Anda di halaman 1dari 27

1.

DEFINISI
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara
lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya
saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis
stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak
dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan
berakhir dengan kelumpuhan.

2. ETIOLOGI
Penyebab stroke hemoragik biasanya diakibatkan dari hemoragi serebral (
pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan kedalam jaringan otak atau
seluruh ruang sekitar otak ). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak .
Hemoragi serebral dapat terjadi di berbagai tempat yaitu :
a. Hemoragi subakhranoid
b. Hemoragi intraserebral

Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit jantung iskemik :
a. Usia
b. Jenis kelamin
Pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada wanita post monophous
sama resiko dengan pria.
c. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi secara terus-menerus menambah beban
pembuluh arteri perlahan-lahan. Arteri mengalami proses pengerasan menjaditebal
dan kaku sehingga mengurangi elastisitasnya. Hal ini dapat pula merusak dinding
arteri dan mendorong proses terbentuknya pengendapan plak pada arteri koroner.
Hal ini meningkatkan resistensi pada aliran darah yang pada gilirannya menambah
naiknya tekanan darah.Semakin berat kondisi hipertensi, semakin besar pula faktor
resiko yang ditimbulkan.
d. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dapat menimbulkan perubahan pada systemvaskuler
(pembuluh darah dan jantung) serta memicu terjadinya aterosklerosis.
e. Penyakit jantung
Emboli yang terbentuk dijantung akibat adanya kelainan pada arteri jantung
trutama arteria coronaria dapat terlepas dan dapat mengalir ke otak sehingga dapat
menyumbat arteri di otak dan dapat mencetuskan stroke ischemia.
f. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain hiperfibrinogenia
g. Keturunan
h. Hipovolemia dan syok
Tahapan terjadinya stroke :
1. Gejala stroke biasanya diawali dengan tingkat kolesterol yang tinggi dalam darah.
Cobalah untuk memeriksa kandungan kolesterol termasuk nilai LDL dan
trigliserida dalam darah. Kandungan tinggi dapat berbahaya karena nantinya ini
akan memicu terjadinya banyak penyakit, termasuk yaitu penyakit stroke. Karena
itu disarankan untuk mengkonsumsi makanan pencegah stroke ringan untuk
menjaga kadar kolesterol dalam darah.
2. Karena kandungan lemak yang tinggi, maka darah mengalami masalah dalam
proses sirkulasinya. Lemak yang berada dalam darah mulai menghambat laju
penyebaran serta penyaluran darah. Akibatnya pasokan oksigen ke seluruh sistem
tubuh juga mulai terganggu. Disinilah awal mula terjadinya penyebab penyakit
stroke.
3. Selain berkurangnya oksigen, lemak akan membentuk gumpalan-gumpalan dalam
pembuluh darah. Gumpalan tersebut akan melaju bersama aliran darah ke seluruh
tubuh. Di satu waktu ketika berada di pembuluh dengan diameter yang lebih
kecil, terjadi sumbatan pembuluh darah oleh lemak. Disinilah gejala stroke mulai
terjadi sedikit demi sedikit.
4. Pada saat pasokan oksigen dan suplai darah terganggu, secara otomatis nilai
oksigen yang dibawa ke dalam otak serta sistem sarafnya mengalami
pengurangan. Sehingga hal ini memicu degradasi sistem kerja saraf otak. Hal ini
juga memicu terjadinya macam-macam penyakit saraf.
5. Pada tahapan yang lebih berat, penyumbatan darah terjadi secara total. Akibatnya
laju darah terhenti di satu titik dimana gumpalan lemak tidak dapat lagi melewati
titik tersebut. Sehingga titik yang lain tidak menerima pasokan darah maupun
oksigen.
6. Kondisi yang demikian memicu pecahnya pembuluh darah karena pembuluh
tidak dapat menahan laju peredaran darah yang terhenti di satu titik. Ketika
pembuluh darah pecah maka hal ini memicu sistem saraf otak terhalang dalam
menerima oksigen dan menjadi tidak berfungsi.
7. Pada kondisi akhir yang fatal, maka akan membuat sistem saraf otak tidak
bekerja. Akibatnya bagian-bagian tubuh yang bersangkutan akan mengalami
kelumpuhan. Kelumpuhan yang terjadi dapat bersifat parsial dan dapat pula
bersifat menyeluruh. Tergantung pada bagian pembuluh darah otak yang pecah.
8. Terakhir pada kondisi yang terburuk, seluruh pembuluh darah bisa saja tersumbat
dan pecah. Sehingga pasokan oksigen menuju jantung akan terhenti dan
selanjutnya otak akan menghentikan fungsinya. Ketika otak dan jantung terhenti
maka otomatis seluruh bagian tubuh berhenti berfungsi pula dan berakibat pada
kematian.

3. PATOFIFOLOGI
a. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK
yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus,
sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis
atau nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan Sub Arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM.Aneurisma
palingsering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi
willisi.AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel
otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK
yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala
hebat.Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya.Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.Vasospasme ini seringkali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.

