Anda di halaman 1dari 11

Pencegahan dan tata laksana Kecelakaan akibat kerja

Mutiara Fitri

102015036

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Mutiara.2015fk036@civitas.ukrida.ac.id

ABSTRAK

Dalam dunia pekerjaan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) kerap sekali terjadi. Tidak
hanya dalam Industri Pabrikan yang besar, Industri ‘rumahan’ pun bisa saja terjadi apabila tidak
memperhatikan dengan baik aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang lebih
dikenal dengan singkatan K3.Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubung dengan
hubungan kerja pada perusahan atau perkantoran. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa
kecelakaan dapat terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja diperlukan pemahaman yang menyeluruh
mengenai definisi dari kecelakaan kerja yang mencakup macam-macam kecelakaan kerja,
penyebab terjadinya kecelakaan, dampak yang ditimbulkan akibat kecelakaan kerja, serta upaya
pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
yang terampil dibidangnya.

Kata Kunci : Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kecelakaan Akibat Kerja, Dampak,
Pencegahan.

Abstract

In work, accidents due to work (KAK) often occur. Not only in a large Manufacturing
Industry, even a 'home' industry can occur if it does not pay attention to the Occupational Health
and Safety aspects or better known as K3 abbreviations. Occupational accidents are accidents
related to work relationships in companies or offices . The working relationship here can mean,
that an accident can occur due to work or when carrying out work. To avoid work accidents
requires a thorough understanding of the definition of workplace accidents that cover various
types of workplace accidents, causes of accidents, impacts caused by workplace accidents, as
well as efforts to prevent accidents due to work to improve the quality of skilled human
resources. in the field.

Keywords: Occupational Safety and Health, Accident Due to Work, Impact, Prevention.
Pendahuluan

Suatu industri sangat tidak menginginkan terjadinya kecelakaan, karena dapat


menimbulkan kerugian bagi industri tersebut. Kecelakaan dapat disebabkan oleh pekerja atau
keadaan lingkungan kerja pada suatu perusahaan yang tidak tertata atau teratur. Penyebab atau
potensi bahaya yang menimbulkan celaka sering kali tidak dihiraukan karena belum merupakan
hal yang merugikan perusahaan, sampai terjadi kecelakaan barulah perusahaan mulai
menghiraukannya. Pekerja juga sering melakukan tindakan bahaya tanpa disadari, walaupun
sudah mengetahui tindakan tersebut berbahaya tetap saja pekerja tersebut melakukannya. Dari
data statistik kecelakaan kerja didapatkan bahwa 85% sebab kecelakaan adalah karena faktor
manusia. Setiap kecelakaan mempunyai penyebab banyak. Semua penyebab kalau dicari
penyebabnya sampai penyebab dasar akan menuju pada disfungsi manajemen. Faktor penyebab
kecelakaan kerja yang langsung berkaitan dengan kecelakaan disebut sebagai penyebab
langsung. Penyebab langsung disebabkan oleh faktor lain yang disebut penyebab tidak
langsung.Kecelakaan Kerja didefinisikan sebagai kejadian yangberhubungan dengan pekerjaan
yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan(tergantung dari keparahannya) kejadian kematian
atau kejadian yang dapatmenyebabkan kematian. Sedangkan Kecelakaan kerja menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.3 adalahsuatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga semula yang adapatmenimbulkan korban manusia dan atau harta benda.Berdasarkan
beberapa pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwakecelakaan akibat kerja adalah suatu
peristiwa yang tidak terduga, tidakterencana tidak dikehendaki dan menimbulkan kerugian baik
jiwa maupun hartayang disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan
yaituketika pulang dan pergi ke tempat kerja melalui rute yang biasa dilewati.

Teori Penyebab Kecelakaan Kerja

Teori tentang terjadinya kecelakaan banyak dikemukakan, antara lain:

Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory). :Merupakan teori yang menyatakan bahwa
kecelakaan terjadi atas “Kehendak Tuhan” sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian
peristiwa. Karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan,

Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident Prone Theory). Pada pekerja tertentu lebih sering
tertimpa kecelakaan karena sifat-sifat pribadinya yang cenderung mengalami kecelakaan,

Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory) yang menyebutkan bahwa suatu penyebab
kecelakaan adalah peralatan, lingkungan, dan faktor manusia pekerja itu sendiri,

Teori Dua faktor (Two Factor Theory). Dimana kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya
(Unsafe Condition) dan tindakan atau perbuatan yang berbahaya (Unsafe Act),

Teori faktor Manusia (Human Factor Theory). Menekankan bahwa akhirnya semua kecelakaan
kerja langsung atau tidak langsung disebabkan karena kesalahan manusia.. Oleh HW. Heinrich
dikembangkan teori tentang terjadinya kecelakaan kerja, yang sebenarnya merupakan rangkaian
yang berkaitan satu dengan lainnya.

Mekanisme terjadinya kecelakaan kerja dinamakan dengan “Domino Sequence” yaitu


berupa :

Ancesetry and Social Environment. Yakni pada orang yang keras kepala atau mempunyai sifat
tidak baik lainnya yang diperoleh karena faktor keturunan, pengaruh lingkungan dan pendidikan,
mengakibatkan seseorang bekerja kurang hati-hati, dan banyak berbuat kesalahan,

Fault of Person. Merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan tersebut diatas,
yang menjurus pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan,

Unsafe Act and or Mechanical or Physical Hazards yang menerangkan bahwa tindakan
berbahaya disertai bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan terjadinya rangkaian berikutnya,

Accident. Merupakan peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja dan umummya disertai
oleh berbagai kerugian,

Injury. Bahwa Kecelakaan mengakibatkan cedera atau luka ringan atau berat, kecacatan, dan
bahkan kematian. Menurut Frank E. Bird dan Petterson dalam AM. Sugeng Budiono,
(2003:236), pada awal 1970 mengemukakan bahwa penyebab utama kecelakaan kerja adalah
ketimpangan pada sistem manajemen, sedangkan tindakan maupun keadaan yang tidak aman
(unsafe) hanya mempengaruhi saja.

Pencegahan kecelakaan kerja

Sebenarnya upaya pencegahan kecelakaan dapat dilakukan dengan sederhana yaitu dengan
menghilangkan faktor penyebab terjadinya kecelakaan. Akan tetapi, kenyataan yang dihadapi di
lapangan tidak semudah seperti yang dibayangkan. Karena ini berkaitan dengan perubahan
budaya dan perilaku. Banyak faktor yang menghambat, seperti kurangnya pengetahuan dan
kesadaran pekerja, kurangnya sarana dan prasarana, belum adanya budaya tentang K3, komitmen
dari pihak manajemen yang kurang dan lain-lain.

Oleh karena itulah banyak berkembang pendekatan-pendekatan yang membahas tentang


pencegahan kecelakaan. Beberapa pendekatan yang disampaikan oleh para ahli antara lain:

a. Pendekatan Energi

Sesuai denga konsep energy, bahwa kecelakaan bermula dari sumber energy. Oleh karena itu,
pendekatan pencegahan kecelakaan dapat dilakukan pada 3 titik sumber terjadinya kecelakaan
yaitu pada sumbernya, sepanjang aliran energy dan pada penerima.

1. Pendekatan pada sumber bahaya


Salah satu contoh pengendalian pada sumber bahaya misalnya memakai peredam suara pada
mesin, mengganti mesin dengan mesin yang lebih rendah tingkat kebisingannya

2. Pendekatan di sepanjang aliran energy

Pendekatan berikutnya adalah di sepanjang aliran energy. Misalnya untuk mengurangi


kebisingan dengan jalan memasang dinding kedap suara atau memindahkan area kerja.

3. Pendekatan pada penerima

Pendekatan pada penerima misalnya, untuk mengurangi kebisingan dengan menggunakan alat
penutup telinga.

b. Pendekatan Manusia

Data menyebutkan bahwa sebanyak 85% kecelakaan kerja pada manusia disebabkan oleh unsafe
action. Oleh karena itu pendekatan pencegahan kecelakaan dari sisi manusia adalah dengan
menghilangkan atau unsafe action dengan jalan:

• Pembinaan dan pelatihan

• Promosi K3 dan kampanye K3

• Pembinaan perilaku aman

• Pengawasan dan inspeksi K3

• Audit K3

• Komunikasi K3

• Pengembangan prosedur kerja aman

c. Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, lingkungan kerja maupun proses
produksi. Pendekatan teknis untuk mencegah kecelakaan misalnya:

• Pembuatan rancang bangun yang sesuai dengan standard dan ketentuan yang berlaku.

• Memasang system pengamanan pada alat kerja atau instalasi untuk mencegah kecelakaan
dalam pengoperasian alat, misalnya tutup pengaman mesin, system inter lock, system alarm, dan
sebagainya
d. Pendekatan Administratif

Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan cara:

• Penyediaan alat keselamatan kerja

• Mengatur pola kerja

• Membuat Standar Operating Procedure pengoperasian mesin

• Pengaturan waktu dan jam kerja untuk menghindari kelelahan pekerja

e. Pendekatan Manajemen

Upaya pencegahan kecelakaan dari sisi manajemen antara lain:

• Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

• Mengembangkan organisasi K3

• Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan K3, khususnya untuk manajemen tingkat


atas

Namun selain cara pendekatan diatas, terdapat juga beberapa pendekatan yang lebih spesifik,
Berdasarkan uraian diatas, maka kecelakaan terjadi karena adanya ketimpangan dalam unsur 5M,
yang dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yang saling terkait, yaitu : Manusia, Perangkat
keras dan Perangkat lunak. Oleh karena itu dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian
kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada ketiga unsur kelompok tersebut, yaitu :

1. Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain :

a. Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar diperoleh keserasian antara bakat dan
kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya.

b. Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang relevan dengan pekerjaannya.

c. Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertndak sesuai dengan keperluan
perusahaan.

d. Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang lengkap dan jelas.

e. Pengawasan dan disiplin yang wajar.


1. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain :

a. Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan kilang, mesin-mesin


harus memperhitungkan keselamatan kerja.

b. Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan, penyusunan,


penyimpanan dan penggunaan bahan produksi secara tepat sesuai dengan standar keselamatan
kerja yang berlaku.

c. Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja.

d. Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan.

e. Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia.

2. Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh level
manajemen, antara lain :

a. Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari safety policy.

b. Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung jawab.

c. Penentuan pelaksanaan pengawasan, melaksanakan dan mengawasi sistem/prosedur kerja


yang benar.

d. Pembuatan sistem pengendalian bahaya.

e. Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan pekerja yang terpadu.

f. Penggunaan standard/code yang dapat diandalkan.

g. Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang ada.

Selain itu :

1. Harus ada management system. Management system adalah pendekatan standar untuk secara
sistematik mengidentifikasi dan menutup performance gaps. dengan management system kita
bisa mengintegrasikan tujuan, rencana, proses dan perilaku dalam operasi sehari-hari. Di
management system juga berisi apa requirement dari masing-masing element dan menjelaskan
bagaimana cara mencapainya. Contohnya JSA, risk assessment adalah salah satu cara yang
digunakan untuk memenuhi requirement bahwa setiap pekerjaan harus diasses potential
hazards/risknya. Management system juga memastikan bahwa procedure, program atau process
yang dijalankan untuk mencegah kecelakaan akan sustain.
2. Harus ada aligned and committed leadership yang bertanggungjawab dan akuntabel terhadap
safety. Harus ada penjelasan untuk setiap level apa tanggungjawab, dan bagaimana cara
mencapainya. Leder lah yang men-direct process dalam management system untuk men-drive
improvement dalam safety results

3. Harus ada culture yang percaya bahwa insiden bisa dicegah

4. Harus ada standard procedure yang memastikan alignment dengan business plan. Kalau tidak
aligned bagaimana bisa dapat funding dan menjadi business objective tahun/tahun-tahun
bersangkutan.

