatnya risiko FEES menekankan pentingnya untuk
menginformasikan pasien mengenai risiko ini sehingga diperlukan "informed
consent" untuk pasien.3,6,8
Tujuan dari pemeriksaan FEES adalah memberikan penilaian fungsional
yang komprehensif terutama pada fase faringeal sehingga dapat mengarah pada
rekomendasi mengenai kemampuan menelan, dan kemampuan makan secara oral
serta intervensi yang tepat untuk membantu proses menelan lebih aman dan efisien.
Pemeriksaan ini memberikan data visualisasi langsung daerah faring dan laring
sesaat.10
Pemeriksaan FEES tidak membutuhkan barium dan paparan radiasi dan alat
endoskopi fiberoptik fleksibel dimasukkan secara transnasal ke hipofaring pasien
dimana akan terlihat jelas struktur laring dan faring. Pasien kemudian diberi
instruksi dan pemeriksa dapat mengevaluasi status sensorik dan motorik dari faring
dan laring. Makanan dan cairan kemudian diberikan kepada pasien sehingga dapat
melihat kemampuan menelan dari faring. Beberapa hal yang dapat dinilai dari
pemeriksaan FEES yaitu kemampuan untuk melindungi saluran napas, kemampuan
untuk mempertahankan perlindungan saluran napas selama beberapa detik,
kemampuan untuk memulai menelan segera tanpa aspirasi ke dalam hipofaring,
waktu dan arah gerakan bolus makanan melalui hipofaring, kemampuan untuk
membersihkan bolus selama menelan, adanya pengumpulan dan residu bolus di
hipofaring, waktu aliran bolus dan perlindungan saluran napas, kepekaan struktur
faring atau laring saat menelan.6,7,8
Tindakan lanjutan setelah kita melakukan pemeriksaan FEES adalah
mengevaluasi efek dari postur tubuh, manuver, modifikasi bolus, teknik
kompensasi dan peningkatan sensoris yang dapat meningkatkan efisiensi dan
keamanan proses menelan. Evaluasi tersebut dikenal dengan nama theraupetic
assessment atau biofeedback. Theraupetic assessement diberikan kepada pasien
dengan pertimbangan tujuan, usia, kooperatif, dan status kognitif pasien, dan
14
pemeriksa harus memastikan intervensi tersebut dapat membantu masalah
penderita. Disfagia neurogenik adalah salah satu defisit neurologis yang paling
sering dan memiliki hubungan prognostik dalam berbagai gangguan, seperti stroke,
parkinsonisme dan penyakit neuromuskular lanjut. Evaluasi endoskopi yang
fleksibel dari menelan (FEES) sekarang mungkin merupakan alat yang paling
sering digunakan untuk penilaian disfagia obyektif di Jerman. Kelainan yang sering
ditemukan yaitu aspirasi dan literatur menunjukkan bahwa FEES memiliki
sensitifitas yang baik untuk mengevaluasi kelainan aspirasi ini. 6,9,10
Penatalaksanaan disfagia orofaring bertujuan untuk menghilangkan aspirasi
atau memperbaiki proses menelan yang tidak efisien. Modalitas terapi yang dipilih
antara lain modifikasi diet, pengalihan rute pemberian makanan dengan asogastric
Tube (NGT), infus, penggunaan prostetik dalam rongga mulut, atau intervensi
operatif. Pemeriksaan FEES harus didokumentasi dengan baik dan diakhir
pemeriksaan seorang klinisi akan memberikan rekomendasi bagi pasien dalam hal
metode pemberian nutrisi (oral, non oral atau kombinasi), konsistensi dan volume
makanan yang diberikan, posisi, manuver dan teknik lain untuk memperbaiki
proses menelan, perencanaan untuk re-evaluasi dan perencanaan untuk rujukan ke
subspesialis lain.10,13
15
Gambar 3. Pemeriksaan FEES14
16
Modifikasi diet
Modifikasi tekstur bolus sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
Makanan dengan konsistensi cair lebih sulit dikontrol dan lebih mudah
menyebabkan aspirasi karena dapat mengalir langsung ke dalam faring sebelum
terjadinya refleks menelan. Bolus yang lebih kental atau makanan padat lunak lebih
aman karena kemungkinan untuk masuk dalam pintu laring lebih kecil. Selain itu,
bolus yang lebih kental meningkatkan pergerakan lidah dan membantu
mempercepat terjadinya inisiasi fase faringeal. 11
Rekomendasi lain yaitu makanan dalam jumlah sedikit dengan frekuensi
pemberian lebih sering dan mengandung tinggi kalori dan tinggi protein. Makanan
diberikan dalam jumlah sedikit, 1⁄2 sampai 1 sendok teh setiap kali menelan.
Penderita juga diminta untuk tidak makan sambil berbicara. Bila menggunakan
makanan kental, makanan dengan kekentalan seperti madu yang dapat dijadikan
pilihan. 11
Terapi latihan
Terapi latihan digunakan untuk menguatkan otot-otot, meningkatkan lingkup gerak
sendi (LGS) dan koordinasi dari mulut, rahang, bibir, lidah, palatum, dan pita suara.
Terapi latihan yang biasanya digunakan antara lain: latihan LGS rahang, latihan
penguatan otot lidah, latihan adduksi pita suara, dan latihan metode Shaker.11
2.9 Komplikasi disfagia
Komplikasi disfagia mencakup aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, obstruksi
jalan napas bila bolus berukuran cukup besar yang memasuki jalan napas, dan
kematian. 11
2.10 Prognosis
Gangguan menelan yang diakibatkan oleh stroke atau traumatic brain injury
memiliki potensi untuk pulih. Mann et al. mendapatkan bahwa sekitar 87%
penderita stroke kembali ke diet semula setelah 6 bulan, tetapi hasil videofluroskopi
menun- jukkan terdapat 51% penderita yang tetap menunjukkan adanya gangguan
pada proses menelan. Penderita dengan kondisi yang statis atau progresif seperti
amyo- thropic lateral sclerosis, multipel sklerosis, muskular distrofik, dan
Parkinsonisme harus dievaluasi secara periodik, dengan mempertimbangkann
17
pemberian nonoral feeding. Pneumonia aspirasi meningkatkan angka mortalitas
dan morbiditas pada pasien disfagia.11,15
18
DAFTAR PUSTAKA
19
13. Iqbal M, Akil A, Djamin R. Evaluasi proses menelan disfagia orofaring
dengan Fiberoptic Endoscopic Examination of Swallowing (FEES). ORLI.
2014; 44(2): 137-145
14. ASHA Continuing Education. FEES 2018: Instrumental Dysphagia
Assessment. [online]. 2018. [accessed on November 2018]. Available at:
https://www.sasspllc.com/courses/fees-2018-instrumental-dysphagia-
assessment/
15. Braun T, Juenemann M, Viard M, Meyer M, Fuest S, Reuter I, et al. What
is the value of bre-endoscopic evaluation of swallowing (FEES) in
neurological patients? A cross-sectional hospital-based registry study. BMJ
Open. 2018; 8:e019016.
20