4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama stroke hemoragik adalah adanya tanda peningkatan tekanan di
dalam otak, yaitu sakit kepala hebat, muntah menyemprot, dan gangguan kesadaran.
Gangguan kesadarannya dapat berupa disorientasi (tampak kebingungan dengan
lingkungan sekitar), cenderung mengantuk, sulit dibangunkan dari tidur, atau benar-
benar tidak sadarkan diri.
Selain itu terjadi pula gangguan saraf, dapat berupa:
1. Penglihatan ganda
2. Kelemahan anggota gerak
3. Tangan dan kaki terasa kebas atau kesemutan
4. Kejang
5. Tidak bisa bicara atau tidak memahami isi pembicaraan
6. Gangguan menelan
7. Tekanan darah sangat tinggi
8. Nadi dan denyut jantung sangat lambat
9. Pernapasan tidak teratur
Penderita stroke hemoragik umumnya harus menjalani perawatan jangka panjang
karena membutuhkan waktu yang lama untuk pemulihan. Selama masa perawatan,
dapat terjadi berbagai komplikasi karena penderita biasanya banyak berbaring.
Beberapa komplikasi yang bisa terjadi di antaranya adalah:
1. Terbentuknya bekuan darah yang bisa menyumbat pembuluh darah di tungkai
atau di paru
2. Infeksi paru (pneumonia)
3. Gangguan memori
4. Gangguan emosi atau depresi
5. PATHWAY
6. KOMPLIKASI
a. Hipoksia serebral
Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cedera
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan itegritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat 18 (cairan intravena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau
hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah
serebral dan potensi luasnya area cedera.
c. Embolisme serebral
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.
Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentikan
thrombus lokal. Selain itu disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus
diperbaiki.
(Suddarth, 2001)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurism atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial.
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak.Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

8. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Pengkajian Primer

a. Airway
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing
Kelemahan menelan atau batuk, timbulnya pernapsan yang sulit dan tidak
teratur suara napas terdengar ronchi.
c. Circulation
Tekanan darah dapat normal atau meningkat , hipotensi dapat terjadi pada
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit
dan membrane mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
d. Disability
E1V1M1= kesadaran koma, pupil : isokor
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif : kesulitan dalam beraktivitas, kehilangan sensasi atau
paralisis, mudah lelah, kesulitan istirahat.
Data Obyektif : perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot,
hemiplegi, kelemahan umum, gangguan pengliatan
b. Sirkulasi
Data Subyektif : riwaat penyakit jantung, polisitemia
Data Obyektif : hipetensi arterial,disritmia, perubahan EKG, denyut karotis,
femoral, aorta abdominal.
c. Integritas ego
Data Subyektif : perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data Obyektif : emosi yang labil, kesedihan, kegembiraan, kesulitan
berekspresi diri
d. Eliminasi
Data Subyektif : inkontinensia
Data Obyektif : distensi abdomen, tidak ada suara usus
e. Nutrisi
Data Subyektif : nafsu makan hilang, nausea vomitus.
Data Obyektif : obesitas, reflek palatum dan faring menurun
f. Sensori Neural
Data Subyektif :pusing, nyeri kepala, penglihaan berkurang, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman
Data Obyektif : latargi, apatis, paralisis, kesulitan berkata-kata
g. Nyeri / Kenyamanan
Data Subyektif : sakit kepala
Data Obyektif : gelisah, ketegangan otot, tingkah laku yang tidak stabil
b. Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan
(00031)
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201)
3. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif (00155)
4. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan faktor mekanis (00046)
c. Intervensi

DIAGNOSA NOC NIC


Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas
bersihan jalan nafas keperawatan selama 3 x 24 jam (3140)
berhubungan dengan diharapkan Status Pernapasan : 1. Buka jalan nafas dengan
sekresi ang tertahan Kepatenan Jalan Napas dapat teknik chin lift atau jaw
(00031) terpenuhi dengan kriteria hasil thrust sebagaimana
: mestinya.
1. Mampu untuk 2. Masukkan alat NPA atau
mengeluarkan sekret OPA sebagaimana
2. Tidak ada suara nafas mestinya.
tambahan 3. Lakukan penyedotan
3. Tidak ada pernapasan melalui endotrakea atau
cuping hidung nasotrakea, sebagamana
4. Tidak batuk mestinya.
Pengaturan Posisi :
1. Posisikan untuk
mengurangi dyspneu
(semi fowler)
Gangguan menelan Setelah dilakukan tindakan Pemberian Makan Dengan
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam Tabung Enteral (1056)
abnormalitas jalan diharapkan Status Menelan 1. Sisipkan atau pasang
nafas atas (00103) pasien terpenuhi dengan selang nasogastrik.
kriteria hasil : 2. Tinggikan kepala tempat
1. Tidak tersedak. tidur 300 selama
2. Tidak muntah. pemberian makanan.
3. Tidak batuk. 3. Monitor pasien jika mual
4. Peningkatan usaha dan muntah.
menelan. 4. Periksa sisa makanan
setiap 4 sampai 6 jam.
Pencegahan Aspirasi (3200)
1. Monitor tingkat
kesadaran.
2. Jaga kepala tempat tidur
ditinggikan 30-45 menit
setelah pemberian
makan.
3. Pertahankan kepatenan
jalan napas.
Risiko Setelah dilakukan tindakan Manajemen Edema Serebral
ketidakefektifan keperawatan selama 3 x 24 jam (2540)
perfusi jaringan otak diharapkan Perfusi Jaringan : 1. Monitor TIK dan CPP
(00201) Serebral pasien terpenui 2. Lakukan ROM pasif
dengan kriteria hasil : 3. Posisikan tinggi kepala
1. Tekanan intrakranial tempat tidur 150 – 300 .
menurun. Monitor Tekanan Intra
2. Tekanan darah sistolik Kranial (2590)
menurun. 1. Bantu menyiapkan
3. Tekanan darah diastolic perangkat pemantauan
menurun. TIK.
Hasil serebral angiogram 2. Kalibrasi tranduser
nomal. Monitor tekanan aliran darah
otak.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M.2009.Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan


Stroke.Yogakarta : Dianloka Pustaka

Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan.Jakarta : Salemba Medika.

Nanda.2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017Edisi 10.Jakarta :


EGC

Sumber jurnal :
http://jos.unsoed.ac.id/index.php/kesmasindo/article/download/42/40/
PENGARUH ELEVASI POSISI KEPALA PADA KLIEN STROKE
HEMORAGIK TERHADAD TEKANAN RATA-RATA ARTERIAL,
TEKANAN DARAH DAN TEKANAN INTRA KRANIAL DI RUMAH SAKIT
MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO TAHUN 2011

THE EFFECT OF HEAD ELEVATION ON MEAN ARTERIAL PRESSURE, BLOOD


PRESSURE, AND INTRACRANIAL PRESSURE AMONG HEMORRHAGIC STROKE
PATIENTS IN THE MARGONO SOEKARDJO HOSPITAL, PURWOKERTO 2011

Supadi

Jurusan Keperawatan Akademi Keperawatan Kemenkes Semarang

Abstract

Stroke result in mortality cases in the developing countries such as Indonesia.


Indonesia Healthcare Ministry reported that stroke was the first rank of death fatality
among hospitalized patients. The disease also has been founded in many countries.
Annual published statistics at The Margono Soekarjo Hospital Purwokerto indicated
that stroke revealed top ten cases in neurologic department. The incidence of stroke
showed steadily increased since 2007. The aim of the study was to investigate the
effect of head elevation on mean arterial pressure, blood pressure, and intracranial
pressure among hemorrhagic stroke at the Margono Soekarjo Hospital Purwokerto on
2011.The study was employed quasi experimental design pre and post test with
control group. This research used analytical descriptive. And, the data was analyzed
by t test dependent and chi square analysis approach. There was significant effect of
head elevation positioning on mean arterial pressure, blood pressure, and intracranial
pressure among hemorrhagic stroke patients after the treatment (p value 0, 00) of
intervention group in the Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. Meanwhile, there
was no significant change of control group on mean arterial pressure, systolic and
diastolic blood pressure, and intracranial pressure (p values were 0,206, 0,761 and
0,092, and 0,058 respectively). The study showed that there was significant effect of
head elevation positioning on mean arterial pressure, blood pressure, and intracranial
pressure among hemorrhagic stroke patients after the treatment (p value 0, 00).

Keywords: head elevation, intracranial pressure, blood pressure, MAP, hemorrhagic


stroke

Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

154
155 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

PENDAHULUAN dilakukan oleh Schneider, dkk (2000


Stroke adalah penyebab dalam Muhammad, 2007) menyatakan
kematian yang utama. Pola penyebab bahwa salah satu penatalaksanaan
kematian di rumah sakit yang utama penurunan peningkatan intra kranial
dari data Kementerian Kesehatan adalah dengan mengatur posisi kepala
Republik Indonesia menyebutkan elevasi 15- 300 untuk meningkatkan
bahwa stroke menempati urutan venous drainage dari cerebral ke
pertama sebagai penyebab kematian di jantung. Elevasi kepala 15- 300 aman
RS. Hal ini teramati pula di banyak sepanjang tekanan perfusi serebral
negara. Stroke merupakan penyebab dipertahankan lebih dari 70 mmHg
kematian nomor tiga setelah penyakit dengan melihat indikator MAP (Mean
jantung dan kanker secara global. Arterial Pressure). Disamping itu
(Kelompok Studi Stroke Perhimpunan tindakan elevasi kepala 15- 300
Dokter Spesialis Saraf Indonesia, tersebut juga diharapkan venous
2007). return (aliran balik) ke jantung
Stroke hemoragik sekitar 10 - berjalan lebih optimal sehingga dapat
15% mengakibatkan perdarahan intra mengurangi edema intaserebral karena
serebral terhitung dari seluruh stroke perdarahan. Tetapi fenomena di
dan memiliki tingkat mortalitas lebih Rumah sakit Margono Purwokerto
tinggi dari infark serebral. (Nasisi, posisi tidur dengan elevasi kepala 15-
2010) 300 belum digunakan secara optimal
Peningkatan intra kranial akan sebagai tindakan karena belum ada
menyebabkan herniasi ke arah batang evidece based nursing practice (bukti
otak sehingga mengakibatkan ilmiah) yang dijadikan sebagai acuan
gangguan pusat pengaturan organ tindakan. Disamping itu berdasarkan
vital, gangguan pernafasan, survey pendahuluan 10 pasien stroke
hemodinamik, kardiovaskuler dan hemorargik yang dilakukan oleh
kesadaran (Anurogo, 2008). peneliti di Rumah sakit Margono di
Oleh karena itu peningkatan dapatkan hasil 7 pasien dengan
intrakranial merupakan kegawat- tekanan darah tidak normal / stabil,
daruratan yang harus diatasi dengan terjadi penurunan kesadaran, mual,
segera. Dalam studi penelitian yang muntah dan MAP rata –rata antara
156 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

