Anda di halaman 1dari 4

LEMBAR TUGAS MANDIRI

Pokok Bahasan : Pemicu 1 Gastrointestinal

Nama : Kahlil Gibran


NPM : 1706029552
Kelas : DK-7

Pendahuluan
Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah kondisi umum yang muncul dengan gejala
heartburn dan regurgitasi. Asma adalah kondisi medis umum yang sering terjadi bersamaan dengan
terjadinya GERD. Asma yang sulit diobati dalam pasien yang mengalami GERD bersamaan mengarah
pada kemungkinan asma yang dipicu GERD. Namun, asma juga dapat menyebabkan GERD, sehingga
masih belum jelas hubungan yang pasti antara dua penyakit ini. Terapi penekan asam lambung dapat
dimulai pada pasien dengan asma, tetapi hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa hasil ini masihlah
tidak jelas. Karena itu, penanganan yang dilakukan pada pasien asma cukup berbeda.1

Isi
Asma ditandai dengan peradangan kronis pada saluran nafas yang berhubungan dengan
hiperresponsif jalan nafas, yang menyebabkan munculnya suara meringik ketika bernafas, sesak dada,
sesak napas, dan batuk, sering pada malam hari ataupun di pagi hari.

Gambar 1 : Hubungan asma dan GERD.2

1
Gastroesophageal reflux dan asma sering dijumpai bersama-sama, dan interaksi yang rumit dapat
terjadi selama GERD yang menyebabkan peningkatkanan gejala asma atau asma dapat memicu
memperburuk keadaan GERD. Prevalensi gejala GERD sering lebih besar pada pasien dengan asma
dibandingkan pada populasi umum. Secara umum, beberapa penelitian menunjukkan bahwa gejala
GERD seperti heartburn dan regurgitasi dialami oleh hampir 80% pasien dengan diagnosis asma. Sebuah
penelitian terhadap lebih dari 100.000 relawan menunjukkan bahwa pasien dengan GERD adalah 1,15
kali lebih mungkin untuk menderita asma daripada mereka yang tidak memiliki GERD. Selain itu,
beberapa penelitian yang menggunakan pemantauan pH telah menunjukkan prevalensi GERD 30%
hingga 65% di antara pasien dengan asma.2
Ada beberapa mekanisme dimana asma dan GERD dapat berinteraksi. Refluks dapat menginduksi
asma baik secara langsung, oleh efek pada saluran napas melalui respon yang diinduksi aspirasi, atau
secara tidak langsung, melalui inflamasi yang diinduksi neurogenik. Esofagus dan paru-paru memiliki
asal embrio yang sama, sehingga interaksi yang rumit mungkin terjadi. Reflux isi gastroduodenal dapat
menginduksi bronkokonstriksi melalui refleks yang dimediasi nervus vagus, melalui reaktivitas bronkial
yang ditingkatkan secara neurologis, atau secara langsung melalui mikroaspirasi.3
Peradangan neurogenik dapat terjadi di paru-paru sebagai konsekuensi dari mekanisme yang
dimediasi vagus atau microaspiration. Pada penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan respon
pernafasan setelah masuknya asam secara perlahan ke dalam esofagus, efek yang dapat dihilangkan
dengan vagotomi bilateral. Pada manusia, paparan esofagus terhadap asam dapat mengakibatkan
penurunan aliran ekspirasi puncak, sehingga meningkatkan resistensi saluran napas. Reaksi ini dapat
dikurangi dengan terapi atropin. Namun, peneliti lain menunjukkan bahwa refluks asam sebenarnya bisa
menjadi pendahulu dari bronkospasme yang lebih berat dengan pemicu masa depan. Misalnya, Vincent
dan rekan menunjukkan korelasi antara tingkat refluks asam selama pemantauan pH dan dosis
methacholine yang diperlukan untuk menginduksi respon dalam volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
(FEV1). Dosis methacholine yang diperlukan untuk menginduksi respon lebih rendah pada pasien dengan
refluks yang lebih signifikan, menunjukkan peningkatan hiperresponsif saluran napas. Penelitian pada
hewan juga menunjukkan bahwa perfusi asam intraesophageal merangsang pelepasan tachykinin ke
dalam saluran napas, menyebabkan batuk atau bronkospasme. Telah dibuktikan peningkatan kadar
tachykinin pada pasien dengan refluks dan korelasi yang signifikan antara paparan asam esofagus distal
dan tingkat bronkus substansi P dan neurokinin A, menunjukkan aktivasi saraf sensoris saluran napas.3
Selain itu, aspirasi yang diinduksi oleh GERD atau mikroaspirasi agen gastroduodenal dapat
meningkatkan resistensi saluran napas. Telah dibuktikan juga bahwa infus esofagus asam klorida tidak

