Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN BERDUKA

KELOMPOK 6
KELAS LINTAS JALUR SEMARANG

1. IRFAN FARUQ S. 4. RONI SIANTURI


NIM : G2A219040 NIM : G2A219059

2. REZANIA CINDY B. 5. MUHAMMAD ATHFAL F.


NIM : G2A219041 NIM : G2A219060

3. ANDY SETIAWAN 6. DIAN AYU ANGGRAENI


NIM : G2A219042 NIM : G2A219061

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya makalah
ini dapat diselesaikan. Salawat serta salam marilah kita ucapkan kepada junjungan
kita Nabi Besar Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafa’at beliau di akhir
zaman. Terimakasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada koornidator
mata kuliah Keperawatan Jiwa, Ns. Desi Ariyana Rahayu, M.Kep., yang telah
membimbing kami dan juga kepada kawan-kawan Kelas S1 Kep LJ Semarang
serta pihak lain yang telah terlibat selama proses penulisan makalah ini.
Terimakasih atas semua bantuan dan masukan yang telah kalian berikan kepada
kami.

Makalah ini membahas tentang Asuhan Keperawatan Berduka Dengan


adanya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan
dan wawasan serta dapat membantu dalam proses pembelajaran untuk kita semua.
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun ini masih sangat jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami meminta dan memohon kritik ataupun saran yang
membangun kepada semua pihak yang membaca makalah ini. Mungkin ini yang
dapat kami sampaikan semoga bermanfaat untuk semua, terimakasih.

Semarang, Mei 2020

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 3


B. Tujuan ............................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Berduka .................................................................... 5


B. Konsep Asuhan Keperawatan Berduka ........................................... 11
1. Pengkajian ................................................................................. 11
2. Diagnosa .................................................................................... 14
3. Rencana Tindakan Keperawatan ............................................... 14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................
B. Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal
dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman
hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam
pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk
dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan
dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang
mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang
lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang
perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan
persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan
persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi
perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien
untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka
sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika
klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan
yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan
sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering
terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat
berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan
dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita.

3
Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan
pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena
perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi,
nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat
mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter
& Perry, 2005).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui  asuhan keperawatan pada kehilangan dan berduka
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
b. Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
c. Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Berduka


1. Pengertian
a. Kehilangan
Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007,
Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman
yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa
terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang
berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada
menjadi tidak ada).
b. Berduka
Grieving adalah reaksi emosional dari kehilangan dan
terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan,
perceraian maupun kematian.Bereavement adalah keadaan berduka
yang ditunjukan selama individu melewati rekasi. Berduka adalah
respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak
nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. Dukacita adalah proses kompleks yang normal
meliputi respon dan perilaku emosional, fisik, spritual, sosial, dan

5
intelektual yakni individu, keluarga, dan komunitas, memasukan
kehilangan, yang aktual, adaptif, atau dipersepsikan kedalam
kehidupan sehari – hari mereka.
2. Sifat – sifat kehilangan
a. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah
pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak
kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit
diterima.
b. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan
menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional
(Rando:1984).
3. Tipe kehilangan
Tipe Kehilangan Potter dan Perry (2005) menyatakan kehilangan dapat
dikelompokkan dalam 5 kategori:
a. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan
yang telah menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak
karena bencana alam. Bagi seorang anak benda tersebut mungkin
berupa boneka atau selimut, bagi seorang dewasa mungkin berupa
perhiasan atau suatu aksesoris pakaian. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang tehadap benda yang hilang tergantung pada
nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya,
dan kegunaan dari benda tersebut.
b. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari
lingkungan yang telah di kenal mencakup meninggalkan
lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau
kepindahan secara permanen. Contohnya, termasuk pindah ke kota
baru, mendapat pekerjaan baru, atau perawatan di rumah sakit.

6
Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah di kenal
dan dapat terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika
seorang lansia pindah ke rumah perawatan, atau situasi situasional,
contohnya kehilangan rumah akibat bencana alam atau mengalami
cedera atau penyakit. Perawatan dalam suatu institusi
mengakibatkan isolasi dari kejadian rutin. Peraturan rumah sakit
menimbulkan suatu lingkungan yang sering bersifat impersonal
dan demoralisasi. Kesepian akibat lingkungan yang tidak dikenal
dapat mengancam harga diri dan membuat berduka menjadi lebih
sulit.
c. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak,
saudara sekandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekan
kerja. Artis atau atlet yang telah terkenal mungkin menjadi orang
terdekat bagi orang muda. Riset telah menunjukkan bahwa banyak
hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi
akibat perpisahan, pindah, melarikan diri, promosi di tempat kerja,
dan kematian.
d. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh,
fungsi fisiologis, atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat
mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau payudara.
Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan kontrol
kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan, atau fungsi
sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk kehilangan
ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan, respek atau
cinta. Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat penyakit,
cedera, atau perubahan perkembangan atau situasi. Kehilangan
seperti ini, dapat menurunkan kesejahteraan individu. Orang
tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi

7
juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan
konsep diri.
e. Kehilangan hidup
Sesorang yang menghadapi kematian menjalani hidup,
merasakan, berpikir, dan merespon terhadap kejadian dan orang
sekitarnya sampai terjadinya kematian. Perhatian utama sering
bukan pada kematian itu sendiri tetapi mengenai nyeri dan
kehilangan kontrol. Meskipun sebagian besar orang takut tentang
kematian dan gelisah mengenai kematian, masalah yang sama tidak
akan pentingnya bagi setiap orang.
4. Tanda dan gejala berduka
Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan
gejala yang sering terlihat pada individu yang sedang berduka. Buglass
(2010) menyatakan bahwa tanda dan gejala berduka melibatkan empat
jenis reaksi, meliputi:
a. Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah,
kecemasan, menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa,
kerinduan.
b. Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara
dan cahaya, mulut kering, kelemahan.
c. Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah
lupa, tidak sabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi,
ketidaktegasan.
d. Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu
makan, penarikan sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis.
5. Fase - Fase kehilangan dan berduka
Menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan:
a. Denial (Mengingkari)
1) Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah
syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan

8
itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya
bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”.
2) Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal,
akan terus menerus mencari informasi tambahan.
3) Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih,
lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung
cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa.
b. Anger ( Marah )
1) Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan.
2) Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang
tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri.
3) Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar,
menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang
tidak becus.
4) Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
c. Bergaining (Tawar Menawar)
1) Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan Tuhan.
2) Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja
kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”.
3) Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka
pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang
sakit bukan anak saya”.
4) Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi,
membuat surat warisan, mengunjungi keluarga dsb.
d. Depression (Bersedih yang mendalam)
1) Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal
itu tidak bias di tolak.

9
2) Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain
menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap
sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan
ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga.
3) Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak
makanan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
e. Acceptance (menerima)
1) Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
2) Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien
merasa damai dan tenang, serta menyiapkan dirinya menerima
kematian.
3) Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus
pandang, kadang klien ingin ditemani keluarga / perawat.
4) Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata
seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi
baju baru saya manis juga”, atau “Sekarang saya telah siap
untuk pergi dengan tenang setelah saya tahu semuanya baik”.

Menurut Lambert (1985) 3 fase :


a. Repudiation (Penolakan)
b. Recognition (Pengenalan)
c. Reconciliation (Pemulihan/reorganisasi)

Menurut Stuart and Sunden ( 1991 ) 3 fase :


a. Closed Awareness
Klien dan keluarga tidak menyadari akan kemunkinan dan tidak
mengerti mengapa klien sakit dan mereka merasa seolah-olah klien
bias sembuh.

10
b. Mutual Pretence
Klien dan keluarga mengetahui bahwa prognosa penyakit klien adalah
penyakit terminal, namun berupaya untuk tidak menyinggung atau
membicarakan hal tersebut secara terbuka.
c. Open Awarenes
Klien dan keluarga menyadari dan mengetahui akan adanya kematian
dan merasa perlu untuk mendiskusikannya.
6. Akibat Berduka
Setiap orang merespon peristiwa kehilangan dengan cara yang
sangat berbeda. Tanpa melihat tingkat keparahannya, tidak ada respon
yang bisa dikatakan maladaptif pada saat menghadapi peristiwa
kehilangan akut. Apabila proses berduka yang dialami individu
bersifat maladaptif, maka akan menimbulkan respon detrimental
(cenderung merusak) yang berkelanjutan dan berlangsung lama
(Carpenito, 2006). Proses berduka yang maladaptif tersebut akan
menyebabkan berbagai masalah sebagai akibat munculnya emosi
negatif dalam diri individu. Dampak yang muncul diantaranya
perasaan ketidakberdayaan, harga diri rendah, hingga isolasi sosial.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Berduka


1. Pengkajian
Data yang perlu dilakukan pengkajian adalah sebagai berikut (Yusuf &
Nihayati, 2015) :
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Seseorang dengan riwayat keluarga yang memiliki depresi akan
mengalami kesulitan dalam bersikap optimis dan menghadapi
kehilangan.
2) Kesehatan fisik
Individu dengan kesehatan fisik yang prima dan hidup dengan
teratur mempunya kemampuan dalam menghadapi stres lebih

11
baik dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik.
3) Kesehatan mental
Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental memiliki
tingkat kepekaan yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan
berisiko untuk kambuh.
4) Pengalaman kehilangan sebelumnya
Kehilangan dan perpisahan dengan orang berarti di masa
kanak-kanak akan memengaruhi individu dalam menghadapi
kehilangan di masa dewasa.
b. Faktor presipitasi
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau
imajinasi individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial,
seperti kondisi sakit, kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga
diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran dan kehilangan posisi
dalam masyarakat.
c. Perilaku
1) Menangis atau tidak mampu menangis.
2) Marah.
3) Putus asa.
4) Kadang berusaha bunuh diri atau membunuh orang lain.
d. Mekanisme koping
1) Denial
2) Regresi
3) Intelektualisasi/rasionalisasi
4) Supresi
5) Proyeksi
Pertanyaan di bawah ini dapat digunakan untuk pengkajian dalam
asuhan berduka (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016) :
a. Riwayat berduka masa lalu

12
1) Beritahu saya tentang kehilangan. Apakah kehilangan menurut
anda?
2) Apakah anda mengalami kesulitan tidur? Makan? Konsentrasi?
3) Apa hal yang membuat anda merasa lebih baik saat hal seperti
ini terjadi?
4) Kepada siapa anda bercerita saat anda merasa kesal (tentang
kehilangan/berduka)?
5) Berapa lama sehingga anda merasa lebih baik seperti diri anda
yang dulu dan bisa kembali beraktifitas seperti biasanya?
b. Riwayat berduka sekarang
1) Apakah anda mengalami kesulitan tidur? Makan?
Berkonsentrasi? Bernapas?
2) Apakah anda merasakan nyeri atau masalah fisik yang baru?
3) Apa yang akan anda lakukan untuk menolong anda dan
menerima kehilangan?
4) Apakah anda menggunakan obat-obatan atau pengobatan lainya
untuk membantu anda menghadapi kehilangan/berduka?
c. Pengkajian perawatan di rumah
1) Klien
a) Pengetahuan : klien memahami dampak dari
kehilangan/berduka.
b) Kemampuan diri : kemampuan untuk merawat diri,
berdasarkan dari kemampuan fisik yang mungkin berubah
akibat kehilangan.
c) Koping saat ini : berada dalam tahap berduka atau
kehilangan.
d) Manifestasi dari berduka saat ini : tanda dan gejala adaptif
atau maladaftif, perilaku kultural dan spiritual.
e) Ekspetasi : persepsi klien akan kebutuhan kerja atau
keluarga.

13
2) Keluarga
a) Pengetahuan : berbagai persepsi kehilangan dari anggota
keluarga.
b) Ketersediaan dan kemampuan dukungan masyarakat :
sensitifitas terhadap emosional klien dan kebutuhan fisik,
kemampuan untuk mendukung dan penerimaan lingkungan.
c) Ekspetasi : persepsi keluarga terhadap kebutuhan klien
untuk bekerja atau keluarga.
3) Komunitas
a) Sumber : ketersediaan dan keterbiasaan dengan sumber
yang memungkinkan untuk pendampingan seperti anda
kelompok dukungan berduka, pusat spiritual atau
keagamaan, layanan konseling, penyedia layanan kesehatan
fisik.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dalam kasus berduka
adalah sebagai berikut (Herdman & Kamitsuru, 2018; PPNI, 2017) :
a. Berduka.
b. Berduka disfungsional.
c. Berduka fungsional.
d. Komplikasi berduka/risiko komplikasi berduka.
e. Proses keluarga terganggu.
f. Perilaku kesehatan berisiko.
g. Risiko menyendiri.
3. Rencana Tindak Keperawatan
a. Berduka
Tujuan : Pasien mampu melalui proses berduka dan menerima
kehilangan.
Tindakan keperawatan :
1) Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan
penyangkalan yang adaptif.

14
2) Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima
dukungan.
3) Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi
kehilangan masa lalu saat ini.
4) Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan
personal.
5) Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
6) Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk
makan.
b. Berduka disfungsional
1) Membina hubungan saling percaya antara, keluarga, dengan
sikap jujur, menerima, ikhlas, dan empati
2) Menunjukan perhatian pada baik melalui kata-kata maupun
dengan sikap.
3) Menanyakan pengalamannya tentang kematian.
4) Menjelaskan pada bahwa suaminya meninggal bukan tidur.
5) Meminta kepada keluarga/ orang yang berarti agar
menemani selama masa berduka bila perlu mengijinkan
untuk tinggal bersama mereka.
6) Mendorong untuk mengungkapkan perasaannya dengan
menanyakan apa yang dipikirkan.
c. Berduka fungsional

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian
atau seluruhnya.

Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku


berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan
dukungan dalam bentuk empati. Menurut Potter dan Perry (2005), terdapat
5 kategori kehilangan, yaitu: Kehilangan seseorang  seseorang yang
dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek
eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan
kehidupan/meninggal. Menurut Kubler Ross ( 1969 ), membagi respon
berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar,
depresi dan penerimaan.

B. Saran
Saran untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan sebagai berikut:
1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan
klien pada saat itu.
2. Dalam perumusan diagnosa keperawatan, harus diprioritaskan
sesuai dengan kebutuhan maslow ataupun kegawatan dari masalah.
3. Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang
kritis maupun yang tidak.

16
DAFTAR PUSTAKA

Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals on
Nursing Concepts, Process, and Practice (10th ed.). New Jersey: Pearson
Education, Inc.

Herdman, H., & Kamitsuru, S. (Eds.). (2018). Nursing Diagnoses Definitions and
Classification 2018-2020. NANDA International. New York: Thieme
Publishers.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik (I). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Yusuf, A., & Nihayati, R. F. P. H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan


Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Budi, Anna Keliat. 2009. Model PraktikKeperawatanProfesionalJiwa. Jakarta :


EGC
Iyus, Yosep. 2007. KeperawatanJiwa. RefikaAditama : Bandung
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC
Stuart & Sundeen. 2002. Buku saku keperawatan, edisi 3. Jakarta: EGC.
Stuart, G. W. 2007. Buku saku keperawatan jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,
Kematian danBerduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Yosep, I,. 2014. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung, Penerbit Refika
Aditama

NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

17

Anda mungkin juga menyukai