60-70 mmHg dengan posisi flat atau


Populasi dalam penelitian ini adalah
elevasi kepala di bawah 15- 300 serta
semua pasien stroke hemoragik
belum adanya SPO ( Standar Prosedur
sedangkan Pengambilan sampel
Operasi ) untuk mengatur posisi
dilakukan dengan metode non
kepala pada pasien dengan kasus
probability sampling melalui
stroke hemoragik.
purposive sampling dengan kriteria
Tujuan penelitian ini adalah untuk inklusi yaitu :a) Pasien stroke
Mengetahui pengaruh elevasi posisi hemoragik dengan perawatan di IGD,
kepala pada klien stroke hemoragik bangsal Asoka, Dahlia dan bangsal
terhadap tekanan rata-rata arterial, Mawar dan Cempaka RSUD Margono
tekanan darah dan tekanan intra Soekarjo Purwokerto b) Usia pasien ≥
kranial di Rumah Sakit Margono 21 tahun c) Pasien dalam kondisi sadar
Soekarjo Purwokerto Tahun 2011. atau koma d)Telah ditegakan
diagnosis medis stroke hemoragik
METODE PENELITIAN
dengan CT scan e) Lama perawatan
Rancangan penelitian yang
minimal 7 hari.
digunakan adalah kuasi eksperimen
Jumlah sampel ada 42 sampel dengan
(pre - post test with control design).
pembagian responden 21 untuk
Penelitian ini bertujuan mencari
kelompok intervensi dan 21 responden
pengaruh elevasi posisi kepala pada
untuk kontrol.
klien stroke hemoragik terhadap
HASIL PENELITIAN DAN
tekanan rata-rata arterial, tekanan
PEMBAHASAN
darah dan tekanan intra kranial di
Rumah Sakit Margono Soekarjo Hasil penelitian pengaruh
Purwokerto. elevasi posisi kepala pada klien stroke
Waktu penelitian mulai bulan hemoragik terhadap tekanan rata – rata
Agustus sampai dengan November arterial, tekanan darah dan tekanan
2011 dan lokasi Penelitian ruang IGD, intra kranial di RS. Margono Soekarjo
Asoka, Dahlia serta ruang Mawar Purwokerto.
RSMS Purwokerto. A. Gambaran umum Responden
Gambaran umum responden
stroke hemoragik yang meliputi
Tingkat
157 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

kesadaran, jenis pekerjaan, jenis Pendidikan


pendidikan, umur, nilai GCS,
 Tidak 3 7,1
tekanan darah, MAP dan TIK,
Sekolah
dapat di lihat pada tabel di bawah
 SD 8 19,0
ini :
 SMP 8 19,0
Tabel 4.1 Gambaran umum
 SMA 18 42,9
responden stroke hemoragik
 PT 5 11,9
menurut tingkat kesadaran,
pekerjaan, Jenis kelamin dan Berdasarkan data gambaran umum
pendidikan. dapat dilihat bahwa sebagian besar
kesadaran klien dalam keadaan
Variabel Jumlah Persentase sadar 28 klien (66,7%) sedangkan

Tingkat sisanya 14 klien (33,3%) dalam

kesadaran : keadaan tidak sadar. Jenis

 Tidak 14 33,3 pekerjaan klien sebagian besar

sadar pensiunan 11 klien (26,2%),


sedangkan pegawai swasta, buruh,
 Sadar 28 66,7
tidak bekarja, wiraswasta dan tani
Pekerjaan :
masing – masing 2,4 %, 9,5%,
 PNS 8 19,0
11,9%, 14,3% dan 16,7%.
 Buruh 4 9,5
 Tani 7 16,7 Distribusi data masing-masing

 Pensiunan 11 26,2 variabel bila dilihat hasil

 Wiraswasta 6 14,3 perbandingan antara skwness dan


standar error didapatkan hasil
 Pegawai 1 2,4
kurang dari 2 (dua). Hal ini
Swasta
menunjukan bahwa distribusi data
 Tidak 1 11,9
untuk masing – masing variabel
bekerja
adalah normal, sehingga analisis
Jenis kelamin
uji T dan Chi squre dapat
 Pria 25 59,5
digunakan untuk analisis uji
 Wanita 17 40,5
hipotesis.
158 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

B. Tekanan darah sistolik dan


dan perlakuan dapat dilihat pada
diastolik, MAP, TIK sebelum
tabel di bawah ini:
dilakukan intervensi.