2
mengubah hambatan saluran napas, sedangkan paparan intratrakeal pada asam menyebabkan
peningkatan substansial pada resistensi saluran napas. Microaspiration trakea adalah mekanisme yang
paling mungkin untuk menjelaskan efek GERD pada asma. Data dari penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa infus asam ke esofagus dapat menghasilkan respon inflamasi. Sebagai contoh,
eksposur asam esofagus dapat menyebabkan peningkatan kadar zat P, yang menyebabkan kontraksi otot
polos dan permeabilitas pembuluh darah yang meningkat. Selain itu, refluks asam dapat meningkatkan
resistensi paru dengan cara bergantung pada dosis yang dimediasi oleh pelepasan tachykinin dari saraf
perifer. Epitel paru juga dapat mengalami cedera selama kontak langsung dengan asam yang teraspirasi,
menghasilkan pelepasan sitokin dan peningkatan inflamasi.4
Hubungan korelasi antara GERD dan asma sulit ditegakkan karena salah satu kondisi dapat
menginduksi yang lain. Namun, dapat diduga asma yang dipicu GERD pada pasien yang mengalami
salah satu dari berikut, seperti asma yang muncul pada usia dewasa, kontrol yang buruk terhadap asma
dengan obat-obatan, onset heartburn atau regurgitasi sebelum kejadian asma, dan memburuknya kejadian
asma dalam hubungan dengan konsumsi makan besar atau alkohol atau dengan posisi terlentang. Terapi
proton pump inhibitor (PPI) empiris sering dimulai pada pasien dengan asma untuk menilai respon
mereka terhadap terapi refluks dan menentukan apakah GERD adalahpenyebab ekserbasi.4

Penutup
GERD adalah kondisi klinis umum yang sering terjadi bersamaan dengan asma. Kedua kondisi
ini mungkin tidak terkait ataupun mungkin pada individu tertentu yang memiliki kedua penyakit tersebut.
Ada penjelasan patogenik yang masuk akal untuk peran refluks pada asma baik melalui aspirasi langsung
dan mekanisme neurogenik. Karena 2 kondisi sering hidup berdampingan, pedoman saat ini
menunjukkan bahwa pasien dengan asma dan GERD simptomatik dapat diobati dengan obat penekan
asam.. Sementara itu, pada pasien dengan gejala asma, haru dilakukan pengoptimalkan kontrol asma serta
faktor-faktor lain, termasuk kepatuhan pasien terhadap perintah tenaga kesehatan, teknik inhaler yang
tepat, dan kontrol kondisi komorbid yang berpengaruh lainnya. 4

Referensi
1. Sheerin, K. “Gastroesophageal Reflux Disease and Asthma.” Asthma Magazine, vol. 8, no. 2, 2003,
pp. 37–38., doi:10.1016/s1088-0712(03)70009-0.
2. Asthma and Allergy Foundation of America. Asthma facts and figures. [Accessed October 5, 2014].
http://www.aafa.org/display.cfm?id=8&sub=42

3
3. Field SK, Underwood M, Brant R, Cowie RL. Prevalence of gastroesophageal reflux symptoms in
asthma. Chest. 1996;109(2):316–322
4. Hamamoto J, Kohrogi H, Kawano O, et al. Esophageal stimulation by hydrochloric acid causes
neurogenic inflammation in the airways in guinea pigs. J Appl Physiol. 1997;82(3):738–745.

Anda mungkin juga menyukai