ABSES CEREBRI
PEMBIMBING:
PENULIS :
Annisa Kamilah
1
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Menikah/belum menikah : Belum menikah
Pendidikan : SMA
Alamat : Kota Bambu Selatan
Tanggal masuk : 08 Maret 2017
Alamat CM : 17. 24. 12
Keluhan utama
Penurunan kesadaran
2
III. OBJEKTIF
Dilakukan pada tanggal 08 Maret 2017 di bangsal Numfor RSAL dr.
Mintohardjo
1. Status Pasien
Kesadaran : GCS 10 (E 3 M 4 V 3 )
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,8 0C
Kepala : Normosefali, simetris
Leher : KGB normal, Tiroid normal
Thoraks
Jantung : Bunyi jantung I dan II regular, Gallop (-), murmur (-)
Paru-paru : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, bising usus normal, nyeri tekan (-), nyeri lepas
(-), hepar dan lien tidak teraba
2. Status neurologis
a. Tanda rangsang meningeal
a. Kepala
Bentuk : Normosefali
Nyeri tekan : (-)
Pulsasi : (-)
Simetris : (+)
b. Leher
Sikap : Tegak
Pergerakan : Tidak Aktif
3
b. Nervi kranialis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Kanan Kiri
N. I (Olfaktorius) Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
N. II (Optikus)
Pupil Bulat, diameter 4 mm Bulat, diameter 4mm
Tajam penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (Okulomotorius)
Sela mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pergerakan bulbus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pupil Refleks cahaya
refleks cahaya
langsung dan tidak langsung dan tidak
langsung (+)
langsung (+)
N. IV (Trokhlearis)
Pergerakan mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikap bulbus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat kembar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mengunyah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Menggigit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflex kornea (+) (+)
N. VI ( Abducen)
Pergerakan mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat kembar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Menutup mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memperlihatkan gigi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan lidah (2/3 depan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Temporomandibular joint Lateralisasi (+) (-)
N.VIII
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
(Vestibulokokhlearis)
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Detik arloji
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Suara berbisik
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber
4
N. IX (Glossefaringeus) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan lidah (1/3
belakang)
N. X (Vagus) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Arkus faring
Berbicara
N. IX (Accesorius)
Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memalingkan kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. XII (Hipoglossus)
Pergerakan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tremor lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Artikulasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5
Reflex patologis
Babinski (+) (+)
Chaddock (-) (-)
Shaeffer (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Klonus
Kaki (-) (-)
d. Gerak abnormal
Tremor : tidak dilakukan
Athetose : tidak dilakukan
Mioklonik : tidak dilakukan
Chorea : tidak dilakukan
e. Alat vegetative
Miksi : tidak dilakukan
Defekasi : tidak dilakukan
Releks anal : tidak dilakukan
Reflex kremaster : tidak dilakukan
Reflex bulbokavernosus : tidak dilakukan
MRI
6
Kesan : infark akut parietalis sinistra
Abses serebri yang disertai perifokal eodem pada parietal dextra dan sinistra
7
V. ASSESSMENT
Dx1
Diagnosis klinis : Penurunan kesadaran, hemiparesis dextra,
epilepsi fokal sederhana
Diagnosis etiologis : Massa intracranial (abses serebri)
Diagnosis topis : Hemisfer sinistra
VI. RINGKASAN
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS TNI AL dr.Mintohardjo
pada hari Rabu tanggal 08 Maret 2017 dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1
jam SMRS setelah ada riwayat jatuh di kamar mandi akibat lemas sisi tubuh kanan.
disertai tidak bisa bicara dan tidak mau makan sejak 3 hari SMRS.
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi (-). Pasien menyangkal adanya
riwayat DM (-), Penyakit Jantung (-)
Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, HR 82 x/m, RR
22 x/m Pada pemeriksaan neurologis ditemukan parese N.VII dextra perifer,
lateralisasi ke kanan, refleks fisiologis (+) hanya pada ekstremitas bawah, refleks
patologis (+) pada ekstremitas bawah.
VII. FOLLOW UP
Hari ke-1 (09 Maret 2017)
Subyektif -
Objektif Kesadaran : GCS E3M4Vdisfasia
TD 110/80 mmhg
Kaku kuduk +: Laseque: -, kernig: +
Reflex fisiologis - - reflex patologis (+/+)
+ +
Motorik : kesan hemiparesis dextra
Analisa X1 : Klinis : Penurunan kesadaran, hemiparesis dextra,
epilepsi parsial sederhana
Etiologi : massa intracranial(abses serebri)
Topis : hemisfer sinistra
Patologi: inflamasi
Planning IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1 x 2gr
Inj Ketorolac 3 x 1 amp
Inj Metronidazole 3x 120 mg
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
8
Inj. Manitol 4 x 125 cc
Asam folat 3 x 1 tab
B6 2 x 1 tab
Fenitoin 3 x 100 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Abses serebri adalah infeksi purulen pada parenkim otak yang diikuti
kerusakan jaringan dan edema di sekitarnya serta terdapat lesi desak ruang 1. Pada
umumnya soliter tetapi ada kalanya terdapat abses multilokular akibat emboli septic
9
dari bronkiektasis. Kebanyakan abses terletak di hemisfer serebri, 20-30% berlokasi
B. Etiologi
Sekitar 75% dari semua abses serebri berkembang sebagai penjalaran dari
otitis, mastoiditis, sinusitis frontalis, atau fraktur tengkorak. Lebih jarang abses serebri
berasal dari osteomielitis tulang tengkorak, atau infeksi gigi-geligi ataupun infeksi di
wajah. Bakteri yang sering ditemukan dalam abses serebri yaitu streptokokus,
stafilokokus, pneumokokus, proteus, dan E.Coli. Kurang lebih 75% dari abses serebri
disebabkan oleh bakteri tersebut, daan 25% sisanya disebabkan oleh mikroorganisme
lainnya 2.
komplikasi dari infeksi paru-paru, otitis media atau trauma kapitis. Abses serebri
proteus dan E.Coli berkembang dari penjalaran otitis media atau mastoiditis. Abses
serebri yang dijumpai pada penderita penyakit jantung bawaan (tetralogi fallot) pada
Jamur juga menjadi etiologi abses serebri yaitu Candida albicans, Aspergillus
C. Patogenesis
Infeksi dapat mencapai otak dengan jalan yang berbeda-beda, seperti pada
otitis media, infeksi dapat meluas melalui cavum tympani atau melalui mastoid dan
10
meningen, kemudian mencapai jaringan otak. Infeksi meluas melalui vena-vena
sehingga terjadi iskemia dan infark yang mempercepat terjadinya infeksi lokal. Setiap
robekan pada duramater akibat trauma merupakan sumber yang potensial untuk
di bagian substansia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses
dan membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian
terbentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses
terjadi infiltrasi leukosit polimorfnuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses
ini memakan waktu lebih kurang dua minggu. Abses dapat membesar, kemudian
pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat
mengakibatkan meningitis 4.
D. Gejala klinis
Pada permulaan terdapat gejala-gejala yang tidak khas seperti infeksi umum,
kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial berupa nyeri kepala
yang makin lama makin hebat, muntah-muntah, demam, penglihatan kabur, kejang
umum atau fokal, tidak ada nafsu makan, dan akhirnya kesadaran menurun. Pada
11
Gejala defisit neurologi bergantung pada lokasi dan luas abses, antara lain
defisit nervi kranial, hemiparesis, reflek tendon meningkat, afasia, kaku kuduk,
Kultur darah
Scanning
Arteriografi
F. Penatalaksanaan (1)
1. Terapi konservatif yaitu dengan antibiotik 4-8 minggu, bila pasien dalam kondisi
2. Tindakan bedah ada 2 cara : eksisi atau drainase dengan cara steriotaktik untuk
menghindari kerusakan sekecil mungkin. Biasanya ukuran abses lebih dari 2,5
3. Peran steroid untuk meredakan edema di sekitar abses diberikan selama 3-7 hari
4. Manitol dapat diberikan bila tekanan intra kranial meningkat, dengan dosis awal
0,5-1 gr/kgbb selama lebih dari 10 menit, kemudian diikuti dengan dosis 0,25-
G. Definisi Epilepsi
Definisi konseptual:6
12
Kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan
Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut:
berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2
terjadi 1 bulan setelah kejadian stroke, bangkitan pertama pada anak yang
H. Klasifikasi Epilepsi
terdiri atas dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan
1. Bangkitan parsial/fokal
13
1.1.3. Dengan gejala otonom
2. Bangkitan umum
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik/astatik
I. Etiologi epilepsi
dengan usia.
14
2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui.
otak, misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak
kelainan neurodegeneratif.
BAB III
ANALISA KASUS
penurunan kesadaran setelah ada riwayat terjatuh akibat lemas sisi tubuh kanan.
Sebelumnya pasien tidak bisa bicara, tidak mau makan sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Pasien juga
tidak ada riwayat keluarga yang mengalami hipertensi dan diabetes mellitus. Dari
15
anamnesis dapat disimpulkan bahwa ada tanda peningkatan tekanan intrakranial
Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS 10, tanda rangsang meningeal positif,
parese n.VII sentral dextra, kelemahan pada tungkai atas dan bawah kanan, refleks
fisiologis hanya positif pada tendon Achilles, refleks patologis positif yaitu Babinski.
Pada tangan kanan didapatkan kejang parsial sederhana. Pada pemeriksaan fisik dapat
Kelemahan sisi tubuh kanan dan parese nervus VII dextra menandakan adanya suatu
proses iskemik atau perdarahan pada hemisfer sinistra. Refleks fisiologis cenderung
negatif dan refleks patologis positif yang menandakan adanya lesi pada UMN. Pada
tangan kanan tampak kejang parsial sederhana dengan gejala motorik yang
menunjukkan bahwa ada kelainan bangkitan listrik yang dapat disebabkan oleh
infeksi. Abses serebri adalah infeksi purulen pada parenkim otak yang diikuti
kerusakan jaringan dan edema di sekitarnya serta terdapat lesi desak ruang. Sehingga
infeksi umum.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan sedikit leukopenia dan tes HIV reaktif.
Disimpulkan bahwa terdapat proses infeksi walaupun dengan suhu tubuh cenderung
normal.
16
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
FKUI. Jakarta.
Jakarta.
17
4. Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis, ed 1. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Yogyakarta.
6. Jerome Angel, Jr., M.D., AMAs Science News Department at 312-464-2410, the
7. Roy G Beran, Epilepsy and Law, The International Center For Health, Law and
18