PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal nafas timbul akibat pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida
di paru tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida
pada sel tubuh. Kondisi ini mengakibatkan tekanan oksigen arterial kurang dari 50 mmHg
(hipoksemia) dan tekanan karbondioksida arterial meningkat lebih dari 45 mmHg
(hiperkapnea).
Definisi ini berdasarkan analisis gas darah tersebut tidak absolute bergantung
pada dengan riwayat penyakit sebelumnya dari klien. Perawat harus membedakan antara
gagal nafas akut dengan ekserbasi akut gagal nafas kronis. Gagal nafas akut adalah gagal
nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara structural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul. Gagal nafas kronik adalah gagal nafas yang terjadi pada
pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronchitis kronik, emfisema, dan penyakit
paru hitam (penyakit penambang batu bara). Pasien ini mengalami toleransi terhadap
hipoksia dan hiperkapnea yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut, paru
biasanya kembali pada keadaan awalnya. Pada gagal nafas kronis structural paru
mengalami kerusakan ireversibel.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui definisi gagal nafas.
b. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui etiologi gagal nafas
c. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tanda dan gejala gagal nafas
d. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui patofisiologi dan patway dari
gagal nafas
e. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan pada klien gagal nafas
f. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien
gagal napas
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Gagal nafas adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan pertukaran O2
dan CO2 dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (Heri Rokhaeni,
dkk, 2012)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam
sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia)
dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner
& Sudarth, 2012).
Gagal nafas adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak
napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau
fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan
terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan / atau kontraktilitas
miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo Aru, dkk 2014).
B. Etiologi
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal.
C. Tanda Gejala
1. Tanda
a. Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak
ada pengembangan dada pada inspirasi
3) Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
D. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing
masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang
timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit
paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk
secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada
gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan
normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan
ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital
adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah
batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke,
tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode
postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen
menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari
analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas
akut.
PATWAY
Etiologi
Hiperventilasi alveoli
Hipoksia jaringan
kardio Paru-paru
otak
Ketidakefektifan
Pola napas
BAB III
LAPORAN KASUS
Corwin, EJ. 2015. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2011. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Mansjoer, A dkk. 20014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Naga Sholeh S. 2014. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta. DIVA Press
Nurarif dan Kusuma. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis NANDA,
NIC & NOC, jilid 2 edisi revisi. Jakarta: Media Action Publishing
Rab, T. 2012. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a) Tanggal Pengkajian : 9 Januari 2018
b) Jam pengkajian : 20:00 WIB
c) Tanggal MRS : 8 Januari 2018
d) Nama Inisial : An. M
e) Nomor. Reg : 246624
f) Jenis Kelamin : perempuan
g) TL / Umur : 14 tahun
h) Alamat : Tembalang /Semarang
i) Diagnose Medis : gagal nafas
3. Pengkajian Primer
a. Airways :
Look : ada sumbatan jalan nafas
Listen : tidak ada suara tambahan
Fell : terasa hembusan nafas
b. Breathing : nafas cepat dan dalam, RR=32 x/menit, SpO2=100 %
Circulation : Akral dingin, irama reguler, CRT<3 detik, HR= 95x / menit,
TD = 135/70
c. Disability : Tingkat kesadaran sopor, GCS 15 E=2 M=4 V=ett
4. Pengkajian sekunder
a. Tidak ada riwayat alergi
b. Darah Lengkap
Ph : 7,48
Po2 : 68,5 mmHg
HCT : 40%
Na : 135,9 mmol/L
K : 3.68 mmol/L
Hb : 13,4 g/l
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Leukosit 10,83 10^3/ul 3.6 – 11
Eritrosit 3,08 10^6/ul 3.8 – 5.2
Hemoglobin 13,4 g/dL 11.7 – 15.5
Hematocrit 24,30 % 35 – 47
Trombosit 262 10^3/ul 150 – 440
GDS 185 Mg/dl 100-150
Elektrolit
Natrium 135,9 Mmol/L 135-145
Kalium 3.68 Mmol/L 3,5-5,0
Chlorida 91,6 Mmol/L 95,0-105
Oral
- Parasetamol 3x1: obat demam
- Azytromicym 1x500: obat antibiotic tubuh
Injeksi IV
6. Analisa Data
2 DS : Gangguan Ketidakseimbangan
DO :
10/01/201 pertukaran gas ventilasi perfusi
- Hasil BGA
8
PH: 7,48
21:00
PC02: 50.0
Po2: 193
Pao2: 149
HCO3: 25,3
DS : Ketidakefektifan Hiperventilasi
- Pasien nafas cepat dan
pola napas
dalam
- Pasien terpasang
oksigen nasal kanul 3ml
- RR: 32x menit
5. Diagnosa keperawatan
- Bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret berlebihan
- Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
- Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi
2. Perencanaan
3. Implementasi
No No Waktu Tindakan Paraf
Dx
1 21:10 Atur posisi
pasien (semi
fowler)
21:20 Monitori
respirasi
21:25 Memonitor
pengeluaran
secret
22:00 Memberikan
terapi obat
2 06:10 Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
06:10 Berkolaborasi
pemberian terapi
obat
3 15.00 Atur posisi semi
fowler
Berikan oksigen
Memonitor
respirasi
4. Evaluasi
No No Dx Waktu Evaluasi TT
1 S:-
O:
- Pasien terlihat sesaknya sedikit berkurang
- RR : 33x/m
O : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
2 S:
O:
- Pasien terpasang ventilator
- PH: 7,48
- PcO2: 50,0
- Po2: 149
- HcO3: 25,3
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
3 S:
O:
- Pasien masih sesak
- RR 32x/m
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
BAB IV
APLIKASI EBN
1. Pengkajian
a. Tanggal Pengkajian : 9 Januari 2018
b. Jam pengkajian : 20:00 WIB
c. Tanggal MRS : 8 Januari 2018
d. Nama Inisial : An. M
e. Nomor. Reg : 246624
f. Jenis Kelamin : Perempuan
g. TL / Umur : 14 tahun
h. Alamat : Tembalang /Semarang
i. Diagnose Medis : gagal nafas
2. Data fokus
DS : -
DO :
- Pasien nafas cepat dan dalam
- Pasien terpasang oksigen nasal kanul 3ml
- RR: 38x menit
3. Diagnosa keperawatan
Ketidakefektifan pola nafas bd hiperventilasi
2. Kekurangan
Kekurangan dari intervensi ini adalah saat melakukan penerapan EBN harus
menggunkan alat ukur untuk mengukur derajat posisi semi fowler.
BAB VI
PENUTUP
E. Kesimpulan
- Frekuensi pernapasan pada An M sebelum diberikan posisi semi fowler dan
sesudah pemberian posisi semi fowler terhadap ketidakefektifan pola napas
mengalami perubahan dari pre-test (38x/m) menjadi post test (32x/m)
- Sehingga dapat disimpulkan pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap
ketidakefektifan pola napas sangat efektif untuk An.M
F. Saran
- Bagi rekan – rekan profesi keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan dengan cara pemberian intervensi keperawatan yang mandiri khususnya
terhadap pasien yang mengalami sesak napas.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, EJ. 2015. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2011. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Mansjoer, A dkk. 20014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Naga Sholeh S. 2014. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta. DIVA Press
Nurarif dan Kusuma. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis NANDA,
NIC & NOC, jilid 2 edisi revisi. Jakarta: Media Action Publishing
Rab, T. 2012. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni