Anda di halaman 1dari 9

PENCEGAHAN DAN PEGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL

PENCEGAHAN DAN PEGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL

2.1 Pencegahan dan pegendalian infeksi nosokomial


Penyakit infeksi merupakan masalah penting, baik di negara maju maupun di negara yang
sedang berkembang. Menurut asal kuman penyebab, infeksi di bagi menjadi 2 yaitu infeksi yang
berasal dari komunitas dan infeksi yang berasal dari rumah sakit. Infeksi yang berasal dari rumah
sakit di sebut infeksi nosokomial (hospital acquired infecition=Healthcare associated
infektions/HAI), yaitu infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit setelah dirawat 2x24 jam.
Infeksi nosokomial merupakan masalah serius, karena berdampak buruk terhadap rumah
sakit maupun untuk pasien, dan menimbulkan kerugian baik moril maupun material. Dampak
infeksi nosokomial meliputi peningkatan angka kesakitan dan kematian, kecacatan, peningkatan
lama tinggal di rumah sakit ,dan peningkatan biaya. Selain itu infeksi akan berdampak pada
penurunan pendapatan rumah sakit, penurunan mutu dan citra rumah sakit serta menimbulkan
tuntutan hukum. Data dari WHO menunjukkan bahwa infeksi nosokomial terjadi diantara 3-21%
dari pasien yang di rawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial juga dapat terjadi pada petugas
kesehatan dan pengunjung rumah sakit.
Karena begitu kompleksnya permasalahan akibat infeksi nosokomial, maka perlu di
perlakukan pencegahan dan pengendalian agar infeksi tersebut tidak terjadi. Keberhasilan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial (PPI) memerlukan keterlibatan aktif semua
personil rumah sakit dari tingkat rendah sampai direksi. Petugas kebersihan, karyawan
administrasi, perawat, dokter, ahli gizi, petugas farmasi, dan lain sebagainya semua terlibat pada
PPI .

2.1.1 Pengertian
Infeksi nosokomial, yang saat ini disebut dengan ”Healthcare Assosiated Infection”
(HAI) adalah infeksi yang terjadi selama proses perawatan di rumah sakit atau difasilitas
kesehatan lain, dimana pasien sebelumnya tidak ada infeksi atau tidak dalam masa inkubasi,
termasuk infeksi yang di dapat dirumah sakit tetapi munculnya setelah pasien pulang, juga
infeksi patugas kesehatan yang terjadi di pelayanan kesehatan.
Suatu infeksi dikatakan sebagai infeksi nosokomial apabila memenuhi kriteria berikut:
1. Ketika masuk rumah sakit pasien tidak dalam keadaan infeksi atau tidak dalam masa inkubasi.
2. Infeksi terjadi setelah 48 jam perawatan.
3. Infeksi bukan merupakan sisa (residual) infeksi sebelumnya.
4. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi penyebab mikroorganisme berbeda atau mikroorganisme
sama tetapi lokasi berbeda.

2.1.2 Rantai Penularan Infeksi


Suatu infeksi memerlukan keadaan tertentu untuk dapat ditularkan kepada orang lain.
Penularan infeksi nosokomial merupakan adanya agen infeksi (Infectious Agent), reservoir,
tempat keluar, cara penularan, tempat masuk, dan host (pejamu) yang rentan. Agen infeksi
adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia agent infeksi dapat
berupa bakteria, virus, riketsia, jamur, dan parasit. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh tiga
faktor yanga ada pada agen infeksi, yaitu patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis)
mikroorganisme. Reservoir merupakan tempat dimana agen hidup, seperti tubuh manusia, tubuh
hewan, air, udara, obat, perlatan, dan sebagainya. Tempat keluar agen dapat berupa darah dan
cairan tubuh (ekskreta, sekreta, droplet). Cara penularan (mode of transmission) merupakan cara
bagaimana agen berpindah dari satu orang ke orang lain. Tempat masuk adalah tempat dimana
agen memasuki pejamu berikutnya, misalnya melalui lapisan mukosa, luka, saluran cerna,
saluran kemih, saluran pernapasan, dan sebagainya. Pejamu yang rentan adalah orang yang tidak
memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan kuman penyebab infeksi oleh karena
adanya faktor resiko tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan pejamu adalah
umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau
pembedahan, pengobatan dengan imunosupresan.

2.1.3 Cara Terjadinya Infeksi Nosokomial


Penularan infeksi nosokomial dapat melalui beberapa cara sebagai berikut.
1. Dengan cara endogen : kuman berasal dari bagian tubuh lain dari pasien itu sendiri.
2. Dengan cara eksogen:
a. Dari orang lain: dari petugas kesehatan atau pasien lain, melalui kontak atau sentuhan langsung
atau tidak langsung.
b. Melalui lingkungan, misalnya :
1) Udara atu debu
2) Droplet
3) Benda atau peralatan: jamur, instrumen bedah, endoskop/laparoskop,alat bantu pernapasan, yang
terkontaminasi darah atau cairan tubuh yang mengandung kuman makanan atau minuman yang
terkontaminasi bakteri (contoh :tifus, disentri,kolera) atau virus (contoh :hepatitis A).
4) Melalui vektor (serangga dan binatang pengganggu)

2.1.4 Pencegahan Infeksi Nosokomial


Prinsip pencagahan infeksi meliputi hal-hal berikut.
1. Peningkatan daya tahan pejamu.
2. Inaktifasi agen penyebab infeksi, misalnya dengan antibiotika
3. Memutus mata rantai penularan
Pencegahan penyebaran penyakit memerlukan pemutusan / penghilanagan satu atau lebih mata
rantai penularan, antara lain dengan cara berikut.
a. Menghambat atau membunuh agen :misalnya penggunaan anti septik kulit sebelum operasi,
sterilisasi peralatan sebelum di pakai, dll.
b. menghambat perpindahan agen dari satu orang ke orang lain: misalnay mencuci tangan atau
menggunakan anti seftik gosok tangan /handrub yang mengandung alkohol pada waktu akan
memeriksa pasien.
c. memberikan kekebalan kepada petugas kesehatan denagan paksinasi
d. menyediakan alat pencegahan yang tepat untuk mencegah kontak dengan agen infeksius :
misalnya sarung tangan yang kuat untuk staf rumah tangga dan pembuang sampah.denagn makin
banyaknya penyakit yang di tularkan melalui darah (blood born disease ) seperti AIDS, hepatitis
B, hepatitis C, serta telah berkembangnya sebagai alat medis baru, maka saat ini telah diterapkan
prosedur untuk menanggulangi penularan infeksi nosokomial yang di kenal denagan
kewaspadaan standar.
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (post expousure prphylaxis/PEP)
2.1.5 Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Nosokomial
Program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial meliputi langkah-angkah
sebagai berikut :
1. Kewaspadaan Standar
a. Cuci tangan
Cuci tangan merupakan komponen pencegahan infeksi yang penting. Mencuci tangan dapat
dilakukan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun, atau menggunakan antiseptik.
Cuci tangan dilakukan pada saat berikut:
1) Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan benda-benda tercemar.
2) Segera setelah membuka sarung tangan.
3) Saat antara kontak pasien
4) Sebelum dan setelah melakukan tindakan invasif.
5) Setelah menggunakan toilet.

b. Penggunaan alat pelindung diri


Alat pelindung tubuh digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari risiko
pajanan darah, cairan tubuh, sekreta, eksreta, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien, dan
benda yang terkontaminasi. Jenis alat pelindung meliputisarung tangan, masker, kaca mata,
pelindung wajah, penutup kepala, gaun, (baju kerja/celemek) dan sepatu
Tidak semua alat pelindung tubuh harus selalu dipakai. Jenis pelindung tubuh yang dipakai
harus tergantung pada jenis tindakan atau atau kegiatan yang akan dikerjakan. Sebagai contoh,
untuk tindakan bedah minor cukup memakai sarung tangan steril atau sarung tangan yang
didekontaminasi tingkst tinggi (DTT) saja. Namun untuk kegiatan operasi di kamar bedah atau
melakukan pertolongan persalinan, sebaiknya semua alat pelindung tubuh dipakai, untuk
mengurangi kemungkinan terpajan darah atau cairn tubuh lainnya.

c. Pengelolaan peralatan perawatan pasien


Peralatan perawatan pasien bisa disposibel (sekali pakai) dan nondisposibel (bisa digunakan
kembali). Untuk peralatan disposibel, setelah dipakai dikumpulkan ke tempat yang telah
ditentukan dan dimusnahkan sesuai prosedur. Untuk yang nondisposibel, setelah digunakan,
sebelum digunakan kembali harus dikelola dengan benar untuk mencegah penyebaran infeksi
melalui alat kesehatan, dan untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai.
Pemilihan cara pengelolaan alat kesehatan yang dipakai ulang tergantung pada kegunaan alat
tersebut dan berhubungan dengan tingkat risiko penyebaran infeksi. Semua alat yang akan
dimasukkan ke dalam jaringan dibawah kulit (disebut peralatan kritis, contoh: endotracheal tube,
NGT) dilakukan disinfeksi tingkat tinggi. Sementara untuk peralatan yang digunakan permukaan
tubuh yang utuh (disebut peralatan nonkritikal, contoh: tensimeter, termometer) cukup dilakukan
disinfeksi tingkat rendah.
Proses pengelolaan peralatan dilakukan dalam 4 tahapan yaitu sebagai berikut:
1) Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah proses fisika atau kimia yang digunakan untuk menurunkan jumlah
mikroorganisme pada benda mati sehingga aman untuk penggunaan lebih lanjut. Pada
dekontaminasi tidak semua bentuk kehidupan mikroorganisme dapat dimatikan (misalnya
endospora).
2) Pembersihan/Pencucian
Pembersiahan/Pencucian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran
terlihat, kotoran tidak terlihat, dan mikroorganisme sebanyak mungkin.
3) Sterilisasi atau DTT
Merupakan rangkaian proses fisika atau kimia yang bertujuan untuk membunuh semua bentuk
kehidupan mikroorganisme baik bentuk vegetatif maupun endospora.
4) Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan untuk melindungi alat dari kontaminasi, menjamin sterilitas hingga saat
digunakan, memudahkan pencarian, dan untuk mencegah kehilangan dan kerusakan.

d. Penyuntikan yang aman


Penularan infeksi HIV, hepatitis B dan C di sarana pelayanan kesehatan sebagian besar
karena kecelakaan yang sebenarnya dapat dicegah, yaitu tertusuk jarum suntik dan luka oleh alat
tajam lainnya. Untuk mencegah semuanya maka benda tajam harus digunakan sekali pakai.
Jarum suntik tidak boleh digunakan lagi setelah digunakan, bila terpaksa harus selalu ditutup,
lakukan dengan tehnik satu tangan. Hindari melepas jarum yang telah digunakan dari spuit sekali
pakai. Hindari membengkokkan, menghancurkan dan memanipulasi jarum dengan tangan.
Masukkan jarum bekas dan instrumen lainnya ke dalam wadah yang tahan tusukan, tahan air,
tidak mudah bocor, dapat dipergunakan dengan satu tangan. Idealnya semua benda tajam
dimusnahkan dengan insinerasi, tetapi bila tidak memungkinkan dapat dikibur atau dikaporisasi.

e. Pengelolaan limbah
1) Pengelolaan limbah cair
- Limbah cair diolah diInstalasi pengolahan limbah cair (IPAL).
- Kualitas limbah cair terolah, diperiksa setiap sebulan sekali.
2) Pengolahan Limbah Padat Medik
- Limbah padat infeksius ditampung sementara dalam tempat tertutup tahan air yang dialasi
dengan kantong plastik kuning.
- Limbah padat medik dimusnahkan dengan insinerasi dengan suhu di atas 1.000o C.
- Produk limbah padat harus terdata/terdokumentasi.
3) Pengelolaan Limbah Padat Nonmedik
- Limbah padat nonmedik ditampung sementara dalam tempat penampungan tertutup yang tidak
tembus air dan telah dialasi dengan kantong plastik berwarna hitam.
- Limbah padat nonmedik dapat dimanfaatkan kembali (jika dianggap layak secara ekonomi)
untuk mengurangi volumenya.
- Limbah padat nonmedik dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) bekerja sama dengan
Dinas Kebersihan Kota setempat.

f. Pengelolaan kebersihan lingkungan


1) Kebersihan Ruang dan Halaman Rumah Sakit
2) Pembersihan ruang pelayanan medis dilakukan minimal 2 kali sehari (pagi dan sore)
3) Cara-cara pembersihan yang meneyebabakan debu harus dihindari
4) Pengepalan lantai menggunakan bahan antiseptik yang sesuai.
5) Setiap ada percikan cairan tubuh dan darah di dinding atau lantai harus segera dibersihkan
dengan menggunakan antiseptik.
6) Melakukan desinfeksi ruang pada waktu tertentu, dengan cara fisik atau kimia, terutama untuk
kamar operasi dan ruang pulih, ruang gawat darurat, kamar bayi, ruang isolasi ruang perawatan
intensif, ruang patologi.
a) Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman
- Makanan hasil olahan dilakukan pemeriksaan kualitas kimiawi dan biologi minimal 2 kali dalam
setahun.
- Kebersihan perelatan diuji dengan pemeriksaan angka total kuman sebanyak-banyaknya 100/cm2
dan tidak ada kuman E. Coli.
- Angka kuman E. Coli pada hasil olahan harus 0/gr sampel. Angka untuk air minum harus 0/100 ml
sampe minuman.
b) Pengelolaan Air Bersih
Air bersih untuk kebutuhan sehari-hari (bersumber dari PDAM maupun pengolahan sendiri)
ahrus selalu terpenuhi kualitas dan kuantitasnya. Kuantitas (volume) minimal 500
liter/hari/tempat tidur. Kualitas air harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pemeriksaan kualitas untuk parameter kimia fisik dilakukan minimal 2 kali setahun (pada
musim kemarau dan hujan), sedangkan pemeriksaan kualitas untuk parameter mikrobiologi
dilakukan setiap bulan dengan prioritas sampel air diambil dari dapur, kamar operasi, kamar
bersalin, kamar bayi, ruang makan/kantin, penampungan dan air bak.
c) Pengendalian Vektor (Serangga, Tikus, dan Binatang Pengganggu)
Yang dimaksud dengan vektor dalam program sanitasi rumah sakit yaitu semua jenis
serangga atau binatang pengerat yang dapat menularkan beberapa penyakit tertentu, merusak
bahan makanan digudang, dan merusak peralatan instalasi rumah sakit, sehingga bila tidak
dikendalikan akan merugikan baik dari segi kesehatan maupun ekonomi.
Pengendalian vektor adalah kegiatan yang bertujuan untuk menekan tingkat kepadatan
serangga, binatang pengerat, dan jenis binatang pengganggu lainnya(misalnya kucing) sehingga
tidak melebihi nilai ambang sanitasi.

g. Pengelolaan linen
Linen rumah sakit antara lain berupa pakaia pasien, pakaian kerja, selimut, sprei, penutup
bantal dan guling, duk, dan lain sebagainya. Lien rumah sakit harus dikelola dengan benar
karena jika tidak dikelola dengan benar dapat menimbulkan dampak infeksi.
Pengelolaan linen adalah kegiatan yang dimulai dari pengumpulan linen kotor, pengankutan,
pencucian, penyetrikaan, penyimpanan dan distribusi linen bersih.
Adapun prinsip penanganan linen kotor adalah sebagai berikut:
1) Jaga jangan sampai linen kotor tersebut terkena kulit atau membran mukosa.
2) Jangan merendam/membilas linen kotor di wilayah ruang perawatan.
3) Jangan meletakkan linen kotor di lantai.
4) Jangan mengibaskan linen kotor.
5) Segera ganti linen yang tercemar/terkena darah atau cairan tubuh.
Pengelolaan linen infeksius (line kotor yang mengandung penyakit menular) harus
dipisahkan dengan linen noninfeksius, terutama dalam tahap pengumpulan, pengangkutan dan
pencucian.

h. Higiene Respirasi dan Etiket Batuk


Seiring dengan munculnya penyakit baru (new emerging disease), maka prinsip-pronsip dalam
kewaspaan standar ditambah dengan higiene respirasi/etiket batuk, antara lain meliputi
penggunaan masker ketika akan memberikan pelayanan kepada pasien yang berisiko. Gunakan
penghubung mulut, amubag, atau alat ventilasi lain untuk resusitasi mulut ke mulut secara
langsung.

2. Kewaspadaan berdasarkan penularan atau transmisi


Kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi diperuntukkan bagi pasien yang
menunjukkan gejala atau dicurigai terinfeksi atau mengalami kolosinanasi kuman yang sanga
mudah menular atau sangat patogen dimana perlu upaya pencegahan tambahan selain
kewaspadaan standra untuk memutus rantai penyebaran infeksi. Untuk penyakit yang ditularkan
selain melalui darah, kewaspadaan berdsar transmisi harus digunakan sebagai tambahan
kewaspadaan standar.
Tiga jenis Kewaspadaan standar berdasarkan penularan/transmisi adalah sebagai berikut:
a. Kewaspadaan Penularan melalui Kontak
Kewaspadaan ini dirancang untuk mengurangi risiko transmisi kuman patogen melalui
kontak langsung atau tidak langsung. Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit
dengan kulit antar petugas dengan pasien atau antar kedua pasien. Transmisi kontak tidak
langsung terjadi melalui sentuhan benda tercemar yang berada dilingkungan pasien. Contoh
pasien yang memrlukan penerapan tindakan pencegahan kontak adalah pasien dengan infeksi
kulit atau mata dapa menular, misalnya herpes zooster, impetigo, konjungtivitis, skabies, infeksi
pada luka, dan lain-lain.

b. Kewaspadaan Penularan melalui Percikan (Droplet)


Kewaspadaan ini bertujuan untuk mengurangi penularan risiko penularan melalui percikan
infeksius. Percikan partikel besar (5 µm) yang mengandung mikoroorganisme apabila mengenai
konjungtiva, membran mukosa hidung, atau mulai individu yang rentan akan menyebabkan
penularan. Berbicara, batuk, bersin, tindakan seperti intubasi, pengisapan lendir dan bronkoskopi
dapat menyebarkan mikroorganisme. Contoh penyakit yang penularannya melalui droplet antara
influenza, faringitis, pertusis (batuk rejan), dan pneumonia.

c. Kewaspadaan Penularan melalui Udara (Airbone)


Kewaspadaan ini dirancang untuk mengurangi risiko penularan melalui penyebaran partikel
kecil (≤ 5µm) di udara. Baik secara langsung atau melalui partikel debu yang mengandung
infeksius. Partikel ini dapat tersebar melalui batuk, bersin, pengisapan lendir. Partikel infeksius
dapat menetap diudara selama beberapa jam dan dapat disebarkan secara luas dalam suatu
ruangan atau dalam jarak yang lebih jauh. Pengelolaan udara secara khusus dan ventilasi yang
baik diperlukan untuk mencegah penularan melalui udara antara lain tuberkulosis, varisela, dan
campak.

Anda mungkin juga menyukai