Tekanan darah sistolik dan


diastolik, MAP sebelum dilakukan
intervensi pada kelompok kontrol
Tabel 4.2 Tekanan darah sistolik dan diastolik, MAP sebelum dilakukan
intervensi pada kelompok kontrol dan perlakuan

Mean
Variabel Kelompok SD Min-Maks 95 % CI
Median
Tekanan Darah Kontrol 169,38 15,20 150-200 162,46-
Sistolik 170,00 176,30
Intervensi 176,05 24,65 130-240 164,82-
172,00 187,27
Tekanan Darah Kontrol 93,76 9,909 80-110 89,25-
Diastolik 90,00 98,27
Intervensi 109,71 14,67 90-150 103,04-
110,00 116,39
MAP Kontrol 120,809 13,16 103-156 114,81-
120,00 126,80
intervensi 132,86 21,64 90-190 123,01-
127,00 142,721

Dari hasil analisis dapat dilihat tinggi yaitu 109,71 mmHg


bahwa rata-rata tekanan darah sistolik dibandingkan dengan kelompok
kelompok intervensi lebih tinggi yaitu kontrol yaitu 93,76 mmHg. Rata –rata
176,05 mmHg, dibandingkan dengan tekanan arterial pada kelompok
tekanan darah sistolik kelompok intervensi lebih tinggi 132, 86
kontrol yaitu 169,39 mmHg. dibandingkan dengan kelompok
Sedangkan rata-rata tekanan darah kontrol 120,80.
diastolik kelompok intervensi lebih
159 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

Menurut Roper (2005)


kurang dengan meningkatnya umur,
Penyebab stroke hemoragik sangat
sehingga ia menjadi kurang kuat,
beragam tetapi tekanan darah yang
meskipun masih penting dan bisa
relatif tinggi atau hipertensi sebagai
diobati, faktor risiko ini pada orang
pencetus terjadinya stroke hemoragik
tua.
yaitu perdarahan intraserebral primer
Kelompok Studi Stroke
(hipertensif).
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Sedangkan menurut Sitirios
Indonesia (2007) menjaga agar Mean
(2000), Risiko stroke berkaitan dengan
Arterial Pressure (MAP) sekitar 110
tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
mmHg atau tekanan darah sistolik
berlaku untuk kedua jenis kelamin,
(TDS) tidak lebih dari 160 dan
semua umur, dan untuk resiko
tekanan darah diastolic (TDD) 90
perdarahan, atherothrombotik, dan
mmHg akan mengoptimalkan sirkuasi
stroke lakunar, menariknya, risiko
ke organ vital dan mengurangi risiko
stroke pada tingkat hipertensi sistolik
stroke hemoragik.
Tabel 4.3 Tekanan Intrakranial Klien stroke hemoragik sebelum dilakukan intervensi

TIK Jumlah Persentase Valid Percent


Tidak ada TIK 1 2,4 4,8
Ada TIK 20 47,6 95,2
Total 21 50,0 100,0

Dari data di atas terlihat bahwa


Menurut Corwin (2006),
sebagian besar responden
volume darah yang terakumulasi di
memperlihatkan adanya TIK (47,6%),
ruang subarachnoid menyebabkan
sedangkan hanya satu responden yang
peningkatan tekanan di sekitar
tidak menunjukkkan adanya TIK
jaringan otak, sehingga memicu
(2,4%). Ini menunjukkan bahwa
kenaikan tekanan intracranial. Hal ini
pasien dengan stroke hemoragik
selaras dengan hasil penelitian yang
cenderung mengalami peningkatan
menunjukkan bahwa sebagian besar
TIK.
pasien stroke hemoragik mengalami
peningkatan tekanan intracranial.
160 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

C. Tekanan darah sistolik dan Tabel 4.4 Tekanan darah sistolik


diastolik, MAP dan TIK sesudah dan diastolik, MAP
dilakukan intervensi sesudah dilakukan
intervensi

Mean
Variabel Kelompok SD Min-Maks 95 % CI
Median
Tekanan Darah Kontrol 167,86 18,81 140-210 159,29-
Sistolik 165,00 176,42
Intervensi 151,81 24,00 110-200 140,88-
150,00 162,74
Tekanan Darah Kontrol 89,90 7,98 80-100 86,30-
Diastolik 90,00 9351
Intervensi 97,95 16,53 70-147 90,42-
100 105,48
MAP Kontrol 117,04 10,01 102-138 112,48-
118,67 121,60
intervensi 116,59 20,00 83-174 107-
113,00 125,70
Dari hasil analisis dapat dilihat dibandingkan dengan kelompok
bahwa rata-rata tekanan darah sistolik intervensi 116,59.
kelompok intervensi lebih tinggi yaitu Menurut The seventh report of
151,81 mmHg, dibandingkan dengan the joint national commitee on
tekanan darah sistolik kelompok prevention, detection, eveluation, and
kontrol yaitu 167,86 mmHg. treatment of high pressure (2006)
Sedangkan rata-rata tekanan darah dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,
diastolik kelompok intervensi lebih Simadibrata, et.al, (2006) klasifikasi
tinggi yaitu 97,95 mmHg tekanan darah sistolik dan diastolik
dibandingkan dengan kelompok responden setelah perlakuan masih
kontrol yaitu 89,90 mmHg. Rata–rata relatif tinggi yaitu termasuk hipertensi
tekanan arterial pada kelompok derajat 2 yaitu sistolik ≥ 160 mmHg
kontrol lebih tinggi 117,04 dan diastolik ≥ 110 mmHg.
161 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

Sedangkan menurut Matson 70-110 mmHg untuk mempertahankan


(2004) MAP merupakan indikator perfusi jaringan.
yang baik untuk perfusi jaringan dan
monitor saat orang dalam keadaan
kritis. MAP direkomendasikan antara

Tabel 4.5 Tekanan Intrakranial sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok


intervensi

TIK Jumlah Persentase Valid Percent


Tidak ada TIK 14 33,3 66,7
Ada TIK 7 16,7 33,3
Total 21 50,0 100,0

Dari kelompok intervensi terlihat Penelitian dengan sampel yang


bahwa setelah dilakukan lebih besar oleh Lim dan Wong
intervensi elevasi kepala sebagian (2004) juga melaporkan adanya
besar responden tidak penurunan yang signifikan pada
menunjukkan adanya TIK TIK dan tekanan perfusi serebral
(66,7%), sedangkan sepertiganya bila elevasi kepala 30° dilakukan.
masih menunjukkan adanya TIK
(33,3%). Tindakan elevasi kepala
menjanjikan perbaikan pada
pasien dengan stroke hemoragik.

Hasil ini selaras dari suatu studi


oleh Fan (2004)
merekomendasikan penggunaan
elevasi kepala 30° untuk
mengurangi TIK dan memonitor
efek tekanan perfusi serebral pada
pasien dengan cedera kepala.
162 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

D. Analisis pengaruh tekanan darah sebelum dan sesudah perlakuan pada


kelompok kontrol dan intervensi

Tabel 4.6 Analisis pengaruh tekanan darah sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok kontrol

Variabel Kelompok Mean SD Pvalue


Tekanan sistolik Pre klp kontrol 169,38 15,2 0,761
Post klp kontrol 167,85 18,81

TD diastolik Pre klp kontrol 93,76 9,90 0.092


Post klp kontrol 89,90 7,91

Tabel 4.7 Analisis pengaruh tekanan darah sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok intervensi

Variabel Kelompok Mean SD Pvalue


Tekanan sistolik Pre klp intervensi 176,04 24,65 0.00
Post klp intervensi 151,80 24,00
TD diastolik Pre klp intervensi 109,71 14,67 0.00
Post klp intervensi 97,95 16,53

Dari hasil analisa data dapat 0,00. Beberapa sistem balikan


dilihat bahwa tidak ada pengaruh mengatur tekanan darah dalam
yang signifikan tekanan darah pembuluh darah. Salah satu
sistolik dan distolik pada sistem ini dikontrol oleh area
kelompok kontrol sebelum dan vasomotor di pusat
sesudah perlakuan dengan p value kardiovaskuler. Ini merupakan
0,761 dan 0,092 sedangkan kelompok sel saraf di medulla
tekanan darah sistolik dan oblongata, terletak di bagian
diastolik sesudah perlakuan pada inferior batang otak (Tortora dan
kelompok intervensi ada pengaruh Grabowksi, 2002). Pusat
yang signifikan dengan p value vasomotor ini mengontrol
konstriksi viscera dan pembuluh
163 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

darah perifer. Bagian ini bekerja


Meskipun pada tahap akhir,
bukan hanya dalam respon
kenaikan TIK mengurangi
terhadap perubahan tekanan
tekanan perfusi serebral.
darah, hipoksia, dan hiperkapnia,
Penurunan perfusi medular ini
tetapi juga berespon terhadap
akan mengaktifkan reflex iskemia.
perubahan perfusi darah di
Mengakibatkan vasokonstriksi
medulla oblongata (Ganong,
dan konsekuensi-nya menaikkan
2003). Pada tahap awal kenaikan
tekanan arteri (Hickey, 2002).
TIK, tekanan darah relative stabil.

E. Analisis pengaruh MAP sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok


kontrol dan intervensi
Tabel 4.8 Analisis pengaruh MAP sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok kontrol.

Variabel Kelompok Mean SD Pvalue


MAP Pre klp kontrol 120,80 13,16 0,206
Post klp kontrol 117,04 10,01

Tabel 4.9 Analisis pengaruh MAP sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok intervensi.

Variabel Kelompok Mean SD Pvalue


MAP Pre klp intervensi 132,86 21,64 0,00
Post klp intervensi 116,59 20,00
Dari hasil analisa data dapat intervensi ada pengaruh yang
dilihat bahwa tidak ada pengaruh signifikan dengan p value 0,00.
yang signifikan MAP pada Dalam hubungannya dengan
kelompok kontrol sebelum dan tekanan intracranial, mekanisme
sesudah perlakuan dengan p value fisiologi yang terjadi di otak
0,206 sedangkan MAP sesudah dikenal dengan istilah
perlakuan pada kelompok autoregulasi aliran darah serebral.
164 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

Bila otak berkontribusi hanya 2%


mmHg (Dunn, 2022). Tekanan
dari berat badan, namun
perfusi serebral berhubungan erat
bertanggung jawab terhadap 20%
terhadap tekanan intracranial. Hal
konsumsi tubuh terhadap oksigen
ini berarti perbedaan sistemik
dan glukosa pada saat istirahat
antara mean arterial pressure
(Tortora dan Grabowski, 2002).
(MAP) dan tekanan intracranial.
Neuron di otak menghasilkan
energy hampir seluruhnya dengan Menurut hubungan ini, jika

cara mengoksidasi glukosa. Selain tekanan intracranial meningkat

itu, otak tidak menyimpan atau MAP menurun, tekanan

glukosa. Sehingga aliran darah perfusi serebral menurun, dan jika

serebral yang konstan diperlukan MAP meningkat, tekanan perfusi

untuk mempertahankan suplai serebral meningkat. Jika tekanan

oksigen dan glukosa secara perfusi serebral dibawah 50

teratur( Tortora dan Grabowski, mmHg dapat menyebabkan

2002). Hal ini dijamin oleh hipoksia (kadar oksigen tidak

mekanisme autoregulasi, dimana mencukupi di tingkat jaringan)

kemampuan pembuluh darah dan iskemia ( aliran darah tidak

dalam otak berkonstriksi atau mencukupi ke jaringan). Jika

berdilatasi untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral

aliran darah yang stabil terhadap meningkat diatas 150 mmHg, hal

tekanan perfusi serebral dalam ini dapat menyebabkan edema

rentang normal antara 50-140 serebral (akumulasi cairan


interstitial abnormal).
F. Analisis pengaruh TIK sebelum dan sesudah tindakan pada kelompok
kontrol dan perlakuan.

Tabel 4.10 Analisis pengaruh TIK sebelum dan sesudah tindakan pada kelompok
kontrol
TIK Tidak ada TIK Ada TIK Total Pvalue
Pre klp kontrol 1 20 21 0,058
Post klp kontrol 1 20 21
165 Jurnal Kesmasindo. Volume 5, Nomor 2, Juli 2012, hlm. 154- 168

Tabel 4.11 Analisis pengaruh TIK sebelum dan sesudah tindakan pada kelompok
perlakuan

TIK Tidak ada TIK Ada TIK Total Pvalue


Pre klp intervensi 1 20 21 0,032
Post klp intervensi 14 7 21

Dari hasil analisa data dapat ditunjukkan dari tidak


dilihat bahwa tidak ada pengaruh ditemukannya TIK pada sebagian
yang signifikan PTIK pada pasien. Walaupun elevasi kepala
kelompok kontrol sebelum dan 30° menunjukkan perbaikan pada
sesudah perlakuan dengan p value sebagian pasien, namun posisi ini
0,058 sedangkan PTIK sesudah hanya bermanfaat pada pasien
perlakuan pada kelompok yang mengalami TIK. Namun
intervensi ada pengaruh yang perlu kewaspadaan bagi petugas
signifikan dengan p value 0,032 kesehatan bila menemui pasien
yang menunjukkan TIK normal
Hasil penelitian ini mengindikasi-
pada awal gejala stroke,
kan bahwa elevasi posisi kepala
mengingat perdarahan dapat
30° dapat menghambat aliran
terjadi 3 – 5 hari setelah awal
darah serebral ke otak pada pasien
serangan.
dengan stroke hemoragik. Hal ini
G. Keterbatasan penelitian

Penelitian ini masih memiliki


kepala pada posisi yang normal
keterbatasan diantaranya, pertama
tidak dilakukan saat pengambilan
tidak adanya pengklasifikasian
sampel penelitian. Ketiga,
kasus stroke hemoragik yang
penilaian adanya peningkatan TIK
berat, ringan dan sedang waktu
dengan gejala Trias PTIK masih
pengambilan sampel penelitian.
belum standar, peneliti
Kedua, saat melakukan pengaturan
menentukan adanya peningkatan
posisi kepala dengan elevasi 15 –
TIK bila ada satu gejala yang
30 derajat dari tempat tidur, fiksasi
muncul dari Trias PTIK.
Supadi, Pengaruh Elevasi Posisi Kepala Pada Klien Stroke Hemoragik 166

