Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

Disusun Oleh:

Nama : Paramitha Syabani Madusila

NIM : 011700004

Kelompok : A1

Rekan Kerja : 1. M.Fadli Jamil

2. Silvi Novita Sari

Program Studi : D-1V Teknokimia Nuklir

Jurusan : Teknokimia Nuklir

Acara : Praktikum Pencacahan Statistika

Asisten Pembimbing : Andri Saputra S.ST

Tanggal Pengumpulan : 14 Desember 2018

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2018
STATISTIKA PENCACAHAN

I. TUJUAN

Menguji signifikasi laju cacah paparan di area Iradiator Gamma kategori II


dengan menggunakan uji T-Test.

II. DASAR TEORI

2.1. Radiasi bersifat Acak (random)

Radiasi dipancarkan secara acak (random) sehingga pengukuran radiasi berulang


meskipun dilakukan dengan kondisi yang sama akan memperoleh hasil pengukuran
yang berfluktuasi (berbeda-beda).

Ingat rumusan aktivitas radioaktif:

A =λ⋅ N

Keterangan:

A = aktivitas zat radioaktif

λ = konstanta peluruhan

N = jumlah inti yang tidak stabil

Konstanta peluruhan ( λ ) merupakan probabilitas salah satu inti atom tersebut


meluruh atau tidak. Dengan menganalogikan dua rumusan tersebut di atas maka dapat
disimpulkan bahwa aktivitas radioaktif bersifat acak (random).

2.2. Distribusi Gauss (Normal)

Sifat acak suatu pengukuran selalu mengikuti suatu distribusi tertentu, sebagai contoh
eksperimen uang logam dan dadu mengikuti distribusi binomial. Bila distribusi
binomial tersebut mempunyai probabilitas sangat kecil maka akan berubah menjadi
distribusi Poisson, sedangkan bila distribusi Poisson tersebut menghasilkan nilai ukur
yang besar (beberapa literatur menuliskan > 40) maka berubah menjadi distribusi
Gauss (Normal).
Zat radioaktif mempunyai konstanta peluruhan ( λ ) yang sangat kecil, misalnya
U-238 adalah 4.88 10-18 dan aktivitas sumber biasanya bernilai “sangat besar” dalam
orde Bq (peluruhan per detik), misalnya aktivitas 1 µCi setara dengan 3.7 10 4
peluruhan per detik. Oleh karena itu pancaran radiasi mengikuti distribusi Gauss
(Normal).

Gambar 1: distribusi Gauss


Gambar di atas menunjukkan probabilitas nilai ukur yang mungkin dihasilkan
oleh pengukuran berulang terhadap suatu besaran yang mengikuti distribusi Gauss.
Terlihat bahwa nilai ukur yang dihasilkannya dapat bermacam-macam, dengan
probabilitas terbesar adalah terletak pada nilai rata-ratanya.

Gambar 2: intensitas radiasi yang dipancarkan suatu sumber radiasi

Oleh karena aktivitas zat radioaktif bersifat acak mengikuti Distribusi Gauss
(Normal) maka intensitas radiasi yang terukurpun akan bersifat acak sehingga data
hasil pengukurannya juga akan mengikuti distribusi Gauss.
Pengukuran intensitas radiasi yang dilakukan secara berulang pasti akan
memperoleh hasil pengukuran yang berbeda-beda. Yang menjadi pertanyaan adalah
“berapakah nilai ukur yang sebenarnya”.
Dengan fenomena tersebut di atas maka pengukuran intensitas radiasi harus
dilakukan secara berulang, baik beberapa kali atau dalam selang waktu cukup panjang,
yang berarti akumulasi nilai dari pengulangan waktu beberapa detik. Nilai ukur
sebenarnya diduga berada di dalam rentang nilai rata-rata ± nilai simpangannya.
Sebagaimana perhitungan matematika biasa, nilai rata-rata dapat dihitung dengan
persamaan sebagau berikut:

∑ 𝑋𝑖
𝑋̅ =
𝑁

Sedangkan nilai simpangan ( σ ) dari pengukuran tunggal suatu besaran yang


mengikuti distribusi Gauss adalah akar dari nilai ukurnya.
𝜎 = √𝑋

2.3. Ketidakpastian Pengukuran (Measurements Uncertainty)

Ketidakpastian sebenarnya tidak hanya berasal dari pengukuran saja melainkan


berasal dari semua langkah analisis mulai dari preparasi sampel, faktor kesalahan alat,
kesalahan personil, kesalahan metode, dan pengukurannya sendiri. Akan tetapi dalam
pembahasan ini hanya akan dipelajari ketidak-pastian yang berasal dari proses
pengukuran dan faktor yang berkaitan langsung dengan pengukuran.

Setiap pengukuran selalu mempunyai kesalahan (eror) oleh karena itu hasil
pengukuran atau kalkulasi yang berdasarkan hasil pengukuran harus ditampilkan
dalam bentuk suatu rentang nilai (bukan nilai tunggal). Rentang nilai tersebut adalah
ketidakpastian suatu pengukuran. Nilai ukur sebenarnya diduga berada di dalam
rentang nilai tersebut. Pertanyaannya adalah “seberapa yakinkah nilai ukur sebenarnya
berada di dalam rentang nilai tersebut”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka
kita perlu menyajikan data dalam bentuk persamaan. Hasil pengukuran disajikan
dengan “format” seperti berikut ini:
𝑋 = 𝑋̅ ± 𝜆. 𝜎

λ adalah suatu faktor yang menunjukkan tingkat kepercayaan (level of confidence)


dengan nilai sebagaimana tabel berikut.

Tabel 1. Nilai probabilitas yang stabil dan yang sesuai yang paling sering digunakan
untuk pengukuran radiasi yaitu :

𝜏 table p
2.580 0.010
1.960 0.050
1.645 0.100
1.000 0.317

Tabel 2. Beberapa jenis tingkat kepercayaan yang sering digunakan.

Jenis Tingkat Kepercayaan Λ Prosentase Benar

1 sigma 1 68,5 %

nine tenth 1,645 90%

2 sigma 2 95,5 %

ninety nine 2,576 99%

3 sigma 3 99,5 %
Gambar 3: dugaan nilai sebenarnya berada di dalam rentang nilai yang
ditampilkan dengan tingkat kepercayaan 1 sigma (kiri) dan tingkat kepercayaan 2
sigma (kanan).

Memang dengan memilih tingkat kepercayaan yang semakin besar, misalnya 3


sigma, akan memperoleh kemungkinan nilai ukur sebenarnya berada di dalam rentang
dugaan semakin besar, tetapi nilai rentangnya juga semakin lebar. Oleh karena itu,
nilai simpangan (σ) harus diusahakan sekecil mungkin, yaitu dengan cara mengulang
pengukuran semakin sering atau memperpanjang waktu pengukuran.

III. METODE KERJA

3.1. Alat

1. Pen dose

2. Radiameter

3.2. Langkah Kerja

1. Ditentukan lokasi yang akan diamati (dilakukan pencacahan) disekitar


Laboratorium Iradiator.

2. Dilakukan pencacahan selama 20 menit, Pada tiap satu menit, ditulis data
pencacahannya.

IV. DATA PENGAMATAN

Tanggal Praktikum : 19 November 2018

Tanggal Kalibrasi Ulang Alat : 16 Mei 2019

Lokasi Pertama : Samping Utara Iradiator Gamma ( Daerah 4 )

Lokasi Kedua : Laboratorium Aktiv

Tabel Pengamatan Lokasi Pertama :

Menit ke- Xk (nSv/jam)


1 132
2 135
3 183
4 186
5 150
6 171
7 167
8 156
9 165
10 170
11 218
12 191
13 177
14 194
15 193
16 194
17 192
18 183
19 161
20 176
Jumlah 3494
Rata-rata 174,7

Tabel Pengamatan Lokasi Kedua :

Menit ke- Xk (nSv/jam)


1 118
2 200
3 171
4 222
5 205
6 218
7 190
8 168
9 155
10 156
11 199
12 199
13 194
14 164
15 157
16 173
17 217
18 183
19 166
20 153
Jumlah 3608
Rata-rata 180,4

V. PERHITUNGAN

5.1 Menentukan Ketidakpastian Pada Lokasi Pertama

Xi-Xbar (Xi-Xbar)^2
-42,7 1823,29
-39,7 1576,09
8,3 68,89
11,3 127,69
-24,7 610,09
-3,7 13,69
-7,7 59,29
-18,7 349,69
-9,7 94,09
-4,7 22,09
43,3 1874,89
16,3 265,69
2,3 5,29
19,3 372,49
18,3 334,89
19,3 372,49
17,3 299,29
8,3 68,89
-13,7 187,69
1,3 1,69
Jumlah 8528,2
Rata-rata 426,41

̅ )2
∑(Xi −X 8528,2
𝜎1 = √ = √ = 20,64
𝑛−1 20

5.2. Menentukan Ketidakpastian Pada Lokasi Kedua

Xi-Xbar (Xi-Xbar)^2
-62,4 3893,76
19,6 384,16
-9,4 88,36
41,6 1730,56
24,6 605,16
37,6 1413,76
9,6 92,16
-12,4 153,76
-25,4 645,16
-24,4 595,36
18,6 345,96
18,6 345,96
13,6 184,96
-16,4 268,96
-23,4 547,56
-7,4 54,76
36,6 1339,56
2,6 6,76
-14,4 207,36
-27,4 750,76
Jumlah 13654,8
Rata-rata 682,74

̅ )2
∑(Xi −X 13654,8
𝜎2 = √ = √ = 26,1293
𝑛 20

5.3. Menentukan Nilai Signifikansi

̅ 1−X
|X ̅ 2|
𝜏 (𝑐𝑎𝑙𝑐) =
√𝜎1 2 +𝜎2 2

|174,7−180,4|
=
√(20,6497)2 +(26,1293)2

5,7
=
√426,4101+682,7403

5,7
= 33,304

= 0,1712

Karena diambil tingkat kepercayaan 95% dengan nilai p 0,05 dan 𝜏 (𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒)
1,960 sehingga :

𝜏 (𝑐𝑎𝑙𝑐) ≪ 𝜏 (𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒)

VI. PEMBAHASAN

Radiasi yang dipancarkan oleh suatu zat radioaktif bersifat acak atau random.
Selain itu juga radiasi yang dipancarkan tidak bisa kita lihat, kita rasakan dengan
indera manusia. Oleh karena itu diperlukan suatu alat yang digunakan untuk
mengetahui adanya radiasi yang disebut alat ukur radiasi. Dengan menggunakan alat
ukur radiasi maka kita dapat melakukan statistika pencacahan dari suatu sumber
tersebut. Pada praktikum ini dilakukan statistika pencacahan pada dua tempat yaitu
daerah samping utara irradiator dan lab aktiv dengan tujuan menguji signifikansi laju
paparan di area irradiator gamma kategori II dengan lokasi menggunakan uji-T.
Dalam uji-T terdapat main area dan sub area, main area yaitu daerah dekat irradiator
sedangkan sub area daerah yang tidak terlalu dekat dengan irradiator.

Pertama-tama, dicatat dosis awal pada pen dose. Hal ini dapat menjadi salah-
satu pencegahan agar praktikan tidak terlalu terpapar radiasi yang begitu banyak.
Setelah itu dilakukan pencacahan tanpa pengukuran jarak dari daerah yang
cacahannya akan diukur. Pada masing-masing tempat dilakukan pencacahan selama
20 menit dengan tiap menitnya dicatat nilai cacahannya. Pada rumus yang
menggunakan n-1, karena pengukuran pencacahan langsung di tempatnya sehingga
rumusnya menjadi n saja dikarenakan populasi pengambilan data pada tempat
tersebut yaitu 20 bukan n-1 yang kemudian menjadi 19.

Berdasarkan hasil perhitungan, simpangan yang didapat cukup tinggi. Proses


pengubahan sebuah radiasi menjadi pulsa listrik dan akhirnya tercatat sebagai sebuah
cacahan memerlukan selang waktu tertentu yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan
detektor, Selang waktu tersebut merupakan waktu mati (dead time) dari sistem
pencacah karena selama selang waktu tersebut system pencacah tidak dapat
mendeteksi radiasi yang datang. Dengan kata lain, radiasi yang datang berurutan
dengan selang waktu yang lebih singkat daripada waktu matinya tidak dapat dicacah
atau tidak terhitung oleh sistem pencacah. Karena intensitas radiasi yang dipancarkan
oleh suatu sumber bersifat acak (random), maka terdapat kemungkinan bahwa
beberapa radiasi yang mnegenai detektor tidak tercatat, sehingga hasil pengukuran
system pencacah lebih sedikit dari seharusnya. Sehingga diharapkan apabila inngin
mengetahui lebih akurat terhadap nilai cacahan, waktu yang digunakan untuk
mencacah lebih lama. Adapun rerata nilai cacahan yang didapat untuk daerah 4
iradiator yaitu 174,7 dan lab aktiv yaitu 180,4. Pada hasil pengukuran didapat nilai
cacahan lab aktiv yang lebih tinggi daripada daerah dekat irradiator. Hal tersebut
terjadi kemungkinan karena pada saat melakukan pengukuran cacahan di lab aktiv,
sedang ada praktikum yang menggunahan bahan radioaktif sehingga hal tersebut
diduga mempengaruhi alat ukur untuk melakukan pengukuran cacahan di lab aktiv
karna dosis dari bahan radioaktif juga ikut terserap/terbaca. Kemudian pada
praktikum, irradiator sedang tidak beroperasi sehingga kemungkinan dosis paparan
yang berada di tempat tersebut kecil. Setelah semua data hasil pencacahan selama 20
menit terkumpul, dilakukan uji T-Test dengan menetukan hipotesis statistik terlebih
dahulu. Hipotesis statistik adalah dugaan sementara apakah sampel yang diteliti
dapat mewakili keseluruhan populasi pada tempat yang diamati. Hipotesis pertama
menyatakan bahwa 𝑋̅1 = 𝑋̅2 dan hipotesis kedua menyatakan 𝑋̅1 ≠ 𝑋̅2. Untuk
membuktikan hipotesis tersebut, dilakukan perhitungan simpangan baku pada
masing-masing tempat tersebut. Didapat 𝜏 (𝑐𝑎𝑙𝑐) yaitu 0,1712, dengan tingkat
kepercayaan 95% dan 𝜏 (𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒) = 1,960 maka 𝜏 (𝑐𝑎𝑙𝑐) lebih besar dibandingkan
𝜏 (𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒). Sehingga hipotesis pertama (h0) dapat diterima, dan dapat dikatan
perbedaan paparan radiasi pada daerah 4 iradiator tersebut dan lab aktiv tidak
signifikan.

VII. KESIMPULAN

Uji T-Test pada daerah samping utara irradiator ( daerah 4) sebagai main area
dan lab aktiv sebagai sub area didapatkan hasil 𝜏 (𝑐𝑎𝑙𝑐) ≪ 𝜏 (𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒) dengan tingkat
kepercayaan 95%, sehingga hipotesis awal dapat diterima dan tidak ada perbedaan
yang signifikan antara keduanya.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, Achmad.1965.Kimia Inti & Radiokimia.Bandung : Jajasan Karjawan


Kimia.

BATAN Pusdiklat.2005.Statistik Pencacahan Radiasi.Jakarta : BATAN, diakses


pada tanggal 11 Desember 2018.

Martin, James.2013.Physics for Radiation Protection 3rd Edition.Wiley.United


Stated of America.
Mukti W, Kusnanto.Statistik Pencachan Radiasi.Surakrta : FMIPA Universitas
Sebelas Maret.
Tim Asisten Praktikum ADPR.2014.Petunjuk Praktikum ADPR.Yogyakarta :
STTN-BATAN
Yogyakarta, 14 Desember 2018

Asisten Pembimbing, Praktikan,

Andri Saputra, S.ST Paramitha Syabani Madusila

Anda mungkin juga menyukai