Program jaminan kecelakaan kerja (JKK)

Merupakan program perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan untuk memberikan


penggantian pendapatan berupa santunan dan kompensasi, pelayanan kesehatan dan rehabilitasi
bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja mulai dari saat berangkat kerja, didalam
lingkungan kerja, sampai tiba kembali ke rumah atau menderita penyakit akibat kerja.

Iuran dibayarkan oleh pemberi kerja yang dibayarkan (bagi peserta penerima upah), tergantung
pada tingkat risiko lingkungan kerja, yang besarannya dievaluasi paling lama 2 (tahun) sekali,
dan mengacu pada table sebagai berikut:

No. Tingkat Risiko Lingkungan Kerja Besaran Persentase

1. tingkat risiko sangat rendah 0,24 % dari upah sebulan

2. tingkat risiko rendah 0,54 % dari upah sebulan

3. tingkat risiko sedang 0,89 % dari upah sebulan

4. tingkat risiko tinggi 1,27 % dari upah sebulan

5. tingkat risiko sangat tinggi 1,74 % dari upah sebulan

Untuk kecelakaan kerja yang terjadi sejak 1 Juli 2015, harus diperhatikan adanya masa
kadaluarsa klaim untuk mendapatkan manfaat. Masa kadaluarsa klaim selama selama 2 (dua)
tahun dihitung dari tanggal kejadian kecelakaan. Perusahaan harus tertib melaporkan baik secara
lisan (manual) ataupun elektronik atas kejadian kecelakaan kepada BPJS Ketenagakerjaan
selambatnya 2 kali 24 jam setelah kejadian kecelakaan, dan perusahaan segera menindaklanjuti
laporan yang telah dibuat tersebut dengan mengirimkan formulir kecelakaan kerja tahap I yang
telah dilengkapi dengan dokumen pendukung.

Manfaat yang diberikan, antara lain :


No. Manfaat

1. Pelayanan kesehatan (perawatan dan pengobatan), antara lain:

 pemeriksaan dasar dan penunjang;


 perawatan tingkat pertama dan lanjutan;
 rawat inap dengan kelas ruang perawatan yang setara dengan kelas I
rumah sakit pemerintah;
 perawatan intensif (HCU, ICCU, ICU);
 penunjang diagnostic;
 pengobatan dengan obat generik (diutamakan) dan/atau obat bermerk
(paten)
 pelayanan khusus;
 alat kesehatan dan implant;
 jasa dokter/medis;
 operasi;
 transfusi darah (pelayanan darah); dan
 rehabilitasi medik.

2. Santunan berbentuk uang, antara lain:

a) Penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan


kerja/penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau kerumahnya, termasuk
biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;.

 Angkutan darat/sungai/danau diganti maksimal Rp1.000.000,- (satu


juta rupiah).
 Angkutan laut diganti maksimal Rp1.500.000 (satu setengah juta
rupiah).
 Angkutan udara diganti maksimal Rp2.500.000 (dua setengah juta
rupiah).

b) Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), dengan perincian penggantian,


sebagai berikut:

 6 (enam) bulan pertama diberikan sebesar 100% dari upah.


 6 (enam) bulan kedua diberikan sebesar 75% dari upah.
 6 (enam) bulan ketiga dan seterusnya diberikan sebesar 50% dari
upah.

c) Santunan Kecacatan

 Cacat Sebagian Anatomis sebesar = % sesuai tabel x 80 x upah


sebulan.
 Cacat Sebagian Fungsi = % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 80
x upah sebulan.
 Cacat Total Tetap = 70% x 80 x upah sebulan.

d) Santunan kematian dan biaya pemakaman

 Santunan Kematian sebesar = 60 % x 80 x upah sebulan, sekurang


kurangnya sebesar Jaminan Kematian.
 Biaya Pemakaman Rp3.000.000,-.
 Santunan berkala selama 24 bulan yang dapat dibayar sekaligus= 24 x
Rp200.000,- = Rp4.800.000,-.

3. Program Kembali Bekerja (Return to Work) berupa pendampingan kepada


peserta yang mengalami kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
berpotensi mengalami kecacatan, mulai dari peserta masuk perawatan di
rumah sakit sampai peserta tersebut dapat kembali bekerja.

4. Kegiatan Promotif dan Preventif untuk mendukung terwujudnya keselamatan


dan kesehatan kerja sehingga dapat menurunkan angka kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.

5. Rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese) bagi
Peserta yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat Kecelakaan
Kerja untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat
Rehabilitasi Rumah Sakit Umum Pemerintah ditambah 40% (empat puluh
persen) dari harga tersebut serta biaya rehabilitasi medik.

6. Beasiswa pendidikan anak bagi setiap peserta yang meninggal dunia atau
mengalami cacat total tetap akibat kecelakaan kerja sebesar Rp12.000.000,-
(dua belas juta rupiah) untuk setiap peserta.

7. Terdapat masa kadaluarsa klaim 2 tahun sejak kecelakaan terjadi dan tidak
dilaporkan oleh perusahaan.

Program Jaminan Kecelakaan kerja return to work bpjs (JKK-RTW)

Jakarta, 30 Maret 2015 BPJS Ketenagakerjaan menyempurnakan program Jaminan


Kecelakaan Kerja menjadi Jaminan Kecelakaan Kerja Return To Work (JKK-RTW). Program
yang berjalan sejak awal 2014 tersebut merupakan bentuk pelayanan kepada pekerja yang
mengalami cacat akibat kecelakaan kerja. Drg.Endro Sucahyono.M.Krs (selaku Kepala Divisi
Pengembangan Jaminan) mengatakan melalui program JKK-RTW BPJS Ketenagakerjaan
berkomitmen memberikan pelayanan berupa pendampingan, hingga pembekalan mental dan
keterampilan bekerja bagi pekerja yang mengalami disabelitas akibat kecelakaan kerja.

“Pendampingan kami lakukan di Rumah Sakit Trauma Center hingga pembekalan mental dan
keterampilan sehingga mereka (pekerja disable) bisa bekerja kembali di perusahaannya dan tidak
terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena ketidakmampuan bekerja,”

Program Return To Work ini dilatarbelakangi oleh UU No. 4 Tahun 1997 tentang penyandang
cacat dan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Secara garis besar kedua UU
tersebut memiliki content serupa yaitu setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang
sama, termasuk penyandang cacat.

Alur pelayanan Return To Work dimulai saat peserta yang mengalami kecelakaan kerja,
mendapatkan penanganan kuratif di RS Trauma Center melalui Manajer Kasus Kecelakaan Kerja
dan Penyakit Akibat Kerja (KK PAK).

Apabila peserta dinyatakan cacat maka terdapat proses rehabilitasi di mana pihak perusahaan dan
peserta yang mengalami cacat memberikan persetujuan secara tertulis.Selanjutnya Manajer
Kasus KK PAK akan mendampingi peserta dalam proses Return to Work.“Dalam hal ini
Manajer Kasus KK PAK berperan untuk menjembatani antara Tenaga Kerja, pihak medis,
manajemen perusahaan, serikat pekerja dan balai pelatihan kerja.” Jelasnya.
JKK-RTW merupakan salah satu program unggulan yang telah dipersiapkan dalam
menyongsong BPJS Ketenagakerjaan beroperasi penuh pada 1 Juli 2015, untuk menjadi
Jembatan Menuju Kesejahteraan Pekerja.

Kesimpulan

Akhirnya dapat disimpulkan, melakukan pencegahan kecelakaan kerja perlu diperhatikan unsur-
unsur yang terlibat dalam pekerjaan tersebut, baik manusia, perangkat keras maupun perangkat
lunak merupakan suatu kesatuan yang saling terkait dalam pencegahan kecelakaan kerja, dengan
kata lain “ PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA MERUPAKAN TANGGUNG JAWAB
KITA BERSAMA”

Anda mungkin juga menyukai