SIMPULAN DAN SARAN kelompok intervensi di Rumah Sakit


Simpulan Margono Soekarjo Purwokerto.
Sedangkan pada kelompok control
Dari hasil penelitian ini diperoleh
tidak ditemukan perubahan tekanan
gambaran tentang tekanan rata-rata
rata-rata arteri, tekanan darah sistolik
arterial (MAP), tekanan darah, dan
dan diastolic, dan TIK pada kelompok
yang memiliki gejala tekanan
control dengan p value adalah 0,206,
intracranial pada klien stroke
0,761 dan 0,092, 0,058 secara
hemoragik cukup tinggi baik pada
berurutan.
kelompok control dan perlakuan.
Selanjutnya terungkap juga tekanan Saran-saran
rata-rata arterial (MAP), tekanan Berdasarkan kesimpulan tersebut
darah, dan yang menunjukkan gejala dapat direkomendasikan hal-hasil
tekanan intrakranial pada klien stroke sebagai berikut: pertama, perlunya
hemoragik sesudah perlakuan pengaturan posisi elevasi kepala 30°
menunjukan penurunan pada untuk menyokong perbaikan aliran
kelompok intervensi, sedangkan darah arteri pada pasien dengan stroke
kelompok kontrol menunjukan tidak hemoragik. Kedua, perlunya SOP
ada perubahan nilai MAP, Tekanan tentang positioning pengaturan posisi
darah dan gejala peningkatan kepala pada klien stroke hemoragik.
tekananan intrakranial. Dan ketiga, perlu penelitian lebih
Pada akhirnya disimpulkan bahwa ada lanjut untuk mengkonfirmasi hasil
pengaruh elevasi posisi kepala pada temuan ini dan evaluasi secara
klien stroke hemoragik terhadap komprehensif terhadap standar
tekanan rata-rata arterial, tekanan perawatan pasien yang menyokong
darah dan tekanan intra kranial pengaturan posisi pasien untuk pasien
sesudah intervensi (p value 0,00) pada stroke hemoragik.
DAFTAR PUSTAKA Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
Dunn, LT (2002) Raised intracranial
Lim, L dan Wong, HB (2004). Effect
pressure. Journal of
of head posture on cerebral
Neurology, Neurosurgery,
hemodynamics: its influences on
and Psychiatry. 73
intracranial pressure, cerebral
Supplemen 1, 123-127.
perfusion pressure, and cerebral
Gorelick, P.B. (2000). Neurology Up oxygenation. Neurosurgery. 54.
Date:Stroke. From AAN 593-597.
Sylabus: 97 –113.
MERCK. (2007). Hemorrhagic Stroke.
Hickey (2002). Intracranial Diperoleh dari:
hypertension: theory and http://www.merck.com/mmhe/se
management of increased c06/ch086/ch086d.html
intracranial pressure. The [Tanggal: 23 Maret 2011].
Clinical Practice of Neurological
Mesiano, T.(2007). Perdarahan
and Neursosurgical Nursing. 5th
Subarakhnoid Traumatik. FK
ed. Lippincott William &
UI/RSCM. Diunduh
Wilkins, Philadelphia. 253-285
dari:http://images.omynenny.mu
Joseph V, dkk.(2006). Intracranial ltiply.multiplycontent.com/attac
pressure/ head elevation. hment/0/R@u
Diunduh Tanggal: 17 Februari uzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%
2011. 20traumatik%20Neurona%20by
http://pedscm.wustl.edu/all_net/ %20Taufik
English/Neuropage/Protect/icp- %20M.doc?nmid=88307927
Tx-3.htm [Tanggal: 13 Februari 2011]
Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Nasissi, Denise.(2010). Hemorrhagic
Dokter Spesialis Saraf Stroke Emedicine.
Indonesia.(2007). Guideline Medscape.[diunduh dari:
Stroke . Edisi Revisi. http://emedicine.medscape.com/
Supadi, Pengaruh Elevasi Posisi Kepala Pada Klien Stroke Hemoragik 168
article/793821-overview] [Tanggal: 24 M aret 2011]
Price, Sylvia A.(2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC,
Jakarta.
Ropper AH, Brown RH.(2005). Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8.
BAB 4. Major Categories of Neurological Disease:
Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York.
Rizaldy, P. (2007).Stroke di Indonesia. Diunduh dari:
http://artikelindonesia.com/strok e-di-indonesia.html [Tanggal: 21
April 2011]

Sjahrir.( 2003). Stroke Iskemik.


YandhiraAgung: Medan Sotirios,A,T.(2000). Clinician’s
Pocket Guide: Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. George
Thieme Verlag: New York.
Sotirios AT.(2000) Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart.
Silbernagl, S.(2007). Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai