Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

ABSES CEREBRI

PEMBIMBING:

dr. Robert, Sp.S

PENULIS :

Annisa Kamilah

030. 12. 027

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RSAL DR. MINTOHARDJO JAKARTA

PERIODE 27 FEBRUARI 01 APRIL 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

1
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Menikah/belum menikah : Belum menikah
Pendidikan : SMA
Alamat : Kota Bambu Selatan
Tanggal masuk : 08 Maret 2017
Alamat CM : 17. 24. 12

II. SUBJEKTIF (alloanamnesis pada 08 Maret 2017)

Keluhan utama
Penurunan kesadaran

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS TNI AL dr.Mintohardjo
pada hari Rabu tanggal 08 Maret 2017 dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1
jam SMRS setelah ada riwayat jatuh di kamar mandi akibat lemas sisi tubuh kanan.
disertai tidak bisa bicara dan tidak mau makan sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), Penyakit Jantung
(-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan bahwa keluarga tidak memiliki riwayat hipertensi, DM dan
penyakit jantung

2
III. OBJEKTIF
Dilakukan pada tanggal 08 Maret 2017 di bangsal Numfor RSAL dr.
Mintohardjo

1. Status Pasien
Kesadaran : GCS 10 (E 3 M 4 V 3 )
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,8 0C
Kepala : Normosefali, simetris
Leher : KGB normal, Tiroid normal
Thoraks
Jantung : Bunyi jantung I dan II regular, Gallop (-), murmur (-)
Paru-paru : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, bising usus normal, nyeri tekan (-), nyeri lepas
(-), hepar dan lien tidak teraba

2. Status neurologis
a. Tanda rangsang meningeal

Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan


Kaku kuduk (+)
Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)
Laseque (-)
Kernig (+)

a. Kepala
Bentuk : Normosefali
Nyeri tekan : (-)
Pulsasi : (-)
Simetris : (+)

b. Leher
Sikap : Tegak
Pergerakan : Tidak Aktif

c. Afasia motorik : (+)


Afasia sensorik : (+)
Disartria : (-)

3
b. Nervi kranialis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Kanan Kiri
N. I (Olfaktorius) Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

N. II (Optikus)
Pupil Bulat, diameter 4 mm Bulat, diameter 4mm
Tajam penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III (Okulomotorius)
Sela mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pergerakan bulbus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pupil Refleks cahaya
refleks cahaya
langsung dan tidak langsung dan tidak
langsung (+)
langsung (+)

N. IV (Trokhlearis)
Pergerakan mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikap bulbus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat kembar Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. V (Trigeminus)
Membuka mulut Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mengunyah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Menggigit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflex kornea (+) (+)

N. VI ( Abducen)
Pergerakan mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat kembar Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Menutup mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memperlihatkan gigi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan lidah (2/3 depan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Temporomandibular joint Lateralisasi (+) (-)
N.VIII
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
(Vestibulokokhlearis)
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Detik arloji
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Suara berbisik
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber

4
N. IX (Glossefaringeus) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan lidah (1/3
belakang)
N. X (Vagus) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Arkus faring
Berbicara
N. IX (Accesorius)
Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memalingkan kepala Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. XII (Hipoglossus)
Pergerakan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tremor lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Artikulasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

c. Badan dan anggota gerak


1. Badan
Respirasi : baik
Gerak kolumna vertebralis : tidak aktif
2. Anggota gerak atas
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan Aktif Aktif
Kekuatan 2 2
Trofi Normotrofi Normotrofi
Tonus hipertonus hipotonus
Reflex fisiologis
Biseps (-) (-)
Triseps (-) (-)
Reflex patologis
Hofan-tromner - -
Sensibilitas + +

3. Anggota gerak bawah


Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan Lateralisasi (+) (-)
Trofi Normotrofi Normotrofi
Tonus hipotonus Normotonus
Reflex fisiologis
Patella (-) (-)
Achilles +2 +2

5
Reflex patologis
Babinski (+) (+)
Chaddock (-) (-)
Shaeffer (-) (-)
Oppenheim (-) (-)

Klonus
Kaki (-) (-)

Sensibilitas (+) (+)

d. Gerak abnormal
Tremor : tidak dilakukan
Athetose : tidak dilakukan
Mioklonik : tidak dilakukan
Chorea : tidak dilakukan

e. Alat vegetative
Miksi : tidak dilakukan
Defekasi : tidak dilakukan
Releks anal : tidak dilakukan
Reflex kremaster : tidak dilakukan
Reflex bulbokavernosus : tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium
08/03/17
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Rutin
Leukosit 4.900 /L 5.000-10.000
Eritrosit 4.42 Juta/L 4.6-6.2
Hemoglobin 11.8 g/dL 14-16
Hematokrit 36 % 42-48
Trombosit 248.000 Ribu/L 150.000-
450.000

MRI

6
Kesan : infark akut parietalis sinistra
Abses serebri yang disertai perifokal eodem pada parietal dextra dan sinistra

7
V. ASSESSMENT
Dx1
Diagnosis klinis : Penurunan kesadaran, hemiparesis dextra,
epilepsi fokal sederhana
Diagnosis etiologis : Massa intracranial (abses serebri)
Diagnosis topis : Hemisfer sinistra

Diagnosis patologis : Inflamasi

VI. RINGKASAN
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS TNI AL dr.Mintohardjo
pada hari Rabu tanggal 08 Maret 2017 dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1
jam SMRS setelah ada riwayat jatuh di kamar mandi akibat lemas sisi tubuh kanan.
disertai tidak bisa bicara dan tidak mau makan sejak 3 hari SMRS.
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi (-). Pasien menyangkal adanya
riwayat DM (-), Penyakit Jantung (-)
Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, HR 82 x/m, RR
22 x/m Pada pemeriksaan neurologis ditemukan parese N.VII dextra perifer,
lateralisasi ke kanan, refleks fisiologis (+) hanya pada ekstremitas bawah, refleks
patologis (+) pada ekstremitas bawah.

VII. FOLLOW UP
Hari ke-1 (09 Maret 2017)
Subyektif -
Objektif Kesadaran : GCS E3M4Vdisfasia
TD 110/80 mmhg
Kaku kuduk +: Laseque: -, kernig: +
Reflex fisiologis - - reflex patologis (+/+)
+ +
Motorik : kesan hemiparesis dextra
Analisa X1 : Klinis : Penurunan kesadaran, hemiparesis dextra,
epilepsi parsial sederhana
Etiologi : massa intracranial(abses serebri)
Topis : hemisfer sinistra
Patologi: inflamasi
Planning IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1 x 2gr
Inj Ketorolac 3 x 1 amp
Inj Metronidazole 3x 120 mg
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

8
Inj. Manitol 4 x 125 cc
Asam folat 3 x 1 tab
B6 2 x 1 tab
Fenitoin 3 x 100 mg

Hari ke-2 ( 10 Maret 2017)


Subyektif -
Objektif Kesadaran : GCS E3MV5
TD 110/80 mmhg
Kaku kuduk +: Laseque: -, kernig: +
Reflex fisiologis - - reflex patologis (+/+)
+ +
Motorik : kesan hemiparesis dextra
Laboratorium : HIV reaktif (+)
Analisa X1 : Klinis : Penurunan kesadaran, hemiparesis dextra,
epilepsi parsial sederhana
Etiologi : massa intrakranial (abses serebri)
Topis : hemisfer sinistra
Patologi: Inflamasi
X2 : HIV
Planning IVFD RL 20 tpm
Inj. Fluconazole 2 x 1 drip
Inj. Ceftriaxon 1 x 2gr
Inj Ketorolac 3 x 1 amp
Inj Metronidazole 3x 120 mg
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Inj. Manitol 4 x 125 cc
Asam folat 3 x 1 tab
B6 2 x 1 tab
Kotrimoxazole 2 x 2 tab
Fenitoin 3 x 100 mg
Inj Diazepam 10 mg
Inj. Dexametason 3 x 1 amp
Konsul Interna
Cek IgG, IgM Toksoplasma

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Abses serebri adalah infeksi purulen pada parenkim otak yang diikuti

kerusakan jaringan dan edema di sekitarnya serta terdapat lesi desak ruang 1. Pada

umumnya soliter tetapi ada kalanya terdapat abses multilokular akibat emboli septic

9
dari bronkiektasis. Kebanyakan abses terletak di hemisfer serebri, 20-30% berlokasi

di serebelum dan hampir tidak pernah bersarang di batang otak 2.

B. Etiologi

Sekitar 75% dari semua abses serebri berkembang sebagai penjalaran dari

otitis, mastoiditis, sinusitis frontalis, atau fraktur tengkorak. Lebih jarang abses serebri

berasal dari osteomielitis tulang tengkorak, atau infeksi gigi-geligi ataupun infeksi di

wajah. Bakteri yang sering ditemukan dalam abses serebri yaitu streptokokus,

stafilokokus, pneumokokus, proteus, dan E.Coli. Kurang lebih 75% dari abses serebri

disebabkan oleh bakteri tersebut, daan 25% sisanya disebabkan oleh mikroorganisme

lainnya 2.

Abses serebri stafilokokus biasanya berkembang dari penjalaran otitis media

atau fraktur cranii. Abses streptokokus dan pneumokokus sering merupakan

komplikasi dari infeksi paru-paru, otitis media atau trauma kapitis. Abses serebri

proteus dan E.Coli berkembang dari penjalaran otitis media atau mastoiditis. Abses

serebri yang dijumpai pada penderita penyakit jantung bawaan (tetralogi fallot) pada

umumnya disebabkan oleh infeksi streptokokus 2.

Jamur juga menjadi etiologi abses serebri yaitu Candida albicans, Aspergillus

spp, Cryptococcus neoformans,

Histoplasma capsulatum dan Blastomises spp dan parasit yang dapat

menimbulkan abses serebri adalah Toxoplasma gondii.

C. Patogenesis

Infeksi dapat mencapai otak dengan jalan yang berbeda-beda, seperti pada

otitis media, infeksi dapat meluas melalui cavum tympani atau melalui mastoid dan

10
meningen, kemudian mencapai jaringan otak. Infeksi meluas melalui vena-vena

dalam, menyebabkan trombosis vena. Trombosis menghambat sirkulasi serebral,

sehingga terjadi iskemia dan infark yang mempercepat terjadinya infeksi lokal. Setiap

robekan pada duramater akibat trauma merupakan sumber yang potensial untuk

terjadinya infeksi pada otak 3.

Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat

di bagian substansia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses

peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh

darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati 4.

Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan, dan

kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Di sekeliling abses terdapat

pembuluh-pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak

dan membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian

terbentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses

terjadi infiltrasi leukosit polimorfnuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses

ini memakan waktu lebih kurang dua minggu. Abses dapat membesar, kemudian

pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat

mengakibatkan meningitis 4.

D. Gejala klinis

Pada permulaan terdapat gejala-gejala yang tidak khas seperti infeksi umum,

kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial berupa nyeri kepala

yang makin lama makin hebat, muntah-muntah, demam, penglihatan kabur, kejang

umum atau fokal, tidak ada nafsu makan, dan akhirnya kesadaran menurun. Pada

funduskopi tampak adanya edema papil 4.

11
Gejala defisit neurologi bergantung pada lokasi dan luas abses, antara lain

defisit nervi kranial, hemiparesis, reflek tendon meningkat, afasia, kaku kuduk,

hemianopia, nistagmus, ataksia, dan sebagainya 4.

E. Pemeriksaan Penunjang (1,2,4,5)

Leukosit ( > 10.000 sel/mm)

Laju Endap Darah (LED) meningkat pada 60% kasus

C reactive protein meningkat 85-90%

Kultur darah

Scanning

Arteriografi

F. Penatalaksanaan (1)

1. Terapi konservatif yaitu dengan antibiotik 4-8 minggu, bila pasien dalam kondisi

imunosupresi dapat diberikan antibiotik sampai 1 tahun.

2. Tindakan bedah ada 2 cara : eksisi atau drainase dengan cara steriotaktik untuk

menghindari kerusakan sekecil mungkin. Biasanya ukuran abses lebih dari 2,5

cm atau menimbulkan lesi desak ruang.

3. Peran steroid untuk meredakan edema di sekitar abses diberikan selama 3-7 hari

tapering off dan nilai per individu.

4. Manitol dapat diberikan bila tekanan intra kranial meningkat, dengan dosis awal

0,5-1 gr/kgbb selama lebih dari 10 menit, kemudian diikuti dengan dosis 0,25-

0,5 gr/kgbb tiap 6 jam.

G. Definisi Epilepsi

Definisi konseptual:6

12
Kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan

bangkitan epileptic yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis,

kognitif, psikologis, dan sosial.

Definisi operasional/definisi praktis: 6

Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut:

1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi dengan jarak waktu antar

bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam.

2. Satu bangkitan tanpa provokasi dengan kemungkinan terjadinya bangkitan

berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2

bangkitan tanpa profokasi/ bangkitan refleks (misalkan bangkitan pertama yang

terjadi 1 bulan setelah kejadian stroke, bangkitan pertama pada anak yang

disertai lesi structural dan epileptiform dischargers)

3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.

H. Klasifikasi Epilepsi

Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE)

terdiri atas dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan

klasifikasi untuk sindrom epilepsi.

Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi :7

1. Bangkitan parsial/fokal

1.1 Bangkitan parsial sederhana

1.1.1. Dengan gejala motorik

1.1.2. Dengan gejala somatosensorik

13
1.1.3. Dengan gejala otonom

1.1.4. Dengan gejala psikis

1.2 Bangkitan parsial kompleks

1.2.1. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran

1.2.2. Bangkitan yang disertai gangguan kesadaran sejak awal bangkitan

1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

1.3.1. Parsial sederhana yang menjadi umum

1.3.2 Parsial kompleks menjadi umum

1.3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu menjadi umum

2. Bangkitan umum

2.1 Lena (absence)

2.1.1 Tipikal lena

2.1.2 Atipikal lena

2.2 Mioklonik

2.3 Klonik

2.4 Tonik

2.5 Tonik-klonik

2.6 Atonik/astatik

3. Bangkitan tak tergolongkan

I. Etiologi epilepsi

Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:5

1. Idiopatik: tidak terdapat lesi structural di otak atau defisit neurologis.

Diperkirakan mempunyai predisposisi genetic dan umumnya berhubungan

dengan usia.

14
2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui.

Termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi

mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.

3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada

otak, misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak

ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolic,

kelainan neurodegeneratif.

BAB III

ANALISA KASUS

Pada anamnesis secara aloanamnesis ditemukan keluhan utama pasien yaitu

penurunan kesadaran setelah ada riwayat terjatuh akibat lemas sisi tubuh kanan.

Sebelumnya pasien tidak bisa bicara, tidak mau makan sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit. Pasien tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Pasien juga

tidak ada riwayat keluarga yang mengalami hipertensi dan diabetes mellitus. Dari

15
anamnesis dapat disimpulkan bahwa ada tanda peningkatan tekanan intrakranial

berupa pasien tidak bisa bicara tiba-tiba.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS 10, tanda rangsang meningeal positif,

parese n.VII sentral dextra, kelemahan pada tungkai atas dan bawah kanan, refleks

fisiologis hanya positif pada tendon Achilles, refleks patologis positif yaitu Babinski.

Pada tangan kanan didapatkan kejang parsial sederhana. Pada pemeriksaan fisik dapat

disimpulkan bahwa ada tanda rangsang meningeal yang mengarah ke meningitis.

Kelemahan sisi tubuh kanan dan parese nervus VII dextra menandakan adanya suatu

proses iskemik atau perdarahan pada hemisfer sinistra. Refleks fisiologis cenderung

negatif dan refleks patologis positif yang menandakan adanya lesi pada UMN. Pada

tangan kanan tampak kejang parsial sederhana dengan gejala motorik yang

menunjukkan bahwa ada kelainan bangkitan listrik yang dapat disebabkan oleh

infeksi. Abses serebri adalah infeksi purulen pada parenkim otak yang diikuti

kerusakan jaringan dan edema di sekitarnya serta terdapat lesi desak ruang. Sehingga

dapat menimbulkan gejala peningkatan tekanan intracranial yang disertai gejala

infeksi umum.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan sedikit leukopenia dan tes HIV reaktif.

Disimpulkan bahwa terdapat proses infeksi walaupun dengan suhu tubuh cenderung

normal.

16
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Tonam. 2004. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Ilmu Penyakit Syaraf.

FKUI. Jakarta.

2. Mardjono M, Sidharta P. 1989. Neurologi Klinis Dasar, ed 5. PT. Dian Rakyat.

Jakarta.

3. Silvia A Price. 1995. Patofisiologi, jilid 2. EGC. Jakarta.

17
4. Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis, ed 1. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

5. Harsono. 2000. Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

6. Jerome Angel, Jr., M.D., AMAs Science News Department at 312-464-2410, the

AAN Press Room at 415-978-3521 or email kstone@aan.com

7. Roy G Beran, Epilepsy and Law, The International Center For Health, Law and

Ethics Library, Yozmot Publ.Ltd, Tel-Aviv 61560, Israel,2000.

18

Anda mungkin juga menyukai